II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. kelompok-kelompok perorangan dengan jumlah kecil yang tidak dominan dalam

BAB I PENDAHULUAN. keyakinan dan kepercayaannya. Hal tersebut ditegaskan dalam UUD 1945

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan Bangsa yang majemuk, artinya Bangsa yang terdiri dari beberapa suku

BAB I PENDAHULUAN. Karena sikap dan pemikiran Gus Dur, kadang-kadang di luar batas kesadaran,

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki banyak pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. sesamanya dalam kehidupan sehari-hari. Untuk menjalankan kehidupannya

PERLINDUNGAN HAK-HAK MINORITAS DAN DEMOKRASI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB IV PENUTUP. Rais sebagai figur pemimpin, politikus, akademisi, tokoh Muhammadiyah,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang mempunyai beragam suku, agama dan budaya, ada

Ajaran Khong Hu Cu : Agama atau Pendidikan Moral?

BAB I PENDAHULUAN. kaya di Asia Tenggara. Hal ini begitu tampak dari pakaian, makanan, dan

BAB 5 RINGKASAN. Jakarta sebagai ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia memiliki beragam etnis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang majemuk secara etnik, agama, ras dan golongan.

Written by Imam S. Arizal Sunday, 06 February :39 - Last Updated Sunday, 06 February :49

11. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan diteliti.

BAB I PENDAHULUAN. namun akhirnya menetap di Indonesia. Mereka berbaur dengan penduduk

Paham Nasionalisme atau Paham Kebangsaan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pendidikan Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sumatera Utara pada umumnya dan Kota Medan khususnya adalah salah

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 129 TAHUN 1998 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK-HAK ASASI MANUSIAINDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sebagai bangsa yang lekat dengan primordialisme, agama menjadi salah satu

PLURALISME-MULTIKULTURALISME DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih dikenal dengan multikultural yang terdiri dari keragaman ataupun

Survei Opini Publik Toleransi Sosial Masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB IV PENUTUP. dengan masuknya etnik Tionghoa di Indonesia. Medio tahun 1930-an dimulai. dan hanya mengandalkan warisan leluhurnya.

BAB I PENDAHULUAN. menjadikan Indonesia sebagai masyarakat majemuk. Kemajemukan ini. yang tercakup di dalamnya, serta ditunjang dengan keadaan

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. Tiongkok memiliki sejarah panjang tentang kemasyuran masa lalunya dari

BAB II KAJIAN PUSTAKA. terdapat suatu aturan yang sudah disepakati dalam masyarakat tersebut. Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. menyebut dirinya dengan istilah Hokkian, Tiochiu, dan Hakka. Kedatangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa pemerintahan Orde Baru, keberadaan etnis Tionghoa merupakan

IDENTITAS NASIONAL. Modul ke: 04Teknik. Fakultas. Yayah Salamah, SPd. MSi. Program Studi MKCU

PERISTIWA MEI 1998 DAN IDENTITAS ORANG TIONGHOA DI JAKARTA. C.Dewi Hartati Program Studi Sastra Cina Fakultas Sastra

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Pendidikan didefinisikan sebagai alat untuk memanusiakan manusia dan juga

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

BAB I PENDAHULUAN. beraneka ragam. Di atas keanekaragaman suku bangsa inilah, konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. Keempat daerah khusus tersebut terdapat masing-masing. kekhususan/keistimewaannya berdasarkan payung hukum sebagai landasan

BAB I PENDAHULUAN. sekelompok orang yang akan turut serta secara aktif baik dalam kehidupan politik dengan

BAB IV PANDANGAN ETNIS TIONGHOA DI SURABAYA TERHADAP KONSEP PLURALISME KH. ABDURRAHMAN WAHID

Bab 1. Pendahuluan. berasal dari nama tumbuhan perdu Gulinging Betawi, Cassia glace, kerabat

UPAYA PENGUATAN NASIONALISME ORANG INDONESIA TIONGHOA PASCA PERISTIWA MEI 1998

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV TANTANGAN DAN RESPON UMAT ISLAM TERHADAP ALIRAN KEROKHANIAN SAPTA DARMA DI DESA BALONGDOWO

BAB I PENDAHULUAN. seperti marsombuh sihol dan rondang bittang serta bahasa (Jonris Purba,

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masyarakat, terlebih di masyarakat perkotaan. Fenomena waria merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan berapapun bantuan yang diberikan kepada negara-negara berkembang, pasti habis

Bab 5. Ringkasan. Humanisme merupakan aliran dalam filsafat yang memandang manusia itu

BAB II OTONOMI KHUSUS DALAM SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MENURUT UUD A. Pemerintah Daerah di Indonesia Berdasarkan UUD 1945

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PENGEMBANGAN ETIKA DAN MORAL BANGSA. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

TUGAS AKHIR PENERAPAN PANCASILA PADA MASA KINI

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Tionghoa adalah kelompok masyarakat yang sudah. berbudaya lebih lama dari rata-rata bangsa yang ada di dunia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Modul ke: Fakultas TEKNIK. Program Studi SIPIL.

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

BAB V PENUTUP. masjid yang didirikan di Indonesia. Masjid telah menjadi salah satu bangunan. atau RW, instansi pendidikan, dan instansi pemerintahan.

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki keunikan dan ciri khas yang berbeda-beda. Hal tersebut disebabkan

Komunikasi Politik Etnis Tionghoa pada Pemerintahan SBY

BAB I PENDAHULUAN. juga multikultural, dimana dalam kehidupan tersebut terdapat berbagai macam

PENGATURAN PERKAWINAN SEAGAMA DAN HAK KONSTITUSI WNI Oleh: Nita Ariyulinda Naskah diterima : 19 September 2014; disetujui : 3 Oktober 2014

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

IMPLEMENTASI PRINSIP GOOD GOVERNANCE DI PEMERINTAHAN DESA (Studi Kasus di Kantor Kepala Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen)

BAB I PENDAHULUAN. keberagaman yang sangat kompleks. Masyarakat dengan berbagai

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

ISLAM DAN KEBANGSAAN. Jajat Burhanudin. Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM)

BAB 1. Pendahuluan. kemajemukan yang tampak dari masyarakat Indonesia. Suryadinata (1997:9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Bali dikenal sebagai daerah dengan ragam budaya masyarakatnya yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menampilkan sikap saling menghargai terhadap kemajemukan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena pergantian sistem pemerintahan yang terbilang singkat. Tokoh-tokoh

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab terakhir dalam penulisan skripsi ini akan dituangkan kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, bahasa maupun sikap dan perasaan (Kamanto Sunarto, 2000:149).

2015 KAJIAN PEMIKIRAN IR. SUKARNO TENTANG SOSIO-NASIONALISME & SOSIO-DEMOKRASI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. oleh Indonesia adalah suku Cina atau sering disebut Suku Tionghoa.

BAB I PENDAHULUAN. pejabat berwenang, yang isinya menerangkan tentang pihak-pihak yang

GLOBALISASI HAK ASASI MANUSIA DARI BAWAH: TANTANGAN HAM DI KOTA PADA ABAD KE-21

BAB I PENDAHULUAN. penduduk yang tersebar di berbagai pulau. Kondisi negara maritim dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk menyeleksi masalah-masalah yang akan

the Right of Indigenous Peoples, melalui suatu pemungutan suara (roll-call vote),

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH[1].

PENGARUH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DAN HUBUNGAN YANG HARMONIS

Tanggapan Generasi Muda Etnis Tionghoa terhadap Implementasi Strategi Kampanye Calon Legislatif dari Etnis Tionghoa dalam Pemilu 2014

NEGARA HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA. Universitas Indo Global Mandiri Palembang

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah I.1.1. Indonesia adalah Negara yang Memiliki Kekayaan Budaya

SEJARAH PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

ISLAM DI INDONESIA. Disampaikan pada perkuliahan PENDIDIKAN AGAMA ISLAM kelas PKK H. U. ADIL, SS., SHI., MH. Modul ke: Fakultas ILMU KOMPUTER

Konstitusi Rancangan Rusia untuk Suriah: Pertimbangan tentang Pemerintahan di Kawasan Tersebut

BAB VI KESIMPULAN. masyarakat hidup bersama biasanya akan terjadi relasi yang tidak seimbang. Hal

BAB I PENDAHULUAN. dan Satu Pemerintahan (Depag RI, 1980 :5). agama. Dalam skripsi ini akan membahas tentang kerukunan antar umat

I. PENDAHULUAN. aspirasi dan memilih pemimpin dengan diadakannya pemilihan umum.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sejarah Indonesia penuh dengan perjuangan menentang penjajahan.

Transkripsi:

10 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Usaha K. H. Abdurrahman Wahid Usaha merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dapat pula dikatakan bahwa usaha adalah sebuah pengharapan yang dilakukan dengan berbagai cara untuk mencapai apa yang diinginkan. Menurut Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, usaha diartikan sebagai kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai maksud, pekerjaan, perbuatan prakarya dan daya upaya untuk mencapai sesuatu (Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1990: 997). Menurut W. J. S. Poerwadarminta, usaha merupakan segala kegiatan dengan mengerahkan tenaga, pikiran atau badan untuk mencapai suatu maksud (Poerwadarminta, 1985: 1136). Berdasarkan pendapat di atas, maka usaha adalah segala sesuatu yang dilakukan oleh individu dengan mengerahkan tenaga, pikiran maupun badan untuk mencapai suatu tujuan serta menghasilkan sesuatu yang diharapkan. K. H. Abdurrahman Wahid merupakan sosok tokoh yang unik dan bersifat multidimensi baik di dalam lingkungan kulturalnya sendiri yaitu Nahdatul Ulama (NU) maupun bagi bangsa Indonesia. Kontroversial merupakan kata atau istilah

11 yang tepat untuk ditujukan pada figur Abdurrahman Wahid. Kekontroversiannya setidaknya muncul karena banyaknya kemampuan yang dimilikinya serta karakter yang berbeda dari manusia kebanyakan. Seperti yang dikemukakan oleh Ahmad Suaedy dan Abdalla dalam bukunya Gila Gus Dur, Wacana Pembaca Abdurrahman Wahid: Dalam pandangan kami, K. H. Abdurrahman Wahid setidaknya mempunyai tiga wajah yang menonjol: sebagai tokoh agama, budayawan, dan politisi. Ketiga peran itu dimainkan secara bergantian dalam kurun waktu yang sama. Ketika berada di tengah komunitas NU, dia berperan sebagai ulama sekaligus ketua PBNU. Ketika berada di Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), dia berperan sebagai budayawan. Ketika bertemu dengan Megawati, B. J. Habibie, Wiranto dan tokoh politik lainnya, maka saat itu Wahid dikatakan sedang memainkan peran politisi (Suaedy dan Abdalla, 2008: 1). Selain sebagai tokoh muslim Indonesia, budayawan dan pemimpin politik, K. H. Abdurrahman Wahid merupakan sosok pejuang pluralisme dan humanisme yang memiliki konsistensi dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Perjuangan akan nilai-nilai kemanusiaan terlihat ketika ia memerhatikan nasib kalangan kecil yang tertindas, termasuk kelompok minoritas (Rifai, 2010: 4). Menurut Hermawan Sulistyo, dkk (ed) dalam bukunya yang berjudul Sejuta Gelar Untuk Gus Dur, K. H. Abdurrahman Wahid adalah pejuang pluralisme dan multikulturalisme. Beliau selama ini berusaha memperjuangkan hak-hak kaum minoritas baik dalam segi sosial budaya maupun hak dalam berpolitik (Sulistyo, dkk (ed), 2010: 255). Konsistensi K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak kelompok minoritas tertindas diwujudkannya melalui serangkaian usaha. Usahanya tersebut tidak saja dilakukan ketika ia menjabat sebagai Presiden RI ke-4 tahun 1999

12 hingga 2001. Akan tetapi, jauh sebelum ia memegang jabatan sebagai kepala negara, K. H. Abdurrahman Wahid telah melakukan usaha memperjuangkan hak kelompok minoritas baik minoritas agama, maupun minoritas etnis Tionghoa baik melalui tindakan, pemikiran yang dituangkan dalan tulisan maupun dengan pemberian dukungan moral. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa K. H. Abdurrahman Wahid merupakan tokoh multidimensi yang tidak hanya berperan sebagai tokoh agama, budayawan maupun politisi, Wahid juga berperan sebagai tokoh humanisme yang memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas yang ada di Indonesia untuk diperlakukan sesuai dengan haknya sebagai sesama warga negara Indonesia. Dalam kaitannya dengan penelitian ini maka usaha K. H. Abdurrahman Wahid dalam memperjuangkan hak minoritas etnis Tionghoa adalah segala sesuatu yang dilakukan Abdurrahman Wahid baik sebelum dan ketika ia menjabat sebagai presiden RI ke-4 melalui serangkaian pemikiran, pemberian dukungan moral, pengembangan wacana, hingga penetapan kebijakan-kebijakan bagi etnis Tionghoa yang pada akhirnya dapat memulihkan hak sipil-politik minoritas etnis Tionghoa yang sempat dibatasi oleh berbagai peraturan pemerintah pada masa Orde Baru. 2. Konsep Hak Minoritas Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, hak adalah kewenangan atau kekuasaan untuk melakukan sesuatu seperti yang telah

13 tercantum dalam berbagai aturan dan perundang-undangan (Poerwadarminta, 1985 : 339). Sedangkan menurut Kusumah, hak secara definitif berarti kekuasaan atau wewenang yang dimiliki seseorang atas sesuatu hal (Kusumah, 1986: 122). Berdasarkan pendapat di atas, maka hak ialah suatu kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan sesuatu sebagaimana yang telah tercantum dalam perundang-undangan. Menurut Hassan Shadily dalam Ensiklopedi Indonesia, minoritas adalah golongan-golongan dalam masyarakat yang dihadapan golongan-golongan yang lebih kuat mempunyai kedudukan sosial yang lebih rendah, kekuasaan, martabat, dan hak yang lebih sempit (Shadily, 1983 : 2257). Menurut Jules Deschennes yang di kutip Hikmat Budiman dalam buku Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme di Indonesia menjelaskan bahwa kelompok minoritas ialah: Kelompok minoritas sebagai kelompok warga negara dalam jumlah kecil yang memiliki karakteristik etnis, agama atau bahasa yang berbeda dari mayoritas penduduk, tidak mempunyai posisi dominan dalam negara, memiliki solidaritas terhadap kelompok lain, mempunyai semangat kebersamaan untuk memperoleh kesetaraan dengan kelompok lain dan persamaan hak dihadapan hukum (Budiman, 2005: 10). Maka minoritas merupakan suatu kelompok yang tidak dominan dalam suatu negara, kelompok-kelompok tersebut memiliki karakteristik etnis, agama, dan bahasa yang berbeda dari mayoritas penduduk. Walaupun sebagai minoritas yang tidak dominan dalam masyarakat, mereka tetap memiliki hak-hak yang sama dengan mayoritas penduduk. Pemerintah menjamin sepenuhnya hak-hak minoritas sebagaimana yang tertuang dalam konstitusi negara.

14 Hak-hak minoritas tersebut tercantum pula dalam deklarasi PBB mengenai perlindungan terhadap hak minoritas, meliputi: 1. Perlindungan negara terhadap eksistensi dan identitas suku, agama, budaya, dan bahasa mereka (Pasal 1) 2. Hak menikmati kebudayaan mereka, menganut dan menjalankan agama dan menggunakan bahasa mereka sendiri baik dalam kelompok mereka maupun dalam masyarakat (Pasal 2 ayat 1) 3. Hak berpartisipasi dalam kehidupan budaya, agama, sosial, ekonomi, dan publik (Pasal 2 ayat 2) 4. Hak turut serta dalam keputusan-keputusan yang mempengaruhi mereka di tingkat nasional dan regional (Pasal 2 ayat 3) 5. Hak mendirikan dan memelihara perkumpulan-perkumpulan mereka sendiri (Pasal 2 ayat 4) 6. Hak mempertahankan hubungan damai dengan anggota-anggota lain dalam kelompok mereka dan dengan orang-orang yang termasuk dalam kelompok minoritas lain, baik dalam wilayah negara mereka sendiri maupun melampaui batas-batas negara (Pasal 2 ayat 5); dan 7. Kebebasan untuk melaksanakan hak mereka tanpa diskriminasi, baik secara perorangan maupun dalam masyarakat dengan anggota-anggota lain dalam kelompok mereka (Pasal 3) (Kusumaatmadja, 2007: 11-12). Dengan adanya deklarasi PBB mengenai hak minoritas, pemerintah wajib melindungi dan menjamin kebebasan akan hak-hak minoritas dari segala macam gangguan yang dapat membatasi atau menghilangkan hak tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hak minoritas merupakan wewenang atau hak-hak yang dimiliki kelompok minoritas untuk mendukung kehidupan kelompok minoritas baik itu minoritas agama maupun etnis dalam menjalankan kehidupan mereka dan mencegah kemungkinan terjadinya diskriminasi serta ancaman dari kelompok mayoritas. Hak minoritas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hak-hak yang dimiliki minoritas etnis Tionghoa sebagai bagian dari bangsa Indonesia untuk menjalankan kehidupan tanpa ada pembatasan ataupun diskriminasi dari pihak-pihak tertentu sebagaimana

15 yang tercantum dalam UUD 1945. Hak-hak tersebut erat kaitannya dengan hak sipil-politik etnis Tionghoa sebagaimana yang tertuang dalam dasar konstitusi negara RI. 3. Konsep Etnis Tionghoa Etnis Tionghoa merupakan kelompok-kelompok sosial dan budaya yang merupakan keturunan Cina yang tinggal di luar RRC dan Taiwan (Depdikbud, 1989 : 237). Menurut Leo Suryadinata, etnis Tionghoa merupakan istilah yang digunakan untuk menyebutkan orang-orang Tionghoa atau warga negara dataran Cina yang bermukim di negeri asing (Suryadinata, 1999 : 15). Kata Tionghoa adalah kata khas Indonesia yang tidak akan ditemukan dalam masyarakat di negara-negara lain. Kata Tionghoa berasal dari kata Chung-Hwa yang merupakan suatu gerakan masyarakat di akhir abad ke-19 untuk terlepas dari belenggu kekuasaan Kerajaan di Cina dan membentuk suatu negara baru di negara-negara lain termasuk Indonesia dengan melupakan negara Cina namun tidak melupakan tradisi dan nilai-nilai luhur kebudayaan tempat di mana mereka berasal. Istilah Tionghoa mulai digunakan di Indonesia pada awal abad ke-20 untuk menyebut rakyat Tiongkok, termasuk mereka yang berada di perantauan. Tiongkok sendiri menggunakan istilah itu untuk menyebut bangsanya tetapi dengan memakai istilah hua-ch iao atau huakiauw dalam lafalan hokkian untuk orang-orang tionghoa di daerah rantauan. Istilah Tionghoa digunakan untuk

16 mengganti kata Cina yang memiliki konotasi negatif karena sering digunakan dalam nada merendahkan. Sama halnya dengan masyarakat Indonesia yang heterogen, minoritas etnis Tionghoa di Indonesia juga merupakan minoritas yang heterogen. Menurut Leo Suryadinata dalam bukunya yang berjudul Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia; Sebuah Bunga Rampai 1965-2008, menyatakan: Etnis Tionghoa di Indonesia merupakan minoritas yang heterogen. Secara kultural mereka terbagi atas orang Tionghoa peranakan dan orang Tionghoa totok. Peranakan adalah orang Tionghoa yang telah lama tinggal di Indonesia dan umumnya telah berbaur dengan budaya dan masyarakat pribumi. Sedangkan Tionghoa totok merupakan pendatang baru yang masih menguasai bahasa Tiongkok dan belum terbaur dalam budaya masyarakat pribumi. Dalam hal agama, sebagian besar orang Tionghoa menganut Kong Hu Chu, Buddhisme, dan Tridharma namun banyak pula yang memeluk agama Katolik, Kristen, dan Islam. Dalam orientasi politik, ada yang pro Beijing atau pro Taipen tetapi lebih banyak lagi yang pro Jakarta. Dalam hal perekonomian, banyak yang berada pada lapisan ekonomi atas tetapi lebih banyak lagi yang berada pada lapisan ekonomi menengah (Suryadinata, 2010: 183-184). Dengan demikian, etnis Tionghoa adalah suatu kelompok dalam masyarakat yang berasal dari warga dataran Cina yang bermukim di negeri asing. Etnis Tionghoa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah suatu kelompok masyarakat warga keturunan Cina yang bermukim di Indonesia dan memiliki kekhasan budaya yang berbeda dengan penduduk Indonesia serta memiliki hak-hak yang sama dengan mayoritas penduduk.

17 B. Kerangka Pikir Pembatasan atas hak sipil-politik minoritas etnis Tionghoa guna mempercepat proses asimilasi total membuat minoritas etnis Tionghoa kesulitan dalam menjalankan aspek kehidupannya. Pembatasan tersebut tentunya bertentangan dengan konstitusi UUD 1945 yang di dalamnya menjamin setiap aspek kehidupan masyarakatnya. Atas dasar itulah, K. H. Abdurrahman Wahid yang saat itu menjabat sebagai Ketua Umum PBNU turut melakukan serangkaian usaha untuk memperjuangkan hak minoritas Tionghoa. Hal itu dilakukan K. H. Abdurrahman Wahid karena ia memandang bahwa setiap kelompok masyarakat tanpa memandang ras, etnis, agama, dan budayanya tak terkecuali minoritas etnis Tionghoa merupakan warga negara yang wajib dijamin haknya oleh negara, ia tidak setuju bila ada negara yang membatasi hak-hak warganya guna membaurkan sebuah masyarakat ke dalam masyarakat lainnya. Usaha Abdurrahman Wahid memperjuangkan hak minoritas Tionghoa telah dirintis semenjak ia belum menjabat sebagai presiden. Pada tahun 1990 Abdurrahman Wahid mulai mengemukakan pemikiran mengenai minoritas Tionghoa yang dituangkannya melalui tulisan. Selain dalam bentuk tulisan, Abdurrahman Wahid juga memberikan dukungan moral yang ditujukannya kepada individu ataupun masyarakat keturunan Tionghoa yang sedang menghadapi permasalahan terkait hak-haknya. Usaha Abdurrahman Wahid memperjuangkan hak minoritas Tionghoa berlanjut ketika ia terpilih menjadi presiden RI ke-4 (1999-2001) menggantikan B. J. Habibie. Pada masa pemerintahannya, Abdurrahman Wahid mengembangkan

18 wacana mengenai multikulturalisme dan menetapkan berbagai kebijakan bagi etnis Tionghoa terkait eksistensi etnis Tionghoa dan budayanya di Indonesia. Serangkaian usaha yang dilakukan Abdurrahman Wahid baik sebelum dan ketika ia menjabat sebagai presiden diharapkan dapat memulihkan hak sipil-politik minoritas etnis Tionghoa. Sehingga dengan begitu keberadaan etnis Tionghoa dan haknya sebagai bagian bangsa dapat diakui oleh masyarakat mayoritas. C. Paradigma K. H. Abdurrahman Wahid Memperjuangkan Hak Minoritas Etnis Tionghoa Sebelum Menjabat Sebagai Presiden : 1. Penyebarluasan Pemikiran Melalui Tulisan 2. Pemberian Dukungan Moral Ketika Menjabat Sebagai Presiden : 1. Pengembangan Wacana Multikulturalisme 2. Penetapan Kebijakan- Kebijakan Pulihnya Hak Sipil-Politik Minoritas Etnis Tionghoa Keterangan : : Garis Usaha : Garis Hasil

19 REFERENSI Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Halaman 997 W. J. S. Poerwadarminta. 1985. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Halaman 1136 Ahmad Syaedy dan Ulil Abshar Abdalla. 2008. Gila Gus Dur: Wacana Pembaca Abdurrahman Wahid. Yogyakarta: LkiS. Halaman 1 Muhammad Rifai. 2010. Gus Dur: Biografi Singkat 1940-2009. Yogyakarta: Garasi House of Book. Halaman 4 Hermawan Sulistyo, dkk(ed). 2010. Sejuta Gelar Untuk Gus Dur. Jakarta: Pensil- 324. Halaman 255 W. J. S. Poerwadarminta. 1985. Op Cit. Halaman 339 Suriah Kusumah, dkk. 1986. Kewargaan Negara. Jakarta: Karunika. Halaman 122 Hassan Shadily. 1983. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Halaman 2257 Hikmat Budiman. 2005. Hak Minoritas: Dilema Multikulturalisme di Indonesia. Jakarta: The Interseksi Foundation-TIFA. Halaman 10 Sarwono Kusumaatmadja. 2007. Politik dan Hak Minoritas. Jakarta: Koekoesan. Halaman 11-12 Depdikbud. 1989. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: PT. Citra Adipustaka. Halaman 237 Leo Suryadinata. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: LP3ES. Halaman 15 -------------------. 2010. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme Indonesia; Sebuah Bunga Rampai 1965-2008. Jakarta: Kompas. Halaman 183-184