PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK KAJIAN DENSIFIKASI RUMAH MUKIM PERKOTAAN. Oleh I Wayan Treman Jurusan Pendidikan Geografi FIS UNDIKSHA ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pertambahan penduduk daerah perkotaan di negara-negara berkembang,

PEMANFAATAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH UNTUK MONITORING DENSIFIKASI BANGUNAN DI DAERAH PERKOTAAN MAGELANG

Interpretasi Citra dan Foto Udara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

INTERPRETASI CITRA IKONOS KAWASAN PESISIR PANTAI SELATAN MATA KULIAH PENGINDERAAN JAUH OLEH : BHIAN RANGGA J.R NIM : K

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

Bangunan Berdasarkan Citra Landsat 5 TM dan Sentinel 2A MSI (Kasus: Kota Salatiga) Anggito Venuary S

ANALISIS PERUBAHAN LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KECAMATAN TEGALREJO DAN KECAMATAN WIROBRAJAN KOTA YOGYAKARTA TAHUN

PEMANFAATAN CITRA PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK KAJIAN PERUBAHAN PENGGUNAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA

APLIKASI CITRA LANDSAT UNTUK PEMODELAN PREDIKSI SPASIAL PERKEMBANGAN LAHAN TERBANGUN ( STUDI KASUS : KOTA MUNTILAN)

ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STATISTIK LOGISTIK BINER DALAM UPAYA PENGENDALIAN EKSPANSI LAHAN TERBANGUN KOTA YOGYAKARTA

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

APLIKASI PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI UNTUK KESESUAIAN LAHAN PERMUKIMAN KOTA BEKASI. Dyah Wuri Khairina

Prediksi Spasial Perkembangan Lahan Terbangun Melalui Pemanfaatan Citra Landsat Multitemporal di Kota Bogor

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan, Penggunaan Lahan dan Perubahan Penggunaan Lahan

EVALUASI PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA TUGAS AKHIR

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS,

ISTILAH DI NEGARA LAIN

BAB I PENDAHULUAN. kondisi penggunaan lahan dinamis, sehingga perlu terus dipantau. dilestarikan agar tidak terjadi kerusakan dan salah pemanfaatan.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGGUNAAN CITRA GEOEYE-1 DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK PEMETAAN KUALITAS LINGKUNGAN PERMUKIMAN DI KECAMATAN NGAGLIK, KABUPATEN SLEMAN

Identifikasi Kawasan Rawan Kebakaran di Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan dengan Sistem Informasi Geografis

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PERMUKIMAN DENGAN MEMANFAATKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SIG (Studi Kasus: Kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENGINDERAAN JAUH. --- anna s file

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Oleh : Hernandi Kustandyo ( ) Jurusan Teknik Geomatika Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Land Use Change Mapping in Coastal Areas Subdistrict South Bontang, Bontang, East Kalimantan Province And Its Impact on Socio-Economic Aspects

TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH (REMOTE SENSING) Oleh : Lili Somantri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

MATERI 4 : PENGENALAN TATAGUNALAHAN DI GOOGLE EARTH

ULANGAN HARIAN PENGINDERAAN JAUH

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

LAPORAN PENELITIAN. Oleh: Dyah Respati Suryo Sumunar

GEOGRAFI. Sesi PENGINDERAAN JAUH : 3 A. CITRA NONFOTO. a. Berdasarkan Spektrum Elektromagnetik

Analisis Perubahan Lahan Tambak Di Kawasan Pesisir Kota Banda Aceh

Jurnal Gea, Jurusan Pendidikan Geografi, vol. 8, No. 2, Oktober 2008

PEMANFAATAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH UNTUK MENGIDENTIFIKASI KERENTANAN DAN RISIKO BANJIR. Oleh : Lili Somantri*)

BAB I PENDAHULUAN. terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pasal 3, Undang-undang No. 14 Tahun 1992

STUDI PENGGUNAAN LAHAN DI KECAMATAN UMBULHARJO KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN INTERPRETASI CITRA QUICKBIRD

REMOTE SENSING AND GIS DATA FOR URBAN PLANNING

SATUN ACARA PERKULIAHAN(SAP)

KOREKSI RADIOMETRIK CITRA LANDSAT-8 KANAL MULTISPEKTRAL MENGGUNAKAN TOP OF ATMOSPHERE (TOA) UNTUK MENDUKUNG KLASIFIKASI PENUTUP LAHAN

INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT

BAB I PENDAHULUAN. listrik harus bisa men-supplay kebutuhan listrik rumah tangga maupun

KOMPONEN PENGINDERAAN JAUH. Sumber tenaga Atmosfer Interaksi antara tenaga dan objek Sensor Wahana Perolehan data Pengguna data

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

RINGKASAN MATERI INTEPRETASI CITRA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Evaluasi Indeks Urban Pada Citra Landsat Multitemporal Dalam Ekstraksi Kepadatan Bangunan

BAB I PENGANTAR. Perkembangan fisik kota merupakan konsekuensi dari peningkatan jumlah

KARAKTERISTIK CITRA SATELIT Uftori Wasit 1

Keyword: Quickbird image data, the residential area, evaluation

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

KESESUAIAN LAHAN TAMBAK GARAM MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI KABUPATEN SAMPANG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

APLIKASI DATA CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK PEMANTAUAN DINAMIKA PESISIR MUARA DAS BARITO DAN SEKITARNYA

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

Rizqi Agung Wicaksono Zuharnen Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ABSTRACT

ANALYSIS OF GREEN OPEN SPACE IN THE CITY OF BANDAR LAMPUNG. Citra Dewi, Armijon, Fajriyanto, Vanessa Paradais, Renanda Andari, Dan Siti Nurul Khotimah

PENENTUAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH DI KABUPATEN KLATEN MENGGUNAKAN TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

bdtbt.esdm.go.id Benefits of Remote Sensing and Land Cover

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS KESELARASAN PEMANFAATAN RUANG KECAMATAN SEWON BANTUL TAHUN 2006, 2010, 2014 TERHADAP RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN (RDTRK )

KAJIAN KUALITAS PERMUKIMAN MIKRO DI KOTA TEMANGGUNG. Mustawan Nurdin Husain Sri Rum Giyarsih

ACARA I SIMULASI PENGENALAN BEBERAPA UNSUR INTERPRETASI

BAB I PENDAHULUAN. ditunjukkan oleh besarnya tingkat pemanfaatan lahan untuk kawasan permukiman,

TEORI DASAR INTERPRETASI CITRA SATELIT LANDSAT TM7+ METODE INTERPRETASI VISUAL ( DIGITIZE SCREEN) Oleh Dwi Nowo Martono

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi suatu kawasan hunian yang berwawasan lingkungan dengan suasana. fungsi dalam tata lingkungan perkotaan (Nazaruddin, 1996).

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN KECAMATAN SEWON KABUPATEN BANTUL TAHUN 2006 DAN 2014 BERDASARKAN CITRA QUICKBIRD

ABSTRAK. Kata Kunci: kebakaran hutan, penginderaan jauh, satelit Landsat, brightness temperature

Geo Image 1 (1) (2012) Geo Image.

Wisnu Widyatmadja Taufik Hery Purwanto

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

Citra Satelit IKONOS

ANALISIS HUBUNGAN KUALITAS PERMUKIMAN DENGAN KONDISI KESEHATAN MASYARAKAT DI KECAMATAN KOTAGEDE KOTA YOGYAKARTA BERDASARKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

LAPORAN PRAKTIKUM PENGINDERAAN JAUH KOMPOSIT BAND CITRA LANDSAT DENGAN ENVI. Oleh: Nama : Deasy Rosyida Rahmayunita NRP :

PEMANFAATAN CITRA QUICKBIRD DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ZONASI KERENTANAN KEBAKARAN PERMUKIMAN KASUS DI KOTA BANDUNG BAGIAN BARAT

Gambar 11. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Transkripsi:

ISSN 1412-8683 89 PEMANFAATAN PENGINDERAAN JAUH UNTUK KAJIAN DENSIFIKASI RUMAH MUKIM PERKOTAAN Oleh I Wayan Treman Jurusan Pendidikan Geografi FIS UNDIKSHA ABSTRAK Pertumbuhan penduduk perkotaan dalam era ini sangat pesat sekali, ini disebabkan oleh adanya faktor penarik dari kota itu sendiri (Pull factor) dan faktor pendorong dari daerah sekitar kota (Push factor). Pertumbuhan yang tinggi juga diikuti dengan kebutuhan ruang untuk tempat tinggal dan pembangunan fasilitas umum, yang berakibat timbulnya densifikasi yang tak terkendali pada daerah perkotaan. Densifikasi bangunan ini perlu mendapatkan perhatian yang khusus karena akan berdampak pada kesehatan dan kenyamanan lingkungan huni. Pemantaun terjadinya densifikasi rumah mukim dapat dilakukan dengan melihat perkembangan kondisi fisik bangunan dalam kurun waktu yang berbeda seiring dengan bertambahnya jumlah dan aktivitas penduduk kota. Kondisi fisik bangunan yang ada di daerah perkotaan dapat dipetakan secara akurat dengan memanfaatkan citra penginderaan jauh multi waktu, maka cara yang lebih baik untuk melakukan pemantauan adalah dengan pendekatan penginderaan jauh dengan memanfaatkan foto udara dan citra Ikonos. Pemanfaatan citra penginderaan jauh ini dapat menyajikan gambaran objek sebagaimana aslinya, perekaman pada daerah yang sama secara berkala sehingga dapat dibandingkan untuk tujuan tertentu. Kata kunci : Penginderaan Jauh, densifikasi dan perkotaan. ABSTRACT The growth of urban population on this era of very rapid once, is caused by the pull factors of the city itself (Pull factors) and the drivers from the area around the city (Push factors). High growth is also followed by a space needs for shelter and contruction of public fasilities, which resulted in the mergence of uncontrolled densification in urban areas. Densification of this building needs to get special attention because it will impact on the health and comfort of the environment for human habitation. Monitoring the occurrence of densification settlement can be done by looking at the development of the physical condition of buildings in different time periods along with increasing the number and activities of the people. The physical condition of existing buildings in urban areas can be mapped accurately by utilizing the multi-time remote sensing image, the better way to do the monitoring is by remote sensing approach using aerial

ISSN 1412-8683 90 photographs and Ikonos imagery. Utilization of remote sensing image can present the picture of the object as originally recorded in the same area on a regular basis so that can be compared for a particular purpose. Key words : Remote sensing, densification and urban areas. I. PENDAHULUAN Perhatian mengenai masalah perkotaan di negara manapun akan terus meningkat dari tahun ke tahun, seperti yang dinyatakan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa bahwa masa depan penduduk dunia akan didominasi oleh masalah perkotaan dan kepedulian yang sangat mendesak bagi penduduk adalah kepedulian terhadap lingkungan perkotaan tersebut. Didukung oleh kenyataan 42,6% penduduk dunia tinggal diperkotaan, 33,6% penduduk negara berkembang tinggal dperkotaan dan 60% dari produksi dihasilkan di kota (World Commission on Environment and Development, 2007). Indonesia sebagai negara berkembang mengalami perkembangan pembangunan dan pertumbuhan penduduk perkotaan yang cukup cepat. Hasil sensus penduduk pada tahun 1980, penduduk perkotaan adalah 22,27% dari penduduk nasional, tahun 1990 jumlah penduduk perkotaan 30,9%, hasil SUPAS 1995 junlah penduduk perkotaan 35,9% dan hasil sensus penduduk tahun 2000 jumlah penduduk perkotaan mencapai 42% dari jumlah penduduk nasional. Kota merupakan salah satu sistem kehidupan yang mempunyai daya tarik kuat bagi kebanyakan penduduk untuk tinggal dan menetap didalamnya. Dua hal yang menjadi penduduk datang dan menetap di daerah perkotaan adalah faktor penarik di perkotaan dan faktor pendorong di perdesaan. Faktor penarik di perkotaan diantaranya tingginya tingkat pelayanan fasilitas umum, tingginya tingkat penghasilan, aksesibilitas dan besarnya peluang untuk meningkatkan identitas diri. Faktor pendorong dari daerah perdesaan meliputi rendahnya tingkat pelayanan umum, rendahnya pendapatan, sulitnya pengembangan ekonomi dan semakin berkurangnya lahan pertanian produktif seperti yang disampaikan oleh Colby (Yunus, 2001). Media Komunikasi FIS Vol. 11.No 1 April 2012 : 1-15

ISSN 1412-8683 91 Faktor utama sebagai penyebab masalah perkotaan bersifat dinamis yaitu : pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan kegiatan berkaitan dengan kebutuhan hidup yang makin meningkat. Kedua faktor tersebut memerlukan ruang atau lahan untuk menampung permukiman baru dan ruang untuk menampung pembangunan infra-struktur, yang pada akhirnya mengarah sebagai penyebab terjadinya densifikasi bangunan (Yunus, 1987). Densifikasi rumah mukim merupakan proses pertambahan kepadatan bangunan rumah mukim yang dapat bersifat vertikal maupun horisontal dan merupakan salah satu wujud adanya perkembangan fisik daerah perkotaan. Dalam tulisan ini hanya dibahas densifikasi yang bersifat horisontal saja. Densifikasi rumah mukim tidak selamanya berakibat negatif, karena bisa saja pada wilayah tertentu di daerah perkotaan diharapkan muncul daerah permukiman baru untuk meratakan perkembangan fisik kota, namun perlu dikendalikan. Densifikasi yang tidak terkendali akan mengakibatkan permukiman yang memiliki sanitasi yang buruk, drainase terhambat, berkurangnya kawasan hijau, polusi udara, air dan tanah yang secara keseluruhan akan mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan. Dalam rangka mengatasi menurunnya kualitas lingkungan tersebut, perlu dilakukan upaya pemantauan terjadinya densifikasi bangunan, khususnya bangunan rumah mukim di wilayah perkotaan. Pemantaun terjadinya densifikasi bangunan rumah mukim secara spasial di perkotaan perlu dilakukan secara cepat pada periode waktu tertentu agar segera dapat diketahui dampak dan cara mengatasinya. Pemantauan terjadinya densifikasi rumah mukim secara spasial dapat dilakukan dengan cara pemetaan kepadatan bangunan rumah mukim secara terestrial dalam periode waktu yang berbeda, namun peta yang merupakan simbolisasi kenampakan permukaan bumi, tidak menampakkan gambaran aslinya di lapangan. Proses pembuatan peta yang dilakukan secara terestrial juga memerlukan waktu yang lama. Di lain pihak densifikasi berjalan terus sehingga data dalam peta akan menjadi kedaluwarsa dan sebagai akibatnya maka akan menyulitkan dalam melakukan pemantauan. Untuk mengatasi hal tersebut dapat

ISSN 1412-8683 92 dilakukan dengan pendekatan penginderaan jauh menggunakan citra penginderaan jauh seperti foto udara dan citra Ikonos. Pemanfaatan citra penginderaan jauh yang menyajikan gambaran objek sebagaimana aslinya, memungkinkan untuk dapat memperoleh data tentang permukiman perkotaan dan pola keruangannya secara cepat dan objektif. Hal ini penting mengingat kota merupakan pusat kegiatan secara fisik akan lebih cepat berkembang dibanding daerah perdesaan. Dengan menggunakan foto udara dan citra Ikonos distribusi rumah mukim akan nampak dengan jelas, sehingga dapat dihitung kepadatan bangunan rumah mukimnya, baik kepadatan berdasarkan daerah administrasi, daerah kekotaan maupun daerah permukiman. Upaya yang sering dilakukan pemerintah kota dalam mengatasi permasalahan densifikasi bangunan rumah mukim umumnya tidak bersifat antisipatif, dimana setelah terjadi pemadatan bangunan yang terlanjur parah, kemudian baru dilakukan penertiban atau penataan dengan cara penggusuran yang pada akhirnya akan menimbulkan gejolak sosial. Untuk itu kota sebagai daerah tujuan perlu melakukan langkah antisipatif dengan cara memantau dan melakukan evaluasi terjadinya proses densifikasi bangunan rumah mukim. II. PEMBAHASAN 2.1. Kota dan Perilakunya Kajian mengenai kota tidak bisa dilepaskan dari urbanisasi. Definisi urbanisasi sangat beragam yaitu : (1) urbanisasi didefinisikan sebagai proses peningkatan jumlah dan kepadatan penduduk, (2) urbanisasi dapat juga berarti pertambahan jumlah kota, dan (3) urbanisasi dapat juga didefinisikan sebagai proses perubahan kehidupan menjadi suasana kekotaan (Herbert, 1982). Definisi pertama terkait dengan proses pertambahan jumlah dan kepadatan penduduk, terutama pertumbuhan penduduk non alamiah yaitu akibat imigrasi. Definisi kedua menyangkut kuantitas objek kota, bukan kuantitas penduduknya. Definisi ketiga menyangkut aspek sosial budaya, yaitu suatu proses perubahan kehidupan menjadi suasana kekotaan dengan tolok ukur kehidupan kekotaan yaitu dominasi aktivitas penduduk di bidang non pertanian. Media Komunikasi FIS Vol. 11.No 1 April 2012 : 1-15

ISSN 1412-8683 93 Permasalahan paling umum yang banyak dijumpai di berbagai kota negara berkembang sebagai akibat urbanisasi yang tidak terkendali adalah krisis perumahan. Peningkatan kebutuhan lahan untuk tempat tinggal bagi penduduk kota yang tidak dimbangi dengan peningkatan luas lahan, menyebabkan proses pemadatan permukiman (densifikasi). Kajian mengenai densifikasi rumah mukim di daerah perkotaan tidak dapat dipisahkan dari perilaku penduduk dalam menentukan pilihan untuk bertempat tinggal. Daerah yang mempunyai nilai pilihan tinggi untuk bertempat tinggal, akan mengalami densifikasi rumah mukim lebih cepat dibandingkan daerah dengan nilai pilihan untuk bertempat tinggal lebih rendah (Sutanto dan Yunus, 2001). Selanjutnya Turner (Yunus, 2001) dengan teorinya tentang mobilitas tempat tinggal (Residential mobiliy) terdapat tiga strata sosial penduduk kota kaitannya dengan pilihan untuk bertempat tinggal yaitu : Bridgeheaders, Consolidators and Status seekers. Golongan penduduk Bridgeheaders merupakan penduduk yang baru tinggal di kota dan umumnya memilih tinggal di pusat kota yang dekat dengan tempat pekerjaannya. Golongan ini secara umum kemampuan ekonominya masih terbatas sehingga dalam memilih tempat tinggal cenderung ditanggung bersama (banyak orang) untuk satu lokasi tempat tinggal. Kondisi ini dengan sendirinya akan menimbulkan densifikasi penduduk dan rumah mukim, yang pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya deteorisasi lingkungan permukiman. Golongan penduduk Consolidators merupak penduduk yang sudah agak lama tinggal di daerah perkotaan. Golongan ini secara ekonomi sudah mulai mapan kehidupannya, sehingga pilihan lokasi untuk tempat tinggal tidak mendasarkan pada dekatnya dengan tempat pekerjaannya, melainkan mencari lokasi tempat tinggal yang dapat memberikan kenyamanan yang lebih baik. Mengalirnya golongan ini ke daerah pinggiran kota secara keruangan mempunyai dampak, yaitu penambahan jumlah penduduk dan perumahan sehingga mendesak permukiman lama yang umumnya dihuni oleh golongan petani. Golongan penduduk Status seekers merupakan Consolidators yang sudah lama tinggal di daerah pinggiran dengan status ekonomi yang makin meningkat,

ISSN 1412-8683 94 sehingga golongan ini cenderung mengedepankan jati dirinya (personal identity) baik dalam status sosial maupun keinginannya dalam membangun rumah tinggal yang modern. Akibatnya secara keruangan akan terbentuk perumahan-perumahan modern dengan segala fasilitasnya di daerah pinggiran kota. Densifikasi bangunan rumah mukim yang tidak terkendali akan berdampak negatif baik bagi penduduk, maupun secara keruangan bagi lingkungan tempat tinggalnya. Bagi pemerintah kota proses densifikasi rumah mukim perlu dikendalikan, baik dengan kebijakan mengenai penataan ruang maupun peraturan-peraturan yang dapat menghambat lajunya proses densifikasi. Densifikasi rumah mukim dapat dipantau dengan baik, apabila tersedia data spasial multi waktu yang dapat diandalkan. Untuk itu data penginderaan jauh multi waktu dapat digunakan memantau terjadinya densifikasi rumah mukim di daerah perkotaan. 2.2. Pemanfaatan Penginderaan Jauh Penginderaan Jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang objek, daerah atau gejala dengan jalan menganalisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau gejala yang dikaji (Lillesand and Kieffer, 2004). Salah satu teknik penginderaan jauh ini berupa foto udara dan banyak digunakan karena ketersediaannya dan mudah melakukan interpretasi. Foto udara dapat menyediakan data yang akurat untuk banyak kegiatan seperti teknik sipil, survai tanah juga memberi informasi yang bermanfaat bagi rimbawan, geolog serta perencana kota. Berikut contoh foto udara format kecil dengan kenampakan daerah permukiman perkotaan dan daerah sekitar. Media Komunikasi FIS Vol. 11.No 1 April 2012 : 1-15

ISSN 1412-8683 95 Gambar 1 : Foto Udara Format Kecil Foto udara skala 1:10.000 digunakan oleh Polle (1983) untuk meneliti kepadatan penduduk kota Yogyakarta, dengan metode interpretasi foto udara dikombinasikan dengan data sensus penduduk dengan membatasi kepadatan penduduk berdasarkan daerah administratif (administratif area), daerah kekotaan (urban area) dan daerah permukiman (residential area). Foto udara skala 1:10.000 cukup detail untuk data penggunaan lahan dihubungkan dengan kenampakan fisik. Foto udara Pankromatik hitam putih multi temporal digunakan oleh Lutcman (1987), di kota Paramaribo ibukota Suriname. Metode yang digunakan interpretasi foto udara dan cek lapangan dimaksudkan untuk menguji ketelitian interpretasi dengan tujuan menghitung bangunan rumah dan membedakan bagian lahan resmi (formal land subdivision) dan bagian lahan tidak resmi (informal land subdivision).

ISSN 1412-8683 96 Pemanfaatan foto udara multi waktu digunakan oleh Suharyadi (1991) membuat model daerah permukiman potensial kepadatan penduduk, kapasitas penyerapan penduduk dan perkiraan trend untuk 5-10 tahun ke depan di Yogyakarta. Menghasilkan data yang detail tentang pola densifikasi penduduk dan permukiman serta model kapasitas penyerapan penduduk baru. Beberapa hasil penelitian menunjukkan metode penginderaan jauh dapat digunakan untuk kajian densifikasi bangunan rumah mukim berdasarkan identifikasi dari parameternya. Melalui foto udara dan citra ikonos sebagai sumber data utama untuk mengekstraksi tingkat kepadatan bangunan rumah mukim secara kuantitatif dalam rangka mengkaji densifikasi rumah mukim. Pemilihan foto udara dan citra Ikonos dalam tulisan ini karena kedua citra ini memiliki resolusi spasial yang tinggi, sehingga objek bangunan rumah, bangunan industri dan kawasan terbangun lainnya dapat dibedakan dengan jelas. Citra Ikonos merupakan produk dari satelit pertama yang memiliki resolusi spasial sangat tinggi, sehingga secara visual mendekati gambaran yang terdapat pada foto udara. Resolusi spasial 1 m terdapat pada saluran panjang gelombang 0,45-0,90um (Pankromatik) dan 4 m pada panjang gelombang multispektral. Citra ini juga memungkinkan untuk dilakukan penggabungan saluran multispektral dengan pankromatik menghasilkan citra berwarna (true color) dengan resolusi spasial 1m. Berikut ini contoh citra IKONOS dengan kenampakan permukiman kota dan daerah sekitarnya. Media Komunikasi FIS Vol. 11.No 1 April 2012 : 1-15

ISSN 1412-8683 97 PERMUK IMAN KOTA M ANGR Gambar 2 : Citra IKONOS Pendekatan penginderaan jauh dengan teknik interpretasi secara visual dapat dilakukan dengan pengenalan objek berdasarkan karakteristik spektral dan spasialnya. Karakteristik spektral objek ditentukan oleh daya pantul tenaga elektromagnetik dari suatu objek dalam bentuk rona, sedangkan karakteristik spasial tercermin pada bentuk, ukuran, tekstur, pola, bayangan, situs dan asosiasi. Pengenalan objek pada foto udara maupun citra Ikonos dapat dilakukan menggunakan unsur-unsur interpretasi citra (Sutanto, 1992) meliputi : 1. Rona atau warna merupakan tingkat kegelapan atau kecerahan objek pada citra,

ISSN 1412-8683 98 sedangkan warna adalah wujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit yang lebih sempit dari spektrum tampak. 2. Bentuk adalah variabel kulaitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka dari suatu objek. 3. Ukuran merupakan atribut objek yang berupa jarak, luas, tinggi, lereng dan Volume. 4. Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra atau pengulangan rona terhadap objek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. 5. Pola merupakan hubungan susunan spasial objek. 6. Bayangan adalah aspek yang menyembunyikan detail objek yang berada di daerah gelap. 7. Situs diartikan sebagai letak siuatu objekl terhadap objek lain disekitarnya. 8. Asosiasi adalah keterkaitan antara objek satu dengan lainnya. 2.3. Penilaian Densifikasi Rumah Mukim Densifikasi rumah mukim merupakan proses pertambahan kepadatan bangunan rumah mukim pada daerah permukiman. Untuk mengetahui terjadinya densifikasi rumah mukim diperlukan data kepadatan rumah mukim multi waktu, dimana kepadatan rumah mukim merupakan ratio luas atap rumah mukim dengan luas daerah permukiman dan dinyatakan dalam persen (Sutanto dkk, 1981). Dalam pembahasan densifikasi disini adalah kepadatan bangunan rumah mukim dengan tiga pendekatan yaitu : (1) pendekatan daerah secara administratif, (2) pendekatan daerah kekotaan, dan (3) pendekatan daerah permukiman. Penilaian kepadatan rumah mukim dengan pendekatan pertama, didasarkan pada ratio luas atap bangunan rumah mukim dengan luas daerah secara administratif pemerintahan. Sehingga meskipun terdapat tutupan lahan (land cover) bukan bangunan atau bukan lahan kekotaan, akan masuk dalam perhitungan densifikasi rumah mukim pada daerah tersebut. Penilaian kepadatan rumah mukim dengan pendekatan yang kedua didasarkan pada ratio luas atap bangunan rumah mukim dengan luas daerah secara fisik (morphological areas) menunjukkan sifat Media Komunikasi FIS Vol. 11.No 1 April 2012 : 1-15

ISSN 1412-8683 99 kekotaan, sehingga desifikasi rumah mukim hanya dihitung pada daerah administratif dikurangi daerah pertanian (administrative area minus agricultural fields). Hal ini dengan mudah dapat dibedakan dalam foto udara maupun citra ikonos. Pendekatan yang ketiga didasarkan pada asumsi bahwa tidak semua daerah perkotaan diperuntukkan untuk tempat tinggal, sehingga penilaian kepadatan rumah mukim hanya menggunakan penyebut daerah kekotaan dikurangi daerah kekotaan non permukiman (non residential) III. PENUTUP Pertumbuhan penduduk yang relatif cepat di daerah perkotaan akan menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan rumah mukim baru untuk dapat menampungnya, padahal disisi lain ketersediaan lahan secara spasial semakin terbatas. Sebagai akibatnya maka di daerah perkotaan akan terjadi densifikasi bangunan rumah mukim. Foto udara dan citra Ikonos yang merupakan citra penginderaan jauh yang menyajikan gambaran objek di permukaan bumi dengan wujud dan letak yang mirip dengan wujud dan letak objek aslinya di permukaan bumi. Dengan demikian foto udara dan citra Ikonos cukup detail digunakan untuk kajian permukiman perkotaan dilihat dari densifikasi rumah mukim berdasarkan kenampakan distribusi bangunan rumah mukimnya. Sehingga dapat diketahui pola sebaran densifikasi rumah mukim berdasarkan pendekatan daerah administrasi, daerah kekotaan dan daerah permukiman. Mengingat begitu pentingnya penanganan masalah densifikasi maka sangat perlu diadakan penelitian yang bersifat monitoring secara berkala. Solusi yang ditawarkan untuk pemecahan masalah densifikasi rumah mukim ini hendaknya mendapat perhatian yang serius dari pemerintah kota sebagai bahan pertimbangan dalam penataan tata ruang kota ke depan. DAFTAR PUSTAKA

ISSN 1412-8683 100 Biro Pusat Statistik, 1990. Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk tahun 1990. Jakarta : BPS Pusat., 1995. Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk tahun 1995. Jakarta : BPS Pusat., 2000. Penduduk Indonesia Hasil Sensus Penduduk tahun 2000. Jakarta : BPS Pusat. Hadi Sabari Yunus, 1987. Beberapa Determinan Perkembangan Permukiman Kota. Yogyakarta : Pustaka Pelajar., 2001. Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Herbert, David. T and Thomas, Collin J. 1982.Urban Geography ; a First Approach. New York : John Willey & Sons. Lillesand, TM and R.W. Kiefer.2004. Remote Sensing and Image Interpretation, Fifth Editon. New York : John Willey & Sons Sutanto and Hadi Sabari Yunus. 2001. Building Densification of Yogyakarta City Based On Landsat TM. The Indonesian Journal of Geography Yogyakarta : Faculty of Geography Gadjah Mada University. Sutanto, Gunadi dan Totok Gunawan. 1981. Penggunaan Foto Udara untuk Pembuatan Peta Penggunaan Lahan Kota. Kota Madya Yogyakarta. Publikasi No. 3 SE 2. Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Media Komunikasi FIS Vol. 11.No 1 April 2012 : 1-15