BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

( ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT ) KABUPATEN BANGGAI KEPULAUAN

LAPORAN STUDI EHRA POKJA SANITASI KABUPATEN WAY KANAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA TERNATE TAHUN 2014

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

BAB 5 BUKU PUTIH SANITASI 2013

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

LAPORAN PENILAIAN RISIKO KESEHATAN LINGKUNGAN KOTA CIREBON

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

KATA PENGANTAR LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN BANGGAI 2014

LAPORAN AKHIR STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan TAHUN 2015 KABUPATEN NGAWI

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA SABANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kota Sabang

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KAPUAS. Kelompok Kerja Sanitasi/Pokja AMPL Kabupaten Kapuas

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

LAPORAN STUDI EHRA KABUPATEN TANA TORAJA BAB I PENDAHULUAN

1.2 Maksud. 1.3 Tujuan dan Manfaat. 1.4 Pelaksana Studi EHRA

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT) KABUPATEN KAPUAS HULU TAHUN 2013 BAB 1 PENDAHULUAN

BAB III STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI. 3.1 Tujuan, Sasaran, dan Strategi Pengembangan Air Limbah Domestik

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

LAMPIRAN I HASIL KAJIAN ASPEK NON TEKNIS DAN LEMBAR KERJA AREA BERISIKO

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

BUKU SAKU VERIFIKASI SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT (STBM)

POKJA PPSP KABUPATEN SAROLANGUN BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2014Kota Padangsidimpuan. Kecamatan Kluster. PSP.Tenggara 3. PSP.

PANDUAN PELAKSANAAN VERIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang.

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA PALANGKA RAYA

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

Laporan Study EHRA Kota Lhokseumawe Utara

BAB I PENDAHULUAN BUKU PUTIH SANITASI KOTA CIREBON I - 1

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

Pasir Pengaraian, Mei Bupati Rokan Hulu. H. Achmad, M.Si

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 70 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN SANITASI TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua

RISALAH RAPAT Menindaklanjuti Hasil Rapat POKJA Sanitasi

ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

Profil Sanitasi Wilayah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ISU STRATEGIS DAN TANTANGAN LAYANAN SANITASI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KATA PENGANTAR. Tarempa, September 2016 Ketua Pokja Studi EHRA Kabupaten Kepulauan Anambas SAHTIAR, SH, MM NIP

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

KEBUTUHAN DATA SEKUNDER PADA BAB 2

Laporan Pelaksanaan dan Hasil STUDI EHRA Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Toraja Utara RINGKASAN EKSEKUTIF

RINGKASAN EKSEKUTIF DIAGRAM SISTEM SANITASI PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK KABUPATEN WONOGIRI. (C) Pengangkutan / Pengaliran

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

NOTULEN KICK OFF MEETING PROGRAM PPSP KABUPATEN JEMBRANA

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN

RINGKASAN EKSEKUTIF PEMUTAKHIRAN STRATEGI SANITASI KABUPATEN SUMBAWA BARAT 2016

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

Penyepakatan VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI SANITASI KOTA TASIKMALAYA SATKER SANITASI KOTA TASIKMALAYA

BAB V Area Beresiko Sanitasi

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment)

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

BAB I PENDAHULUAN SSK. I.1. Latar Belakang

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA)

KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI BAB 2

5.1. Area Beresiko Sanitasi

LAPORAN STUDI EHRA ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan karena Lingkungan)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 HALAMAN PENGESAHAN... II PERNYATAAN... III ABSTRACT... IV INTISARI... V KATA PENGANTAR... VI DAFTAR ISI...

DISIAPKAN OLEH : POKJA AMPL/SANITASI KABUPATEN LAMPUNG BARAT

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

DINAS KESEHATAN KOTA CIMAHI

PROGRAM PERCEPATAN PEMBANGUNAN SANITASI PERMUKIMAN (PPSP) TAHUN (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN SAMBAS

Buku Putih Sanitasi Kabupaten Kepulauan Aru 2014 BAB 1. PENDAHULUAN

Panduan Praktis Pelaksanaan EHRA (Environmental Health Risk Assessment/Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan)

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TULANG BAWANG BARAT 2014

KELOMPOK KERJA PPSP KABUPATEN SOPPENG TAHUN 2012 BAB I PENDAHULUAN

KELOMPOK KERJA SANITASI KABUPATEN BERAU BAB I PENDAHULUAN

PENYUSUNAN KEBIJAKAN STRATEGI SANITASI KOTA TANGERANG 1

LAPORAN STUDI EHRA (ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESMENT)

Strategi Sanitasi Kabupaten Tahun

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

Bab III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Buku Putih Sanitasi 2013

BAB 5. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Labuhanbatu Utara, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Buku Putih Sanitasi Kabupaten Grobogan Halaman 1 1

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Tahun Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BUKU PUTIH SANITASI KABUPATEN TANGERANG PROVINSI BANTEN. Program Percepatan Pembangunan Sanitasi (PPSP) Tahun 2012 POKJA AMPL KABUPATEN TANGERANG

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN WONOSOBO

Sia Tofu (Bersama dan Bersatu) dan Visi Pembangunan Kabupaten Pulau Taliabu Tahun

BAB 2 Kerangka Pengembangan Sanitasi

MAKSUD & TUJUAN ISU STRATEGIS & PERMASALAHAN AIR LIMBAH. Tujuan umum : KONDISI EKSISTING

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Program Percepatan Pembangungan Sanitasi Permukiman merupakan sebuah upaya pemerintah dalam mendukung upaya perbaikan sanitasi dasar permukiman bagi masyarakat. Dalam rangkaian kegiatannya sebelum melaksanakan program-program yang berkaitan dengan program pembangunan sanitasi pemerintah daerah harus menyiapkan dokumen starategis yaitu: Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten. Dalam penyusunan Buku Putih Sanitasi diperlukan data-data primer sebagai bahan dasar analisis penentuan indeks sanitasi kabupaten. Salah satu data primer yang dibutuhkan adalah Area Beresiko Sanitasi yang diperoleh dari Studi EHRA. Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di Kabupaten untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga. Studi EHRA (Environmental helath Risk Assesment) dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten Humbang Hasundutan karena: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 2. Data terkait dengan sanitasi dan higiene dan data sanitasi umumnya tidak bisa dipecah sampai desa serta data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda. 3. Isu sanitasi dan higiene masih dipandang kurang penting sebagaimana terlihat dalam prioritas usulan melalui musrembang 4. Terbatasnya kesempatan untuk dialog antara masyarakat dan pihak pengambil keputusan 5. EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stakeholders dan masyarakat di desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi mapun advokasi secara horizontal ke sesama masyarakat atau stakeholders desa. 6. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di kabupaten dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat desa. Bila dilihat dari data yang disusun oleh Dinas Kesehatan yang diterima dalam laporan bulanan puskesmas dan dituangkan dalam Profil Dinas Kesehatan Tahun 2012, bahwa keadaan lingkungan dapat

dinilai dari indikator persentase rumah sehat, akses terhadap air bersih, sarana sanitasi dasar dan aspek perilaku masyarakat. Menurut data tahun 2011 38,74% penduduk Humbang Hasundutan tinggal di rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Untuk akses terhadap air minum 50,10% rumah tangga masih menggunakan air yang tidak terlindungi, dan sebanyak 69,62% rumah tangga tidak memiliki akses terhadap sanitasi yang layak. Bila dilihat dari segi perilaku sebanyak 41% masyarakat Humbang Hasundutan tidak berperilaku sehat (PHBS). Data dari data tersebut bisa dismipulkan bahwa Kabupaten Humbang Hasundutan masih rawan terhadap penurunan kualitas kesehatan masyarakat akibat buruknya kondisi sanitasi lingkungannya. Tujuan Studi EHRA bertujuan untuk mengumpulkan data Primer, untuk mengetahui: 1. Tergambarkannya kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan 2. Tersedianya Informasi dasar yang valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan 3. Terlaksananya advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi Manfaat Hasil survey digunakan sebagai salah satu bahan penusunan Buku Putih Sanitasi Kabupaten Humbang Hasundutan dan Strategi Sanitasi Kabupaten Humbang Hasundutan. Waktu Pelaksanaan Studi Studi ini merupakan salah satu bagian dari studi primernya yaitu PPSP. Sebelum terlaksananya Studi ini, ada tahapan-tahapan kegiatan yang harus dilalui. Tahapannya adalah sebagai berikut 1. Persiapan Studi EHRA (Penyusunan Anggaran, Pembentukan Tim Studi EHRA, pemahaman studi EHRA dan menyusun rencana pelaksanaan survei EHRA. 2. Penentuan Area Survei 3. Pelatihan Supervisor, Enumerator dan Petugas Data Entri 4. Pelaksanaan Survei 5. Pengolahan, Analisis Data dan Penulisan Laporan

Untuk rencana dan jadwal pelaksanaan studi dapat dilihat dari lampiran Pelaksana Studi EHRA Susunan Panitia/Timn Penyelenggara Studi EHRA di Kabupaten Humbang Hasundutan adalah sebagi berikut: 1. Penanggung Jawab : Pokja Sanitasi Kabupaten 2. Koordinator Survey : Dinas Kesehatan 3. Anggota : Bappaeda, Bappemas, KLH, Infokom, dll 4. Koordinator Kecamatan : Camat 5. Supervisor : Kepala Puskesmas dan Sanitarian 6. Tim Entry Data : Bagian pengolahan Data 7. Tim Analisis Data : Pokja Sanitasi Kabupaten 8. Enumeraotor : Bidan Desa dan Kader Cakupan Studi EHRA Studi EHRA berfokus pada fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat, yaitu: A. Fasilitas Sanitasi yang diteliti, mencakup: a. Sumber air minum b. Layanan pembuangan sampah c. Jamban d. Saluran pembuangan air limbah rumah tangga B. Perilaku yang dipelajari adalah yang terkait dengan higinitas dan sanitasi dengan mengacu kepada STBM: a. Buang air besar b. Cuci tangan pakai sabun c. Pengelolaan air minum rumah tangga d. Pengelolaan sampah dengan 3R e. Pengelolaan air limbah rumah tangga (drainase lingkungan) Untuk cakupan wilayah Studi EHRA yang dilakukan ini melingkupi wilayah Kajian Kabupaten Humbang Hasundutan, sesuai dengan klastering dan lokasi terpilih yang telah dilakukan. Hasil dari studi ini nantinya akan dapat mewakili kondisi sanitasi di Kabupaten Humbang Hasundutan secara keseluruhan.

BAB II Metodologi Studi EHRA Metode pengumpulan yang diilakukan dalam pelaksanaan studi ini adalah Metode Survei dengan instrument pengumpulan data menggunakan kuesioner tertutup. Hasil kuesioner akan diinput kedalam aplikasi Komputer Studi EHRA, dan setelah itu data akan diolah dengan aplikasi SPSS dan Microsoft Excell. Melalui aplikasi Microsoft Excell data-data yang dibutuhkan akan dianalisa sehingga dapat menggambarkan area beresiko sanitasi yang disusun berdasarkan hasil Indek Risiko Sanitasi (IRS) yang dihasilkan. 1.1.Penentuan target area survey (klastering Kecamatan dan Desa) Ditentukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering (Pengelompokan). Kriteria kluster daerah ini ada 4 yakni berdasarkan kepadatan penduduk, angka kemiskinan, apakah teraliri sungai/saluran drainase/saluran irigasi dan apakah daerah tersebut terkena banjir sehingga mengganggu ketentraman. Hasil Klastering wilayah kabupaten Humbang Hasundutan berdasarkan tahapan-tahapan diatas adalah sebagai berikut :

Untuk klaster kecamatan, ditentukan sebanyak 50% dari target area survei sehingga ada 5 kecamatan terpilih, yaitu: 1. Kecamatan Doloksanggul 2. Kecamatan Lintong Nihuta 3. Kecamatan Baktiraja 4. Kecamatan Parlilitan 5. Kecamatan Pakkat 1.2.Penentuan Jumlah Desa Survei Untuk penentuan Desa/kelurahan target area survei dilakukan dengan memilih secara acak desa-desa yang menjadi perwakilan dari setiap cluster sesuai dengan proporsi yang telah ditentukan. Jumlah desa sebagai target area survei adalah 10% dari total jumlah desa di Kabupaten Humbang Hasundutan, sehingga terpilih 15 desa sebagai area survei yaitu: 1. Matiti II 2. Kelurahan Pasar 3. Hutaraja 4. Sihite I 5. Sibuntuon Parpea 6. Habeahan 7. Dolok Margu 8. Tipang 9. Sinambela 10. Siunong-unong Julu 11. Sihas Tonga 12. Sihas Habinsaran 13. Sihas Dolok I 14. Manalu 15. Pakkat Hauagong

1.3.Penentuan jumlah responden Jumlah responden ideal adalah 40 rumah tangga per desa, sehingga total responden adalah 600 rumah tangga. 1.4.Teknik Penentuan responden Responden dipilih menggunakan Random Sampling yang berarti setiap kepala keluarga dalam satu desa terpilih, memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (responden), dimana tiap desa terpilih memilih 40 Rumah tangga dengan cara mengundi atau menggunakan interval terhadap seluruh rumah tangga di desa tersebut. Pemilihan responden ini dilakukan bersama-sama antara perangkat desa dan enumerator. 1.5.Karakteristik Enumerator dan Supervisor serta wilayah tugasnya Enumerator yang dipilih haruslah mengerti Bahasa Indonesia bahasa setempat dan mampu baca tulis. Pada penelitian ini yang menjadi enumerator adalah 1 orang bidan desa dan 3 orang kader aktif. Tiap enumerator melakukan wawancara terhadap 10 rumah tangga di desanya. Supervisor dalam hal ini ditanggungjawabi oleh Kepala Puskesmas atau sanitarian. Supervisor menanggungjawabi semua desa terpilih di kecamatannya masing-masing.

BAB III 1.1.Informasi responden Dalam pelaksanaan studi EHRA sumber informasi adalah Ibu rumah tangga atau wanita berumur diatas 18 tahun atau sudah menikah. Wawancara dilakukan langsung dengan target survei yang telah ditentukan oleh kepala desa dengan metode pemilihan responden yang telah disepakati. Dari hasil survei yang telah dilakukan bahwa responden terbanyak berumur di atas 45 tahun 29,7%, sedangkan jumlah responden terendah berdasarkan kelompok umur di bawah 20 tahun sebanyak 0.3 %. Mayoritas responden tinggal di rumah sendiri sebanyak 62,8 % akan tetapi masih terdapat 26,2% yang tinggal bersama dengan orang tua. Dari tingkat pendidikan diperoleh bahwa 32,8 % responden berpendidikan SMA akan tetapi terdapat 3% yang tidak mengenyam pendidikan formal. Sedangkan informasi responden untuk surat keterangan miskin bahwa 66,2% responden tidak memiliki surat keterangan miskin dan sisanya memiliki surat ketarangan miskin. Hampir keseluruhan responden sebesar 96% memiliki anak dan 4% tidak memiliki anak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari grafik di bawah ini: 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 n % n % n % n % n % n % 0 1 2 3 4 Kluster Desa/Kelurahan Total Kelompok Umur Responden <= 20 tahun Kelompok Umur Responden 21-25 tahun Kelompok Umur Responden 26-30 tahun Kelompok Umur Responden 31-35 tahun Kelompok Umur Responden 36-40 tahun Kelompok Umur Responden 41-45 tahun Kelompok Umur Responden > 45 tahun

250 200 150 100 50 0 n % n % n % n % n % n % Pendidikan Terakhir Tidak sekolah formal Pendidikan Terakhir SD Pendidikan Terakhir SMP Pendidikan Terakhir SMA Pendidikan Terakhir SMK 0 1 2 3 4 Kluster Desa/Kelurahan Total Pendidikan Terakhir Universitas/Akademi 400 350 300 250 200 150 100 50 0 n % n % n % n % n % n % 0 1 2 3 4 Kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN) Ya Kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN) Tidak Kluster Desa/Kelurahan Total 1.2.Pengelolaan sampah rumah tangga Pengelolaan sampah rumah tangga merupakan salah satu indikator penting dalam penilaian terhadap indeks sanitasi lingkungan. Hal ini menggambarkan bahwa sampah dapat menjadi sumber perkembangan bakteri dan tempat tumbuh dan berkembangnya mikro organisme yang dapat menjadi vector penyebaran penyakit.

Dari hasil survei dan studi yang dilakukan ditemukan bahwa: jumlah sampah yang berserakan di sekitar rumah penduduk belum menjadi masalah besar bagi responden (46,8%). Hal ini disebabkan oleh tingkat kepadatan rumah dan daerah terbangun yang masih rendah di Kabupaten Humbang Hasundutan, sehingga masih memungkin luasnya wilayah bagi masyarakat untuk menumpuk sampah yang jauh dari masyarakat atau masih memmungkinkannya masyarakat untuk mengelola sendiri sampah rumah tangga yang dihaslikan. Berbagai organisme yang muncul akibat penumpukan sampah tidak mengganggu permukiman secara keseluruhan. Akan tetapi kondisi persampahan di lingkungan rumah responden masih perlu ditangani secara serius karena sampah rumah tangga belum dikelola dengan baik hal ini ditunjukkan masih adanya beberapa indikasi penumpukan sampah yang masih masih tinggi persentasinya. Untuk pengelolaan sampah rumah tangga dari hasil survei ditemukan bahwa 70,6% responden masih mengelola sampah dengan membakar, tindakan ini dapat berdampak buruk terhadap lingkungan karena gas yang dihasilkan dari hasil pembakaran dapat menimbulkan menurunnya kualitas udara mikro sekitar tempat pembakaran sampah. Data juga menunjukkan bahwa hanya 11,4% sampah rumah tangga di buang ke TPS untuk dikelola lebih lanjut. 450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 n % n % n % n % n % n % 0 1 2 3 4 11 12 C2. Bagaimana sampah rumah tangga dikelola? Dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang C2. Bagaimana sampah rumah tangga dikelola? Dikumpulkan dan dibuang ke TPS C2. Bagaimana sampah rumah tangga dikelola? Dibakar C2. Bagaimana sampah rumah tangga dikelola? Dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah Kluster Desa/Kelurahan Total

100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% n % n % n % n % n % n % Banyak berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan Ya Banyak berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan Tidak 0 1 2 3 4 Kluster Desa/Kelurahan Total Perkembangan program dan kegiatan pengelolaan sampah keluarga mengarahkan kepada upaya daur ulang sampah yang berdampak luas bagi kehidupan masyarakat. Disamping menurunkan jumlah sampah yang akan membebani lingkungan upaya pemilihan dan daur ulang juga berdampak terhadap peningkatan ekonomi masyarakat. Akan tetapi dari data survei yang diperoleh 91,4% masyarakat belum melakukan pemilahan sampah dan sisa tidak melakukan pemilahan sampah sama sekali. 1.3.Pembuangan air kotor/limbah tinja manusia dan lumpur tinja Pengelolaan air kotor dan limbah tinja manusia merupakan tindakan penting untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan lingkungan. Jika tidak dikelola dengan biak air kotor dan limbah tinja dapat mencemari air dan tanah yang berdampak buruk terhadap kesinambungan lingkungan. Dari hasil survei ditemukan bahwa 72,3% responden telah menggunakan jamban pribadi, dan sisanya 27,7% melakukan pembuangan tinja di tempat-tempat lainnya. Dari 72,3% pemilik jamban pribadi 73,6% menggunakan kloset jongkok leher angsa dan 26,4% menggunakan kloset duduk leher angsa. Merujuk kepada target MDg s tahun 2015 sebesar 65%, maka kepemilikan jamban di Kabupaten Humbang Hasundutan telah mencapai target yang diharapkan akan tetapi ditinjau dari kesehatan lingkungan bahwa untuk dapat meningkatkan kualitas lingkungan secara optimal maka jumlah kepemilikan jamban harus mencapai 100% sehingga perilaku BABS dapat kita tekan hingga nilai 0 (nol). Penggunaan jamban tidak menjadi jaminan bahwa limbah tinja

atau air kotor tidak akan mencemari lingkungan, akan tetapi proses pengelolaan limbah tersebut juga menjadi faktor penting untuk memastikan bahwa limbah tinja tidak mencemari tanah atau air. Dari hasil survei ditemukan fakta bahwa 50,2% responden telah menggunakan tangki septic tank sebagai tempat penyaluran air kotor atau limbah tinja masyarakat selebihnya dibuang ke lubang cubluk, sungai, dan kebun. Akan tetapi ditemukan fakta yang mencengangkan bahwa 84,7% masyarakat tidak pernah melakukan pengurasan tangki septik sama sekali semenjak digunakan. Hal ini dapat menunjukkan mayoritas tangki septik yang digunakan oleh masyarakat belum memenuhi standar teknis tangki septik yang diharapkan. Merujuk terhadap SPM bidang Penyehatan Lingkungan Permukiman bahwa hingga tahun 2014 sebanyak 60% tersedia sistem air limbah setempat yang memenuhi persyarakan teknis yang dibutuhkan, sehingga kita masih memerlukan kerjasama dari seluruh pemangku kepentingan untuk bekerja sama sehingga target tersebut dapat kita penuhi. 1.4.Drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir Pengaliran air kotor maupun air sisa lingkungan perumahan merupakan faktor penting dalam menjaga kualitas lingkungan. Air sisa buangan lingkungan tersebut sebaiknya tidak menggenangi lingkungan permukiman karena akan berdampak buruk terhadap kualitas lingkungan, seperti tempat berkembangnya nyamuk ataupun tingginya tingkat kelembahan di sekitar lingkungan permukiman. Dari hasil survei ditemukan fakta bahwa mayoritas masyarakat atau lebih dari 90% masih menyalurkan air limbah lingkungan non tinja melalui saluran terbuka dengan mengarahkan ke lokasi rendah. Secara topografi Kabupaten Humbang Hasundutan berada di dataran tinggi, sehingga intensitas banjir tidak menjadi persoalan penting. Akan tetapi berada di dataran tinggi tidak menjamin permukiman penduduk di Kabupaten Humbang Hasundutan bebas banjir karena 6,8% responden pernah mengalami banjir, hal ini disebabkan oleh belum terintegrasinya sistem drainase lingkungan yang dapat mengurangi atau bahkan menjamin seluruh permukiman penduduk bebas banjir.

Dari daerah yang menjadi langganan banjir (14,6%) sebanyak 5,6% WC nya terendam air. Dengan terendamnya WC denga air memungkinkan naiknya kotoran atau lumpur tinja tersebut sehingga menimbulkan pencemaran air sehingga menimbulkan penyakit diare dan pes seperrti halnya yang sering terjadi pada lokasi banjir. 1.5.Pengelolaan air minum rumah tangga Dari hasil survei ditemukan bahwa 16% responden telah menggunakan air minum PAM sisanya 84% menggunakan sumber air lainya. Dari 84% responden yang menggunakan sumber air minum tak terlindungi sebesar 92% sisanya hanya 8% yang menggunakan sumber air minum terlindungi. Untuk tingkat kesulitan memperoleh air minum hampir 54,2% responden pernah mengalami kesulitan memperoleh air minum dan 45,8% tidak pernah mengalami hambatan dalam memperoleh air minum. Dari aspek perilaku mayoritas responden telah melakukan pengolahan air minum sebelum digunakan dan 98,1% responden mengolah air dengan merebusnya. Untuk mengambil air dan proses penyimpanannya telah sesuai dengan standar kesehatan. Mayoritas responden telah menyimpan air dengan wadah tertutup dan tangan tidak menyentuh air sewaktu mengambilnya. Untuk tingkat keamanan dari media pencemar, masih terdapat 19,7% masyarakat yang sumber airnya dekat dengan septic tank (<10 M) sehingga berpotensi mencemari air tanah. 1.6.Perilaku hygiene Aspek perilaku hygiene menjadi faktor yang tidak terpisahkan dari peningkatan kesehatan lingkungan. Jika lingkungan bersih dan teratur akan tetapi perilaku masyarakatnya tidak mencerminkan pola hidup sehat maka tingkat pencapaian kualitas kesehatan masyarakat tidak dapat dicapai secara optimal. Salah satu indikasi perilaku hygiene adalah penggunaan sabun dengan benar untuk kebutuhan sehari-hari. Dari hasil survei diperoleh data bahwa semua aspek perilaku rawan akan kesehatan hal ini dibuktikan dari: perilaku mencuci tangan masih sangat rendah yaitu hanya 65,3% tidak mencuci tangan dengan sabun setelah menceboki anaknya, 41,3% tidak mencuci tangan dengan sabun

setelah buang air besar, tidak mencuci dengan sabun sebelum makan sebanyak 47,8%, setelah memegang hewan tidak cuci tangan pakai sabun (50,8%), dan sebanyak 82,3% dari responden tidak mencuci tangan dengan sabun sebelum menyuapi anak. Perilaku beresiko ini perlu mendapat sosialisasi dan pembinaan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang berkesinambungan agar tercapai total sanitasi yang diinginkan. 400 350 300 250 200 150 100 50 0 n % n % n % n % n % n % B. Setelah menceboki bayi/anak Tidak B. Setelah menceboki bayi/anak Ya 0 1 2 3 4 Kluster Desa/Kelurahan Total 1.7.Kejadian penyakit diare Tingkat kejadian diare masih tinggi, dari hasil survei ditemukan bahwa 43,5% responden pernah mengalami diare sejauh pengingatan mereka. Diare paling banyak diderita oleh balita (47,9%), hal ini wajar karena balita cenderung rentan terdapat penyakit dan sensitif terhadap faktor-faktor pencetus diare.

140 120 100 80 60 40 20 0 n % n % n % n % n % n % 0 1 2 3 4 A. Anak-anak balita B. Anak-anak non balita C. Anak remaja laki-laki D. Anak remaja perempuan E. Orang dewasa laki-laki F. Orang dewasa perempuan Kluster Desa/Kelurahan Total 1.8.Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Indeks Risiko Sanitasi (IRS) adalah diartikan sebagai ukuran atau tingkatan risiko sanitasi, dalam hali ini dihasilkan dari analisa yang dilakukan dalam studi EHRA. Indeks ini bermanfaat sebagai salah satu komponen dalam menentukan area beresiko sanitasi. Berdasarkan nilai indeks risiko sanitasi ini maka akan ditentukan hasil akhir area beresiko sanitasi berdasarkan studi EHRA. Penentuan area beresiko ini merupakan penggabungan nilai dari lima apsek penting dalam penilaian sanitasi lingkungan yaitu: sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hygiene dan sanitasi. Secara keseluruhan masalah penangan dan pengelolaan air limbah domestik menjadi permasalahan paling mengemuka dan menunjukkan akumulasi skor paling tinggi untuk setiap kluster, di ikuti oleh masalah persampahan dan pengelolaanya, sedangkan aspek perilaku menjadi faktor ketiga yang mempengaruhi tingkat kesehatan lingkungan, disusul oleh sumber air minum dan terakhir adalah masalah banjir dan genangan.

300 Grafik Indeks Risiko Sanitasi Kabupaten Humbang Hasundutan 2013 250 200 150 100 50 0 55 47 58 16 21 43 89 89 36 48 57 58 45 34 37 26 35 26 62 18 31 8 46 74 39-5. PERILAKU HIGIENE DAN SANITASI 4. GENANGAN AIR. 3. PERSAMPAHAN. 2. AIR LIMBAH DOMESTIK. 1. SUMBER AIR Berikut akan diuraikan tingkat indeks ataupun skor sanitasi berdasarkan setiap aspek sanitasi yaitu: 1. Sumber Air Bersih Dari hasil studi diperoleh hasil secara keseluruhan bahwa sumber air tidak terlindungi paling banyak berada pada kluster 0 (50,3%) dan paling rendah di klaster 4 (5%). Dari se gi kelangkaan air, paling banyak terdapat di klaster 4 (50%). 2. Air Limbah Domestik Untuk air limbah domestik dilihat dari beberapa aspke seperti tangki septic tank yang tidak aman dan pencemaran SPAL. Tangki septic yang tidak aman paling banyak terdapat di klaster 3 (42,5%), namun pencemaran karena septic tank yang tidak aman berada pada kluster 4 (100%). Untuk pencemaran SPAL paling banyak terdapat pada kluster 4 (97,5%) dan paling rendah di klaster 1 (60,1%). 3. Persampahan Masalah pengelolaan persampahan menyumbang nilai tertinggi untuk IRS. Semua kluster tidak melaksanakn pengelolaan sampah diwilayahnya, hanya kluster 3 yang melakukan

pengelolaan sampah (90%), namun pengelolaan sampah yang tidak terlaksana yakni dengan 3 R (reduce, reuse dan recycle) paling banyak di klaster 3. 4. Genangan Air Intensitas genangan air tertinggi terjadi pada cluster 0 (42,7%) dan paling kecil di klaster 4 (7,5%). Walaupun tidak menunjukkan angka yang tinggi untuk penilaian terhadap sanitasi lingkungan akan tetapi kondisi ini perlu kita sikapi, bahwa sistem drainase kita belum efektif sehingga air lingkungan masih menggenang di permukiman penduduk. 5. Perilaku Higiene dan Sanitasi Masalah perilaku hygiene dan kesadaran sanitasi masyrakat hampir merata di setiap kluster adapun nilai tertinggi berada di kluster 0,1, dan 2 (>90%) untuk tidak terlaksananya cuci tangan pakai sabun di 5 waktu. Pada kluster 1 (54,2%) paling banyak didapati dinding jamban yang tidak bersih dari tinja atau dengan kata lain WC yang dimiliki belum bersih dan tinja masih berada tempat terbuka. Bila dilihat jamban/wc yang tidak bebas dari vektor penyakit seperti kecoa dan lalat paling banyak terdapat di klaster 0 (66,9%) dan paling rendah di klaster 3 (2,5%). Penyebaran tinja dapat juga dise barkan olah vektor lain seperti tikus. Dengan adanya vektor tersebut di wc menimbulkan potensi pencemaran ke tempattempat lain seperti bisa mencemari bahan makanan, makanan dan alat makan.

BAB IV PENUTUP 1.1.Kesimpulan Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa Studi EHRA sangat bermanfaat untuk menilai ideks risiko sanitasi. Dengan survei ini akan dapat dihasilkan data-data yang menggambarkan kondisi sanitasi suatu wilayah. Disamping itu pelaksanaan studi ini juga sekaligus menjadi media promosi dan advokasi kesehatan lingkungan terhadap masyarakat responden terpilih oleh para petugas kecamatan, puskesmas, kader aktif puskesmas dan juga anggota tim survei studi EHRA. Hasil dari studi ini sangat bermanfaat untuk melengkapi Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten. Dengan dihasilkannya gambaran tentang risiko sanitasi lingkungan tingkat kabupaten maka dalam penyusunan kegiatan ataupun program penangangan sanitasi akan dapat lebih optimal menjawab permasalahan yang ada sehingga diperoleh tindak aksi yang efektif untuk mengurai berbagai permasalahan lingkungan yang dihadapi. Area beresiko hasil studi EHRA bukan merupakan penilaian akhir tentang kondisi sanitasi di Kabupaten Humbang Hasundutan akan tetapi hanya salah satu dari penilaian kondisi sanitasi. Studi ini idealnya dilakukan secara berkala untuk melihat perkembangan penanganan sanitasi dan juga untuk merekam informasi-informasi baru yang berkembangan seturut dengan perkembangan zaman. Akan tetapi studi-studi berkala yang dilakukan hanya sebagai penyempurnaan data, sendangkan hasil dari studi EHRA tahun 2013 ini dapat dijadikan sebagai baseline bagi hasil trudi berikutnya. Secara singkat kesimpulan yang didapatkan dari STUDI EHRA ini adalah: 1. Masalah Persampahan dan Pencemaran Air limbah memberikan kontribusi terbesar terhadap sanitasi di Kabupaten Humbang Hasundutan 2. Kondisi Sanitasi ditentukan oleh perilaku masyarakatnya. Untuk ini Kab. Humbang Hasundutan belum sepenuhnya menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. Dibuktikan dari praktek CTPS yang masih sangat rendah (10%) dan perilaku BABS (50,3%). Perilaku ini merupakan hal utama penyebab timbulnya penyakit khususnya bayi, balita

3. Kondisi sarana sanitasi belum bisa dikatakan sudah baik. Dari kepemilikan jamban sudah melebihi capaian MDGs (65%), dimana kepemilikan jamban Kab. Humbang Hasundutan mencapai 72,3%. Namun dari angka tersebut hanya 50,2% yang memiliki septic tank. 4. Lebih Setengah 54,2% masyarakat Humbang Hasundutan belum mendapatkan askes air bersih yang layak dengan kata lain air bersih masih langka untuk didapatkan. Capaian belum mencapai target MDGs yaitu 68,90% Hasil pemetaan Kondisi Risiko Sanitasi di Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2013 dimunculkan pada peta berikut: PETA DAERAH BERESIKO SANITASI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN Beresiko Sangat Tinggi Beresiko Tinggi Beresiko Sedang Kurang Beresiko Tidak Beresiko Keterangan : Sumber : - Rancangan RTRW Kabupaten Humbang Hasundutan tahun 2013 s/d 2043 PETA AREA BERESIKO SANITASI 1.2.Hambatan/Kendala Dalam pelaksanaan STUDI EHRA ini, tidak ada hambatan/kendala yang berarti yang dihadapi. Hal ini dikarenakan telah diterbitkannya Juknis pelaksanaan Studi EHRA dan adanya bimbingan teknis seperti sosialisasi dan pelatihan Studi EHRA. Namun dari pelaksanaan survei dimana data primer ini didapatkan ada beberapa hambatan yang ditemukan seperti:

1. Enumerator kurang memahami cara menanya yang baik kepada responden, hal ini khususnya enumerator yang berasal dari kader. 2. Supervisor kecamatan belum sepenuhnya mencek secara seksama kuesioner yang telah selesai, sehingga proses cleaning data memakan waktu lebih lama. 1.3.Saran - Hasil studi ini dapat dijadikan sumber informasi dan data pendukung untuk penyusunan rencana strategis penanganan sanitasi di Kabupaten Humbang Hasundutan. - Bagi pemegang kebijakan agar menggunakan data studi ini /IRS sebagai dasar untuk meningkatkan anggaran perbaikan sanitasi baik dari peningkatan kualitas sarana dan peningkatan perilaku sehat melalui pembinaan dan promosi kesehatan - Sebagai data kesehatan lingkungan yang valid dan sah untuk menggambarkan sanitasi di Kab. Humbang Hasundutan - Perlu dilakukan studi EHRA secara berkala untuk mengikuti perkembangan zaman - Walaupun untuk studi EHRA saat ini telah menghasilkan indeks risiko sanitasi dan peta area beresiko akan tetapi perangkat puskesmas, bidan desa dan kader tetap melakukan edukasi, kampanye dan advokasi tentang sanitasi lingkungan.