PERFORMA TELUR TETAS BURUNG PUYUH JEPANG PERBEDAAN BOBOT TELUR

dokumen-dokumen yang mirip
PERFORMA TELUR TETAS BURUNG PUYUH JEPANG (Coturnix coturnix japonica) BERDASARKAN PERBEDAAN BENTUK TELUR

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

Penyiapan Mesin Tetas

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

PENGARUH BENTUK TELUR DAN BOBOT TELUR TERHADAP JENIS KELAMIN, BOBOT TETAS DAN LAMA TETAS BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix Japonica)

PENGARUH BOBOT DAN FREKUENSI PEMUTARAN TELUR TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS ITIK LOKAL

THE EFFECT OF LIGHT COLOR ON FEED INTAKE, EGG PRODUCTION, AND FEED CONVERSION OF JAPANESE QUAIL (Coturnix-coturnix japonica) ABSTRACT

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

KAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

Hasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

IMBANGAN JANTAN- BETINA TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN KEMATIAN EMBRIO PADA BURUNG PUYUH

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

PENGARUH SUPLEMENTASI ASAM AMINO METIONIN DAN LISIN DALAM RANSUM TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS DAN MORTALITAS TELUR BURUNG PUYUH

PENGARUH BANGSA ITIK ALABIO DAN MOJOSARI TERHADAP PERFORMAN REPRODUKSI (REPRODUCTIVE PERFORMANCE OF ALABIO AND MOJOSARI DUCKS) ABSTRACT ABSTAAK

PENGARUH BENTUK TELUR DAN BOBOT TELUR TERHADAP JENIS KELAMIN, BOBOT TETAS DAN LAMA TETAS BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix Japonica)

PENGARUH PENAMBAHAN FITASE DALAM RANSUM TERHADAP PERFORMA BURUNG PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica)

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA

PEMANFAATAN TEPUNG CANGKANG TELUR AYAM RAS DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) SKRIPSI OLEH:

PENGARUH UMUR DAN BOBOT TELUR ITIK LOKAL TERHADAP MORTALITAS, DAYA TETAS, KUALITAS TETAS DAN BOBOT TETAS

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

CIRI - CIRI FISIK TELUR TETAS ITIK MANDALUNG DAN RASIO JANTAN DENGAN BETINA YANG DIHASILKAN ABSTRACT ABSTAAK

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

PENGARUH JUMLAH TELUR TERHADAP BOBOT TELUR, LAMA MENGERAM, FERTILITAS SERTA DAYA TETAS TELUR BURUNG KENARI

Karakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.

Efektifitas Berbagai Probiotik Kemasan Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Burung Puyuh (Coturnix coturnix japonica)

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA

PENGARUH FREKUENSI PEMUTARAN DAN PEMBILASAN DENGAN LARUTAN DESINFEKTANTERHADAP DAYA TETAS, MORTALITAS DAN BOBOT TETAS AYAM ARAB

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

Performa Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG DAUN KATUK (Sauropus androgynus (L.) Merr.) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR ITIK LOKAL SKRIPSI LILI SURYANINGSIH

1. Pendahuluan. 2. Kajian Pustaka RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS

Pengaruh Umur Telur Tetas Itik Mojosari dengan Penetasan Kombinasi terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 1. Telur itik Pajajaran sebanyak 600 butir. Berasal dari itik berumur 25 35

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

Pengaruh Lanjutan Substitusi Ampas Tahu pada Pakan Basal (BR-2) Terhadap Penampilan Ayam Broiler Umur 4-6 Minggu (Fase Finisher)

PENDAHULUAN. Puyuh petelur Jepang (Coturnix coturnix japonica) merupakan penyedia telur

THE EFFECTS OF THE BRANDS OF LAMPS ON THE RADIATION HEAT AS THE HEAT SOURCE OF POULTRY HATCHERIES

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TELUR TETAS ITIK TEGAL TERHADAP BOBOT TELUR, BOBOT TETAS DAN DAYA HIDUP DOD. Oleh RINAH YULIANAH

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PENGARUH KONSENTRASI ASAP CAIR TEMPURUNG KELAPA PADA FUMIGASI TELUR ITIK TERHADAP DAYA TETAS DAN KEMATIAN EMBRIO

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP DAYA TETAS DAN HASIL TETAS TELUR ITIK (Anas plathyrinchos)

Penelitian ini telah dilakukan selama 2 bulan pada bulan Februari-Maret di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi, dan Laboratorium

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL

Afriansyah Nugraha*, Yuli Andriani**, Yuniar Mulyani**

PERBANDINGAN FERTILITAS SERTA SUSUT, DAYA DAN BOBOT TETAS AYAM KAMPUNG PADA PENETASAN KOMBINASI

I. JUDUL Prospek Budidaya Burung Puyuh

SURYA AGRITAMA Volume 5 Nomor 1 Maret 2016

PEMBIBITAN DAN PENETASAN

PENGARUH JENIS BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) DENGAN PEMBERIAN PAKAN KOMERSIAL YANG BERBEDA TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI PERIODE BERTELUR

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI TELUR BURUNG PUYUH

HASIL DAN PEMBAHASAN. tetas dan ruang penyimpanan telur. Terdapat 4 buah mesin tetas konvensional dengan

FERTILITAS, DAYA TETAS DAN BERAT TETAS TELUR BURUNG PUYUH PADA BERAT TELUR YANG BERBEDA SKRIPSI. Oleh: YAFET RUMENGAN DUALOLO I

PENDAHULUAN. terutama telurnya. Telur puyuh sangat disukai karena selain bentuknya yang

PENGARUH UMUR TELUR TETAS PERSILANGAN ITIK TEGAL DAN MOJOSARI DENGAN PENETASAN KOMBINASI TERHADAP FERTILITAS DAN DAYA

KAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

PENAMPILAN ANAK ITIK YANG DIPELIHARA BERDASARKAN KELOMPOK BOBOT TETAS KECIL, BESAR DAN CAMPURAN SKRIPSI KOMARUDIN

Pengaruh Umur Induk dan Specific...Netty Siboro PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPESIFIC GRAVITY TERHADAP KARAKTERISTIK TETASAN

DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL LUAR HALAMAN SAMPUL DALAM LEMBAR PENGESAHAN

PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena

THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN FINISHER PERIOD

Lokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal

MATERI DAN METODE. Materi

PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPECIFIC GRAVITY TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS EMBRIO

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas

MATERI DAN METODE. Materi

PENAMPILAN PRODUKSI AYAM BROILER YANG DIBERI TEPUNG GAMBIR (Uncaria Gambir Roxb) SEBAGAI FEED ADDITIVE DALAM PAKAN.

Transkripsi:

PERFORMA TELUR TETAS BURUNG PUYUH JEPANG (Coturnix coturnix japonica) BERDASARKAN PERBEDAAN BOBOT TELUR PERFORMANCE HATCHING EGG OF JAPANESE QUAIL (Coturnix coturnix japonica)) BASED ON EGG WEIGHT DIFFERENCE MIRZA FANTIANA NUGRAHA 1, RACHMAT SOMANJAYA 2, DINI WIDIANINGRUM 2 1. Alumni Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Majalengka 2. Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Majalengka Alamat : Jln. K.H Abdul Halim No. 103 Majalengka - Jawa Barat 45418 e-mail : mirzafantiananugraha@gmail.com ABSTRACT The Research was conducted at Faculty of Agriculture Laboratory Majalengka University, and starting on June 10-30 th 2016. The aims of this research are to quantify the size of an egg weight difference to the performance of hatching eggs Japanese quail (Coturnix coturnix japonica) and determine the weight of the egg which produces hatching the better eggs performance. This reseach uses a completely randomized design (CRD) with three treatments as mild (B1 = 9.5 to 10.5 g), intermediate (B2 = 10.6 to 11.5 g), and heavy (B3 = 11.6-12.6 g), each treatment was repeated sevenfold, each replication consisted of 5 eggs, so the total eggs are used as many as 105 eggs. The results showed that the weight of quail eggs does not provide significant effect (P<0,05) on fertility, long hatching, hatchability and gender, but the real impact on the weight of the hatching. The eggs were hatched normal sized and ideal. Light and medium weight category to show a good performance, and the best category is the category weight more females produce approximately 57.14%. Keywords: Performance hatchbility, Quail, Weights Egg ABSTRAK Penelitan dilaksanakan di Laboratorium Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Majalengka, mulai tanggal 10-30 Juni 2016. Tujuan penelitian yaitu untuk mengukur besarnya pengaruh perbedaan bobot telur terhadap performa telur tetas burung puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) dan mengetahui bobot telur yang menghasilkan performa telur tetas paling baik. ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan yaitu ringan (B1=9,5-10,5 g), sedang (B2=10,6-11,5 g), dan berat (B3=11,6-12,6 g), setiap perlakuan diulang 7 kali, setiap ulangan terdiri atas 5 butir telur, sehingga total telur yang digunakan sebanyak 105 butir. Hasil penelitian menunjukan bahwa bobot telur burung puyuh tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap fertilitas, lama tetas, daya tetas dan jenis kelamin, tetapi berpengaruh nyata terhadap bobot tetas. Telur yang ditetaskan berukuran normal dan ideal. Kategori bobot ringan dan sedang menunjukan performa yang baik, dan kategori terbaik yaitu kategori berat yang lebih banyak menghasilkan betina sekitar 57,14 %. Kata Kunci : Performa Telur Tetas, Puyuh, Bobot Telur PENDAHULUAN Burung puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang telah mengalami domestikasi. Jenis burung puyuh yang paling populer adalah jenis burung puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica). Burung puyuh adalah salah satu unggas penghasil telur yang merupakan sumber protein hewani bagi masyarakat. Masyarakat Jepang, China, Amerika, dan beberapa negara Eropa telah mengkonsumsi telur dan dagingnya karena burung puyuh bersifat dwiguna. Burung puyuh terus dikembangkan keseluruh penjuru dunia, sedangkan di Indonesia burung puyuh mulai dikenal dan diternakkan sejak tahun 1979 (Progressio, 2003). Burung puyuh mempunyai ciri-ciri badannya kecil, bulat dan ekornya sangat pendek (Helinna dan Mulyantono, 2002). Burung puyuh memiliki kesuburan yang tinggi, mencapai dewasa kelamin dalam waktu 75

singkat, sekitar 6 minggu, lama menetas singkat yaitu 16-17 hari (Tetty, 2002). Burung puyuh dapat bertelur sebanyak 300 butir/tahun (Helinna dan Mulyantono, 2002). Ketersediaan bibit burung puyuh unggul merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam produktifitas burung puyuh selain pakan, manajemen dan faktor lingkungan. Ketersediaan bibit unggul salah satunya dipengaruhi oleh penetasan. Penetasan telur dapat dilakukan dengan menggunakan mesin tetas. Pada prinsipnya mesin tetas buatan menyediakan lingkungan yang sesuai dengan perkembangan embrio sampai telur menetas (Suprijatna et al., 2005). Keberhasilan penetasan dapat ditentukan dengan seleksi telur sebelum ditetaskan. Adapun penyeleksian telur berdasarkan bobot telur yang terbagi yaitu ringan, sedang, dan berat. Performa telur tetas puyuh yang diamati adalah fertilitas, lama tetas, daya tetas, bobot tetas, dan jenis kelamin. Umumnya peternak burung puyuh menghendaki telur yang menetas sehat, berbobot tetas tinggi dan berjenis kelamin betina. Selain itu peternak juga menghendaki telur dengan fertilitas dan daya tetas tinggi supaya lebih menghemat biaya. Dalam hal ini telur burung puyuh yang ditetaskan diharapkan dapat dijadikan sebagai bibit unggul, dapat diketahui besarnya pengaruh perbedaan bobot telur terhadap performa telur tetas dan menghasilkan performa telur tetas yang paling baik. Seleksi telur tetas sangat penting untuk dilakukan sehingga mendorong penulis untuk melakukan penelitian dengan judul Performa Telur Tetas Burung Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) Berdasarkan Perbedaan Bobot Telur MATERI DAN METODE Tempat, alat dan Bahan ini akan dilaksanakan di Laboratorium Faperta Universitas Majalengka mulai tanggal 10 sampai dengan 30 juni 2016. Bahan yang akan digunakan adalah telur burung puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) sebanyak 105 butir yang berasal dari peternakan puyuh Bapak Ade dengan beralamat di Desa Karayunan Kecamatan Cigasong Kabupaten Majalengka. Telur burung puyuh Jepang dikategorikan berdasarkan 3 perlakuan yaitu ringan, sedang dan berat. Campuran Kalium Permanganat (KMnO4) 3,1 gram dan larutan Formalin (H2CO) 6,4 cc digunakan untuk fumigasi. Air digunakan untuk kelembaban ruang mesin tetas. Peralatan yang digunakan selama penelitian antara lain: 1. Mesin tetas manual (volume = 0,15 m 3 ) berfungsi untuk menggantikan proses pengeraman yang dilakukan oleh indukan. 2. Timbangan digital berguna untuk menimbang bobot telur puyuh dan bobot tetas puyuh. 3. Kandang brooder berguna untuk menyimpan DOQ (Day Old Quail) berdasarkan ukuran ringan, sedang dan berat. 4. Termometer digital dan biasa untuk mengetahui suhu ruang mesin tetas. 5. Nampan yang diisi air untuk kelembaban ruang mesin tetas. 6. Spidol digunakan untuk menulis kode pada telur dan wadah tempat penyimpanan telur. Metode Metode penelitian yang akan digunakan adalah metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan yaitu : ringan, sedang dan berat. Setiap perlakuan diulang 7 kali dan setiap ulangan terdiri atas 5 butir telur, sehingga total telur yang digunakan sebanyak 105 butir. Bobot telur yang digunakan dalam penelitian berkisar antara 10,5 11,6 gram. Bobot telur diklasifikasikan berdasakran interval bobot telur yang ada, sehingga dapat dinyatakan bahwa bobot ringan = 9,5-10,5 gram, bobot sedang = 10,6 11,5 gram, dan bobot berat = 11,6-12,6 gram. peubah yang diamati adalah : 1. Fertilitas (%) Menghitung persentase fertilitas telur burung puyuh dengan menggunakan rumus: Fertilitas = 2. Lama tetas (hari) Lamanya waktu penetasan telur burung puyuh adalah 17 hari dari mulai telur tetas dimasukkan ke mesin tetas sampai dengan menetas. 3. Daya Tetas (%) 76

Menghitung daya tetas telur burung puyuh dengan menggunakan rumus: Daya Tetas = 4. Bobot tetas (gram) Saat menetas, DOQ (Day Old Quail) tidak langsung dipindahkan ke kandang pembesaran, tetapi dibiarkan terlebih dahulu dimesin tetas sampai bulunya kering. Setelah bulunya kering dilakukan penimbangan satu persatu dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui bobot tetas. kemudian mencatat data pengukuran dan mencari nilai rata-rata bobot tetas. Sari et al, (2013) menyatakan bahwa pada saat menetas tubuh burung puyuh sudah ditutupi bulu, berbeda dengan tubuh burung merpati, dimana pada saat menetas belum memiliki bulu (telanjang pada saat menetas) atau jika tumbuh bulu, jumlahnya sangat sedikit dan jarang. 5. Jenis kelamin Penentuan jenis kelamin menggunakan metode sexing atau tindakan khusus untuk membedakan jenis kelamin jantan dan betina yang dilihat berdasarkan warna bulu. Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan metode Anova (Analisis sidik Ragam) (Gaspersz, 1991). Selanjutnya apabila berdasarkan analisis sidik ragam terdapat pengaruh yang nyata, maka akan dilanjutkan dengan pengujian perbedaan antar perlakuan dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Seluruh perhitungan statistik dibantu oleh software SPSS for Windows 16. Prosedur Menyiapkan alat dan bahan dilakukan dua hari sebelum telur dimasukkan kedalam mesin tetas. Sanitasi peralatan, antara lain mengelap ruang mesin tetas dari kotoran yang menempel, mencuci baki, mencuci dinding penyekat antar puyuh, mencuci wadah penyimpanan telur, dan fumigasi ruang mesin tetas dengan KMnO4 3,1 gram dan formalin 6,4 cc, Selama fumigasi sirkulasi udara mesin tetas ditutup supaya reaksi campuran KMnO4 dan larutan Formalin yang berupa asap menyebar diruang mesin tetas. Selama fumigasi aliran listrik dinyalakan dengan menggunakan 4 buah lampu 5 watt dan wadah penyimpanan telur yang telah diberi skat dimasukkan kedalam mesin tetas. Pengaturan suhu dilakukan pada termostat dengan memutar skrup dilur ruang mesin tetas kearah kiri. Setelah pengaturan termostat selesai suhu ruang mesin tetas sedikit demi sedikit meningkat sampai suhu maksimal sekitar 38 0 c dengan kelembaban 62%. Mesin tetas terus dinyalakan meskipun telur burung puyuh belum dimasukkan. Telur diambil dan diseleksi dilokasi peternakan burung puyuh Bapak Ade. Penyeleksian dilakukan dengan Memilih telur berdasarkan 3 perlakuan diantaranya, ringan, sedang, dan berat. Setiap perlakuan diulang 7 kali dan terdiri atas 5 butir telur, sehingga total telur yang digunakan sebanyak 105 butir. Klasifikasi bobot telur menurut Mahi, Muhammad, dkk (2013) B1 = Bobot ringan = 8,5 9,5 gram B2 = Bobot sedang = 9,6 10,5 gram B3 = Bobot berat = 10,6 11,5 gram Klasifikasi bobot telur burung puyuh selama penelitian yaitu; B1 = Bobot ringan = 9,5-10,5 gram (standar) B2 = Bobot sedang = 10,6 11,5 gram B3 = Bobot berat = 11,6-12,6 gram Telur yang telah diberi kode kemudian diletakkan pada egg tray. Waktu tempuh dari peternakan burung puyuh milik Bapak Ade sampai tempat penelitian (Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Majalengka) sekitar 15 menit. Telur yang telah diseleksi kemudian disimpan dalam rak telur ( didalam mesin tetas) yang sudah diberi skat dan ditandai untuk setiap perlakuan dan ulangan penyimpanan telur dilakukan secara acak. Posisi telur miring ± 45 dengan ujung tumpul diatas. Meletakkan telur dengan cara ini dikarenakan lebih banyak telur 77

yang dapat masuk dibanding posisi mendatar. Hari ke 1 sampai ke 3 tidak dilakukan pemutaran, pada hari ke 4 sampai hari ke 14 dilakukan pemutaran telur. Pemutaran telur dilakukan 3 kali selama 1 hari pada jam 06.00, 14.00, dan 22.00. Hari ke 15 sampai ke 17 tidak dilakukan pemutaran. Peneropongan telur dilakukan pada hari 14 (pencatatan data fertilitas). Pada hari ke 15-17 suhu dinaikan menjadi 39 0 c dan kelembaban 65 % (nampan yang berisi air diambil) Setelah menetas dan kering bulunya DOQ dikeluarkan dari mesin mesin tetas. Setelah itu dilakukan penimbangan dan dilakukan penulisan keterangan mengenai lama tetas, daya tetas, bobot tetas, dan jenis kelamin. Kemudian pindahkan DOQ ke kandang brooder HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan Fertilitas Telur Puyuh Selama Rataan fertilitas telur burung puyuh berdasarkan perbedaan bobot telur disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Fertilitas Telur Burung Puyuh Selama (%) Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan B1 60 100 80 80 100 80 40 540 77,1 a B2 60 100 80 80 100 40 80 540 77,1 a B3 80 40 60 80 60 60 60 440 62,8 a Sumber : Hasil. (2016) Keterangan : Superscrip yang sama pada kolom rataan menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) Pengamatan telur yang fertil dilakukan pada saat penetasan hari ke 14 yaitu dengan peneropongan telur (candling). Data pada Tabel 3 menunjukan bahwa keseluruhan telur yang fertil yaitu 72,4 % (76 dari 105 butir yang ditetaskan). Adapun rataan fertilitas telur yang berbobot ringan dan sedang yaitu 77,1 %, sedangkan telur yang berat yaitu 62,8 %. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa nilai signifikansinya pada hasil perhitungan SPSS 16 for windows adalah 0,299 (P>0,05), sehingga dapat dinyatakan bahwa bobot telur tidak memberikan pengaruh nyata terhadap fertilitas telur. Ini mengindikasikan bahwa ketiga kategori bobot telur terhadap fertilitas ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini diduga karena bobot telur yang fertil sudah pada bobot telur normal dan ideal tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil yaitu dalam kisaran 9.5-12,6 gram. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat Alabi et al. (2012) yang menyatakan bahwa bobot telur tidak mempengaruhi fertilitas telur. Pernyataan serupa juga terdapat pada penelitian Petek et al. (2003) yang menyatakan bahwa bobot telur tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap fertilitas. Dijelaskan juga oleh King ori (2011) bahwa Faktor yang mempengaruhi fertilitas antara lain adalah nutrien, motilitas sperma, dan persentase sel sperma yang abnormal atau mati. Faktor nutrien misalnya kekurangan vitamin E dalam pakan dapat menyebabkan telur menjadi tidak fertil. Rataan Lama Tetas Telur Puyuh Selama Rataan lama tetas telur burung puyuh berdasarkan perbedaan bobot telur disajikan pada Tabel 2. 78

Tabel 2. Rataan Lama Tetas Telur Burung Puyuh Selama (hari) Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan B1 17 17 17 17 17 17 17 119 17 a B2 17 17 17 17 17 17 17 119 17 a B3 17 17 17 17 17 17 17 119 17 a Sumber : Hasil. (2016) Keterangan : Superscrip yang sama pada kolom rataan menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) Data pada Tabel 2 menunjukan keseluruhan telur yang menetas tepat pada hari ke 17 dari 76 butir telur yang fertil. Suhu pada mesin tetas pada saat telur menetas adalah 38,6-39,8 o c. Suhu dapat naik dan turun disebabkan oleh terbuka dan tertutupnya mesin tetas pada saat pengambilan anak burung puyuh yang telah kering bulunya. Terjadinya perubahan suhu tersebut tidak berpengaruh terhadap telur yang menetas, hal tersebut dikarenakan suhu hanya turun 1-2 o c dan kembali stabil saat pintu mesin tetas ditutup kembali. Adapun pengaruh bobot telur terhadap lamanya telur menetas tidak berpengaruh nyata, dikarenakan dari ketiga perlakuan telur berbobot ringan, sedang, dan berat menetas tepat pada hari ke 17. Menurut Decuypere dan Michels (1992) menyatakan bahwa temperatur merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam menentukan atau mempengaruhi. perkembangan embrio, lama tetas, daya tetas, dan pertumbuhan setelah menetas. Dijelaskan juga oleh Sudjarwo (2012) bahwa jika selama proses penetasan telur suhu dalam keadaan normal, maka waktu tetas telur puyuh akan tepat yaitu selama 17 hari. Selain itu, dengan suhu yang tepat pula daya tetasnya akan tinggi, karena proses perkembangan embrio dapat berjalan baik sebagai akibat organ vitalnya dapat terbentuk dan berkembang secara optimum dan normal. Sebaliknya jika selama proses penetasan suhu dibawah atau diatas normal, maka masa inkubasi akan lebih tinggi namun embrio akan mati. Rataan Daya Tetas Telur Puyuh Selama Rataan daya tetas telur burung puyuh berdasarkan perbedaan bobot telur disajikan pada Tabel 3 Tabel 3. Rataan Daya Tetas Telur Burung Puyuh Selama (%) Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 Jumlah Rataan B1 100 100 100 100 100 100 100 700 100 a B2 100 100 100 100 100 100 100 700 100 a B3 100 100 100 75 100 100 100 675 96,4 a Sumber : Hasil. (2016) Keterangan : Superscrip yang sama pada kolom rataan menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) Data pada Tabel 3 menunjukkan bahwa rataan daya tetas telur yang berbobot ringan dan sedang yaitu 100 % atau lebih baik daripada telur yang berbobot berat yaitu 96,4 %. Telur yang tidak menetas disebabkan karena infertil berjumlah 29 butir dan anak burung puyuh mati didalam kerabang telur pada hari ke 18 yang berjumlah 1 ekor. Anak burung puyuh yang mati disebabkan oleh pemutaran telur yang kurang sempurna, hal ini dapat dilihat pada lambung anak puyuh yang tidak tertutup kulit dan bulu. Menurut Gonzalez et al., (1999) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kegagalan dalam proses penetasan diantaranya yaitu 79

penanganan saat penetasan misalnya pemutaran telur yang kurang berhati-hati. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa nilai signifikansinya adalah 0,387 (P>0,05). Sehingga dapat dinyatakan bahwa bobot telur tidak memberikan perbedaan nyata terhadap daya tetas telur. Ini mengindikasikan bahwa ketiga kategori bobot telur terhadap daya tetas ini tidak memiliki pengaruh yang signifikan. Hal ini diduga karena bobot telur yang menetas sudah pada bobot telur normal dan ideal tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil yaitu dalam kisaran 9.5-12,6 gram. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat Hassan et al. (2005) yang menyatakan bahwa telur yang baik untuk ditetaskan adalah telur yang tidak terlalu besar atau terlalu kecil. Rataan Bobot Tetas Telur Puyuh Selama Rataan bobot tetas anak burung puyuh berdasarkan perbedaan bobot telur dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Tetas Anak Burung Puyuh Selama (gram) Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 Jml Rataan B1 7,60 7,80 8,00 7,75 7,00 6,75 7,00 51,96 7,42 a B2 8,30 8,00 8,00 8,00 8,20 8,00 8,50 57,03 8,14 b B3 8,75 8,50 8,60 8,60 8,30 9,30 9,30 61,58 8,79 c Sumber : Hasil. (2016) Keterangan : Superscrip yang berbeda pada kolom rataan menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) Data pada Tabel 4 menunjukan bahwa bobot tetas anak burung puyuh yang berhasil menetas berkisar 6-10 gram dengan rataan B1= 7,42 gram, B2= 8,14 gram, Rataan B3= 8,79 gram. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa rata-rata bobot tetas pada B3 adalah terberat dan berbeda nyata jika dibanding dengan perlakuan B1 dan B2. Berdasarkan kondisi tersebut, nampak bahwa bobot telur mempunyai korelasi yang erat dengan bobot tetas. Semakin berat bobot telurnya, maka bobot tetasnya juga akan semakin berat. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat Septon dan Siegel (1974) yang menyatakan bahwa pada telur puyuh ada korelasi yang erat antara bobot telur dan bobot tetas. Dijelaskan juga oleh Hermawan (2000) bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara bobot telur dengan bobot tetas, semakin tinggi bobot telur yang ditetaskan akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar. Rataan Jenis Kelamin Telur Puyuh Selama Telur yang menghasilkan jantan sebanyak 40 butir dan betina 35 butir. Rataan jenis kelamin anak burung puyuh berdasarkan perbedaan bobot telur disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jenis Kelamin Anak Burung Puyuh Selama Jenis Kelamin Jantan % Betina % Jumlah B1 15 55,56 12 44,44 27 B2 16 59,26 11 40,74 27 B3 9 42,86 12 57,14 21 Total 40 53,3 35 46,6 75 Sumber : Hasil, (2016) 80

70 60 50 40 30 20 Jantan % Betina % 10 0 B1 B2 B3 Gambar 1. Rataan Jenis Kelamin Anak Burung Puyuh Selama Data pada Tabel 5 dan Gambar 1 menunjukan bahwa bobot telur ukuran sedang lebih banyak menghasilkan jantan 59,26 %. Sedangkan telur ukuran berat lebih banyak menghasilkan betina 57,14 % Bobot telur ukuran ringan pun menghasilkan betina, tetapi persentasenya lebih rendah dari bobot telur ukuran berat yaitu 44,44 %. Kondisi tersebut juga menunjukan bahwa bobot telur tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap jenis kelamin dikarenakan jenis kelamin dari ketiga perlakuan tidak memperlihatkan dominasi jenis kelamin jantan atau betina. Menurut Mahi dkk., (2013) menyatakan bahwa bobot telur memberikan perbedaan yang tidak nyata terhadap jenis kelamin (P>0,05). Adapun dari ketiga perlakuan masing-masing terdapat jenis kelamin jantan dan betina, meskipun bobot telur sedang lebih banyak menghasilkan jantan dan bobot telur berat lebih banyak menghasilkan betina, hal itu belum cukup untuk memberi pengaruh nyata dikarenakan jumlahnya hampir sama. Dilihat dari bobot tetas, baik jantan maupun betina keduanya ada yang berukuran ringan, sedang, dan berat. Dari ketiga kategori tidak ada dominasi sama sekali dan sedikit sekali perbedaan jumlahnya. Performa Telur Tetas Secara Keseluruhan Performa telur tetas anak burung puyuh secara keseluruhan berdasarkan perbedaan bobot telur disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Performa Telur Tetas Secara Keseluruhan Performa telur tetas secara keseluruhan Jenis Kelamin (%) F (%) LT (Hari) DT (%) BT (g) Jantan Betina Ringan 77,1 a 17 a 100 a 7,42 a 55,56 44,44 Sedang 77,1 a 17 a 100 a 8,14 b 59,26 40,74 Berat 62,8 a 17 a 96,4 a 8,79 c 42,86 57,14 Sumber : Hasil, (2016) Ket : F= Fertilitas; LT= Lama Tetas; DT= Daya Tetas; BT= Bobot Tetas. Data pada Tabel 6 menunjukan bahwa bobot telur ringan dan sedang memiliki nilai fertilitas 77,1 % dan daya tetas 100 %, sedangkan telur yang berbobot berat lebih rendah yaitu fertilitas 62,8 % dan daya tetas 95,4 %, tetapi nilai tersebut tidak terlalu berpengaruh nyata terhadap performa telur tetas. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat Dewanti dkk. (2014) yang menyatakan bahwa bobot telur tidak 81

berpengaruh terhadap fertilitas dan daya tetas tetapi berpengaruh terhdap bobot tetas. Data tersebut juga menunjukan bahwa ada hubungan yang nyata antara bobot telur dengan bobot tetas, karena bobot tetas yang dihasilkan menyesuaikan dengan ukuran bobot telur. Jika bobot telur tinggi maka bobot tetas yang dihasilkan juga tinggi dan juga sebaliknya jika bobot telur rendah maka bobot tetas yang dihasilkan juga rendah. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat Hermawan (2000) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang sangat nyata antara bobot telur dengan bobot tetas, semakin berat bobot telur yang ditetaskan akan menghasilkan bobot tetas yang lebih besar. Bobot telur ukuran sedang lebih banyak menghasilkan jantan sebanyak 16 ekor (59,26 %). Bobot telur ukuran ringan dan berat lebih banyak menghasilkan betina sebanyak 12 ekor, namun yang membedakan dari keduanya yaitu nilai persentase. Nilai persentase bobot telur ukuran berat lebih tinggi yaitu 57,14 % dan ringan lebih rendah yaitu 44,44 %. Menurut Mahi dkk (2013) menyatakan bahwa tidak terdapat perbedaan yang nyata antara bobot telur dengan jenis kelamin (P>0,05).. Dari ketiga kategori bobot menunjukan waktu menetas sama yaitu 17 hari. Menurut Mahi dkk (2013) menyatakan bahwa bobot telur menunjukkan perbedaan yang tidak nyata terhadap lama tetas (P>0,05). KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bobot telur tidak memberikan pengaruh nyata terhadap fertilitas, lama tetas, daya tetas dan jenis kelamin tetapi memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot tetas. UCAPAN TERIMA KASIH Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada Dekan beserta seluruh sivitas akademika Fakultas Pertanian Universitas Majalengka yang telah memberikan kesempatan menyelesaikan studi Sarjana (S1) pada Program Studi Peternakan. Selain itu ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Bapak Ade pemilik peternakan puyuh petelur yang telah memberikan bantuan selama melaksanakan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Achmanu, Mahi, M. dan Muharlien. 2013. Pengaruh bentuk telur dan bobot telur terhadap,jenis kelamin, bobot tetas dan lama tetas Burung puyuh (coturnixcoturnix japonica). Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Malang. Jurnal Ternak Tropika Vol. 14, No.1: 29-37 2013. [14 April 2016]. Achmanu, Mahi, M. dan Muharlien. 2013. Pengaruh bentuk telur dan bobot telur terhadap,jenis kelamin, bobot tetas dan lama tetas Burung puyuh (coturnixcoturnix japonica). Produksi Ternak. Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya. Malang. Jurnal Ternak Tropika Vol. 14, No.1: 29-37 2013. Decuypere, E. and H.Michels. 1992. Incubation Temperature as A Management Tool: A Review. World Poultry Science Journal 8:28-38 [30 Juli 2016]. Dewanti, R., Yuhan, dan Sudiyono. 2014. Pengaruh bobot dan frekuensi pemutaran telur terhadap fertilitas, Daya tetas, dan bobot tetas itik lokal. king ori, A. M. 2011. Review of the factors that influence egg fertility and hatchability in Poultry. Int. J. Poult. Sci. 10: 483-492. [09 Juli 2016]. Gazpers, V. 1991. Teknik Analisis dalam Percobaan. Penerbit. Transito. Bandung. Helinna dan Mulyantono. 2002. Bisnis puyuh juga bertumpu pada DKI. Majalah Poultry Indonesia. Edisi Juli. Hermawan, A. 2000. Pengaruh Bobot dan Indeks Telur terhadap Jenis Kelamin Anak Ayam Kampung pada Saat Menetas. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Permana, D, H. 2005. Performa produksi burung puyuh (coturnix coturnic japonica) umur 8-11 minggu pada perbandingan jantan dan betina yang berbeda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. http://repository.ipb.ac.id [ 29 Mei 2106].

Prasetyo, L.H. dan T. Susanti. 2000. Persilangan timbale balik antara itik Alabio dan Mojosari Periode awal bertelur. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, Vol. 5, No. 4 : 210-213.[13 Maret 2016]. Progressio, W. 2003. Burung Puyuh. http://warintek.progressio.or.id. [14 April 2016]. Sari Marlinda. 2009. Analisis Strategi Pemasaran Peternakan Puyuh Bintang Tigasitu Ilir Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Strategi Pemasaran Telur Puyuh Pada Peternakan Puyuh Bintang Tiga (PPBT) Di Situ Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten. Bogor.Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. [06 Maret 2016]. Soedjarwo, E. (1999). Membuat Mesin Tetas Sederhana. Jakarta: Penebar Swadaya. [07 Maret 2016]. Sudjarwo, Edhy. (2012). Tulisan Yang Kami Sajikan Di Blog Ini: Merupakan Beberapa Hasil Penulis, Pengalaman Penulis Saat Membimbing Praktikum Mahasiswa, Hasil Membimbing Mahasiswa, Jurnal Dan Hasil Hasil Telaah Dari Seminar Yang Telah Penulis Hadiri Baik Dari Dalam Maupun Dari Luar Negeri. Pengaruh bobot telur dan umur induk terhadap performans pada burung puyuh (Coturnix coturnix japonica), (1987). http://edhysudjarwounggas.lecture.ub.a c.id/[15 Juni 2016] Suprijatna, E., Umiyati A dan Ruhayat, K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. PenebarSwadaya.Depok. [26 Februari 2016]. Suprijatna, E., Atmomarsono, U., Kartasudjana, R. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar swadaya, Jakarta. Tetty. 2002. Puyuh Si Mungil Penuh Potensi. Agro Media Pustaka. Jakarata http://repository.ipb.ac.id/[14 April 2016].