Bab VI. KESIMPULAN dan SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
POLA PEMANFAATAN DAN PELAYANAN ALUN-ALUN KOTA PATI BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG TUGAS AKHIR TKPA 244

BAB I PENDAHULUAN. Alun-alun merupakan sebuah lapangan yang luas dan dikelilingi oleh

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa kini kota-kota di Indonesia telah banyak mengalami. perkembangan dan perubahan yang sangat pesat. Pembangunan massa dan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. 1. Karakteristik Fisik Eksisting Ruang Publik Yaroana Masigi

BAB V ARAHAN DAN REKOMENDASI

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

IDENTIFIKASI PEMANFAATAN ALUN-ALUN MALANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WISATA BUDAYA ALUN-ALUN SELATAN KARATON YOGYAKARTA. Alun-alun Selatan atau yang sekarang lebih dikenal sebagai Alun-alun

area publik dan privat kota, sehingga dihasilkan ekspresi rupa ruang perkotaan khas Yogyakarta. Vegetasi simbolik ini dapat juga berfungsi sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Ruang Publik Yaroana Masigi berada di tengah-tengah permukiman

CATATAN RISALAH AANWIJZING SAYEMBARA KONSEP DESAIN ARSITEKTUR PRAMBANAN HERITAGE HOTEL AND CONVENTION

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Daya tarik kepariwisataan di kota Yogyakarta tidak bisa dilepaskan dari

PERANCANGAN KOTA. Lokasi Alun - Alun BAB III

Fasilitas Komersial (Area Makan Lantai 1) (2)

BAB I PENDAHULUAN. a. Perkembangan morfologi Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang. Kawasan Alun-alun Lama Kota Semarang berada di bagian pusat kota

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Budaya Lanskap budaya merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam dari waktu ke waktu (Plachter dan

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2017

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

ARAHAN PENYEDIAAN RUANG PEJALAN KAKI DI KAWASAN ALUN-ALUN LOR KOTA SURAKARTA TUGAS AKHIR

BAB V KESIMPULAN. dituliskan dalam berbagai sumber atau laporan perjalanan bangsa-bangsa asing

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

V. KONSEP PENGEMBANGAN

46 Media Bina Ilmiah ISSN No

BAB IV PENGAMATAN PERILAKU

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 6.1 Kesimpulan. sebagai berikut: Pertama, di Kawasan Candi Cetho masih terdapat berbagai

PERANCANGAN KOTA BAB IV ANALISA ALUN ALUN KABUPATEN WONOGIRI MENURUT 8 ELEMEN KOTA HAMID SHIRVANI. 4.1 Analisa Tata Guna Lahan Alun alun Wonogiri

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan

BAB V KONSEP DAN RANCANGAN RUANG PUBLIK (RUANG TERBUKA)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. PENGERTIAN JUDUL

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

BAB I PENDAHULUAN. Kota Kepanjen merupakan ibukota baru bagi Kabupaten Malang. Sebelumnya ibukota Kabupaten Malang berada di Kota Malang ( Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pendahuluan

fungsi secara optimal, misalnya sebagai kawasan pemukiman baru karena adanya

INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng

PENATAAN JALUR PEJALAN KAKI PADA KORIDOR JALAN MALIOBORO BERDASARKAN PERSEPSI DAN PREFERENSI PENGUNJUNG LAPORAN TUGAS AKHIR

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG RETRIBUSI KAWASAN PARIWISATA, OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA DI KABUPATEN SEMARANG

I. PENDAHULUAN. Kawasan Pelestarian Alam (KPA). KSA adalah kawasan dengan ciri khas

BAB 6 PENUTUP 6.1 Kesimpulan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

VII. PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB 6 HASIL PERANCANGAN. konsep Hibridisasi arsitektur candi zaman Isana sampai Rajasa, adalah candi jawa

BAB I PENDAHULUAN. ada di Indonesia. Sebagai salah satu unsur keistimewaan DIY, maka pada dasarnya

BAB VI HASIL PERANCANGAN

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

PERUBAHAN FASADE DAN FUNGSI BANGUNAN BERSEJARAH (DI RUAS JALAN UTAMA KAWASAN MALIOBORO) TUGAS AKHIR. Oleh: NDARU RISDANTI L2D

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Hasil perancangan dari kawasan wisata Pantai Dalegan di Kabupaten Gresik

BAB I PENDAHULUAN. Keadaan geografi sebuah kawasan bukan hanya merupakan. pertimbangan yang esensial pada awal penentuan lokasi, tetapi mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB III. TINJAUAN KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN. masalah, tujuan penelitian, dan manfaat penelitian. Latar belakang merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN JOMBANG

Pernahkah kamu mengunjungi Kraton Yogyakarta? Jika sudah, pernahkan kamu melihat bangunan dan benda dibawah ini?

PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 5 TAHUN 2005 TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

BAB V PENUTUP. Situs Banten Lama (SBL) merupakan kumpulan beberapa sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. arsitek Indonesia masih berkiblat pada arsitektur kolonial tersebut.

BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan

BAB VI KESIMPULAN dan ARAHAN PENATAAN

BAB V ARAHAN PELESTARIAN PERMUKIMAN TRADISIONAL BALI AGA DAN REKOMENDASI

TINJAUAN PUSTAKA. waktu tidak tertentu. Ruang terbuka itu sendiri bisa berbentuk jalan, trotoar, ruang

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah wilayah atau daerah mempunyai banyak Bangunan serta Benda Cagar

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KOTA SURABAYA

BAB I Pendahuluan. Pariwisata merupakan sebuah industri yang menjanjikan. Posisi pariwisata

Kebutuhan Masyarakat akan Ruang Terbuka Hijau pada Kawasan Pusat Kota Ponorogo

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 66 TAHUN 2015 TENTANG PELESTARIAN CAGAR BUDAYA PROVINSI JAWA TIMUR

Arahan Optimalisasi RTH Publik Kecamatan Kelapa Gading, Jakarta Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KARAKTER SPASIAL BANGUNAN KOLONIAL RUMAH DINAS BAKORWIL KOTA MADIUN

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pentingnya Peran Pantai Baron sebagai Tujuan Wisata Pantai

2014 DAMPAK KEBERADAAN PASAR TRADISIONAL TERHADAP LINGKUNGAN KERATON KANOMAN KECAMATAN LEMAHWUNGKUK KOTA CIREBON

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

sekitarnya serta ketersediaannya yang belum optimal (pada perbatasan tertentu tidak terdapat elemen gate). d. Elemen nodes dan landmark yang

PENGARUH REVITALISASI TERHADAP KAWASAN ALUN-ALUN SEMARANG TUGAS AKHIR. Oleh : APIT KURNIAWAN L2D

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Masyarakat menyebutnya dengan bermacam-macam sebutan,

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sebuah kota serta peningkatan jumlah penduduk perkotaan tentunya

PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG

sampai sasaran keempat. Berikut ini merupakan kesimpulan dari konsep Konservasi; 1. Konsep pada kondisi tetap: Konsep Preservasi jaringan jalan (pola

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Konservasi Tingkat Komunitas OLEH V. B. SILAHOOY, S.SI., M.SI

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini akan menjawab sasaran yang ada pada bab pendahuluan. Makam merupakan salah satu elemen penting pembentuk sebuah

Transkripsi:

Bab VI KESIMPULAN dan SARAN 6.1 Kesimpulan Karakter suatu tempat berkaitan dengan adanya identitas, dimana didalamnya terdapat tiga aspek yang meliputi : aspek fisik, aspek fungsi dan aspek makna tempat. Guna melihat kondisi karakter Alun alun Selatan Yogyakarta pada masa lalu dan pada saat ini dilakukan penelitian pada ketiga aspek tersebut. Pengamatan terhadap ketiga aspek karakter tersebut dikerangkakan kedalam elemen ruang terbuka yang meliputi : elemen fisik ruang terbuka, fungsi atau aktivitas di ruang terbuka, serta makna yang di bentuk oleh adanya tatanan fisik dan aktivitas yang terjadi pada ruang terbuka. Penelitian terhadap Alun alun Selatan Yogyakarta ini menghasilkan beberapa hal yang dapat di simpulkan sebagai berikut : Karakter Alun alun Selatan Yogyakarta pada masa lalu adalah sebagai ruang privat Keraton Yogyakarta, berupa ruang terbuka persegi empat yang menjadi halaman privat belakang Keraton Yogyakarta. Keberadaan ruang terbuka ini terdefinisikan oleh adanya pagar pelingkup yang tegas. Pemanfaatan dan pengelolaan ruang ini langsung oleh pihak Keraton Yogyakarta. Kegiatan-kegiatan yang berlangsung didalamnya berupa acara-acara prosesi maupun ritual yang diselengarakan dan untuk kepentingan Keraton. Tatanan elemen fisik yang berada didalamnya mencerminkan atau syarat dengan makna-makna tertentu yang dianut oleh kepercayaan Keraton pada waktu itu. 191

Karakter Alun-alun Selatan Yogyakarta pada saat ini adalah sebagai ruang bagian dari kawasan pusaka budaya Keraton Yogyakarta yang menjadi ruang terbuka publik bagi Kota Yogyakarta. Pemanfaatan dan pengelolaan ruang alun-alun pada saat ini lebih berorientasi kepada publik. Ruang terbuka Alun-alun Selatan pada saat ini menjadi perlintasan bagi masyarakat yang tinggal di dalam benteng serta masyarakat yang akan masuk atau ke luar dari benteng Keraton melalui pintu selatan (Plengkung Gading). Ruang terbuka Alun-alun Selatan pada saat ini juga menjadi tujuan masyarakat Kota Yogyakarta yang akan melakukan kegiatan olahraga, joging, sampai dengan rekreasi menikmati suasana, menikmati makanan dan minumam, serta menikmati berbagai atraksi yang terdapat di Alun-alun Selatan. Bila ditinjau/dilihat dari perubahan pada aspek-aspek dasar pembentuk karakter yang meliputi aspek fisik, aspek fungsi/aktivitas serta aspek makna; maka didapat bahwa pada aspek fisik yang membentuk dan mengisi ruang terbuka di masa lalu sebagai aspek fisik karakter dasar masih lestari sampai pada saat ini. Keberadaan serta letaknya masih tetap tidak berpindah. Adapun perubahan yang terjadi meliputi : perubahan yang sifatnya penambahan untuk memperindah, seperti pada bentuk gapura canden pada lima buah jalan yang menuju alun alun di tambah dengan plengkung; perubahan yang sifatnya penambahan jenis vegetasi, seperti penambahan palem merah di sekeliling lapangan; perubahan yang merubah fisik dan fungsi obyek seperti : area lapangan dibangun menjadi lapangan berumput dengan jalan lengkap dengan trotoar di kanan-kiri yang mengelilinginya, Sitihinggil yang dibangun 192

menjadi Sasono Hinggil dwi abad; serta perubahan yang sifatnya mengganti seperti pohon mangga dan tanjung menggantikan deretan pohon pakel dan koweni. Pada aspek fungsi/aktivitas merupakan salah satu aspek karakter yang mengalami perubahan cukup signifikan. Aktivitas atau kegiatan yang terjadi di Alun-alun Selatan masa lalu berupa prosesi-prosesi ataupun ritual-ritual yang diselenggarakan untuk kepentingan Keraton dan dikelola oleh Keraton. Sedangkan aktivitas yang terjadi di Alun-alun Selatan pada saat ini lebih berorientasi ke kegiatan publik, sebagai wadah kegiatan sosialisasi masyarakat yang bersifat rekreatif, seperti bertemu teman, berolah raga, bermain, makan serta minum sambil menikmati suasana Alun-alun Selatan Yogyakarta. Pada aspek makna terjadi perubahan makna sakral menjadi lebih profan. Alunalun Selatan merupakan ruang bagian dari Keraton Yogyakarta yang menjadi bagian dari pusaka budaya Yogyakarta, dimana masyarakat luas dapat mendekat/memasuki dan beraktivitas di dalamnya pada saat ini. Faktor yang berpengaruh pada perubahan-perubahan aspek fisik, aspek fungsi/aktivitas, serta aspek makna sebagai pembentuk karakter Alunalun Selatan Yogyakarta adalah dipengaruhi oleh situasi kondisi politik (political issue) yang berkembang di Yogyakarta. Wujud dari situasi kondisi politik tersebut adalah berupa kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan yang berkuasa untuk diterapkan ke dalam Alun-alun Selatan Yogyakarta. Pada masa lalu kebijakan pemerintahan oleh Raja Hamengku Buwono IX adalah membuka Alun-alun Selatan untuk masyarakat luas; bertepatan setelah Keraton Yogyakarta bergabung dengan Negara Republik Indonesia yang telah 193

memproklamasikan kemerdekaan. Pada saat ini Alun-alun Selatan ditetapkan sebagai bagian dari kawasan cagar budaya Jeron Beteng /Keraton dan sebagai ruang terbuka kota yang juga menjadi salah satu obyek tujuan wisata Yogyakarta. Strategi yang dapat dilakukan pada Alun-alun Selatan Yogyakarta adalah melalui konservasi - preservasi kawasan cagar budaya. Mengidentifikasi serta mempertahankan karakter dasar kawasan sehingga perubahan yang terjadi tidak menghancurkan karakter kawasan secara keseluruhan; dengan melestarikan aspek-aspek pembentuk karakter, terutama pada aspek fisik agar suatu tempat sama seperti aslinya dan upaya mencegahnya dari kehancuran atau kepunahan. 6.2 Saran Hal hal yang dapat disarankan berdasar pada temuan dan kesimpulan dalam penelitian ini adalah : 1. Saran untuk perkembangan Alun-alun Selatan Yogyakarta yang menjadi ruang terbuka publik bagi Kota Yogyakarta adalah agar tetap juga mempertahankan karakter sebagai bagian kawasan cagar budaya Jeron Beteng / Keraton Yogyakarta, dengan : Menjaga keberadaan aspek fisik yang berupa elemen-elemen fisik dasar pembentuk ruang Alun alun Selatan Yogyakarta dengan melihatnya sebagai benda cagar budaya. Mempertahankan bentuk, letak dan orientasi susunan elemen elemen fisik pokok yang menjadi aspek fisik karakter dasar Alun-alun Selatan Yogyakarta. 194

Menjaga kesakralan Alun alun Selatan, yaitu dengan menjaga kelestarian sepasang beringin kurung yang berada di tengah-tengah lapangan Alun alun Selatan. Pohon beringin kurung adalah identitas bagi alun alun di Kota-kota Jawa, dimana alun alun adalah sebuah ruang terbuka dengan sepasang beringin kurung di tengahnya. Dua beringin kurung adalah simbol dari eksistensi kekuasaan raja dan simbol dari Manunggaling Kawulo Lan Gusti. Ika Putra (1995) menyatakan jika alun alun telah kehilangan beringin kembarnya, maka ruang terbuka alun alun akan berubah fungsi sebagai tempat kegiatan komersial bahkan perkampungan penduduk. Sedapat mungkin area antara beringin kurung dengan Keraton yang membentuk sumbu filosofi berupa garis imajiner utara-selatan tidak terganggu atau terinterupsi oleh apapun. Sedikit mungkin melakukan intervensi yang bersifat fisik. Dapat dilakukan melalui penataan fungsi-fungsi yang terjadi agar disesuaikan dengan karakter kawasan. 2. Saran untuk penelitian lebih lanjut Kajian yang telah dilakukan di sini bersifat kualitatif, maka penelitian ini dapat dilanjutkan dengan kajian kajian yang lebih bersifat kuantitatif; terutama pada daya dukung kawasan sebagai ruang terbuka publik serta merupakan bagian dari kawasan pusaka budaya. 195

6.3 Strategi Strategi yang dapat di terapkan pada Alun-alun Selatan Yogyakarta dalam upaya melestarikan Alun-alun Selatan sebagai salah satu karakter Kawasan Pusaka Budaya Yogyakarta, antara lain : Pembatasan elemen-elemen pengisi ruang terbuka agar keberadaannya dapat saling mendukung satu dengan lainnya, serta dapat menambah nilai estetis ruang yang merupakan bagian dari kawasan cagar budaya. Pembatasan kegiatan oleh publik, yang dapat dilakukan dengan melakukan penjadwalan kegiatan, serta megelompokkan atau memberi zonasi kegiatan. Pengaturan pergerakan di dalam ruang Alun-alun Selatan supaya tidak saling mengganggu kegiatan dan kepentingan yang berlangsung di dalamnya. Maka : Harus ada regulasi tegas dari pihak Keraton sebagai pemilik lahan mengenai bentuk elemen fisik dan aktivitas yang boleh dan tidak boleh berada atau dilaksanakan di Alun-alun Selatan. Harus ada sanksi tegas dari pihak pengelola Alun-alun Selatan (Keraton dan Pemerintah Daerah) bagi pelanggaran-pelanggaran yang terjadi. 196