HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN Militia K. Wala*, Angela F. C. Kalesaran*, Nova H. Kapantow* *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi ABSTRAK Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) menempati urutan kedua setelah diare sebagai penyebab utama kematian balita pada kelompok umur 12-59 bulan. Di Sulawesi Utara jumlah kasus sepanjang tahun 2014 yaitu 365 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dan penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat. Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan studi potong lintang. Sampel yang diambil 100 responden dengan teknik pengambilan sampel menggunakan non probability sampling. Uji Chi- Square (CI=95%, α=0,05) digunakan untuk melihat hubungan antar variabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah dengan kejadian ISPA (p value =0,002), dan penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA (p value = 0,001). Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah dan penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Kolongan. Kata Kunci :Kebiasaan Merokok, Anti Nyamuk Bakar, ISPA, Balita. ABSTRACT The incidence of upper respiratory infection (ARI) ranks second after diarrhea as the leading cause of death infants in the age group 12 to 59 months. In North Sulawesi amount of cases through out the year 2014 i.e. 365 cases. This study used a survey of analytical methods by using the approach of cross sectional.the number of samples as many 100 respondents with sampling techniques non probability sampling and used statistical test analysis chy square (CI=95%, α=0,05). The specifik purpose of this study is to analyze the relationship between the smoking habits of family members in the home and the use of insect repellent burn with ari in infants in the health centers Kolongan. The results showed there was correlation between the the smoking habits of family members in the home with ARI in infants (p value = 0.002). There was relationship between the the use of insect repellent burn with ARI in infants (p value = 0.001). There is a relationship between relationship between the smoking habits of family members in the home and the use of insect repellent burn with ari in infants in the health centers Kolongan. Keywords: The Smoking Habits,Iinsect Repellent Burn, ARI, Infant.
PENDAHULUAN Infeksi Saluran Pernapasan Akut merupakan penyakit yang terjadi di bagian saluran pernapasan atas dengan perhatian khusus pada radang paru-paru (pneumonia), dan bukan penyakit pada tenggorokan dan telinga (Irianto, 2014). Penyakit yang biasanya menular ini, terjadi pada saluran pernapasan atas dan bawah, yang dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit seperti penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan yang tergantung pada patogen penyebabnya, pejamu dan lingkungan yang disebabkan oleh agen infeksius yang ditularkan dari manusia ke manusia (WHO, 2007) Penyakit infeksi seperti pneumonia, diarrhoea, malairia, dan HIV/AIDS merupakan penyebab kematian balita yaitu sebesar 58% dan 2/3 dari penyakit infeksi tersebut merupakan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (WHO, 2012). Menurut Black (2003), di setiap tahunnya terdapat 10,8 juta anak yang meninggal karena ISPA. Berdasarkan Kementrian Kesehatan tahun 2010, di Indonesia ISPA menempati urutan kedua tertinggi setelah diare, penyakit penyebab kematian yang dialami kelompok bayi dan balita, dengan demikian dapat dikatakan bahwa ISPA adalah penyakit yang termasuk dalam masalah kesehatan masyarakat utama yang mengambil bagian dalam tingginya angka kematian balita di Indonesia. Laporan tahunan program pemberantasan ISPA Kabupaten Minahasa Utara pada tahun 2015, angka morbiditas akibat ISPA pada balita usia 12-59 bulan yaitu 5.624, dan di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat, menunjukan kasus ISPA merupakan penyakit pada urutan yang pertama dari 10 penyakit menonjol di tahun 2015 dengan jumlah 1.590 kasus dan pada balita usia 12-59 bulan 422 kasus. (Puskesmas Kolongan, 2015) Menurut Departemen Kesehatan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian ISPA adalah umur, status gizi, pendidikan ibu, anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, bahan bakar memasak, jenis lantai, outdor pollution (Depkes, 2007). Faktor resiko ISPA juga berkaitan dengan polusi udara sepertia asap rokok, asap pembakaran rumah tangga, kebakaran hutan dan lain-lain (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012) Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dan penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat.
METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan studi potong lintang. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat pada bulan Mei hingga Oktober 2016. Populasi penelitian adalah seluruh balita berusia 12-59 bulan yang berada di Puskesmas Kolongan dengan jumlah 791 balita. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 100 balita dengan ibu balita sebagai respondennya. Sampel yang diambil dengan menggunakan teknik consecutive sampling. Variabel yang diteliti yaitu kebiasaan merokok anggota keluarga, penggunaan anti nyamuk bakar, dan kejadian ISPA. Analisis yang dilakukan yaitu analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis bivariat dengan menggunakan uji chi square, dengan nilai α=0,05, jika p value > 0,05 maka dinyatakan terdapat hubungan yang signifikan antara variabel. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Balita Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat, dan dari karakteristik balita di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat didapatkan hasil bahwa balita berjenis kelamin laki-laki mendominasi yaitu sebanyak 53 balita, dan umur balita yang paling banyak ada pada kelompok umur 24-35 tahun yaitu 33 balita. B. Analisis Univariat Pada tabel 1, dapat dilihat bahwa balita yang menderita ISPA adalah yang paling banyak yaitu 71 balita, sedangkan yang bukan ISPA adalah 29 balita. Terdapat 50 balita memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dan hal yang sama juga yaitu 50 balita tidak memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah, selanjutnya yang paling mendominasi adalah balita yang tidak menggunakan anti nyamuk bakar yaitu 54 balita, sedangkan balita yang menggunakan anti nyamuk bakar adalah paling sedikit yaitu 46 balita. Tabel 1. Distribusi Kejadian ISPA pada Balita, Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga, dan Penggunaan Anti Nyamuk Bakar Karakteristik Balita n Status Penyakit - ISPA 71 - Tidak ISPA 29 Merokok di dalam Rumah - Ya 50 - Tidak 50 Penggunaan Anti Nyamuk Bakar - Ya 46 - Tidak 56
C. Analisis Bivariat Tabel 2. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dan Penggunaan Anti Nyamuk Bakar dengan Kejadian ISPA pada Balita di Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga di dalam Rumah Status penyakit ISPA % Tidak ISPA % n % p- Value Ya 43 86 7 14 50 100 0,002 Tidak 28 56 22 44 50 100 Jumlah 71 29 100 Penggunaan Anti Nyamuk Bakar Ya 41 89,1 5 10,9 46 100 0,001 Tidak 30 55,6 24 44,4 54 100 Jumlah 71 29 100 1. Hubungan antara Kebiasaan Merokok Anggota Keluarga dengan Kejadian ISPA pada Balita Berdasarkan hasil analisis hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita diperoleh sebanyak 43 dari 50 (86%) balita memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dan balita mengalami ISPA. Sementara itu, sebanyak 22 dari 50 (44%) balita tidak memiliki anggota keluarga yang merokok di dalam rumah dan balita mengalami ISPA. Hasil uji chi square diperoleh nilai p value = 0,002 (p value < 0,05) sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok anggota keluarga dalam rumah terhadap kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Kolongan. Dari data tersebut menunjukkan angka yang sama antara kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah dan yang tidak, namun perlu mendapat perhatian karena kebiasaan merokok anggota keluarga di dalam rumah pada Puskesmas Kolongan kebanyakan di sebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang rokok serta bahaya yang ditimbulkan bagi perokok itu sendiri ataupun asap rokok yang dihasilkan dari rokok yang sangat berbahaya bagi anggota keluarga yang menghirupnya khususnya perokok yang memiliki balita. Asap yang dihasilkan oleh rokok merupakan bahan pencemar udara, berupa campuran senyawa yang kompleks yang dihasilkan oleh tembakau dan adiktif. Asap rokok juga mengandung tar yang mengandung zatzat kimia yang dapat menyebabkan
paru-paru, jantung emphysema serta penyakit-penyakit berbahaya lainnya (Siscawati, 2011). 2. Hubungan Penggunaan Anti Nyamuk Bakar dengan Kejadian ISPA pada Balita Berdasarkan hasil analisis hubungan antara penggunaan anti nyamuk bakar terhadap kejadian ISPA pada balita diperoleh sebanyak 41 dari 46 (89,1%) balita yang menggunakan anti nyamuk bakar di dalam rumah dan balita mengalami ISPA. Sementara itu, sebanyak 24 dari 54 (44,4%) balita tidak menggunakan anti nyamuk bakar di dalam rumah dan balita tidak mengalami ISPA. Hasil uji chi square diperoleh nilai p value = 0,001 (p value < 0,05) sehingga berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara penggunaan anti nyamuk bakar terhadap kejadian ISPA pada balita di Puskesmas Kolongan. Berdasarkan data yang diperoleh, ada beberapa masyarakat di Puskesmas Kolongan yang menggunakan anti nyamuk bakar meskipun jumlahnya lebih sedikit dari pada yang tidak menggunakan anti nyamuk bakar, hal ini dikarenakan program dari dinas kesehatan yang ada yaitu pembagian kelambu disetiap rumah belum menyeluruh. Puskesmas Kolongan adalah wilayah yang endemis dengan penyakit DBD maka masyarakat lebih memilih menggunakan anti nyamuk bakar selain mudah di dapatkan, harganya lebih terjangkau, tanpa menyadari bahaya yang di timbulkan oleh asap anti nyamuk bakar tersebut meskipun dalam konsentrasi sedikit. Penggunaan anti nyamuk sudah menjadi kebiasaan pada masyarakat untuk digunakan pada malam hari dan siang hari baik di kota maupun di desa, Selain untuk mengusir ataupun membasmi nyamuk ternyata obat anti nyamuk juga menjadi sumber pencemaran udara dalam rumah apalagi anti nyamuk bakar yang menghasilkan asap dan racun (Afandi, 2012). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Terdapat 71 balita yang mengalami ISPA di Puskesmas Kolongan. 2. Separuh dari responden memiliki anggota keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah. 3. Masih banyak warga yaitu 46 responden yang menggunakan anti nyamuk bakar di dalam rumah. 4. Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Kolongan.
5. Terdapat hubungan antara penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita di Puskesmas Kolongan. SARAN 1. Bagi Puskesmas Kolongan Kecamatan Kalawat - Memberikan penyuluhan, sosialisasi, informasi kepada masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat dan pentingnya peranan keluarga dalam menunjang kesehatan balita 2. Bagi masyarakat - Mengurangi sumber pencemaran udara dalam hal ini yaitu asap rokok dan anti nyamuk bakar. - Perlu memperhatikan kondisi lingkungan di dalam rumah. - Aktif dalam mencari informasi yang dapat menunjang kualitas hidup anaknya 3. Bagi penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut bukan hanya melihat hubungan antara kebiasaan merokok anggota keluarga dan penggunaan anti nyamuk bakar dengan kejadian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) pada balita, namun dapat meneliti antara kedua variabel bebas tersebut, mana yang lebih berpengaruh mengakibatkan ISPA pada balita. DAFTAR PUSTAKA Afandy, A. 2012. Hubungan lingkungan fisik rumah dengan kejadian infeksi saluran pernafasan akut pada anak balita di kabupataen Wonosobo provinsi Jawa Tengah tahun 2012. Tesis. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Black., Morris., Bryce. 2003. Where and Why Are 10 Million Children Dying Every Year?. Lancet, 361(9376): 2226-34. Depkes RI. 2007. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia Tahun 2007. Jakarta: Kepala Badan LITBANGKES Departemen Kesehatan RI. Dinas Kesehatan Kabupaten Minahasa Utara. 2016. Profil Kesehatan 2015. Kabupaten Minahasa Utara. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Utara. 2015. Profil Kesehatan 2014. Manado: Manado. Irianto K, 2014. Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular Panduan Klinis. Bandung: ALVABETA, cv. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Jendela Epidemiologi. Jakarta: Kepala
Pusat Data dan Surveilans Epidemiologi. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Puskesmas Kolongan. 2016. Data Penderita ISPA Tahun 2015. Minahasa utara Sicawati E. 2011. Kandungan Asap Rokok, (Online), (http://www.faktailmiah.com/201 1/03/10/kandungan-asaprokok.html, diakses 22 September 2016). World Health Organization. 2007. Pencegahan dan Pengendalian infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang cenderung menjadi epidemi dan pandemi difasilitas pelayanan kesehatan. Hal.17: WHO. World Health Organization. 2012. Data and statistics.(online). http://www.who.int/gho/child_hea lth/en/index.html. Diakses pada 06 Juni 2016