TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini pencemaran udara telah menjadi masalah kesehatan

KADAR H 2 S, NO 2, DAN DEBU PADA PETERNAKAN AYAM BROILER DENGAN KONDISI LINGKUNGAN YANG BERBEDA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, baik fisik, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. hidup terutama manusia. Di dalam udara terdapat gas oksigen (O 2 ) untuk

BAB I PENDAHULUAN. orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dibicarakan karena mengancam masa depan dari kehidupan di bumi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

commit to user BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan parameter..., Duniantri Wenang Sari, FKM 2 UI, Universitas Indonesia

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

MAKALAH AGEN PENYAKIT NITROGEN DIOKSIDA. Oleh : Tutut Adi Dwi Cahyani Gresi Amarita Rahma

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan manusia akan protein hewani, ini ditandai dengan peningkatan produksi daging

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

Oleh: ANA KUSUMAWATI

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peternakan puyuh merupakan suatu kegiatan usaha di bidang budidaya

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. tersebut serta tidak memiliki atau sedikit sekali nilai ekonominya (Sudiarto,

BAB I PENDAHULUAN. maupun mahluk hidup lainnya. Tanpa makan manusia bisa hidup untuk beberapa. udara kita hanya dapat hidup untuk beberapa menit saja.

ANALISIS KONSENTRASI GAS AMMONIA (NH3) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki luas wilayah yang sangat

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi

ANALISIS KONSENTRASI GAS HIDROGEN SULFIDA (H2S) DI UDARA AMBIEN KAWASAN LOKASI PEMBUANGAN AKHIR (LPA) SAMPAH AIR DINGIN KOTA PADANG TUGAS AKHIR

LIMBAH. Pengertian Baku Mutu Lingkungan Contoh Baku Mutu Pengelompokkan Limbah Berdasarkan: 1. Jenis Senyawa 2. Wujud 3. Sumber 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

Bab V Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era persaingan pasar bebas saat ini, produk suatu industri

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. tinggi. Fakta ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani

PENCEMARAN LINGKUNGAN. Purwanti Widhy H, M.Pd

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

PENDAHULUAN. yang berkembang pesat saat ini. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2014)

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peternakan tidak akan jadi masalah jika jumlah yang dihasilkan sedikit. Bahaya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Peningkatan kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. ini. Udara berfungsi juga sebagai pendingin benda-benda yang panas, penghantar bunyi-bunyian,

BAB 1 : PENDAHULUAN. Akan tetapi udara yang benar-benar bersih saat ini sudah sulit diperoleh, khususnya

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

PEMBUATAN KOMPOS DARI LIMBAH PADAT ORGANIK YANG TIDAK TERPAKAI ( LIMBAH SAYURAN KANGKUNG, KOL, DAN KULIT PISANG )

BAB I PENDAHULUAN. Banyak aspek kesejahteraan manusia dipengaruhi oleh lingkungan, dan banyak

EVALUASI KOMPETENSI SEMESTER GASAL KELAS XI WAKTU : (90 menit)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENCEMARAN UDARA LELY RIAWATI, ST., MT.

berkembang, baik pencemaran udara dalam ruangan maupun udara ambien di

KAJIAN KEPUSTAKAAN. apabila diterapkan akan meningkatkan kesuburan tanah, hasil panen yang baik,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan unsur lingkungan hidup lainnya (SNI ).

Polusi. Suatu zat dapat disebut polutan apabila: 1. jumlahnya melebihi jumlah normal 2. berada pada waktu yang tidak tepat

BAB 1 : PENDAHULUAN. lingkungan yang utama di dunia, khususnya di negara berkembang. Pencemaran udara dapat

BAB I PENDAHULUAN. dipancarkan lagi oleh bumi sebagai sinar inframerah yang panas. Sinar inframerah tersebut di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB 1 : PENDAHULUAN. kendaraan bermotor. Kendaraan bermotor mengeluarkan zat-zat berbahaya yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan

SMP kelas 9 - FISIKA BAB 4. SISTEM TATA SURYALatihan Soal 4.10

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat dijelaskan di dalam Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

I. PENDAHULUAN. bumi dan komponen campuran gas tersebut tidak selalu konstan. Udara juga

kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu

Makalah Baku Mutu Lingkungan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

HIDROMETEOROLOGI Tatap Muka Ketiga (ATMOSFER)

Elaeis Noviani R *, Kiki Ramayana L. Tobing, Ita Tetriana A, Titik Istirokhatun. Abstrak. 1. Pendahuluan. 2. Dasar Teori Karbon Monoksida (CO)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

ATMOSFER & PENCEMARAN UDARA

I. PENDAHULUAN. mengandung sejumlah mikroba yang bermanfaat, serta memiliki rasa dan bau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

BAB I PENDAHULUAN. biasanya disertai dengan perkembangan teknologi yang sangat pesat.

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. digunakan untuk meningkatkan aktivitas proses komposting. Bioaktivator

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di

Komponen Ekosistem Komponen ekosistem ada dua macam, yaitu abiotik dan biotik. hujan, temperatur, sinar matahari, dan penyediaan nutrisi.

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Peternakan Ayam Broiler Usaha peternakan ayam broiler terlihat mulai kembali berkembang setelah Indonesia dilanda krisis pada tahun 1997. Hal ini dapat dilihat dari terjadinya peningkatan populasi broiler dari tahun 2004 sampai tahun 2008 sebesar 16,58%, dari sekitar 779 juta ekor menjadi 902 juta ekor (Ditjenak, 2009) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1. Tabel 1. Jumlah Populasi Ayam di Indonesia pada Tahun 2004-2008 Jenis Ternak Tahun (juta ekor) 2004 2005 2006 2007 2008 Ayam Buras 276.989.054 278.953.778 291.085.191 272.251.141 243.423.389 Ayam Ras Petelur 93.415.519 84.790.411 100.201.556 111.488.877 107.955.170 Ayam Ras Pedaging 778.969.843 811.188.684 797.527.446 891.659.346 902.052.418 Sumber : Ditjenak (2009) Usaha peternakan ayam sering dijadikan sebagai sumber penyebab utama yang ikut mencemari lingkungan. Oleh karena itu, agar peternakan ayam tersebut menjadi suatu usaha yang berwawasan lingkungan dan efisien, maka tatalaksana pemeliharaan, perkandangan, dan penanganan limbahnya harus selalu diperhatikan. Menurut Deptan (1991) dan Deptan (1994) usaha peternakan dengan populasi tertentu perlu dilengkapi dengan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Untuk usaha peternakan ayam ras pedaging, yaitu populasi lebih dari 15.000 ekor per siklus terletak dalam satu lokasi, sedangkan untuk ayam petelur, populasi lebih dari 10.000 ekor induk terletak dalam satu lokasi. Kotoran Ayam Kotoran ayam secara umum terdiri dari sisa pakan yang tidak tercerna seperti selulosa (karbohidrat), lemak, protein dan unsur anorganik (Tabbu dan Hariono, 1993). Protein yang terkandung di dalam kotoran merupakan sumber utama nitrogen. Jumlah dan komposisi kotoran yang dihasilkan oleh ayam bervariasi dan sangat dipengaruhi oleh umur, ras, dan jenis pakan. Diperkirakan seekor ayam broiler menghasilkan kotoran setiap harinya sebanyak 0,15 kg yang mengandung 1,7% 3

nitrogen, 0,16% fosforus, dan 0,58% kalium (Kumar dan Biswar, 1982; Charles dan Hariono, 1991). Fontenot et al. (1983) melaporkan bahwa rata-rata produksi buangan segar ternak ayam petelur adalah 0,06 kg/hari/ekor, dan kandungan bahan kering sebanyak 26% sedangkan dari pemeliharaan ayam pedaging kotoran yang dikeluarkan sebanyak 0,1 kg/hari/ekor dan kandungan bahan keringnya 25%. Komposisi rata-rata kotoran ayam pedaging berdasarkan bobot basah disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Kandungan Unsur Kotoran Ayam Broiler Nama Unsur Total Padatan (%) Total N (%) NH 4 -N P 2 O 5 K 2 O (%) Ca (ppm) Mg (ppm) Sulfida (ppm) Mn (ppm) Zn (ppm) Cu (ppm) Sumber : Malone (1992) Kandungan unsur kotoran/bobot basah Minimum Maksimum Rata-rata 38,00 92,00 75,80 0,89 5,80 2,94 0,08 1,48 0,75 1,09 6,14 3,22 0,63 4,26 2,03 0,51 6,22 1,79 0,12 1,37 0,52 0,07 1,05 0,52 66,00 579,00 266,00 48,00 583,00 256,00 16,00 634,00 283,00 Sumber pencemaran dari usaha peternakan ayam berasal dari kotoran ayam yang berkaitan dengan unsur nitrogen dan sulfida yang terkandung dalam kotoran tersebut, yang pada saat penumpukan kotoran atau penyimpanan terjadi proses dekomposisi oleh mikroorganisme membentuk gas amonia, nitrat, dan nitrit serta gas sulfida. Gas-gas tersebut yang menyebabkan bau (Svensson, 1990; Pauzenga, 1991). Pencemaran Udara Pencemaran dalam arti luas adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas 4

lingkungan turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan kurang atau tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya (KLH, 2007). Pencemaran udara diartikan sebagai keadaan atmosfer, dimana satu atau lebih bahan-bahan polusi yang jumlah dan konsentrasinya dapat membahayakan kesehatan mahluk hidup, merusak properti dan mengurangi kenyamanan di udara (Salim, 2002). Menurut PP-RI Nomor 18 Tahun 1999 (RI, 1999), pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya. Berdasarkan definisi ini maka segala bahan padat, gas, dan cair yang ada di udara dan dapat menimbulkan tidak nyaman yang disebut polutan udara. Menurut Mukono (2000), yang dimaksud pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (atau yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material karena ulah manusia (man made). Pencemaran udara dapat dibedakan menjadi dua yaitu pencemaran udara bebas dan pencemaran udara di dalam ruangan (indoor air pollution). Bahan atau zat yang dapat mencemari udara dapat berbentuk gas dan partikel (Sunu, 2001). Menurut Soedomo (2001), berdasarkan ciri fisik, bahan pencemar dapat berupa partikel (debu, aerosol, timah hitam), gas (CO, NOx, SOx, H 2 S) dan energi (suhu udara dan kebisingan) sedangkan menurut kejadian atau terbentuknya ada pencemar primer (yang diemisikan langsung oleh sumber) dan pencemar sekunder (yang terbentuk karena reaksi di udara antara berbagai zat). Hidrogen Sulfida (H 2 S) Hidrogen sulfida dibentuk dari reduksi bakteri sulfat dan dekomposisi kandungan sulfur organik pada kotoran dalam kondisi anaerob. Gas H 2 S merupakan gas yang berwana lebih ringan dari pada udara, mudah larut dalam air dan mempunyai bau seperti telur busuk (Casey et al., 2006). Baku mutu udara ambien untuk H 2 S 42 µg/m 3 atau 0,03 ppm selama 30 menit (KLH, 1988). Gas ini tidak berwarna dan dapat dideteksi pada konsentrasi yang sangat rendah yaitu 0,002 ppm (Soemirat, 2002). 5

Pencemaran udara yang ditimbulkan oleh kotoran ayam merupakan masalah lingkungan yang cukup mengganggu. Gas H 2 S yang dihasilkan dari proses penguraian zat makanan sisa pencernaan dilakukan oleh mikroba perombak protein (Usri, 1988). Gas tersebut toksik bagi manusia dan hewan serta dapat meningkatkan kerentanan penyakit dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang berada di sekitar peternakan karena bau yg ditimbulkan (Martin et al., 2004). Hal tersebut merupakan suatu permasalahan yang cukup nyata pada industri peternakan (Praja, 2006). Batas rataan konsentrasi gas H 2 S yang diperbolehkan pada peternakan tempat bekerja selama paparan 8 jam adalah 10 ppm dan batas rata-rata bagi senyawa berbau dalam air terdeteksi adalah 0,00018 mg/l (Ariens et al., 1986). Gas H 2 S banyak ditemukan di dataran rendah yang tertutup dan memiliki ventilasi yang buruk. Gas H 2 S pada konsentrasi yang rendah dapat menyebabkan iritasi mata, batuk, sesak nafas, iritasi hidung, dan tenggorokan. Gas H 2 S pada konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan pusing, mual, muntah, pingsan, koma bahkan kematian (OSHA, 2005). Pengaruh gas hidrogen sulfida pada manusia disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Pengaruh Paparan Gas Hidrogen Sulfida (H 2 S) pada Manusia Kadar Gas H 2 S (ppm) Pengaruh pada Manusia 10 Iritasi mata 20 Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan 50-100 Mual, muntah, diare 200 Pusing, depresi, rentan pneumonia 500 per menit Mual, muntah, pingsan 600 per menit Kematian Sumber : Pauzenga (1991) Nitrogen Dioksida (NO 2 ) Nitrogen dioksida (NO 2 ) adalah gas yang sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia. Nitrogen monoksida (NO) dapat mengalami oksidasi menjadi NO 2 yang bersifat racun berbau tajam menyengat hidung dan berwarna merah kecoklatan. Gas NO 2 yang terkandung dalam udara sebesar 400 μg/m 3 selama pengukuran 1 jam dapat membahayakan kesehatan makhluk hidup terutama manusia karena dapat 6

menyebabkan gangguan pernapasan (penurunan kapasitas difusi paru-paru) (KLH, 2007). Warna gas NO 2 adalah merah kecoklatan dan berbau tajam menyengat hidung. Kadar NOx di udara daerah perkotaan yang berpenduduk padat akan lebih tinggi dari daerah pedesaan yang berpenduduk sedikit. Hal ini disebabkan karena berbagai macam kegiatan yang menunjang kehidupan manusia akan menambah kadar NOx diudara, seperti transportasi, peternakan, pembuangan sampah dan lainlain. Keberadaan NOx di udara dapat dipengaruhi oleh sinar matahari yang mengikuti daur reaksi fotolitik NO 2 sebagai berikut (Pohan, 2002): NO 2 + sinar matahari NO + O O + O 2 O 3 (ozon) Sebelum matahari terbit, kadar NO dan NO 2 tetap stabil dengan kadar sedikit lebih tinggi dari kadar minimum sehari-hari. Seiring dengan sinar matahari yang memancarkan sinar ultra violet. Kadar NO 2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm (Wardhana, 2001). Senyawa NOx adalah senyawa kimia yang dapat menyebabkan iritasi pada dinding alat pernafasan dan dapat menyebabkan penyempitan saluran nafas baik pada orang yang sehat maupun pada penderita asma. Dampak negatif terhadap manusia terutama terjadi pada reaksinya terhadap fungsi paru-paru dan saluran nafas. Gas NOx juga dapat meningkatkan reaksi terhadap bahan-bahan allergen alamiah (misalkan serbuk sari, dll). Penelitian menunjukkan bahwa NO 2 empat kali lebih beracun daripada NO. NO 2 bersifat racun terutama terhadap paru-paru. Kadar NO 2 yang lebih tinggi dari 100 ppm dapat mematikan sebagian besar binatang percobaan dan 90% dari kematian tersebut disebabkan oleh gejala pembengkakan paru-paru (edema pulmonari). Kadar NO 2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemberian NO 2 dengan kadar 5 ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas (Wardhana, 2001). Ambang batas konsentrasi harian Baku Mutu Nasional berdasarkan PP RI 41/1999 untuk senyawa oksida nitrogen adalah 150 μg/m 3 dengan waktu pengukuran 24 jam (RI, 1999). Potensi dampak terhadap kesehatan karena terlampauinya ambang batas konsentrasi rata-rata harian dilakukan dengan mengamati jumlah hari 7

melampaui ambang batas Baku Mutu konsentrasi rata-rata harian (exceedence days). Sebelum analisis potensi dampak kesehatan dilakukan, perlu diamati jumlah data harian yang tersedia untuk perhitungan exceedence days tersebut. Gas NO 2 (nitrogen dioksida), dapat juga merusak jaringan paru-paru dan jika bersama H 2 O akan membentuk nitric acid (HNO 3 ) yang pada gilirannya dapat menimbulkan hujan asam yang sangat berbahaya bagi lingkungan (Kusuma, 2002). Debu Debu adalah partikel-partikel zat padat, yang disebabkan oleh kekuatankekuatan atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan alami yang cepat, peledakan, dan lain-lain dari bahan-bahan, baik organik maupun anorganik (Suma mur, 1995). Sifat-sifat debu diantaranya adalah mengendap karena pengaruh gaya gravitasi bumi, selalu basah karena dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis, mudah menggumpal, mempunyai listrik statis yang mampu menarik partikel lain yang berlawanan serta dapat memancarkan sinar (Achmadi, 1990). Jumlah debu berubah-ubah bergantung pada lokasi. Konsentrasi debu pada umumnya berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Debu dapat menyerap, memantulkan, dan menghamburkan radiasi yang datang. Debu atmosferik dapat tersapu turun ke permukaan bumi oleh curah hujan tetapi kemudian atmosfer dapat terisi partikel debu kembali (Tjasyono, 2004). Debu dari peternakan unggas pada umumnya meliputi partikel tanah, sisa pakan, rambut dan bulu, kotoran kering, bakteri, dan jamur. Kandungan debu di peternakan unggas umumnya berasal dari pakan sedangkan kandungan partikel tanah tersebut menentukan konsentrasi debu (Casey et al., 2006). Baku mutu udara ambien untuk debu adalah 260 µg/m 3 dengan waktu pengambilan 24 jam (KLH, 1988). Efek debu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan tergantung dari solubility, komposisi kimia debu, konsentrasi debu, dan ukuran partikel debu (Achmadi, 1990). Akibat yang dapat ditimbulkan oleh debu antara lain gangguan kenyamanan pada pernafasan, peradangan saluran pernafasan, alergi, meningkatkan sekresi cairan di hidung, nafas menjadi berat, serta penurunan kapasitas ventilasi paru (Kurniawan, 1996). Partikel debu yang menyebabkan penyakit paru-paru akibat lingkungan kerja yang terpenting adalah partikel yang berukuran lebih kecil dari 0,1 µ dan sifat-sifat 8

aerodinamik dari debu yang terdapat di udara. Gejala yang terjadi pada pekerja biasanya meliputi gangguan restriktif paru antara lain cepat lelah, sesak nafas pada waktu bekerja ringan, dan berkurangnya kapasitas kerja (Rab, 1996). Pengaruh Meteorologis Terhadap Kadar Emisi Faktor meteorologis mempunyai peranan yang penting dalam menentukan kualitas udara di suatu daerah. Kondisi atmosfer sangat ditentukan oleh berbagai faktor meteorologis, seperti: 1) kecepatan dan arah angin, 2) kelembaban, 3) suhu udara, 4) tekanan udara, dan 5) aspek tinggi permukaan (topografi) (Soedomo, 2001). Kadar gas pencemar di udara selain dipengaruhi oleh jumlah sumber pencemar, parameter meteorologi juga mempengaruhi kadar gas pencemar di udara sehingga kondisi lingkungan tidak dapat diabaikan. Kecepatan angin, suhu udara dan kelembaban udara adalah bagian dari parameter meteorologi yang dapat mempengaruhi kadar gas pencemar di udara. Kecepatan angin menentukan kedalaman seberapa banyak udara pencemar tersebut mula-mula tercampur dan ketidakteraturan kecepatan serta arah angin menentukan laju penyebaran pencemar ketika terbawa dalam arah angin. Faktor ini yang menentukan suatu daerah akan tercemar dan seberapa cepat kadar pencemar menipis akibat pencampuran dengan udara lingkungan setelah bahan tersebut meninggalkan sumbernya (Neighburger, 1995). Faktor meteorologis akan menentukan penyebaran pencemar di udara ambien, baik yang berasal dari emisi sumber tidak bergerak maupun dari sumber bergerak. Kondisi meteorologi akan menentukan luasan penyebaran pencemar, pola penyebaran, dan jangkauan penyebaran serta jangka waktu penyebarannya. Suhu Udara Suhu udara didefinisikan sebagai tingkat atau derajat kepanasan dari suatu benda. Suhu udara dinyatakan dengan satuan derajat celcius (Prawirowardoyo, 1996). Soedomo (2001) menyatakan suhu udara secara langsung mempengaruhi kondisi kestabilan atmosfer. Dalam kondisi stabil, yaitu pada suhu udara yang lebih rendah dari lingkungan, maka massa udara polutan tidak dapat naik tetapi tetap berada di atmosfer dan terakumulasi, sehingga akan menaikkan konsentrasi polutan. Sebaliknya, pada saat suhu udara lebih tinggi daripada suhu udara lingkungan maka 9

massa udara polutan akan naik dan menyebar sehingga tidak terjadi pengendapan di permukaan dan akan meminimalkan konsentrasi polutan. Kecepatan dan Arah Angin Angin akan mempengaruhi kecepatan penyebaran polutan dengan udara di sekitarnya. Kecepatan angin yang semakin tinggi menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer begitu juga sebaliknya. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004). Arah angin berperan dalam penyebaran polutan yang akan membawa polutan tersebut dari satu sumber tertentu ke area lain searah dengan arah angin. Kecepatan angin memegang peranan dalam jangkauan dari pengangkutan dan penyebaran polutan. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar, konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal (Sastrawijaya, 1991). Kelembaban Udara Kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi gas yang dihasilkan dari sumber emisi kotoran ayam broiler. Semakin tinggi kelembaban udara di suatu tempat maka semakin baik bagi mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembangbiak serta semakin banyak proses perombakan yang terjadi. Menurut Ryak (1992), kelembaban udara memegang peranan dalam proses metabolisme mikroorganisme yang secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Apabila kelembaban udara lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroorganisme akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Menurut Charles dan Hariono (1991), senyawa yang menimbulkan bau dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut dapat dihasilkan selama proses dekomposisi pada kotoran ayam. Oleh karena itu, faktor lingkungan yaitu kelembaban udara dapat mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan. Kondisi lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi konsentrasi udara. Oleh karena itu, kondisi tersebut perlu dicatat dan diperhitungkan (Suhariyono, 2002). Sebagian radiasi pantulan dari permukaan bumi 10

akan diserap oleh gas-gas dan partikel-partikel yang berada di udara sehingga dapat meningkatkan suhu udara. Kandungan gas-gas atmosfer secara konsisten berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Selain itu, angin memiliki fungsi yang penting dalam mencampur lapisan udara sehingga keracunan terhadap gas-gas dan partikelpartikel dapat dihindari (Lakitan, 1994). Pengaruh Lingkungan Terhadap Produktivitas Ayam Broiler Indonesia merupakan negara beriklim tropis. Hal tersebut menyebabkan perbedaan suhu udara antara siang dan malam hari yang cukup tinggi berkisar antara 3-5 C dengan kisaran suhu udara 26-32 C sedangkan suhu udara optimal untuk pemeliharaan broiler agar dapat berproduksi dengan baik adalah 21-22 C (North dan Bell, 1990). Lingkungan memberikan pengaruh terbesar (70%) dalam menentukan performa ternak. North (2000) melaporkan bahwa kisaran suhu udara lingkungan yang nyaman bagi ayam untuk hidup berkisar antara 18-22 o C. Tingginya suhu udara lingkungan merupakan salah satu masalah dalam pencapaian performa broiler yang optimal. Broiler akan mengalami stress pada suhu udara yang tinggi, yang akan mempengaruhi penurunan konsumsi pakan sehingga terjadi penurunan bobot tubuh (Nova, 2008). Pemeliharaan ayam broiler, selain memperhatikan faktor bibit (genetik) perlu juga diperhatikan faktor lingkungan. Ayam yang dipelihara pada suhu udara kandang 17 o C penampilannya lebih baik daripada ayam yang dipelihara pada suhu udara 25 o C dan 29 o C. Suhu udara optimum bagi pertumbuhan ayam broiler adalah 21 o C. Indonesia termasuk daerah beriklim tropika dengan rata-rata suhu udara harian 25,2-27,9 o C. Kisaran suhu udara itu melebihi rata-rata suhu udara optimum untuk pertumbuhan ayam pedaging sehingga perlu diupayakan mencari lokasi peternakan yang lebih tinggi agar suhu udara kandang tidak jauh berbeda dengan kebutuhan optimumnya (Hawlider dan Rose, 1992). Rao et al. (2002) menyatakan bahwa pada pemeliharaan unggas di negara-negara tropis, suhu udara lingkungan merupakan stressor utama dengan kisaran suhu udara yang khas untuk waktu yang lama. Menurut Griffin et al. (2005), suhu udara ideal pemeliharaan broiler 10-22 C untuk pencapaian berat badan optimum, dan 15-27 o C untuk efisiensi pakan. Suhu udara merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada industri broiler. 11

Ketinggian tempat dari permukaan laut selalu diikuti dengan penurunan suhu udara rata-rata harian. Daerah dataran rendah memiliki ketinggian tempat berkisar antara 0-250 meter dari permukaan laut (m dpl) dan daerah dataran sedang memiliki ketinggian 250-750 m dpl. Tempat yang semakin tinggi dari atas permukaan laut suhu udaranya semakin rendah sehingga ternak akan mengkonsumsi pakan lebih banyak untuk memenuhi kebutuhan akan energinya. Suhu udara yang lebih rendah daripada kebutuhan optimumnya menyebabkan ternak akan mengkonsumsi pakan lebih banyak karena sebagian energi pakan akan diubah menjadi panas untuk mengatasi suhu udara lingkungan yang lebih rendah. Pemeliharaan ayam broiler pada daerah dataran rendah memerlukan pakan dengan kandungan energi 2.800 kkal/kg (Suarjaya dan Nuriyarsa, 1995). Dampak Bau Kotoran Ayam Terhadap Lingkungan Dampak dari usaha peternakan ayam terhadap lingkungan sekitar terutama adalah berupa bau yang dikeluarkan selama proses dekomposisi kotoran ayam. Bau tersebut berasal dari kandungan gas amonia yang tinggi dan gas hidrogen sulfida (H 2 S), dimetil sulfida, karbon disulfida, dan merkaptan. Penyebab jumlah terbesar timbulnya bau dari peternakan berasal dari berbagai komponen yang meliputi NH 3, VOCs, dan H 2 S (NRC, 2003). Senyawa yang menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam konsentrasi yang sangat kecil. Untuk H 2 S, kadar 0,47 mg/l atau dalam konsentarasi part per million (ppm) di udara merupakan batas konsentrasi yang masih dapat tercium bau busuk. Untuk amonia, kadar rendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan tetapi, kepekaan seseorang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang disebabkan oleh campuran gas (Charles dan Hariono, 1991). Bau kotoran ayam selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia yang tinggal di lingkungan sekitar peternakan, juga berdampak negatif terhadap ternak dan menyebabkan produktivitas ternak menurun. Pengelolaan lingkungan peternakan yang kurang baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak itu sendiri karena gas-gas tersebut dapat menyebabkan produktivitas ayam menurun sedangkan biaya kesehatan semakin meningkat yang menyebabkan keuntungan peternak menipis (Pauzenga, 1991). 12