BAB II LANDASAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. maka dapat diartikan bahwa bank adalah sebuah lembaga atau perusahaan

Akuntansi Mudharabah ED PSAK 105 (Revisi 2006) Hak Cipta 2006 IKATAN AKUNTAN INDONESIA ED

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PSAK No Juni 2007 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI MUDHARABAH IKATAN AKUNTAN INDONESIA

BAB II LANDASAN TEORITIS. (2000:59.1) mengemukakan pengertian Bank Syariah sebagai berikut :

Pengertian Akad Mudharabah Jenis Akad Mudharabah Dasar Syariah Prinsip Pembagian Hasil Usaha Perlakuan Akuntansi (PSAK 105) Ilustrasi Kasus Akad

BAB II LANDASAN TEORI. kepastian dana pendidikan anak sesuai rencana untuk setiap cita-cita yang

IV.3 DANA SYIRKAH TEMPORER

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 106 AKUNTANSI MUSYARAKAH

DAFTAR PUSTAKA. Ahmed, Salman. (2011). Analysis Of Mudharabah and A New Approach to Equity

PSAK No Juni 2007 PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN AKUNTANSI MUSYARAKAH IKATAN AKUNTAN INDONESIA

Akuntansi Musyarakah ED PSAK 106 (Revisi 2006) Hak Cipta 2006 IKATAN AKUNTAN INDONESIA ED

ANALISIS PEMBIAYAAN MURABAHAH, MUDHARABAH, DAN MUSYARAKAH PADA BANK KALTIM SYARIAH DI SAMARINDA

BAB II KAJIAN TEORITIS TENTANG MUDHARABAH, BAGI HASIL, DAN DEPOSITO BERJANGKA

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAGIAN IV AKAD BAGI HASIL

BAB II LANDASAN TEORI. A. Pengertian dan Landasan Syariah Deposito ib Mudhrabah. penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu-waktu tertentu menurut

AKUNTANSI DAN KEUANGAN SYARIAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang

BAB II LANDASAN TEORI

Perbankan Syariah. Transaksi Musyarakah. Agus Herta Sumarto, S.P., M.Si. Modul ke: Fakultas EKONOMI DAN BISNIS. Program Studi Manajemen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini merupakan hasil pengembangan dari peneliti-peneliti terdahulu

BAB IV HASIL PENELITIAN. A. Penerapan Akad Pembiayaan Musyarakah pada BMT Surya Asa Artha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN. Lancar) yang merupakan produk unggulan dari Koperasi Jasa Keuangan. Syariah tersebut. SIRELA (Simpanan Suka Rela Lancar) merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Sunnah Nabi. Konsekuensinya, apapun nilai yang dibutuhkan dalam analisis dan

BAB V PENGAWASAN KEGIATAN LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH 1

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Tinjauan Umum Bank Syariah Pengertian Bank Syariah Muhammad (2005;13)

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

BAB II LANDASAN TEORI. Baitulmal Mall Wa At-Tamwil ( BMT ), atau disebut juga dengan Koperasi

BAB III PEMBAHASAN DAN ANALISIS. A. Konsep Mudharabah dalam Perbankan Syariah. 1. Pengertian Mudharabah dan Implementasinya

BAB II LANDASAN TEORI

IV.2. PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

Tinjauan Penerapan Psak N0.105 Tentang Akuntansi Mudharabah Pada BMT Itqan Bandung

Soal UTS Semester Gasal 2015/2016 Mata Kuliah : Akuntansi Syariah

BAB II LANDASAN TEORITIS. seluruh perkiraan dilakukan berdasarkan prinsip akuntansi syariah yang

Pengertian. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia. Iman Pirman Hidayat. Pembiayaan Mudharabah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

PRODUK PEMBIAYAAN BERBASIS BAGI HASIL

I. Flow-chart. Dimas Hidim, mahasiswa EPI C, Penjelasan alur/flow chat akad musyarakah :

Halal Guide.INFO - Guide to Halal and Islamic Lifestyle

PEMBIAYAAN MUSYARAKAH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. mudharabah pada Unit Usaha Syariah (UUS) PT. Bank DKI. Dilaksanakannya

SOAL DAN JAWABAN AKUNTANSI PERBANKAN SYARIAH

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Koperasi Jasa Keuangan Syariah Baitul maal wat tamwil

KERANGKA DASAR LAPORAN KEUANGAN SYARIAH. Budi Asmita, SE Ak, Msi Akuntansi Syariah Indonusa Esa Unggul, 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pengertian Lembaga Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan angka kemajuan yang sangat

KARAKTERISTIK TRANSAKSI PERBANKAN SYARIAH DIRINGKAS DARI PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO.59

BAB III PELAKSANAAN KERJA PRAKTEK. Pada saat kuliah kerja praktek di PT. Bank BJB Kantor Pusat Bandung,

PERLAKUAN AKUNTANSI PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DAN MUSYARAKAH PADA PT. BANK MUAMALAT INDONESIA Tbk.

No. 10/ 14 / DPbS Jakarta, 17 Maret S U R A T E D A R A N Kepada SEMUA BANK SYARIAH DI INDONESIA

Materi: 11 AKUNTANSI MUSYARAKAH (Partnership)

PERBANKAN SYARIAH MUDHARABAH AFRIZON. Modul ke: Fakultas FEB. Program Studi Akuntansi.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Koperasi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. penilaian dan pengambilan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bunga merupakan harga yang harus dibayar/diterima untuk

PERHITUNGAN BAGI HASIL DAN PENANGANAN PENCAIRAN DEPOSITO MUDHARABAH PADA BPR SYARIAH AMANAH UMMAH

STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN SYARIAH. Elis Mediawati, S.Pd.,S.E.,M.Si.

PERBANKAN SYARIAH AKUNTANSI MUSYARAKAH RESKINO. SUMBER Yaya R., Martawiredja A.E., Abdurahim A. (2009). Salemba Empat. Modul ke: Fakultas FEB

dalam hal penghimpun dana maupun penyaluran dana. Masyarakat

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAGIAN XI LAPORAN LABA RUGI

BAB I PENDAHULUAN. modal, reksa dana, dana pensiun dan lain-lain). Pengertian bank menurut UU No.

Prinsip Sistem Keuangan Syariah

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):278 45)& %*('! Hai orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang yang b

BAB II LANDASAN TEORI

Boks : Pembia KEBIJAKAN RESI GUDANG

4. Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2): dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba Firman Allah SWT QS. al-baqarah (2):27

$!%#&#$ /0.#'()'*+, *4% :;< 63*?%: #E Orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya

PERBANKAN SYARIAH. Oleh: Budi Asmita SE Ak, MSi. Bengkulu, 13 Februari 2008

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

LAMPIRAN III SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR /SEOJK.03/2015 TENTANG PRODUK DAN AKTIVITAS BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH

BAB II LANDASAN TEORI. juga dikenal sebagai tempat untuk meminjam uang (kredit) bagi. sebagai tempat untuk memindahkan uang, menerima segala bentuk

BAB II LANDASAN TEORI

AKUNTANSI MUSYARKAH (psak 106)

UJIAN AKHIR SEMESTER AKUNTANSI SYARIAH JUMAT, 22 MEI 2009

BAB II LANDASAN TEORI. yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penitip. Menurut pendapat lain, Wadi ah adalah akad penitipan

FATWA DEWAN SYARIAH NASIONAL Nomor: 55/DSN-MUI/V/2007 Tentang PEMBIAYAAN REKENING KORAN SYARIAH MUSYARAKAH

FATWA DEWAN SYARI AH NASIONAL

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pengertian bank menurut UU No 7 tahun 1992 adalah badan usaha yang

4. Firman Allah SWT tentang perintah untuk saling tolong menolong dalam perbuatan positif, antara lain QS. al- Ma idah [5]: 2:./0*+(,-./ #%/.12,- 34 D

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan dari waktu ke waktu. Diawali dengan berdirinya bank syariah di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Judul dari penelitian ini adalah Analisis dan Evaluasi Mekanisme Pelaksanaan

BAB II LANDASAN TEORI. rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat banyak (Kasmir, 2002; 23).

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan kelembagaan perbankan syariah di Indonesia mengalami

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. ANALISIS PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL PADA PEMBIAYAAN MUDHARABAH DI KJKS CEMERLANG WELERI

BAB II LANDASAN TEORI. II.1.1 Pengertian Gadai Secara Umum. Beberapa pendapat mengenai definisi gadai dan pegadaian:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. operasional dan produknya dikembangkan berlandaskan pada Al-Qur an

BAB II LANDASAN TEORI. Adapun landasan teori yang akan diuraikan adalah teori-teori yang

AKUNTANSI MUDHARABAH (psak 105)

MUSYARAKAH MUTANAQISAH SEBAGAI ALTERNATIF PADA PEMBIAYAAN KPRS DI BANK SYARIAH. Kajian LiSEnSi, Selasa, 23 Maret 2010

Transkripsi:

8 BAB II LANDASAN TEORITIS A. Pengertian Bank Syariah Bank syariah yang yang telah lama berkembang di Indonesia, tampaknya mempunyai dampak positif dalam hal kepercayaan, khususnya umat islam terhadap kondisi perbankan nasional. Hal ini didukung oleh semakin beragamnya produk yang ditawarkan oleh bank syariah untuk meningkatkan kepuasan nasabahnya. Bank syariah memiliki keutamaan tersendiri jika dibandingkan dengan bank konvensional. Atas dasar tersebut, pengertian bank syariah juga berbeda dengan pengertian bank konvensional. Perwaatmadja dan Antonio (1992:1) memberikan definisi bank syariah sebagai berikut: Bank yang dalam operasinya mengikuti ketentuan-ketentuan syariah islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalah secara islam. Dalam tata cara bermuamalah itu menjauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan Ikatan Akuntansi Indonesia (2004:1) memberikan pengertian bank syariah sebagai berikut: Bank yang berasaskan, antara lain asas kemitraan, keadilan, transparansi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip syariah. Bank syariah dapat pula digambarkan seperti bank konvensional, hanya saja terdapat perbedaan mendasar dan sangat prinsip, yaitu dalam kegiatan operasionalnya. Bank syariah selalu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah

9 islam, terutama dalam bidang ekonomi. Sehingga selalu identik dengan bank yang beroperasi dengan pedoman hukum islam. Prinsip utama operasional bank yang berdasarkan prinsip syariah adalah hukum islam yang bersumber dari Al Qur an, Hadist dan Ijma. Larangan operasional bank harus memperhatikan perintah dan larangan dalam Al Qur an dan Sunah Rasullullah SAW. Larangan terutama berkaitan dengan kegiatan bank yang dapat diklasifikasikan sebagai riba. Dalam menjalankan kegiatan operasionalnya, bank tidak menggunakan sistem bunga dalam menentukan imbalan atas dana yang digunakan atau dititipkan oleh suatu pihak. Penentuan imbalan terhadap dana yang dipinjamkan maupun dana yang disimpan di bank didasarkan pada prinsip bagi hasil sesuai hukum islam. B. Sistem Bagi Hasil Sistem bagi hasil dapat didefinisikan sebagai berikut: suatu yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dapat terjadi antara bank dengan penyimpan dana, maupun antara bank dengan nasabah penerima dana. (Muhammad, 2005:176) Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu al-musyarakah, al-mudharabah, almuzara ah, dan al-musaqah. Walaupun demikian, prinsip yang paling banyak dipakai adalah al-musyarakah dan al-mudharabah, sedangkan al-muzara ah,

10 dan al-musaqah digunakan khusus untuk plantation finacing atau pembiayaan pertanian oleh beberapa bank islam. Demikian juga dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) nomor 105 dan 106 tentang perbankan syariah yang hanya menerangkan sistem bagi hasil tentang akad musyarakah dan mudharabah. 1. Al-Mudharabah (Trust Financing, Trust Investment) Mudharabah berasal dari kata dharb, berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha. Secara teknis, al-mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola, pengelola harus bertanggungjawab atas kerugian tersebut. Secara umum, landasan dasar syariah al-mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayatayat dan hadis berikut ini: a. Al-Qur an...

11.dan dari orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah SWT (al- Muzzammil:20) Yang menjadi wajhud-dilalah atau argumen dari surat al- Muzammil ayat 20 adalah adanya kata yadhibun yang sama dengan akar kata mudharabah yang berarti melakukan suatu perjalanan usaha. Apabila telah ditunaikan shalat maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah SWT.. (al-jumu ah:10).. Tidak ada dosa (halangan) bagi kamu untuk mencari karunia Tuhanmu.. (al-baqarah: 198). b. Al-Hadist Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib jika memberikan dana ke mitra usahanya secara mudharabah, ia mensyaratkan agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah saw. dan Rasulullah pun membolehkannya. (HR Thabrani)

12 Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasullullah saw. bersabda, tiga hal yang didalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual. (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at- Tijarah). c. Ijma Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus terhadap legitimasi pengelolaan harta yaitu secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid. Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis, antara lain: a. Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terikat) Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqih ulama salafus saleh seringkali dicontohkan dengan ungkapan if al ma syi ta (lakukanlah sesukamu) dari shahibul maal ke mudharib yang memeberi kekuasaan sangat besar. b. Mudharabah Muqayyadah (investasi terikat) Mudharabah muqayyadah atau yang disebut juga dengan istilah restricted mudharabah/specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha,

13 waktu, atau tempat usaha. Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha. Al-mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Pada sisi penghimpunana dana, al-mudharabah diterapkan pada: a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan haji, tabungan kurban, deposito biasa dan sebagainya; b. Deposito special (special investment), di mana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu, misalnya murabahah saja atau ijarah saja. Adapun pada sisi pembiayaan, mudharabah diterapkan untuk: a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa; b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh shahibul maal. Manfaat al-mudharabah antara lain: a. Bank akan menikmati peningkatan bagi hasil pada saat keuntungan usaha nasabah meningkat;

14 b. Bank tidak berkewajiban membayar bagi hasil kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread; c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah; d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benarbenar halal, aman, dan menguntungkan karena keuntungan yang konkret dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan; e. Prinsip bagi hasil dalam al-mudharabah/al-musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap berapapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. Gambar 2.1 Skema al-mudharabah PERJANJIAN BAGI HASIL Nasabah (Mudharib) Keahlian/ Ketrampilan Modal 100% Bank (Shahibul maal) Proyek / Usaha Nisbah X% Nisbah Y% Pembagian Keuntungan Pengambilan Modal Pokok Modal Sumber: Antonio (2009:98)

15 2. Al-musyarakah Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Landasan syariah musyarakah adalah sebagai berikut: a. Al Qur an maka mereka berserikat pada sepertiga (an-nisaa : 12) Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain kecuali orang beriman dan mengerjakan amal saleh. (Shaad:24) b. Al Hadits Dari Abu Hurairah, Rasululah saw. bersabda, Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla berfirman: Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghiananti lainnya. (HR Abu Dawud no. 2936, dalam kitab al-buyu, dan Hakim)

16 Hadis qusdi tersebut menunjukan kecintaan Allah kepada hamba-hambanya yang melakukan perkongsian selama saling menjunjung tinggi amanat kebersamaan dan menjauhi penghianatan. c. Ijma Ibnu Qudamah dalam kitabnya al-mughni, telah berkata, Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dalam beberapa elemen darinya. Al-musyarakah ada dua jenis, yaitu: a. Musyarakah pemilikan Musyarakah pemilikan tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah aset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan aset tersebut. b. Musyarakah akad Musyarakah akad tercipta dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Mereka pun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terbagi menjadi al- inan, al-mufawadhah, al-a maal, al-wujuh, dan al-mudharabah. Para ulama berbeda pendapat tentang almudharabah, apakah termasuk jenis al-musyarakah atau bukan. Beberapa ulama menganggap al-mudharabah termasuk kategori al-musyarakah karena memenuhi rukun dan syarat sebuah akad (kontrak) musyarakah. Adapun ulama lain menganggap al-mudharabah tidak termasuk sebagai al-musyarakah.

17 Aplikasi dalam perbankan: a. Pembiayaan Proyek Al-musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai, nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. b. Modal Ventura Pada lembaga keuangan khusus yang dibolehkan melakukan investasi dalam kepemilikan perusahaan, al-musyarakah diterapkan dalam skema modal ventura. Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan disinvestasi atau menjual bagian sahamnya, baik secara singkat maupun bertahap. Terdapat banyak manfaat pembiayaan secara al-musyarakah, diantaranya yaitu: a. Bank akan menikamati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat keuntungan nasabah meningkat; b. Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi disesuaikan dengan pendapatan/hasil usaha bank, sehingga bank tidak akan pernah mengalami negative spread; c. Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/arus kas usaha nasabah, sehingga tidak memberatkan nasabah;

18 d. Bank akan lebih selektif dan hati-hati (prudent) mencari usaha yang benarbenar halal, aman, dan menguntungkan. Hal ini karena keuntungan yang riil dan benar-benar terjadi itulah yang akan dibagikan; e. Prinsip bagi hasil dalam musyarakah ini berbeda dengan prinsip bunga tetap dimana bank akan menagih penerima pembiayaan (nasabah) satu bunga tetap berapun keuntungan yang dihasilkan nasabah, bahkan sekalipun merugi dan terjadi krisis ekonomi. Gambar 2.2 Skema al-musyarakah Nasabah Parsial: Asset Value Bank Syariah Parsial Pembiayaan PROYEK USAHA KEUNTUNGAN Bagi hasil keuntungan sesuai porsi kontribusi modal (nisbah) Sumber : Antonio (2009 : 94) 3. Al-Muzara ah (Harvest-yield profit sharing) Al-muzara ah adalah kerja sama pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.

19 Al-muzara ah seringkali diidentikan dengan mukhabarah. Diantara keduanya terdapat sedikit perbedaan, dimana muzara ah adalah benih dari pemilik lahan, sedangkan mukhabarah adalah benih dari penggarap. Landasan Syariah: a. Al-Hadits Diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah saw. pernah memberikan tanah khaibar kepada penduduknya (waktu itu mereka masih yahudi) untuk digarap dengan imbalan pembagian hasil buah-buahan dan tanaman. Diriwayatkan oleh Bukhari dari Jabir yang mengatakan bahwa bangsa Arab senantiasa mengolah tanahnya secara muzara ah dengan rasio bagi hasil 1/3:2/3, 1/4:3/4, 1/2:1/2, maka Rasulullah pun bersabda, Hendaklah menanami atau menyerahkannya untuk digarap, barang siapa tidak melakukan salah satu dari keduanya, tahanlah tanahnya. b. Ijma Bukhari mengatakan bahwa telah berkata Abu Jafar, Tidak ada satu rumahpun di Madinah kecuali penghuninya mengolah tanah secara muzara ah dengan pembagian hasil 1/3 dan 1/4. Hal ini telah dilakukan oleh Sayyidina Ali, Sa ad bin Abi Waqash, Ibnu Mas ud, Umar bin Abdul Azis, Qasim, Urwah, kerluarga Abu Bakar, dan keluarga Ali. Dalam konteks ini, lembaga keuangan islam dapat memberikan pembiayaan bagi nasabah yang bergerak dalam bidang plantation atas dasar prinsip bagi hasil dari hasil panen.

20 Gambar 2.3 Skema al-muzara ah PERJANJIAN BAGI HASIL PEMILIK LAHAN PENGGARAP Lahan Benih Pupuk dsb LAHAN PERTANIAN HASIL PANEN Sumber : Antonio (2009 : 100) Keahlian Tenaga Waktu 4. Al-Musaqah (Plantation Management Fee Based On Certain Portion Of Yield) Al-musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara ah, dimana si penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan. Sebagai imbalan, si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen. Landasan syariah: a. Al-Hadits Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah saw. pernah memberikan tanah dan tanaman kurma di Khaibar kepada Yahudi Khaibar untuk dipelihara dengan menggunakan peralatan dan dana mereka. Sebagai imbalan, mereka memperoleh persentase tertentu dari hasil panen.

21 b. Ijma Telah berkata Abu Ja far Muhammad bin Ali bin Husain bin Ali bin Abu Thalib r.a bahwa Rasulullah saw. telah menjadikan penduduk Khaibar sebagai penggarap dan pemelihara atas dasar bagi hasil. Hal ini dilanjutkan oleh Abu Bakar, Umar, Ali, serta keluarga-keluarga mereka sampai hari ini dengan rasio 1/3 dan ¼. Semua telah dilakukan oleh Khulafa Ar-Rasyidin pada zaman pemerintahannya dan semua pihak telah mengetahuinya, tetapi tak ada seorang pun yang menyanggahnya. Berarti, ini adalah suatu ijma sukuti (consensus) dari umat. C. PSAK No. 105 tentang Akuntansi Mudharabah dan PSAK No. 106 tentang Akuntansi Musyarakah Berdasarkan perkembangan per 1 September 2007, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membuat standar baru untuk transaksi syariah berbagai entitas bisnis, yaitu PSAK 101 sampai dengan 106 sebagai pengganti PSAK 59. Dimana PSAK 105 sebagai pengganti PSAK 59, tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan mudharabah. Dan PSAK 106 tentang Akuntansi Perbankan Syariah yang berhubungan dengan pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan mudharabah. Penekanan PSAK syariah berdasar pada transaksi syariah merupakan kelanjutan dari fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), yaitu fatwa nomor 4 sampai 8 dan fatwa lain yang saling terkait. Dimana fatwa MUI yang mengatur tentang pembiayaan mudharabah adalah

22 nomor 07/DSN-MUI/IV/2000, dan nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang pembiayaan musyarakah. 1. Al- Mudharabah Paragraf 4 Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua (pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian finansial hanya ditanggung oleh pengelola dana. Mudharabah muthlaqah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan kebebasan kepada pengelola dana dalam pengelolaan investasinya. Mudharabah muqayyadah adalah mudharabah dimana pemilik dana memberikan batasan kepada pengelola dana, antara lain mengenai tempat, cara dan atau obyek investasi. Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola dana menyertakan modal atau dananya dalam kerjasama investasi. Paragraf 5 Entitas dapat bertindak baik sebagai pemilik dana atau pengelola dana. Paragraf 6 Mudharabah terdiri dari mudharabah muthlaqah, mudharabah muqayyadah, dan mudharabah musytarakah. Jika entitas bertindak sebagai pengelola dana, dana yang diterima disajikan sebagai dana syirkah temporer. Paragraf 7 Dalam mudharabah muqayadah, contoh batasan antara lain: (a) tidak mencampurkan dana pemilik dana dengan dana lainnya; (b) tidak menginvestasikan dananya pada transaksi penjualan cicilan, tanpa penjamin, atau tanpa jaminan; atau (c) mengharuskan pengelola dana untuk melakukan investasi sendiri tanpa melalui pihak ketiga. Paragraf 8 Pada prinsipnya dalam penyaluran mudharabah tidak ada jaminan, namun agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan maka pemilik dana dapat meminta jaminan dari pengelola dana atau pihak ketiga. Jaminan ini

23 hanya dapat dicairkan apabila pengelola dana terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. Paragraf 9 Pengembalian dana syirkah temporer dapat dilakukan secara parsial bersamaan dengan distribusi bagi hasil atau secara total pada saat akad mudharabah diakhiri. Paragraf 10 Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menghasilkan keuntungan maka porsi jumlah bagi hasil untuk pemilik dana dan pengelola dana ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad. Jika dari pengelolaan dana syirkah temporer menimbulkan kerugian maka kerugian finansial menjadi tanggungan pemilik dana. Prinsip Pembagian Hasil Usaha Paragraf 11 Pembagian hasil usaha mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil atau bagi laba. Dalam prinsip bagi hasil usaha berdasarkan bagi hasil, dasar pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total pendapatan usaha (omset). Sedangkan dalam prinsip bagi laba, dasar pembagian adalah laba bersih yaitu laba bruto dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan modal mudharabah. Pengakuan dan Pengukuran Entitas Sebagai Pemilik Dana Paragraf 12 Dana syirkah temporer yang disalurkan oleh melik dana diakui sebagai investasi mudharabah pada saat pembayaran kas atau penyerahan aset nonkas kepada pengelola dana. Paragraf 13 Pengukuran investasi mudharabah adalah sebagai berikut: (a) investasi mudharabah dalam bentuk kas diukur sebesar jumlah yang diberikan pada saat pembayaran;

24 (b) investasi mudharabah dalam bentuk aset nonkas diukur sebesar nilai wajar aset nonkas pada saat penyerahan: (i) jika nilai wajar lebih rendah daripada nilai tercatatnya diakui sebagai kerugian; (ii) jika nilai wajar lebih tinggi daripada nilai tercatatnya diakui sebagai keuntungan tangguhan dan diamortisasi sesuai jangka waktu akad mudharabah. Paragraf 14 Jika nilai investasi mudharabah turun sebelum usaha dimulai disebabkan rusak, hilang atau faktor lain yang bukan kelalaian atau kesalahan pihak pengelola dana, maka penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan mengurangi saldo investasi mudharabah. Paragraf 15 Jika sebagian investasi mudharabah hilang setelah dimulainya usaha tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pengelola dana, maka kerugian tersebut diperhitungkan pada saat bagi hasil. Paragraf 16 Usaha mudharabah dianggap mulai berjalan sejak dana atau modal usaha mudharabah diterima oleh pengelola dana. Paragraf 17 Dalam investasi mudharabah yang diberikan dalam bentuk barang (nonkas) dan barang tersebut mengalami penurunan nilai pada saat atau setelah barang dipergunakan secara efektif dalam kegiatan usaha mudharabah, maka kerugian tersebut tidak langsung mengurangi jumlah investasi namun diperhitungan pada saat pembagian bagi hasil. Paragraf 18 Kelalaian atas kesalahan pengelola dana, antara lain, ditunjukkan oleh: (a) persyaratan yang ditentukan di dalam akad tidak dipenuhi; (b) tidak terdapat kondisi di luar kemampuan (force majeur) yang lazim dan/atau yang telah ditentukan dalam akad; atau (c) hasil keputusan dari institusi yang berwenang. Paragraf 19 Jika akad mudharabah berakhir sebelum atau saat akad jatuh tempo dan belum dibayar oleh pengelola dana, maka investasi mudharabah diakui sebagai piutang jatuh tempo.

25 Penghasilan Usaha Paragraf 20. Jika investasi mudharabah melebihi satu periode pelaporan, penghasilan usaha diakui dalam periode terjadinya hak bagi hasil sesuai nisbah yang disepakati. Paragraf 21. Kerugian yang terjadi dalam suatu periode sebelum akad mudharabah berakhir diakui sebagai kerugian dan dibentuk penyisihan kerugian investasi. Pada saat akad mudharabah berakhir, selisih antara: (a) investasi mudharabah setelah dikurangi penyisihan kerugian investasi; dan (b) pengembalian investasi mudharabah; diakui sebagai keuntungan atau kerugian. Paragraf 22 Pengakuan penghasilan usaha mudharabah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi penghasilan usaha dari pengelola dana. Tidak diperkenankan mengakui pendapatan dari proyeksi hasil usaha. Paragraf 23 Kerugian akibat kelalaian atau kesalahan pengelola dana dibebankan pada pengelola dana dan tidak mengurangi investasi mudharabah. Paragraf 24 Bagian hasil usaha yang belum dibayar oleh pengelola dana diakui sebagai piutang jatuh tempo dari pengelola dana. Entitas Sebagai Pengelola Dana Paragraf 25 Dana yang diterima dari pemilik dana dalam akad mudharabah diakui sebagai dana syirkah temporer sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diterima. Pada akhir periode akuntansi, dana syirkah temporer diukur sebesar nilai tercatat.

26 Paragraf 26 Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer mutlaqah yang diterima maka entitas mengakui sebagai aset sesuai ketentuan pada paragraf 12-13. Paragraf 27 Jika entitas menyalurkan dana syirkah temporer muqayadah yang diterima maka entitas tidak mengakui sebagai aset, karena entitas tidak memiliki hak untuk menggunakan aset atau melepas aset tersebut kecuali sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemilik dana. Paragraf 28 Bagi hasil mudharabah dapat dilakukan dengan menggunakan dua prinsip, yaitu bagi laba atau bagi hasil seperti yang dijelaskan pada paragraf 11. Paragraf 29 Hak pihak ketiga atas bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diumumkan dan belum dibagikan kepada pemilik dana diakui sebagai kewajiban sebesar bagi hasil yang menjadi porsi hak pemilik dana. Paragraf 30 Kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan atau kelalaian pengelola dana diakui sebagai beban pengelola dana. Mudharabah Musytarakah Paragraf 31 Jika entitas juga menyertakan modal dalam mudharabah musytarakah maka penyaluran modal milik entitas diakui sebagai investasi mudharabah. Paragraf 32 Akad mudharabah musytarakah merupakan perpaduan antara akad mudharabah dan akad musyarakah. Paragraf 33 Dalam mudharabah musytarakah, pengelola dana (berdasarkan akad mudharabah) menyertakan juga modalnya dalam investasi bersama (berdasarkan akad musyarakah). Pemilik modal musyarakah (musytarik) memperoleh bagian hasil usaha sesuai porsi modal yang disetorkan. Pembagian hasil usaha antara pengelola dana dan pemilik dana dalam

27 mudharabah adalah sebesar hasil usaha musyarakah setelah dikurangi porsi pemilik dana sebagai pemilik modal musyarakah. Penyajian Paragraf 34 Pemilik dana menyajikan investasi mudharabah dalam laporan keuangan sebesar nilai tercatat. Paragraf 35 Pengelola dana menyajikan transaksi mudharabah dalam laporan keuangan, tetapi tidak terbatas, pada: (a) dana syirkah temporer dari pemilik dana disajikan sebesar jumlah nominalnya untuk setiap jenis mudharabah; (b) bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan dan telah jatuh tempo tetapi belum diserahkan kepada pemilik dana disajikan kewajiban; (c) bagi hasil dana syirkah temporer yang sudah diperhitungkan tetapi belum jatuh tempo disajikan dalam pos bagi hasil yang belum dibagikan. Pengungkapan Paragraf 36 Pemilik dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada: (a) rincian jumlah investasi mudharabah berdasarkan jenisnya; (b) penyisihan kerugian investasi mudharabah selama periode berjalan; dan (c) pengungkapan yang diperlukan sesuai Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Paragraf 37 Pengelola dana mengungkapkan hal-hal terkait transaksi mudharabah, tetapi tidak terbatas, pada: (a) dana syirkah temporer yang diterima berdasarkan jenisnya; dan (b) penyaluran dana yang berasal dari mudharabah muqayadah.

28 2. Al-Musyarakah Karakteristik Paragraf 4. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan kesepakatan sedangkan kerugian berdasarkan porsi kontribusi dana. Dana tersebut meliputi kas atau aset nonkas yang diperkenankan oleh syariah. Musyarakah permanen adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana setiap mitra ditentukan sesuai akad dan jumlahnya tetap hingga akhir masa akad. Musyarakah menurun (musyarakah mutanaqisha) adalah musyarakah dengan ketentuan bagian dana salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra lainnya sehingga bagian dananya akan menurun dan pada akhir masa akad mitra lain tersebut akan menjadi pemilik penuh usaha tersebut. Mitra aktif adalah mitra yang mengelola usaha musyarakah, baik mengelola sendiri atau menunjuk pihak lain atas nama mitra tersebut. Mitra pasif adalah mitra yang tidak ikut mengelola usaha musyarakah. Paragraf 5. Para mitra (syarik) bersama-sama menyediakan dana untuk mendanai suatu usaha tertentu dalam musyarakah, baik usaha yang sudah berjalan maupun yang baru. Selanjutnya salah satu mitra dapat mengembalikan dana tersebut dan bagi hasil yang telah disepakati nisbahnya secara bertahap atau sekaligus. Paragraf 6. Investasi musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara kas, atau aset nonkas. Paragraf 7. Karena setiap mitra tidak dapat menjamin dana mitra lainnya, maka setiap mitra dapat meminta mitra lainnya untuk menyediakan jaminan atas kelalaian atau kesalahan yang disengaja. Beberapa hal yang menunjukkan adanya kesalahan yang disengaja adalah: (a) pelanggaran terhadap akad, antara lain, penyalahgunaan dana investasi, manipulasi biaya dan pendapatan operasional; atau (b) pelaksanaan yang tidak sesuai dengan prinsip syariah.

29 Paragraf 8. Jika tidak terdapat kesepakatan antara pihak yang bersengketa maka kesalahan yang disengaja harus dibuktikan berdasarkan keputusan institusi yang berwenang. Paragraf 9. Keuntungan usaha musyarakah dibagi di antara para mitra secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas) atau sesuai nisbah yang disepakati oleh para mitra. Sedangkan kerugian dibebankan secara proporsional sesuai dengan dana yang disetorkan (baik berupa kas maupun aset nonkas). Paragraf 10. Porsi jumlah bagi hasil untuk para mitra ditentukan berdasarkan nisbah yang disepakati dari hasil usaha yang diperoleh selama periode akad, bukan dari jumlah investasi yang disalurkan. Paragraf 11. Jika salah satu mitra memberikan kontribusi atau nilai lebih dari mitra lainnya dalam akad musyarakah maka mitra tersebut dapat memperoleh keuntungan lebih besar untuk dirinya. Bentuk keuntungan lebih tersebut dapat berupa pemberian porsi keuntungan yang lebih besar dari porsi dananya atau bentuk tambahan keuntungan lainnnya. Paragraf 12. Pengelola musyarakah mengadministrasikan transaksi usaha yang terkait dengan investasi musyarakah yang dikelola dalam catatan akuntansi tersendiri. Paragraf 13. Untuk pertanggungjawaban pengelolaan usaha musyarakah dan sebagai dasar penentuan bagi hasil, maka mitra aktif atau pihak yang mengelola usaha musyarakah harus membuat catatan akuntansi yang terpisah untuk usaha musyarakah tersebut. Paragraf 14. Investasi musyarakah diakui pada saat penyerahan kas atau aset nonkas untuk usaha musyarakah.

30 Paragraf 15. Pengukuran investasi musyarakah: (a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diserahkan; dan (b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai selisih penilaian aset musyarakah dalam ekuitas. Selisih penilaian aset musyarakah tersebut diamortisasi selama masa akad musyarakah. Paragraf 16. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan dengan jumlah penyusutan yang mencerminkan: (a) penyusutan yang dihitung dengan model biaya historis; ditambah dengan (b) penyusutan atas kenaikan nilai aset karena penilaian kembali saat penyerahan aset nonkas untuk usaha musyarakah. Paragraf 17. Jika proses penilaian pada nilai wajar menghasilkan penurunan nilai aset, maka penurunan nilai ini langsung diakui sebagai kerugian. Aset nonkas musyarakah yang telah dinilai sebesar nilai wajar disusutkan berdasarkan nilai wajar yang baru. Paragraf 18. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra musyarakah. Paragraf 19. Penerimaan dana musyarakah dari mitra pasif (misalnya, bank syariah) diakui sebagai investasi musyarakah dan di sisi lain sebagai dana syirkah temporer sebesar: (a) dana dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang diterima; dan (b) dana dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan disusutkan selama masa akad atau selama umur ekonomis jika aset tersebut tidak akan dikembalikan kepada mitra pasif. Paragraf 20. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar:

31 (a) jumlah kas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau (b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada). Paragraf 21. Bagian mitra aktif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas atau nilai wajar aset nonkas yang diserahkan untuk usaha musyarakah pada awal akad ditambah dengan jumlah dana syirkah temporer yang telah dikembalikan kepada mitra pasif, dan dikurangi kerugian (jika ada). Paragraf 22 Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan kepada mitra pasif diakui sebagai kewajiban. Paragraf 23. Pendapatan usaha musyarakah yang menjadi hak mitra aktif diakui sebesar haknya sesuai dengan kesepakatan atas pendapatan usaha musyarakah. Sedangkan pendapatan usaha untuk mitra pasif diakui sebagai hak pihak mitra pasif atas bagi hasil dan kewajiban. Paragraf 24. Kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana masingmasing mitra dan mengurangi nilai aset musyarakah. Paragraf 25. Jika kerugian akibat kelalaian atau kesalahan mitra aktif atau pengelola usaha, maka kerugian tersebut ditanggung oleh mitra aktif atau pengelola usaha musyarakah. Paragraf 26. Pengakuan pendapatan usaha musyarakah dalam praktik dapat diketahui berdasarkan laporan bagi hasil atas realisasi pendapatan usaha dari catatan akuntansi mitra aktif atau pengelola usaha yang dilakukan secara terpisah. Akuntansi Untuk Mitra Pasif Paragraf 27. Bagi hasil investasi tidak terikat dialokasikan kepada bank dan pemilik dana sesuai dengan nisbah yang disepakati.

32 Paragraf 28. Pengukuran investasi musyarakah: (a) dalam bentuk kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan; dan (b) dalam bentuk aset nonkas dinilai sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai tercatat aset nonkas, maka selisih tersebut diakui sebagai: (i) keuntungan tangguhan dan diamortisasi selama masa akad; atau (ii) kerugian pada saat terjadinya. Paragraf 29. Investasi musyarakah nonkas yang diukur dengan nilai wajar aset yang diserahkan akan berkurang nilainya sebesar beban penyusutan atas aset yang diserahkan, dikurangi dengan amortisasi keuntungan tangguhan (jika ada). Paragraf 30. Biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian investasi musyarakah kecuali ada persetujuan dari seluruh mitra. Selama Akad Paragraf 31. Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah dengan pengembalian dana mitra pasif di akhir akad dinilai sebesar: (a) jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi dengan kerugian (jika ada); atau (b) nilai wajar aset musyarakah nonkas pada saat penyerahan untuk usaha musyarakah setelah dikurangi penyusutan dan kerugian (jika ada). Paragraf 32 Bagian mitra pasif atas investasi musyarakah menurun (dengan pengembalian dana mitra pasif secara bertahap) dinilai sebesar jumlah kas yang dibayarkan untuk usaha musyarakah pada awal akad dikurangi jumlah pengembalian dari mitra aktif dan kerugian (jika ada). Akhir Akad Paragraf 33. Pada saat akad diakhiri, investasi musyarakah yang belum dikembalikan oleh mitra aktif diakui sebagai piutang.

33 Pengakuan Hasil Usaha Paragraf 34 Pendapatan usaha investasi musyarakah diakui sebesar bagian mitra pasif sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian investasi musyarakah diakui sesuai dengan porsi dana. Penyajian Paragraf 35. Mitra aktif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan: (a) Kas atau aset nonkas yang disisihkan oleh mitra aktif dan yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai investasi musyarakah; (b) Aset musyarakah yang diterima dari mitra pasif disajikan sebagai unsur dana syirkah temporer untuk; (c) Selisih penilaian aset musyarakah, bila ada, disajikan sebagai unsur ekuitas. Paragraf 36. Mitra pasif menyajikan hal-hal sebagai berikut yang terkait dengan usaha musyarakah dalam laporan keuangan: (a) Kas atau aset nonkas yang diserahkan kepada mitra aktif disajikan sebagai investasi musyarakah; (b) Keuntungan tangguhan dari selisih penilaian aset nonkas yang diserahkan pada nilai wajar disajikan sebagai pos lawan (contra account) dari investasi musyarakah. Paragraf 37. Mitra mengungkapkan hal-hal yang terkait transaksi musyarakah, tetapi tidak terbatas, pada: a) isi kesepakatan utama usaha musyarakah, seperti porsi dana, pembagian hasil usaha, aktivitas usaha musyarakah, dan lain-lain; b) pengelola usaha, jika tidak ada mitra aktif; dan c) pengungkapan yang diperlukan sesuai PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah.