JURNAL EKONOMI & KEBIJAKAN PUBLIK Vol. 3 No. 2, Desember 2012

dokumen-dokumen yang mirip
Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA KELAS JABATAN DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

BAB I PENDAHULUAN. industri di sebuah negara. Perkembangan industri manufaktur di sebuah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL Triwulan IV 2012

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi dunia usaha termasuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) saat

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

3. Pola hubungan spasial intra-interregional di Kapet Bima dapat diamati dari pergerakan arus barang dan penduduk antar wilayah, yakni dengan

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA - SALINAN SALINAN

BUPATI JEPARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN JEPARA

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan dalam menjalankan operasional perusahaannya memerlukan

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

BAB I PENDAHULUAN. Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda

BAB VI STRATEGI DAN KEBIJAKAN

Analisis dan Tinjauan Makro Perekonomian Kabupaten Bima

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan di bumi. Seperti yang kita ketahui bahwa perusahaan dianggap sebagai

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

KEBIJAKAN PENGUATAN SEKTOR RIIL DI INDONESIA Kamis, 16 Juli 2009

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

III. KERANGKA PENDEKATAN STUDI DAN HIPOTESIS

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BAB I PENDAHULUAN. wilayah. Karena pada dasarnya, investasi merupakan satu pengeluaran

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Gambaran Umum BUMN

PENGELOLAAN KAWASAN ANDALAN YANG MENDUKUNG PENGEMBANGAN INVESTASI DUNIA USAHA DI KTI

PEMERINTAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN

PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan regional, pengembangan jiwa kewirausahaan sangat

Menteri Perindustrian Republik Indonesia PAPARAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA ACARA RAKER KEMENTERIAN PERDAGANGAN JAKARTA, 27 JANUARI 2016

BAB I PENDAHULUAN. dalam masalah pembiayaan semakin beragam pula produk bank yang di tawarkan,

BAB I PENDAHULUAN. cukup baik di tengah situasi perekonomian global yang masih dibayang-bayangi

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

TUBAN, 24 AGUSTUS 2015

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG KEBIJAKAN PERCEPATAN PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN BERBASIS SUMBER DAYA LOKAL

BAB 6 PENUTUP. A. Simpulan

BAB I PENDAHULUAN. Undang Republik Indonesia No 28 Tahun 2009 yaitu kontribusi wajib kepada negara

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH BESERTA KERANGKA PENDANAAN

KINERJA PENCIPTAAN LAPANGAN KERJA TIGA PEMERINTAHAN

UMKM & Prospek Ekonomi 2006

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

LD NO.14 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL I. UMUM

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini semakin ketatnya persaingan negara-negara di dunia berlombalomba

Jurnal Budget. Vol. 2, No. 1, Pusat Kajian Anggaran Badan Keahlian DPR RI ISSN

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. bentuk investasi kredit kepada masyarakat yang membutuhkan dana. Dengan

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN I TAHUN 2016

KEBIJAKAN OTORITAS JASA KEUANGAN STIMULUS PERTUMBUHAN EKONOMI NASIONAL DAN PENINGKATAN SUPPLY VALUTA ASING DI SEKTOR JASA KEUANGAN 7 OKTOBER 2015

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

KEBIJAKAN MANAGEMEN RESIKO

BAB I PENDAHULUAN. dianggap investasi tersebut menguntungkan. Menurut Tandelilin (2010) investasi

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN II TAHUN 2016

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian global yang melanda perekonomian negara-negara di dunia dengan

MP3EI Pertanian : Realisasi dan Tantangan

BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

Analisis Isu-Isu Strategis

REKOMENDASI SEMINAR STRATEGI DAN TANTANGAN PEMBANGUNAN EKONOMI JANGKA MENENGAH PROVINSI JAMBI 22 DESEMBER 2005

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

5 / 7

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

BAB III BERBAGAI KEBIJAKAN UMKM

Paparan Walikota Bengkulu

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

BAB IV ANALISIS ISU ISU STRATEGIS

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

Boks: Dampak Gempa terhadap Masyarakat Dunia Usaha DIY

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

Jakarta, 10 Maret 2011

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan yang terencana. Perencanaan wilayah adalah mengetahui dan

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN LAPORAN PEMANTAUAN PELAKSANAAN ANGGARAN TRIWULAN III TAHUN 2016

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

Contents

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG KETAHANAN PANGAN DAN GIZI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BUPATI KUDUS. PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 Tahun 2010 TENTANG

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

Berdasarkan PP Nomor 39 Tahun 2006 Konsolidasi Program, Sub Fungsi, dan Fungsi (Form C)

PENJELASAN SUBTEMA IDF. Pathways to Tackle Regional Disparities Across the Archipelago

Transkripsi:

JURNAL EKONOMI & KEBIJAKAN PUBLIK Vol. 3 No. 2, Desember 2012 DAFTAR ISI ANALISIS PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH PASCA ERUPSI GUNUNG MERAPI Edmira Rivani dan Sony Hendra Permana... 125-137 OVERVIEW FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERINGKAT OBLIGASI DAN DAMPAKNYA TERHADAP PENGAMBILAN KEPUTUSAN INVESTOR Venti Eka Satya dan Yuni Sudarwati... 139-151 KEBIJAKAN CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY SEBAGAI STRATEGI PENGURANGAN PAJAK PADA BADAN USAHA MILIK NEGARA: STUDI KASUS PT. SEMEN BATURAJA (PERSERO) DAN PT. BUKIT ASAM (PERSERO) TBK. Rafika Sari dan Izzaty... 153-172 ANALISIS POLA KONSUMSI DENGAN PENDEKATAN POLA PANGAN HARAPAN KOTA MEDAN Mhd. Ilham Riyadh... 173-186 KONDISI, MASALAH, DAN TANTANGAN PEMERINTAH PROVINSI BALI DALAM MENGHADAPI ACFTA Mandala Harefa... 187-202 POLA PERKEMBANGAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN REGIONAL DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Hilma Meilani dan Dewi Wuryandani... 203-214 PERKEMBANGAN KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN PERUMAHAN DI BATAM Dewi Restu Mangeswuri dan Niken Paramita Purwanto... 215-228 MASALAH INFRASTRUKTUR DALAM MENGEMBANGKAN INDUSTRI MANUFAKTUR T. Ade Surya dan Lukman Adam... 229-242 Pedoman Penulisan...243

KATA PENGANTAR Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik (EKP) kembali hadir di tengah pembaca melalui Volume 3 Nomor 2 Tahun 2012. Dalam edisi kali ini Jurnal Ekonomi dan Kebijakan Publik mengetengahkan delapan tulisan. Tulisan pertama ditulis oleh Edmira Rivani dan Sony Hendra Permana yang membahas tentang penyelesaian kredit bermasalah UMKM pasca erupsi merapi. Dalam analisisnya kedua penulis menyimpulkan bahwa praktik perbankan masih bersikap diskriminatif pada UMKM korban gempa. Karena mengalami gagal bayar hutang kepada bank, negara melalui Bank Indonesia memberikan black list (daftar hitam) kepada para pengusaha UMKM. Akibatnya, aset jaminan UMKM yang biasanya jauh lebih besar dari nilai pinjaman tersandera di bank. Karena itu kedua penulis menyarankan bahwa diperlukan penilaian kerusakan (lost) dan kebutuhan (need assessment) yang diperlukan bagi pemulihan ekonomi rakyat lereng merapi, juga penilaian potensi (opportunity) dan ketersediaan dan kebersediaan pasokan (supply assessment) bagi kebutuhan tersebut pada organisasi ekonomi rakyat di Provinsi D.I. Yogyakarta. Tulisan kedua membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peringkat obligasi dan dampaknya terhadap pengambilan keputusan investor. Tulisan ini ditulis oleh Venti Eka Satya dan Yuni Sudarwati. Dalam analisisnya, kedua penulis sepakat bahwa rating obligasi merupakan suatu metode penilaian yang terstandarisasi atas kemampuan suatu negara atau perusahaan dalam membayar utang-utangnya. Mereka juga menjelaskan bahwa para investor sangat berkepentingan terhadap peringkat obligasi dikarenakan dapat memberikan informasi dan sinyal mengenai tingkat profitabilitas dan kemungkinan pengembalian investasi mereka. Lebih jauh dijelaskan bahwa karena terstandarisasi, rating suatu perusahaan atau negara dapat dibandingkan dengan perusahaan atau negara yang lain, sehingga dapat dibedakan siapa yang mempunyai kemampuan lebih baik, siapa yang kurang. Analisisnya juga memperlihatkan bahwa dampak dari pemeringkatan obligasi pemerintah terhadap perilaku investor terlihat dari meningkatnya jumlah investasi luar negeri. Akan tetapi hal ini tidak berdampak secara signifikan pada perilaku investor perusahaan, sedangkan pemeringkatan obligasi perusahaan terlihat berdampak secara signifikan terhadap expected return investor. Tulisan ketiga datang dari Rafika Sari dan Izzaty yang membahas tentang kebijakan Corporate Social Responsibility sebagai strategi pengurangan pajak pada Badan Usaha Milik Negara, yang dijelaskan melalui Studi Kasus pada PT. Semen Baturaja (Persero) dan PT. Bukit Asam (Persero) Tbk. Dalam analisisnya terlihat bahwa BUMN sebagai salah satu motor penggerak perekonomian nasional harus mampu memberikan kontribusi terhadap masyarakat, dan salah satunya adalah dalam bentuk CSR. CSR merupakan suatu usaha memperhitungkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari operasional perusahaan, dengan tujuan memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir kelemahan perusahaan tersebut. Walaupun banyak regulasi terkait kewajiban perusahaan untuk melakukan CSR, namun saat ini belum ada Undang-Undang khusus yang mengatur mengenai CSR di Indonesia. Kemudian dengan mempertimbangkan manfaat yang muncul dengan adanya CSR berupa peningkatan kualitas hidup masyarakat dan perekonomian masyarakat sekitar, serta mempertimbangkan manfaat balikan yang diterima oleh perusahaan melalui peningkatan citra perusahaan, maka kebijakan insentif perpajakan menjadi alternatif solusi untuk menggenjot semakin banyaknya perusahaan melakukan CSR. Berdasarkan perbandingan negara lain, setiap negara memiliki tujuan yang berbeda dalam melaksanakan kebijakan insentif perpajakan. Kebijakan pengurangan pajak sebagai insentif bagi perusahaan yang melakukan CSR telah dilakukan di beberapa negara, namun untuk aplikasinya di Indonesia perlu pertimbangan yang komprehensif dan mendalam, karena memiliki dampak positif dan dampak negatif baik bagi perusahaan sebagai pemberi CSR, bagi masyarakat sebagai penerima manfaat CSR, maupun bagi pemerintah selaku pembuat kebijakan. Saran terpenting dari kedua penulis adalah perlu penegasan mengenai pedoman sasaran pelaksanaan CSR dan sektor-sektor yang kemungkinan dapat dimanfaatkan untuk penggunaan dana CSR ini, terutama untuk BUMN dalam mencapai salah satu tujuannya yaitu sebagai salah satu motor penggerak perekonomian nasional yang mampu memberikan kontribusi terhadap masyarakat. Selain itu, perlu diarahkan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat pemberdayaan masyarakat yang akan memberikan kontribusi kembali terhadap perusahaan yang melakukan CSR tersebut. Tulisan keempat membahas tentang analisis pola konsumsi dengan pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH) Kota Medan oleh Mhd. Ilham Riyadh. Dalam tulisannya disimpulkan bahwa pola konsumsi penduduk Kota Medan adalah pola pangan pokok beras dengan distribusi kelompok padi-padian sebesar 55,07 persen dari total kalori, sedangkan kelompok pangan dengan distribusi kalori terkecil adalah kelompok gula sebesar 1,37 dari total kalori. PPH Kota Medan untuk tahun 2010 sebesar 82,50. Dengan komposisi mutu dan skor PPH tersebut, maka dapat dinyatakan pola konsumsi pangan penduduk Kota Medan menyerupai pola konsumsi

iv nasional. Kemudian analisis strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan pola konsumsi pangan adalah adanya peningkatan peran serta dan partisipasi masyarakat untuk mencapai PPH tersebut. Tulisan ini menyarankan bahwa pemantauan konsumsi pangan perlu dilakukan secara rutin serta perlu Menjaga ketersediaan pangan melalui upaya-upaya seperti peningkatan produksi dan produktivitas pangan lokal, mengembangkan kerjasama jaringan distribusi dan informasi pangan dalam dan antar daerah untuk mewujudkan ketersediaan dan stabilitas harga, dan pelestarian sumber daya alam (lahan dan air) dan lingkungan guna mendukung peningkatan produksi pangan. Tulisan kelima ditulis oleh Mandala Harefa tentang kesiapan pemerintah daerah dalam menghadapi liberalisasi perdagangan, dengan melakukan studi di Provinsi Bali. Dalam tulisannya, penulis menjelaskan bahwa dalam kegiatan perdagangan baik dalam negeri atau antar daerah dan perdagangan luar negeri merupakan pendorong pertumbuhan ekonomi. Kemudian dalam pengembangan perdagangan, diarahkan pada upaya pencapaian ketersediaan dan keterjangkauan bahan makan dan kebutuhan pokok masyarakat, bergeraknya kegiatan pariwisata dan pendayagunaan secara optimal terhadap potensi ekonomi dan sumber daya lain. Selain itu kebijakan perdagangan diarahkan pada berfungsinya regulasi agar mekanisme pasar perlu aturan yang jelas tanpa distorsi sehingga tercipta iklim usaha yang kondusif. Dalam kegiatan perdagangan di Provinsi Bali baik perdagangan antardaerah dan perdagangan antarpulau, kondisinya masih banyak permasalahan dalam hal pendistribusikan kebutuhan pokok dan bahan baku, mengenai regulasi pendirian pasar modern, serta regulasi perizinan yang merupakan kewenangan pemerintah daerah. Usaha perdagangan menjadi tidak efisien karena munculnya berbagai biaya tambahan dan perizinan. Beban biaya transaksi tersebut tidak hanya mengganggu usaha perdagangan tetapi akan berimplikasi merugikan perekonomian daerah secara keseluruhan. Selanjutnya untuk meningkatkan kinerja ekspor Provinsi Bali maka perlu pengurangan biayabiaya yang membebani pelaku usaha melalui kebijakan pemerintah daerah dan dukungan pemerintah pusat untuk menunjang dan meningkatkan kelancaran perdagangan dan ekspor. Khususnya ekspor non migas baik pemerintah daerah dan pusat harus meminimalisir distorsi dalam kemudahan prosedur ekspor dan penurunan pajak ekspor. Tulisan keenam ditulis oleh Hilma Meilani dan Dewi Wuryandani yang mengambil tema tentang pola perkembangan ekonomi dan ketimpangan regional di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Dalam tulisannya terlihat bahwa pola perkembangan ekonomi di Provinsi NTB berdasarkan Tipologi Klassen menunjukkan bahwa Provinsi NTB dapat diklasifikasikan ke dalam empat kategori, yaitu daerah cepat maju dan cepat tumbuh (Kabupaten Sumbawa Barat dan Kota Mataram), daerah maju tapi lamban tumbuh (Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Dompu), daerah berkembang cepat (Lombok Barat dan Lombok Tengah), dan daerah relatif tertinggal (Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Bima, Kota Bima, dan Kabupaten Lombok Utara). Kemudian ketimpangan regional di Provinsi NTB cukup besar, dan daerah yang cepat maju cepat tumbuh, dan daerah maju tapi lamban tumbuh adalah daerah-daerah yang memiliki ketimpangan yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pendapatan per kapita yang tinggi berkaitan dengan ketimpangan regional. Ketimpangan regional paling besar terjadi di Kabupaten Sumbawa Barat, dan paling kecil terdapat di Kabupaten Lombok Tengah. Salah satu saran penting yang diajukan oleh kedua penulis adalah untuk Kabupaten Lombok Timur, Bima, dan Lombok Utara yang tergolong daerah tertinggal, perlu mengembangkan sektor pertanian secara luas (tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan). Sedangkan Kota Bima yang tergolong daerah tertinggal dan sukar berkembang karena andalannya adalah sektor pemerintahan umum disarankan untuk mengembangkan sektor tanaman bahan makanan dan pengangkutan. Tulisan berikutnya tentang ketersediaan dan kebutuhan perumahan yang ditulis oleh Dewi Restu Mangeswuri dan Niken Paramita Purwanto. Melalui studi di Batam, hasil analisis dan pembahasan menyimpulkan bahwa jumlah developer maupun proyek properti di Batam berubah sangat cepat menyesuaikan perkembangan bisnis properti. Aktivitas pengembangan perumahan residensial untuk berbagai tipe rumah di Batam terpadat terjadi di Kecamatan Batam Kota. Kondisi ini mengindikasikan beberapa tahun ke depan pengembangan perumahan akan mengarah ke kawasan Batam Kota. Kemudian rata-rata harga tanah untuk tipe rumah sederhana dan menengah terus mengalami kenaikan secara bertahap, sedangkan untuk tipe rumah besar, rata-rata harga tanahnya naik secara berfluktuasi. Untuk tipe rumah yang paling banyak dibangun, tipe rumah ukuran menengah merupakan tipe rumah yang paling banyak terjual sampai triwulan I tahun 2012. Kenaikan harga rumah utamanya disebabkan oleh kenaikan harga bahan bangunan, di mana faktor utama penghambat bisnis ini adalah masalah perizinan dan birokrasi. Mengenai penggunaan lahannya, Batam telah memiliki rencana penggunaan lahan tata ruangnya, dan pemukiman menjadi satu bagian dalam perencanaan tersebut dengan porsi 25 persen dari total lahan yang ada. Untuk itu kedua penulis menyarankan agar pemerintah hendaknya turun tangan dalam mengendalikan harga bahan bangunan, sehingga imbas

stabilitas kurs dolar Singapura saat ini dapat diikuti oleh stabilitas harga barang-barang lainnya. Mata uang dolar Singapura digunakan sebagai acuan para pedagang dan pengusaha di Batam menyebabkan harga rumah juga meningkat. Tulisan terakhir tentang peningkatan kinerja sektor industri manufaktur melalui pembangunan dan perbaikan infrastruktur. Tulisan ini ditulis oleh T. Ade Surya dan Lukman Adam. Dalam tulisannya tergambarkan bahwa peran pembangunan dan perbaikan infrastruktur dalam mengembangkan dan meningkatkan kinerja industri manufaktur sangat besar karena selain dapat memaksimalkan efisiensi dan efektivitas dari industri manufaktur yang sudah ada, juga dapat meningkatkan daya tarik investasi sehingga lebih mudah untuk melakukan penyebaran industri manufaktur. Di sisi lain, pembangunan dan perbaikan kualitas infrastruktur juga sangat menguntungkan bagi para pelaku usaha industri manufaktur karena dapat meminimalkan biaya sehingga produk-produk yang dihasilkan mempunyai daya saing yang lebih tinggi. Upaya yang harus dilakukan terkait pembangunan dan peningkatan kualitas infrastruktur tidak hanya sebatas pada infrastruktur fisiknya saja, tetapi juga harus mencakup tata kelola dan peraturan perundangan yang menaunginya. Kedua penulis menyarankan bahwa infrastruktur yang paling penting untuk dibangun dan ditingkatkan kualitasnya adalah infrastruktur transportasi dan infrastruktur penyedia pasokan listrik. Infrastruktur transportasi berfungsi untuk memperlancar arus logistik dan arus barang hasil produksi, sedangkan infrastruktur penyedia pasokan listrik akan menjaga keberlangsungan aktivitas proses produksi di pabrik-pabrik industri manufaktur untuk dapat terus beroperasi. Juga disarankan bahwa pemerintah sebaiknya tidak hanya fokus pada usaha untuk membangun dan memperbaiki kualitas infrastruktur secara fisik saja dalam rangka meningkatkan kinerja industri manufakur, tetapi juga harus fokus dengan membenahi kompetensi SDM dan kapasitas kelembagaan yang mengelola infrastruktur-infrastruktur tersebut. Demikian sekilas pengantar dari tulisan-tulisan yang dimuat dalam edisi kali ini. Besar harapan redaksi, tulisan-tulisan yang disajikan dapat memenuhi harapan dan kebutuhan pembaca, terutama Anggota Dewan yang terhormat. Redaksi sangat terbuka atas saran dan masukan dari pembaca yang budiman demi meningkatkan kualitas dari jurnal. Terima kasih dan selamat membaca. Jakarta, Desember 2012 Redaksi JEKP v