BAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Hukum merupakan kaidah atau norma yang hidup dalam masyarakat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III. HASIL PENELITIAN dan ANALISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

SEKITAR EKSEKUSI. (oleh H. Sarwohadi, S.H., M.H. Hakim Tinggi PTA Bengkulu)

BAB IV. A. Analisis Terhadap Penerapan Asas Ratio Decidendi Hakim Tentang Penolakan Eksepsi dalam Perkara Cerai Talak Talak

BAB IV. memutuskan dan mengadili perkara Nomor: 207/Pdt. G/2011/PA. Kdr. tentang

BAB II VERSTEK DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF

memperhatikan pula proses pada saat sertipikat hak atas tanah tersebut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN. Eksekusi atau pelaksanaan putusan ialah tindakan yang dilaksanakan secara

P U T U S A N Nomor 100/Pdt.G/2013/PTA.Mks BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

KAJIAN HUKUM PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MEMUTUS PERKARA SENGKETA TANAH AKIBAT PERBUATAN MELAWAN HUKUM

KAPAN PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAARD DAPAT DIAJUKAN ULANG?

JAMINAN. Oleh : C

BAB I PENDAHULUAN. melidungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

BAB I PENDAHULUAN. yang telah didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama. Pencabutan gugatan

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

: KAJIAN YURIDIS PUTUSAN NIET ONTVANKELIJKE VERKLAAD HAKIM DALAM PERKARA NO.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik

PENYELESAIAN SENGKETA KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN TATA USAHA NEGARA

BAB III PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA OLEH PEJABAT TATA USAHA NEGARA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KUMULASI GUGATAN. Secara istilah, kumulasi adalah penyatuan; timbunan; dan akumulasi

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

EKSEKUSI TERHADAP KEPUTUSAN HAKIM YANG MEMPUNYAI KEKUATAN HUKUM TETAP DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

TINJAUAN HUKUM TENTANG KENDALA-KENDALA EKSEKUSI YANG TELAH INKRACHT (Studi Pada Pengadilan Negeri Palu) TEGUH SURIYANTO / D

BAB I PENDAHULUAN. zoon politicon, yakni sebagai makhluk yang pada dasarnya. selalu mempunyai keinginan untuk berkumpul dengan manusia-manusia lainnya

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

BAB III. PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI No. 368 K/AG/1995. A. Ruang Lingkup Kekuasaan Mahkamah Agung

Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui kekuatan pembuktian alat bukti

BAB 1 PENDAHULUAN. Liberty, 1981), hal ), hal. 185.

BAB IV. ANALISIS TERHADAP PUTUSAN NO. 0688/Pdt.G/2011/PA.Tbn TENTANG PENCABUTAN GUGATAN TANPA PERSETUJUAN TERGUGAT DALAM PERKARA CERAI GUGAT

P U T U S A N Nomor 271/Pdt/2013/PT.Bdg. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA L A W A N D A N

R I N G K A S A N. setiap perkara perdata yang diajukan kepadanya dan Hakim berkewajiban membantu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peranan hukum di dalam pergaulan hidup adalah sebagai sesuatu yang

P U T U S A N Nomor 000/Pdt.G/2014/PTA.Btn DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. memiliki tujuan sebagai badan yang dibentuk untuk melakukan upaya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

PELAKSANAAN LELANG EKSEKUSI TERHADAP TANAH BERIKUT BANGUNAN YANG DIJAMINKAN DI BANK DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN NEGERI SURAKARTA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah mempunyai peranan yang besar dalam dinamika. didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh para pihak.

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA INFORMASI PUBLIK DI PENGADILAN

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya menurut Sudikno Mertokusumo yang dimaksud dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB III. Upaya Hukum dan Pelaksanaan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. oleh Pejabat Tata Usaha Negara

P U T U S A N Nomor : 0012/Pdt.G/2014/PTA Pdg. BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

UPAYA PERLAWANAN HUKUM TERHADAP EKSEKUSI PEMBAYARAN UANG DALAM PERKARA PERDATA (Studi Kasus Pengadilan Negeri Surakarta)

FUNGSI MAHKAMAH AGUNG DALAM MENERIMA PENINJAUAN KEMBALI SUATU PERKARA PIDANA 1 Oleh: Eunike Lumi 2

BAB IV. tunduk dan patuh pada putusan yang dijatuhkan. 1

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Perdata (Burgerlijkrecht) ialah rangkaian peraturan-peraturan

BAB I PENDAHULUAN. beli, tetapi disebutkan sebagai dialihkan. Pengertian dialihkan menunjukkan

PENTINGNYA PENCANTUMAN KETIDAKBERHASILAN UPAYA PERDAMAIAN (DADING) DALAM BERITA ACARA SIDANG DAN PUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. Oleh karena dalam Undang-Undang No. 3 tahun 2009 mengenai. Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 14 tahun 1985 tentang Mahkamah

Hal. 1 dari 11 hal. Put. No. 105/Pdt.G/2014/PTA Mks.

BAB I PENDAHULUAN. adalah termasuk perbankan/building society (sejenis koperasi di Inggris),

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I. Eksekusi pada hakekatnya tidak lain ialah realisasi daripada kewajiban pihak yang

BAB IV PEMBAHASAN. Dasar pertimbangan hakim dalam mengabulkan permohonan dispensasi nikah dibawah umur di Pengadilan Agama Bantul

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN SITA JAMINAN ATAS BENDA BERGERAK PADA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia ada tata hukum yaitu tata tertib dalam pergaulan hidup

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 26/PUU-XV/2017 Pembatalan Putusan Arbitrase

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

III. PUTUSAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN

UPAYA HUKUM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA

MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

PENCABUTAN PERKARA DI PERADILAN AGAMA

Indonesia (Jakarta: Kencana, 2007), h Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan

P U T U S A N Nomor : 52/PDT/2012/PT.MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA.

BAB I PENDAHULUAN. Penyelesaian Sengketa (APS) atau Alternative Dispute Resolution (ADR). 3 Salah satu

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENETAPKAN DAPAT DITERIMANYA CONSERVATOIR BESLAG SEBAGAI PELAKSANAAN EKSEKUSI RIIL ATAS SENGKETA TANAH

P U T U S A N NOMOR :380/PDT/2015/PT. BDG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA,

BAB IV. rumah tangga dengan sebaik-baiknya untuk membentuk suatu kehidupan. tangga kedua belah pihak tidak merasa nyaman, tenteram dan mendapaatkan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PROSES PEMERIKSAAN DI MUKA SIDANG DALAM PERKARA WARIS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2002 TENTANG GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

P U T U S A N. Nomor : 99/Pdt.G/2011/MS-Aceh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Drs. H. Zulkarnain Lubis, MH BAGIAN KEPANITERAAN Judul SOP Pelaksanaan Persidangan Perkara Gugatan Cerai Gugat

Perlawanan terhadap sita eksekutorial (executorial beslag) oleh pihak ketiga di pengadilan negeri (studi kasus di pengadilan negeri Sukoharjo)

TERBANDING, semula PENGGUGAT;

PENETAPAN AHLI WARIS DAN P3HP /PERMOHONAN PERTOLONGAN PEMBAGIAN HARTAPENINGGALAN

BAB III PUTUSAN MAHKMAH AGUNG NO. 184 K/AG/1995 TENTANG KEDUDUKAN AHLI WARIS ANAK PEREMPUAN BERSAMA SAUDARA PEWARIS

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana ungkapan ubi societas ibi ius atau dimana ada. liar, siapa yang kuat dialah yang menang. Tujuan hukum adalah untuk

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 3, Tahun 2016 Website :

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PUTUSAN VERSTEK. yang bersifat memaksa. Hukum menyerahkan sepenuhnya apakah tergugat

Oleh Helios Tri Buana

BAB I PENDAHULUAN. Pertanahan Nasional juga mengacu kepada Pasal 33 ayat (3) UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. mengadili, memutuskan dan menyelesaikan perkara untuk menegakkan hukum

BAB I PENDAHULUAN. dapat menyalurkan kredit secara lancar kepada masyarakat. Mengingat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana

P U T U S A N Nomor 00/Pdt.G/2012/PTA.Btn. BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIM DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Untuk menghadapi

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Hukum merupakan kaidah atau norma yang hidup dalam masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis/lisan, di mana norma tersebut bertujuan untuk menciptakan kondisi masyarakat yang aman dan tentram. Apabila seseorang telah dilanggar haknya, maka orang tersebut dapat menggunakan hukum untuk memulihkan kedudukannya (restitutio in integretum). 1 Hal ini dilakukan dengan cara mengajukan gugatan kepada Pengadilan. Pengadilan bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang diajukan kepadanya dan tidak boleh menolaknya dengan dalih tidak ada hukumnya. 2 Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membeda-bedakan orang (equality before the law). Pengadilan juga membantu para pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk dapat tercapainya peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan. Terdapat satu kasus sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Negeri Pariaman mengenai tuntutan perbuatan melawan hukum yang diajukan oleh Muslim dalam hal ini bertndak untuk diri sendiri dan selaku mamak kepala waris dalam kaumnya (Penggugat) melawan : 1 Dr. Marwan Mas, SH., MH., Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2011, Hal 111. 2 Pasal 10 Ayat 1 Undang-undang no 48 tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman. 1

A. 1. St. Mek Ilu (Tergugat A1) 2. N. Dt. Kando Marajo (alm) atau penggantinya sepanjang adat yakni Bachtiar Dt. Kando Marajo (Tergugat A2) 3. Ali Umar (Tergugat A3) 4. Fatimah (Tergugat A4) 5. Mariani (Tergugat A5) 6. Bujang (Tergugat A6) B. NEGARA REPUBLIK INDONESIA, qq Kepala Badan Pertanahan Nasional qq Kepala Badan Pertanahan Nasional Tingkat 1 Sumatera Barat qq Kepala Badan Pertanahan Daerah Tingkat II Kabupaten Padang Pariaman, selanjutnya disebut Tergugat B. C. NEGARA REPUBLIK INDONESIA, qq Bank Rakyat Indonesia qq Kanwil Bank Rakyat Indonesia Sumatera Barat qq. Kepala Unit Bank Rakyat Indonesia Lubuk Alung, selanjutnya disebut Tergugat C. Kasus ini bermula ketika Tergugat menguasai secara melawan hukum tanah pusaka tinggi milik Kaum Penggugat. Tanah pusaka tinggi adalah hak kebendaan bersama atas tanah oleh para anggota kaum/suku, yang berlaku di daerah Minangkabau. Gugatan tersebut diperiksa dan diadili di Pengadilan Negeri Pariaman, di bawah Regester No.14/PDT.G/1991/PN.PRM. Dalam Amar putusannya, Pengadilan Negeri Pariaman menyatakan bahwa Gugatan Penggugat tidak dapat diterima (niet 2

ontvankelijke verklaard) karena gugatan yang diajukan oleh penggugat kurang pihak. Dari Putusan Pengadilan Negeri Pariaman tersebut, pihak Penggugat mengajukan upaya hukum Banding. Putusan Pengadilan Tinggi Padang yang memeriksa permohonan Banding Pihak Penggugat menyatakan dalam Amar Putusannya yaitu membatalkan putusan Pengadilan Negeri Pariaman tertanggal 30 November 1991 dan mengadili sendiri, yang amarnya menyatakan, antara lain : memerintahkan kepada Pegadilan Negeri Pariaman untuk membuka kembali persidangan dengan memanggil pihak-pihak yang tersangkut dalam perkara ini dan agar Pengadilan Negeri Pariaman memeriksa dan memutus pokok perkara, dan memerintahkan pengiriman berkas perkara ke Pengadilan Negeri Pariaman. Oleh karena putusan Pengadilan Tinggi Padang pada tingkat Banding tersebut di atas memerintahkan kepada Pengadilan Negeri Pariaman untuk memeriksa dan memutus pokok perkara dan berkas perkaranya dikembalikan kepada Pengadilan Negeri Pariaman, maka Pengadilan melakukan pemeriksaan kembali untuk kedua kalinya dengan nomer register yang sama dengan perkara terdahulu (tanpa perubahan gugatan, sedangkan pada putusan pertama dinyatakan tidak dapat diterima karena subyeknya kurang lengkap), Maka sudah bisa dibayangkan bahwa Putusan Pengadilan Tinggi Padang tersebut akan memiliki potensi masalah baik dalam segi eksekusinya maupun dalam segi hukum acaranya. Hakim diberikan kemandirian oleh Konstitusi sebagaimana tertuang dalam pasal 3 Undang-undang No 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. Dalam UUD 1945, kekuasaan kehakiman merupakan 3

kekuasaan yang merdeka, artinya bebas dari pengaruh, campur tangan dan tekanan fisik maupun psikis dari pihak luar (independent justice). 3 Di samping itu, putusan hakim juga harus dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya dari segi keilmuan, segi formal perundang-undangan dan segi keadilan. Secara moral tanggung jawab tersebut putusan adalah kepada diri sendiri, masyarakat dan Tuhan yang Maha Kuasa. Berdasarkan uraian tersebut diatas penulis tertarik untuk menulis tentang: KAJIAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN TINGGI PADANG ATAS PERKARA No. 40/Pdt.G/1992/PT.PDG 3 UUD 1945 Bab IX tentang kekuasaan kehakiman Pasal 24 ayat 1 hasil perubahan ketiga disahkan 10 November 2001. 4

B. Latar Belakang Masalah Dalam proses persidangan, apabila para pihak yang bersengketa merasa tidak puas dengan Putusan tingkat pertama (Pengadilan Negeri), maka para pihak dapat mengajukan upaya hukum. Upaya hukum dibedakan menjadi 2 yaitu Upaya Hukum Biasa dan Upaya Hukum luar biasa. Upaya hukum biasa adalah Banding dan Kasasi. Sedangkan upaya hukum luar biasa adalah Peninjauan Kembali (Request civil). Upaya hukum Banding diadakan oleh pembuat Undang-undang karena dikhawatirkan bahwa hakim yang mana adalah seorang manusia biasa, membuat kesalahan dalam menarik fakta hukum atau kesalahan dalam mempertimbangkan fakta dengan dasar hukum yang dipakai sehingga masalah dalam menjatuhkan suatu putusan 4. Ketentuan mengenai upaya hukum banding diatur dalam Undang Undang No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (Pasal 26) dan Undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara Pasal 122-Pasal 130. 5 Sedangkan upaya hukum Kasasi menurut Soepomo adalah tindakan Mahkamah Agung untuk menegakkan dan membetulkan hukum, jika hukum ditentang oleh putusan-putusan hakim pada tingkat-tingkat tertinggi (Retno Wulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1989:157) 6. Awalnya upaya hukum kasasi diatur dalam 4 Moh.Taufik Makarao SH, MH., Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hal 164. 5 Ibid., hal 165. 6 Ibid., hal 189. 5

Undang-undang No. 1 tahun 1950 yang kemudian tidak berlaku karena dikeluarkannya Undang-undang No. 13 tahun 1965 kemudian Undangundang No. 13 tahun 1965 diganti dengan Undang-undang No. 14 tahun 1985 7, tentang Mahkamah Agung. (untuk Peradilan Umum diatur dalam Pasal 43 54). Pada awalnya, Penggugat Muslim menyalang pinjamkan tanahnya kepada tergugat. Salang pinjam dalam adat Minangkabau sama dengan gadai mnyerahkan kenikmatan atas tanah kepada pihak kreditur dengan imbalan sejumlah uang selama jangka waktu tertentu dengan kewajiban untuk menebus uang gadai tersebut. Tanah yang disalang pinjamkan tersebut, disertifikatkan oleh Tergugat tanpa setahu dan seizin penggugat. Penggugat pun menggugat tergugat. Dalam pemeriksaan pertama di Pengadilan Negeri Pariaman dengan register perkara No. 14/pdt/G/1991/PN.PRM tertanggal 30 November 1991 Pengadilan Negeri Pariaman menjatuhkan putusan bahwa gugatan yang diajukan Penggugat dunyatakan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard). Pengadilan Negeri Pariaman menyatakan dalam putusannya bahwa gugatan dari penggugat (Muslim) tidak dapat diterima karena terdapat pihak lain yang menempati obyek sengketa tapi tidak dimasukkan sebagai tergugat dalam surat gugatan penggugat. Putusan itu didasarkan kepada pertimbangan bahwa pada saat pemeriksaan setempat atas obyek sengketa, diketahui adanya pihak lain yang menempati obyek sengketa tersebut. Oleh 7 ibid 6

karena pihak penggugat tidak menerima putusan dari Pengadilan Negeri Pariaman, maka penggugat menempuh upaya hukum Banding. Dalam pemeriksaan Banding No. 40/pdt.G/1992/PT PDG tertanggal 18 Mei 1992 tersebut, Pengadilan Tinggi Padang dalam putusannya membatalkan putusan Pengadilan Negeri Pariaman dan mengadili sendiri memerintahkan kepada Pengadilan Negeri Pariaman untuk membuka persidangan kembali dengan memanggil pihak-pihak yang tersangkut dalam perkara ini dan agar Pengadilan Negeri Pariaman memeriksa dan memutus pokok perkara dan mengembalikan berkas kepada Pengadilan Negeri Pariaman. Karena tidak puas dengan Putusan Banding tersebut Penggugat mengajukan permohonan kasasi. Dalam amar putusan kasasi No. 462/K/pdt/1993 tertanggal 24 Agustus 1993 Mahkamah Agung menolak permohonan Kasasi yang diajukan pemohon yang diwakili oleh kuasanya dan menghukum pemohon Kasasi untuk membayar biaya perkara dalam tingkat Kasasi. Kemudian Pengadilan Negeri Pariaman membuka kembali persidangan berdasarkan putusan dari Pengadilan Tinggi No. 462/K/pdt/1993 tertanggal 24 Agustus 1995 dan dalam amarnya menyatakan bahwa Pengadilan Negeri Pariaman mengabulkan gugatan dari penggugat untuk sebagian. Tergugat yang terkejut dengan putusan Pengadilan Negeri Pariaman tersebut (karena merasa sudah menang dalam putusan terdahulu), mengajukan upaya hukum. Dan pihak tergugat dikalahkan dalam upaya hukum Banding dan Kasasi. 7

Dalam kasus di atas, terdapat dua putusan yang berbeda dan dilakukan dua kali persidangan. Putusan yang berbeda menyebabkan perkara tersebut sampai sekarang tidak dapat dieksekusi. Hal ini dikarenakan Pengadilan Tinggi dalam amar putusannya menyebutkan bahwa Pengadilan Tinggi memerintahkan Pengadilan Negeri untuk membuka kembali sidang untuk memeriksa dan memutus pokok perkara. Putusan akhir merupakan tindakan atau perbuatan hakim sebagai penguasa atau pelaksana kekuasaan kehakiman (judicative power) untuk menyelesaikan dan mengakhiri sengketa yang terjadi di antara para pihak yang berperkara. 8 Yang perlu diketahui mengenai putusan akhir dari Pengadilan tingkat pertama adalah : 1. Bahwa dalam putusan akhir menampung secara formil semua fakta yang ditemukan dan Putusan Sela yang diambil. 2. Menetapkan secara pasti hubungan hukum antara para pihak. Putusan Pengadilan Negeri berkaitan dengan penetapan kepastian hubungan hukum para pihak, ada yang bersifat positif dan bersifat negatif. Putusan yang bersifat positif adalah putusan yang memberikan kepastian hak kepada penggugat maupun tergugat. Contoh dari putusan Pengadilan Negeri yang bersifat positif adalah putusan yang mengabulkan gugatan dari penggugat. Sedangkan putusan yang bersifat negatif adalah putusan yang belum memberikan kepastian kepada penggugat maupun tergugat. Contohnya adalah putusan Pengadilan Negeri yang menyatakan bahwa 8 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hlm 168. 8

gugatan yang diajukan tidak dapat diterima (Niet ontvankelijk verklaard). Putusan ini bisa dijatuhkan apabila yang mengajukan gugatan adalah kuasa yang tidak didukung oleh surat kuasa khusus yang memenuhi syarat yang digariskan Pasal 123 HIR jo. SEMA No. 1 tahun 1947 jo. SEMA No. 4 tahun 1996. Selain itu, putusan Niet Ontvankelijk verklaard juga bisa dijatuhkan apabila dalam gugatan terdapat unsur error in persona dan apabila gugatan yang diajukan diluar yurisdiksi (kompetensi) absolut atau relatif Pengadilan. 9 Menyangkut tentang kewenangan Hakim Pengadilan Tinggi yang dalam amar putusannya menyebutkan bahwa Pengadilan Tinggi memerintahkan kepada Pengadilan Negeri Pariaman untuk membuka persidangan kembali dan memutus pokok perkara, tidak diatur secara jelas atau spesifik dalam undang-undang. Bentuk-bentuk putusan Pengadilan Tinggi adalah : 1. Menyatakan Banding tidak dapat diterima 2. Menguatkan putusan Pengadilan Negeri 3. Membatalkan putusan Pengadilan Negeri dan mengadili sendiri Awalnya, kewenangan yudikatif hanya ada pada peradilan umum. Masih belum ada pembagian wewenang mengadili dari peradilan umum. Semua perkara masuk ke peradilan umum. Tapi sekarang sudah dilakukan pembagian kewenangan dengan dibentuknya Peradilan Agama yang 9 M. Yahya Harahap SH., Hukum Acara Perdata tentang gugatan,persidangan,penyitaan, pembuktian dan putusan pengadilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2011, Hal 888-893. 9

berwenang mengadili dan memutus sengketa bagi yang beragama islam, Peradilan Tata Usaha Negara yang berwenang mengadili dan memutus sengketa Tata Usaha Negara, dan Peradilan Militer yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa militer. Rumusan pasal 15 Undang- Undang 20 tahun 1947 sebenarnya mengatur tentang masalah kewenangan mengadili dari pengadilan. Karena pada waktu undang-undang ini dibuat, belum ada pembagian kewenangan mengadli dari Peradilan Umum. Contohnya adalah apabila Pengadilan Negeri dalam suatu perkara berpendapat bahwa ia tidak berwenang mengadili perkara tersebut tapi Pengadilan Tinggi berpendapat lain maka, Pengadilan Tinggi dapat memutus sendiri atau memerintahkan Pengadilan Negeri untuk memutus perkara tersebut. Tapi dalam perkembangannya, masalah kewenangan dijadikan salah satu putusan yang bersifat negatif. Sehingga dari putusan yang semacam ini, rumusan pasal 15 Undang-Undang no. 20 tahun 1947 tentang pemeriksaan ulangan untuk daerah Jawa dan Madura masih diberlakukan. Dalam pasal 15 ayat 2 Undang-undang no. 20 tahun 1947 terhadap putusan Pengadilan Negeri yang bersifat negatif 10 disebutkan bahwa : Jika hakim Pengadilan Negeri memutuskan bahwa ia tidak berhak memeriksa perkaranya tapi Pengadilan Tinggi berpendapat lain, maka Pengadilan Tinggi dapat menyuruh Pengadilan Negeri memutus perkaranya atau memutus sendiri perkaranya. 10 M. Yahya Harahap SH., Kekuasaan Pengadilan Tinggi dan proses pemeriksaan perkara perdata dalam tingkat banding, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, Hal 165. 10

Dari bunyi pasal tersebut bisa ditarik pengertian bahwa Pengadilan Tinggi mempunyai 2 (dua) pilihan jika dihadapkan dengan putusan Pengadilan Negeri yang bersifat negatif yaitu Pengadilan Tinggi bisa menyuruh Pengadilan Negeri untuk memutus perkaranya dengan mengembalikan berkas perkara atau Pengadilan Tinggi memutus sendiri perkaranya. Pilihan yang pertama dapat diambil oleh Pengadilan Tinggi apabila materi pokok perkara belum dilakukan oleh Pengadilan Negeri. Sedangkan opsi yang kedua dapat diambil oleh Pengadilan Tinggi apabila materi pokok perkara yang meliputi pemeriksaan perkara, pemeriksaan saksi dan alat bukti sudah dilakukan oleh Pengadilan Negeri. 11 Yang menjadi masalah dalam tulisan ini adalah bahwa materi pokok perkara sudah dilakukan secara menyeluruh oleh Pengadilan Negeri tapi Pengadilan Tinggi malah mengembalikan berkas perkara kepada Pengadilan Negeri untuk diputus pokok perkaranya. Terlebih lagi, pemeriksaan di tingkat banding merupakan pemeriksaan kedua dan terakhir dari segi peristiwa maupun hukumnya 12. Perkara yang diajukan banding menjadi mentah kembali dan harus diperiksa kembali oleh Pengadilan Tinggi. C. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian tersebut, rumusan masalah yang dapat ditarik oleh penulis adalah sebagai berikut : 11 Ibid., hal 167. 1. Apakah kewenangan dari Pengadilan Tinggi? 12 Bambang Sutiyoso SH Mhum, Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2005, hal 74. 11

2. Bagaimana kewenangan Pengadilan Tinggi Padang dalam perkara No. 40/Pdt.G/1992/PT.PDG? D. Tujuan Penelitian Dari latar belakang rumusan permasalahan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah Putusan Pengadilan Tinggi Padang No. 40/Pdt.G/1992/PT.PDG dengan amarnya yang menyebutkan tentang pengembalian berkas kepada Pengadilan Negeri untuk membuka kembali persidangan dan memutus pokok perkara sudah tepat menurut hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku atau belum. E. Metodologi Penelitian 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Masalah Dari latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, hal ini didasarkan karena permasalahan yang diteliti menyangkut hubungan antara faktor normatif dan yuridis. Pendekatan yuridis itu adalah memahami masalah dipandang dari kaidah hukum dan perundang-undangan. Dan metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya 13. 13 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Bina Cipta, Bandung, 1985, Hal 36. 12

Dengan metode penelitian yurudis normatif, maka pendekatan yang akan digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah : Pendekatan undang-undang (statute approach) pendekatan yang menggunakan legislasi dan regulasi, dimana pendekatan ini dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani 14. dan, Pendekatan kasus (case approach) pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah putusan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk mencari ratio decidendi atau reasoning hakim dari kasus tersebut. 15 Jadi dapat disimpulkan bahwa metode penelitian normatif ini merupakan suatu prosedur ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Dalam hal ini adalah untuk menemukan apakah amar putusan banding Putusan Banding Pengadilan Tinggi No. 40/pdt.G/1992/PT PDG tertanggal 24 Agustus 1992, sudah sesuai dengan hukum yang berlaku. 2. Jenis dan Teknik Pengumpulan data Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : 14 Peter mahmud marzuki, Penelitian Hukum, Prenada media, Jakarta, 2005, hal 97. 15 Ibid., hal 119. 13

a. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya memiliki otoritas. 16 Bahan Hukum primer disamping peraturan perundang-undangan yang memiliki otoritas adalah putusan pengadilan yang merupakan konkretisasi dari perundang-undangan (law in action) 17. Di samping itu Penulis juga akan mengadakan wawancara dengan beberapa Hakim Pengadilan Tinggi untuk mengetahui pendapatnya mengenai masalah ini b. Bahan hukum sekunder yaitu buku teks berisi mengenai prinsipprinsip dasar ilmu hukum dan pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai kualifikasi tinggi 18. 3. Unit Amatan dan Unit Analisa Unit amatan adalah bahan-bahan yang mempunyai relevansi di dalam penelitian, yang akan diamati oleh penulis adalah : Putusan No. 14/Pdt/G/1991 PN.PRM Putusan No. 40/Pdt.G/1992 PT.PDG Putusan No. 462 K/Pdt/1993 Putusan No. 14/Pdt.G/1991/PN PRM 16 Ibid., Hal 141 17 Ibid., Hal 142 18 Ibid 14

Putusan No. 170/Pdt/1999.PT.PDG Putusan No. 2579 K/Pdt/2000. Sedangkan yang menjadi unit analisa dalam tulisan ini adalah Kewenangan Pengadilan Tinggi dalam putusan no. 40/Pdt.G/1992 PT.PDG yang memerintahkan Pengadilan Negeri Pariaman untuk membuka persidangan kembali dan memutus pokok perkara. 15