BAB I PENDAHULUAN. intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. orang meninggal akibat trauma. Di antara trauma - trauma yang terjadi, trauma maksilofasial

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya dimana kerusakan disebabkan gaya mekanik dari luar sehingga timbul gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena penderitanya sebagian besar orang muda, sehat dan produktif (Ropper &

HUBUNGAN ANTARA STATUS GLASSGOW COMA SCALE DENGAN ANGKA LEUKOSIT PADA PASIEN TRAUMA KEPALA YANG DIRAWAT INAP DI RSUD Dr MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. populasi dunia berumur dibawah 45 tahun (Werner & Engelhard, 2007). Penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. umur dibawah 45 tahun, perbandingan laki-laki dan wanita adalah 2 : 1. Penyebab

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Cedera atau trauma adalah permasalahan yang berkembang

BAB I PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk pengambilan keputusan klinis, alokasi sumber daya dan

BAB I PENDAHULUAN. 50% kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan kendaraan. selamat akan mengalami disabilitas permanen (Widiyanto, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan masalah kesehatan, sosial, ekonomi yang penting di seluruh dunia dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

USULAN PENELITIAN HUBUNGAN FAKTOR RISIKO DAN OUTCOME PASIEN EPIDURAL HEMATOMA PASCA TREPANASI EVAKUASI HEMATOMA DI RSUP SANGLAH DENPASAR

ABSTRAK. Validitas Faktor-Faktor Resiko Kematian dalam 14 Hari pada Pasien Cidera Kepala Berat di RSUP Sanglah Denpasar

BAB I PENDAHULUAN. kendaraan bermotor di seluruh dunia pada tahun 2013 mencapai 1,2 juta jiwa dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Cedera kepala merupakan kasus yang sering ditemui. di Instalasi Rawat Darurat. Cedera kepala adalah salah

BAB I PENDAHULUAN. akibat kecelakaan lalulintas.(mansjoer, 2002) orang (39,9%), tahun 2004 terdapat orang dengan jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, khususnya di

BAB I PENDAHULUAN. Cedera otak traumatik (traumatic brain injury) masih merupakan masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi tingginya.

LAMPIRAN FORMULIR PERSETUJUN MENJADI RESPONDEN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Sdr. W POST OP CRANIATOMY HARI KE- 2 DENGAN CEDERA KEPALA BERAT DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menduduki urutan ke 10 dari urutan prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada sistem saraf pusat

BAB 1 PENDAHULUAN. traumatik merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Keperawatan merupakan salah satu profesi yang terlibat dalam. yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai di masyarakat, baik anak-anak, remaja, dewasa. maupun lanjut usia. Cedera kepala dapat dikaitkan

BAB I PENDAHULUAN. pada kelompok umur tahun, dan nomor 2 pada kelompok usia 25 34

BAB 1 PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi di era globalisasi terus berkembang, khususnya

TRAUMA KEPALA. Doni Aprialdi C Lusi Sandra H C Cynthia Dyliza C

MODUL KEPANITERAAN KLINIK BEDAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otak merupakan organ yang sangat vital bagi seluruh aktivitas dan fungsi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Trauma toraks merupakan trauma yang mengenai dinding toraks atau

Pendahuluan. Cedera kepala penyebab utama morbiditas dan mortalitas Adanya berbagai program pencegahan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sebab, menempati urutan kesepuluh penyebab semua kematian dan

BAB I. yang mencapai umur 60 tahun keatas 1. terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang diderita 2.

BAB I PENDAHULUAN. bervariasi. Insidensi stroke hampir mencapai 17 juta kasus per tahun di seluruh dunia. 1 Di

BAB I PENDAHULUAN. Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit tentunya

GAMBARAN CT SCAN KEPALA PADA PENDERITA CEDERA KEPALA RINGAN DI BLU RSUP Prof. Dr. R. D. KANDOU MANADO PERIODE

Jon Hadi 1, Syaiful Saanin 2, Erkadius 3 Bagian Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RS M.Djamil Padang

BAB 1 : PENDAHULUAN. membungkus jaringan otak (araknoid dan piameter) dan sumsum tulang belakang

GAMBARAN STATUS KOGNITIF PADA PASIEN CEDERA KEPALA YANG TELAH DIIZINKAN PULANG DI RSUD ARIFIN ACHMAD PEKANBARU

I KETUT WISUDANA YUANA NIM

BAB 3 METODE PENELITIAN. Pengambilan data primer dari pasien cedera kepala tertutup derajat sedang berat

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Badan Pusat Statistik Republik Indonesia, jumlah. korban meninggal , luka berat yang menderita luka ringan

IKRIMA RAHMASARI J

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. penyakit yang sering dijumpai dalam praktek kedokteran. Data epidemiologis

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. klinis cedera kepala akibat trauma adalah Glasgow Coma Scale (GCS), skala klinis yang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda (Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengguna kendaraan bermotor di masyarakat, tingkat kecelakaan di dunia

BAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik yang tidak normal dan pola hidup yang tidak sehat. Kanker dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Stroke yang disebut juga sebagai serangan otak atau brain attack ditandai

GAMBARAN KUALITAS HIDUP PENDERITA SINUSITIS DI POLIKLINIK TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RSUP SANGLAH PERIODE JANUARI-DESEMBER 2014

BAB 3 METODE PENELITIAN. Desain penelitian : prospektif dengan pembanding internal. U1n. U2n

BAB I PENDAHULUAN UKDW. sekian banyak penyakit degeneratif kronis (Sitompul, 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. terhentinya suplai darah ke otak karena sumbatan (stroke iskemik) atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pembuluh darah dalam mengalirkan darah ke otak. Ini bisa disebabkan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Stroke Menurut World Health Organization (WHO) (2001) seperti yang

Gambaran skor MMSE dan MoCA-INA pada pasien cedera kepala ringan dan sedang yang dirawat di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan di Amerika Serikat setelah penyakit jantung dan kanker. Terhitung 1

BAB I PENDAHULUAN. Meningitis adalah kumpulan gejala demam, sakit kepala dan meningismus akibat

BAB I PENDAHULUAN. tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi-decelerasi) yang

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala istilah antara lain Traumatic Brain Injury adalah suatu cedera akut

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan penyebab kematian nomor 2 di dunia. pada populasi dewasa dan penyebab utama kecacatan (Ikram

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian

BAB I PENDAHULUAN. jumlah tersebut menempati urutan ke-4 terbesar di dunia, setelah India (31,7

BAB I PENDAHULUAN. terbesar menimbulkan kecacatan dalam kehidupan manusia (Misbach, 2011).

BAB 4 METODE PENELITIAN. Ruang lingkup penelitian ini adalah ICU RSUP dr. Kariadi Semarang.

PENDAHULUAN. SCIENTIA JOURNAL Vol.2 No.1 Mei 2013 STIKes PRIMA JAMBI

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN LAMA WAKTU TANGGAP PERAWAT PADA PENANGANAN ASMA DI INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD PANEMBAHAN SENOPATI BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah pasien stroke terbesar di

BAB I PENDAHULUAN. Stroke atau cedera serebrovaskuler (CVA) adalah ketidaknormalan fungsi sistem

BAB 3 PENURUNAN KESADARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. 1

BAB I PENDAHULUAN. Stroke didefinisikan sebagai defisit neurologis yang terjadi tiba-tiba

BAB I PENDAHULUAN. darah menuju otak, baik total maupun parsial (sebagian) (Čengić et al., 2011).

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan kenaikan harga bahan bakar minyak, sepeda motor menjadi alat transportasi

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut WHO MONICA project, stroke didefinisikan sebagai gangguan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sakit merupakan keadaan dimana terjadi suatu proses penyakit dan

BAB I PENDAHULUAN. tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Brunner & Suddarth,

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Manusia akan menjalani proses kehidupan yang memiliki 5 yakni

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. kesehatan yang optimal, maka diperlukan kemauan dan kemampuan akan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Unit Gawat Darurat menurut Australlian College For Emergency Medicine

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Stroke merupakan suatu sindroma neurologis yang. terjadi akibat penyakit kardiovaskular.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

5.2 Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Kelompok Usia dan Jenis Kelamin Distribusi Pasien Tumor Tulang Berdasarkan Lokasi

BAB I PENDAHULUAN. (Misbach, 2011). Stroke merupakan salah satu sumber penyebab. gangguan otak pada usia puncak produktif dan menempati urutan

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Corwin (2009) menyatakan dalam Buku Saku

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi terutama dalam bidang transportasi mengakibatkan meningkatnya jumlah dan jenis kendaraan bermotor dan hal ini berdampak pada meningkatnya kasus kecelakaan kendaraan bermotor yang menimbulkan cedera kepala. Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang dapat menyebabkan gangguan fisik dan mental yang kompleks. Gangguan yang ditimbulkan dapat bersifat sementara maupun menetap seperti defisit kognitif, psikis, intelektual serta gangguan fungsi fisiologis lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena trauma kepala dapat mengenai berbagai komponen kepala mulai dari bagian terluar hingga terdalam, termasuk tengkorak dan otak. Menurut Guerrero et al (2000) bagian kegawat daruratan menunjukkan bahwa penyebab primer cedera kepala karena trauma pada anak-anak adalah karena jatuh, dan penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras. Penyebab cedera kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan. Penyebab cedera kepala terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10% kecelakaan dalam pekerjaan, 10% kecelakaan saat rekreasi dan 5% akibat diserang (Dawodu, 2007). Di Indonesia kecelakaan kendaraan bermotor mencapai 13.339 kejadian mengakibatkan kematian 1

2 9.865 jiwa, luka berat 6.143 jiwa serta luka ringan 8.694 jiwa dari semua kasus kecelakaan kendaraan bermotor, 50% adalah berupa cedera kepala (DepkesRI, 2005). Cedera kepala merupakan penyebab kecacatan dan kematian terbesar di seluruh dunia. Cedera kepala juga menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan pada anak-anak dan orang dewasa umur 1-45 tahun. Cedera kepala sedang dan berat menjadi faktor penyebab peningkatan kasus penyakit Alzheimer 4,5 kali lebih tinggi (Turliuc, 2010). Setiap tahun di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus cedera kepala, 52.000 pasien meninggal dan selebihnya dirawat inap. Data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah sakit di Jakarta, RS Cipto Mangunkusumo, untuk penderita rawat inap, terdapat 60%- 70% dengan CKR, 15%-20% CKS, dan sekitar 10% dengan CKB. Angka kematian tertinggi sekitar 35%-50% akibat CKB, 5%-10% CKS, sedangkan untuk CKR tidak ada yang meninggal (PERDOSI, 2009). Di RSUP Sanglah Denpasar, insiden cedera kepala pertahun rata-rata di atas 2000 kasus, di mana 30% merupakan pasien cedera kepala sedang dan berat (Register IRD Sanglah, 2011). Cedera kepala dikelompokkan berdasarkan berat ringannya dengan menggunakan observasi kesadaran yang dikenal dengan Glasgow coma scale (GCS) dan dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu cedera kepala ringan (nilai GCS 14-15), cedera kepala sedang (nilai GCS 9-13) dan cedera kepala berat (nilai GCS 3-8) (Torner, Choi, Barnes, 1999). Dari jumlah tersebut, 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Yang sampai di rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan (CKR), 10% termasuk cedera kepala sedang (CKS), dan 10% sisanya adalah

3 cedera kepala berat (CKB). Cedera kepala juga merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Yang terpenting dalam penanganan cedera kepala adalah deteksi dini untuk menentukan ada tidaknya lesi akut intrakranial yang membutuhkan operasi dan untuk menangani lesi tersebut sebelum timbul komplikasi (Golden et al, 2013). Lesi akut intrakranial mencerminkan seriusnya cedera kepala. Makin rendah GCS semakin besar kemungkinan terjadi lesi akut intrakranial. Fokus penanganan lesi akut intrakranial adalah menentukan perlu tidaknya tindakan operasi untuk memperbaiki keadaan pasien. Dari kajian pustaka ada beberapa faktor risiko yang dapat memprediksi adanya lesi akut intrakranial pada CKS dan perlunya tindakan operasi. Membedakan faktor klinis yang perlu operasi atau tidak pada CKS, dapat membantu dokter bedah di daerah yang tidak punya CT scan untuk menuntukan apakah pasien perlu segera dirujuk atau tidak. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menentukan dua end point dari penelitian yaitu: 1) faktor risiko lesi akut intrakranial pada CKS dan 2) faktor risiko perlunya tindakan operasi pada CKS. Beberapa faktor risiko pada kedua end point tersebut dikaji dan kemudian diuji baik dengan bivariat atau multivariat kemaknaan faktor risiko tersebut terhadap kedua end point itu. Dari beberapa kajian pustaka, penulis mengidentifikasi ada beberapa faktor risiko yang berperan terhadap lesi akut intrakranial pada CKS, antara lain: usia, skor awal Glasgow Coma Scale (GCS), diameter pupil dan reaksi cahaya, nyeri kepala, patah tulang kepala dan hipotensi. Identifikasi faktor risiko penting untuk

4 memprediksi terjadinya lesi akut intrakranial terutama pada pasien yang datang ke unit gawat darurat. Diharapkan dengan mengidentifikasi faktor risiko dapat memprediksi pasien yang memerlukan operasi atau tidak. Penanganan untuk dokter bedah umum yang bekerja di rumah sakit yang tidak memiliki CT scan, dengan mengidentifikasi faktor risiko yang berhubungan dengan perlunya tindakan operasi, dapat dipakai sebagai acuan untuk merujuk atau tidak pasien CKS. Bila didapatkan faktor risiko lesi akut intrakranial dan mendukung tindakan operasi, maka pasien segera dirujuk, bila tidak maka pasien dapat dirawat di rumah sakit tersebut. Dengan demikian, penanganan yang cepat dan tepat serta diteksi sedini terhadap pasien-pasien cedera kepala sedang dengan atau tanpa lesi akut intrakranial diharapkan dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas pasien cedera kepala. Berdasarkan latar belakang di atas, maka dipandang perlu melakukan penelitian mengenai faktor faktor klinis yang berhubungan dengan lesi akut intracranial dan perlunya tindakan operasi pada pasien cedera kepala sedang di RSUP Sanglah Denpasar. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: 1. Apakah pasien CKS dengan usia lebih dari 60 tahun adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial?

5 2. Apakah pasien CKS dengan usia lebih dari 60 tahun memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan operasi lebih tinggi? 3. Apakah pasien CKS dengan skor awal GCS 9-10 merupakan faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial? 4. Apakah pasien CKS dengan skor awal GCS 9-10 merupakan risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan operasi lebih tinggi? 5. Apakah pasien CKS dengan hipotensi adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial? 6. Apakah pasien CKS dengan hipotensi memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi? 7. Apakah pasien CKS dengan reflek pupil anisokor merupakan faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial? 8. Apakah pasien CKS dengan reflek pupil anisokor merupakan risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi? 9. Apakah pasien CKS dengan patah tulang kepala adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial? 10. Apakah pasien CKS dengan patah tulang kepala memiliki risiko lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi? 11. Apakah pasien CKS dengan waktu kejadian sampai mendapat penanganan dirumah sakit > 6 jam adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial?

6 12. Apakah pasien CKS dengan waktu kejadian sampai mendapat penanganan dirumah sakit > 6 jam memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi? 13. Apakah pasien CKS dengan gangguan Faal Hemostasis (pemanjangan partial thromboplastin time dan pemanjangan aktif partial thromboplastin time) adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial? 14. Apakah pasien CKS dengan gangguan Faal Hemostasis (pemanjangan partial thromboplastin time dan pemanjangan aktif partial thromboplastin time) memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi? 15. Apakah pasien CKS dengan hypoxia adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial? 16. Apakah pasien CKS dengan hypoxia memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi? 17. Apakah pasien CKS dengan jenis kelamin laki-laki mempunyai faktor risiko lesi akut intrakranial? 18. Apakah pasien CKS dengan jenis kelamin laki-laki memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi? 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum

7 Untuk mengetahui faktor faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya lesi akut intrakranial dan perlu tidaknya tindakan operasi pada pasien cedara kepala sedang di RSUP Sanglah Denpasar. 1.3.2. Tujuan khusus 1. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan usia lebih dari 60 tahun adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial. 2. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan usia lebih dari 60 tahun memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan operasi lebih tinggi. 3. Mengetahui adanya hubungan pasien CKS dengan skor awal GCS 9-10 terhadap terjadinya lesi akut intrakranial. 4. Mengetahui adanya hubungan pasien CKS dengan skor awal GCS 9-10 terhadap terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan operasi lebih tinggi. 5. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan hipotensi adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial. 6. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan hipotensi memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi. 7. Mengetahui adanya hubungan antara pasien CKS dengan reflek pupil anisokor sebagai faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial. 8. Mengetahui adanya hubungan antara pasien CKS dengan reflek pupil anisokor terhadap risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi.

8 9. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan patah tulang kepala adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial. 10. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan patah tulang kepala memiliki risiko lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi. 11. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan waktu kejadian sampai mendapat penanganan dirumah sakit > 6 jam merupakan faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial. 12. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan waktu kejadian sampai mendapat penanganan dirumah sakit > 6 jam memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi. 13. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan gangguan Faal Hemostasis (pemanjangan partial thromboplastin time dan pemanjangan aktif partial thromboplastin time) adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial. 14. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan gangguan Faal Hemostasis (pemanjangan partial thromboplastin time dan pemanjangan aktif partial thromboplastin time) memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi. 15. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan hypoxia adalah faktor risiko terjadinya lesi akut intrakranial. 16. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan hypoxia memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi.

9 17. Mengetahui bahwa pasien CKS desngan jenis kelamin laki-laki mempunyai faktor risiko lesi akut intrakranial. 18. Mengetahui bahwa pasien CKS dengan jenis kelamin laki-laki memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial yang memerlukan tindakan operasi lebih tinggi. 1.4. Manfaat 1.4.1. Manfaat Ilmiah Hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dalam upaya mengetahui faktor - faktor klinis yang berhubungan dengan terjadinya lesi akut intrakranial dan perlunya tindakan operasi pada pasien cedara kepala sedang. 1.4.2. Manfaat Praktis Dengan mengidentifikasi faktor-faktor risiko tersebut, diharapkan dapat menjadi patokan untuk menditeksi secara dini pasien yang memiliki risiko terjadinya lesi akut intrakranial dan pasien yang memerlukan tindakan operasi, sehingga tercapai prinsip penanganan cedera kepala, yaitu deteksi dini komplikasi dan penanganan yang sedini mungkin.