TAMPILAN PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGGOLE SAPIHAN TERAPAN LOW EXTERNAL INPUT DI FOUNDATION STOCK

dokumen-dokumen yang mirip
KORELASI BOBOT SAPIH TERHADAP BOBOT LAHIR DAN BOBOT HIDUP 365 HARI PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE

PENGARUH SELEKSI BOBOT SAPIH DAN BOBOT SETAHUN TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DI FOUNDATION STOCK

HUBUNGAN BOBOT HIDUP INDUK SAAT MELAHIRKAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET SAPI PO DI FOUNDATION STOCK

NILAI EKONOMIS PEMBIBITAN SAPI PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT

RESPONS SAPI PO DAN SILANGANNYA TERHADAP PENGGUNAAN TUMPI JAGUNG DALAM RANSUM

KORELASI BOBOT HIDUP INDUK MENYUSUI DENGAN PERTAMBAHAN BOBOT HIDUP PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE

PERFORMANS PEDET SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) PADA KONDISI PAKAN LOW EXTERNAL INPUT

RESPONS PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE DAN SILANGAN PADA KONDISI PAKAN BERBASIS LOW EXTERNAL INPUT

TEKNOLOGI PAKAN PROTEIN RENDAH UNTUK SAPI POTONG

PENGARUH SURGE FEEDING TERHADAP TAMPILAN REPRODUKSI SAPI INDUK SILANGAN PERANAKAN ONGOLE (PO) SIMENTAL

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT

Muchamad Luthfi, Tri Agus Sulistya dan Mariyono Loka Penelitian Sapi Potong Jl. Pahlawan 02 Grati Pasuruan

PEMANFAATAN PAKAN MURAH UNTUK PENGGEMUKAN SAPI POTONG DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TULANG BAWANG

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

PENGARUH STRATIFIKASI FENOTIPE TERHADAP LAJU PERTUMBUHAN SAPI POTONG PADA KONDISI FOUNDATION STOCK

PENGARUH SUBSTITUSI KONSENTRAT KOMERSIAL DENGAN TUMPI JAGUNG TERHADAP PERFORMANS SAPI PO BUNTING MUDA

Penampilan Produksi Sapi PO dan PFH Jantan yang Mendapat Pakan Konsentrat dan Hay Rumput Gajah

TEKNOLOGI PAKAN MURAH UNTUK SAPI POTONG : OPTIMALISASI PEMANFAATAN TUMPI JAGUNG

RESPON PRODUKSI SAPI MADURA DAN SAPI PERANAKAN ONGOLE TERHADAP PERUBAHAN KONDISI LINGKUNGAN

Pengaruh Pembedaan Kualitas Konsentrat pada Tampilan Ukuran-Ukuran Tubuh dan Kosumsi Pakan Pedet FH Betina Lepas Sapih

STATUS NUTRISI SAPI PERANAKAN ONGOLR DI KECAMATAN BUMI AGUNG KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

STRATEGI PEMENUHAN GIZI MELALUI OPTIMALISASI PEMANFAATAN LIMBAH UNTUK PEMBESARAN SAPI POTONG CALON INDUK

Gambar 2. Domba didalam Kandang Individu

EVALUASI PENGGUNAAN KULIT SINGKONG PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG RAKYAT: STUDI BANDING DI KECAMATAN MERGOYOSO, KABUPATEN PATI

PERBAIKAN TEKNOLOGI PEMELIHARAAN SAPI PO INDUK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS INDUK DAN TURUNANNYA PADA USAHA PETERNAKAN RAKYAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

KECERNAAN BAHAN KERING IN SACCO TUMPI JAGUNG DAN KULIT KOPI SUBSTRAT TUNGGAL DAN KOMBINASI SEBAGAI PAKAN BASAL SAPI POTONG

PENGGUNAAN BAHAN PAKAN LOKAL SEBAGAI UPAYA EFISIENSI PADA USAHA PEMBIBITAN SAPI POTONG KOMERSIAL: Studi Kasus di CV Bukit Indah Lumajang

TATA LAKSANA PAKAN, KAITANNYA DENGAN PEMANFAATAN LIMBAH TANAMAN PANGAN: STUDI KASUS PADA USAHA SAPI POTONG RAKYAT DI KABUPATEN BANTUL DI YOGYAKARTA

PRODUKTIVITAS SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN PADA BERBAGAI TINGKATAN BOBOT BADAN

PENAMPILAN PRODUKSI KERBAU LUMPUR JANTAN MUDA YANG DIBERI PAKAN AMPAS BIR SEBAGAI PENGGANTI KONSENTRAT JADI

TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA

PERFORMANS DAN PROFIL PRODUKTIVITAS CALON BIBIT SUMBER SAPI PERANAKAN ONGOLE

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya penurunan kemampuan induk dalam mencukupi kebutuhan nutrient

FORMULASI PAKAN SAPI POTONG BERBASIS SOFTWARE UNTUK MENDUKUNG PROGRAM SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

Kata kunci : Sapi Peranakan Ongole, Bobot Badan, Ukuran-ukuran Tubuh Keterangan : 1). Pembimbing Utama 2). Pembimbing Pendamping

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

Tatap muka ke : 10 POKOK BAHASAN VII VII. SISTEM PRODUKSI TERNAK KERBAU

PRODUKTIVITAS SAPI JAWA YANG DIBERI PAKAN BASAL JERAMI PADI DENGAN BERBAGAI LEVEL KONSENTRAT

KONVERSI SAMPAH ORGANIK MENJADI SILASE PAKAN KOMPLIT DENGAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI FERMENTASI DAN SUPLEMENTASI PROBIOTIK TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI BALI

MATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

INOVASI PAKAN KOMPLIT TERHADAP PERTAMBAHAN BERAT BADAN HARIAN TERNAK SAPI PERANAKAN ONGOLE JANTAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Konsumsi Pakan

E. Rianto, Nurhidayat, dan A. Purnomoadi Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK

RESPONS KOMPOSISI TUBUH DOMBA LOKALTERHADAP TATA WAKTU PEMBERIAN HIJAUAN DAN PAKAN TAMBAHAN YANG BERBEDA

POLA PEMBIBITAN SAPI POTONG LOKAL PERANAKAN ONGOLE PADA KONDISI PETERNAKAN RAKYAT

POLA PERTUMBUHAN PEDET SAPI BALI LEPAS SAPIH YANG DIBERI HIJAUAN PAKAN BERBEDA

Petunjuk Praktis Manajemen Pengelolaan Limbah Pertanian untuk Pakan Ternak sapi

STUDI KOMPARASI PRODUKTIVITAS SAPI MADURA DENGAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

PERFORMANCE AND CARCASS PERCENTAGE OF BRAHMAN CROSS STEER SUPLEMENTED BY DIFFERENT IN PREMIX CONCENTRATE ABSTRACT

PEMBERIAN PAKAN PADA PENGGEMUKAN SAPI

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

PERBEDAAN WAKTU PEMBERIAN PAKAN PADA SAPI JANTAN LOKAL TERHADAP INCOME OVER FEED COST

EFEK PENGGUNAAN KONSENTRAT PABRIKAN DAN BUATAN SENDIRI DALAM RANSUM BABI STARTER TERHADAP EFISIENSI PENGGUNAAN RANSUM. S.N.

PENGARUH LEVEL PENGGUNAAN AMPAS PATI AREN (Arenga pinnata MERR.) DALAM RANSUM TERHADAP PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010

SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN TUMPI JAGUNG DAN KULIT KOPI TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

PENGARUH AMPAS TEH DALAM PAKAN KONSENTRAT TERHADAP KONSENTRASI VFA DAN NH 3 CAIRAN RUMEN UNTUK MENDUKUNG PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, yang merupakan hasil persilangan

KAJIAN PENGOLAHAN JERAMI PADI SECARA KIMIA DAN BIOLOGI SERTA PENGARUHNYA TERHADAP PENAMPILAN SAPI PERANAKAN ONGOLE

PENGARUH PEMBERIAN RUMPUT RAJA (Pennisetum purpupoides) DAN TEBON JAGUNG TERHADAP PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) BETINA

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

PENGARUH METODE PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKTIVITAS DOMBA EKOR TIPIS

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

Evaluasi Kecukupan Nutrien pada Sapi Perah Laktasi... Refi Rinaldi

PENINGKATAN PERFORMANS SAPI POTONG DENGAN PEMBERIAN PAKAN BERBASIS LIMBAH JAGUNG DI KABUPATEN BANTAENG SULAWESI SELATAN

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

PERBANDINGAN PERFORMA SAPI POTONG YANG DIBERI PAKAN SILASE RANSUM KOMPLIT DAN KONSENTRAT KOMERSIAL SAHRUL UTOMO

PERFORMANS SAPI PERANAKAN ONGOLE MUDA PASCASCREENING

TINGKAT PENGGUNAAN ONGGOK SEBAGAI BAHAN PAKAN PENGGEMUKAN SAPI BAKALAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Efisiensi Penggunaan Pakan

Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal Untuk Pengembangan Peternakan YENNI YUSRIANI

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

Pemanfaatan Dedak Padi dan Jerami Fermentasi pada Usaha Penggemukan Sapi Potong di Jawa Barat

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENINGKATAN MUTU GENETIK SAPI PO MELALUI PENYEBARAN PEJANTAN UNGGUL HASIL UNIT PENGELOLA BIBIT UNGGUL (UPBU)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

Evaluasi Pertambahan Bobot Badan Sapi Aceh Jantan yang Diberi Imbangan Antara Hijauan dan Konsentrat di Balai Pembibitan Ternak Unggul Indrapuri

S. Sarah, T. H. Suprayogi dan Sudjatmogo* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

HASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari

PENGARUH BANGSA PEJANTAN TERHADAP PERTUMBUHAN PEDET HASIL IB DI WILAYAH KECAMATAN BANTUR KABUPATEN MALANG

TINJAUAN PUSTAKA. lokal adalah sapi potong yang asalnya dari luar Indonesia tetapi sudah

HASIL-HASIL PENELITIAN SAPI POTONG UNTUK MENDUKUNG AGRIBISNIS PETERNAKAN

PEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.

STRATEGI PEMBERIAN PAKAN BERBAHAN BIOMASS LOKAL PADA PETERNAK SAPI POTONG KOMERSIAL: STUDI PERBAIKAN PAKAN PADA USAHA PENGGEMUKAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

RESPON JERAMI PADI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN PADA USAHA PENGGEMUKAN TERNAK SAPI

Bobot dan Panjang Saluran Pencernaan Sapi Jawa dan Sapi Peranakan Ongole di Brebes

G. S. Dewi, Sutaryo, A. Purnomoadi* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro Semarang

PENGGEMUKAN SAPI BALI JANTAN MENGGUNAKAN ONGGOK DI LOKASI PENDAMPINGAN PSDSK DI KABUPATEN KEPAHIANG PENDAHULUAN

PENGARUH PENAMBAHAN TETES DALAM RANSUM TERHADAP PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

PENGARUH SUBSTITUSI SILASE ISI RUMEN SAPI PADA PAKAN BASAL RUMPUT DAN KONSENTRAT TERHADAP KINERJA SAPI POTONG

DEPOSISI PROTEIN PADA DOMBA EKOR TIPIS JANTAN YANG DIBERI PAKAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT DENGAN METODE PENYAJIAN BERBEDA

HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

TAMPILAN PERTUMBUHAN SAPI PERANAKAN ONGGOLE SAPIHAN TERAPAN LOW EXTERNAL INPUT DI FOUNDATION STOCK (The Growth Performance of Weaned Calf of Ongole Grade Implementing Low External Input Model in Foundation Stock) DIDI BUDI WIJONO, MARIYONO, HARTATI dan P.W. PRIHANDINI Loka Penelitian Sapi Potong, Jl. Pahlawan, Grati, Pasuruan 67184 ABSTRACK Weaning had importance role in calf growth to enter the adaptation of environment phase including feed. This research aimed to reach calf growth at pass weaning by using agriculture agro industrial waste (low priced of feed). Weaning was done as long as 7 months age and animals were raised by grouping. Calf were fed of agriculture waste consisted of rice straw, coffee pulp, corn waste/tumpi and elephant grass. The amount of given elephant grass was 2-3 kg, coffee pulp 0.5 kg, while tumpi and rice straw ad lib. Average daily gain was predicted as 0.4-0.6 kg. The research was done from weaning until yearling of animal age. Result showed that the gain of calf, which fed from single agriculture waste, was low as much as at 0.14 kg/head/day and there wasn t gain due to adaptability and calf behavior. So, there was a need for complete nutrient in calf rations. Key Words: PO Calf, Growth Rate, Agriculture Waste ABSTRAK Penyapihan memiliki peranan penting didalam pertumbuhan pedet untuk melalui fase adaptasi lingkungan termasuk pakan. Pengamatan bertujuan untuk mendapatkan informasi pertumbuhan pedet setelah disapih dengan pemanfaatan pakan limbah agroindustri pertanian (pakan lokal yang murah). Penyapihan dilakukan pada umur 7 bulan dan dikelola dengan menggunakan kandang kelompok. Pemberian pakan berupa limbah pertanian yaitu, jerami padi, kulit kopi, tumpi dan rumput gajah. Rumput diberikan dengan kisaran 2 3 kg, kulit kopi 0,5 kg dan tumpi ad lib. Prediksi pertambahan bobot hidupnya sekitar 0,4 0,6 kg. Pengamatan dilakukan sejak penyapihan sampai umur 1 tahun. Hasil pengamatan menunjukkan kemampuan pertambahan bobot hidup dengan pakan yang berasal dari limbah pertanian secara tunggal tidak memberikan respon yang memadai yaitu sekitar 0,14 kg/ekor/hari dan terjadi pertambahan bobot yang stagnan, hal ini dapat terjadi akibat adanya fase adaptasi dan bihaviour pedet. Dengan demikian untuk pakan pedet dengan pola pemeliharaan kelompok masih diperlukan pakan tambahan yang memiliki nilai gizi lebih komplit. Kata Kunci: Pedet, Laju Pertumbuhan, Limbah Pertanian PENDAHULUAN Penyapihan merupakan kondisi transisi antara pemenuhan kebutuhan nutrisi asal susu beralih pada pemenuhan kebutuhan nutrisi berupa konsentrat dan pakan hijauan yang dikonsumsi. Penggantian pola pakan selaras dengan bertambahnya umur dan meningkatnya fungsi pencernaan khususnya rumen sehingga pemenuhan kebutuhan nutrisi harus mampu dipenuhi oleh kemampuan dari perkembangan organ pencernaan sendiri. Perubahan kondisi rumen akan menghambat proses kerja mikroba pencernaan dan akan mengalami depresi proses maupun pertumbuhan mikroba rumen, sehingga akan mengurangi kemampuan penguraian bahan pakan dalam rumen yang mengakibatkan kecernaan pakan menurun dan absorbsi pakan akan menurun pula. TILLMAN et al. (1998) dan LEIBHOIZ (1975) menyatakan perkembangan dan fungsi organ pencernaan sapi lepas sapih adalah belum maksimal terutama rumen dan 131

reticulum sehingga belum mampu menjadi ruminan sejati. Pertumbuhan lepas sapih merupakan titik awal kehidupan mandiri secara biologis yang perlu dipertimbangkan secara cermat, karena pertumbuhan dan perkembangan organ tubuh sangat tinggi semasa muda. Pemberian pakan pola low external input yaitu dengan pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri sebagai bahan pakan. Umumnya bahan pakan tersebut memiliki kandungan nutrisi yang rendah serta kandungan serat kasar tinggi, sehingga pemberian pakan asal limbah pertanian yang diberikan kepada sapi sapihan, akan memberikan respon biologis terhadap kecernaan pakan dan mempengaruhi tingkat pertumbuhan sapi. TILLMAN et al. (1998) menyatakan bahwa kekurangan zat gizi dengan porsi yang sama pada sapi, akan memberikan dampak penurunan bobot hidup lebih besar terjadi pada sapi yang memiliki bobot hidup lebih tinggi. Pada akhirnya laju pertumbuhan pedet sapihan tidak terlepas dari kesiapan organ pencernaan, ketersediaan zat nutrisi pakan, kesehatan dan kondisi ternak pada saat disapih. Kebutuhan pakan dapat dipenuhi tidak hanya tergantung kepada kandungan nutrisi tapi juga terpenuhinya jumlah pakannya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh perbedaan bobot hidup saat disapih terhadap laju pertumbuhan pedet sapihan dengan terapan model low external input, dengan pemanfaatan biomas lokal. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan pada tahun 2003-2004 di Loka Penelitian Sapi Potong terhadap sapi potong pedet Peranakan Onggole (PO) yang disapih pada umur 7 bulan sebanyak 19 ekor dengan rataan bobot hidup awal 91,40 kg dan pola pemeliharaan dilakukan secara kelompok. Pengamatan pertumb uhan tidak dibedakan atas jenis kelamin dan parameter yang diamati adalah bobot hidup dan penimbangan bobot hidup dilakukan secara berkelanjutan setiap 1-2 bulan. Data penimbangan dikelompokkan dalam kelompok bobot hidup sapih <100 kg dan kelompok bobot hidup >100 kg. Pakan yang diberikan terdiri dari rumput gajah sebanyak 2-3 kg, kulit kopi 0,5 kg per ekor perhari, sedangkan tumpi dan jerami padi kering ad libitum, dengan prediksi kebutuhan pakan 2-3% bobot hidup berdasarkan bahan kering dengan pertambahan bobot hidup sekitar 0,4-0,6 kg/ekor/hari. Analisis data secara diskriptif terhadap bobot hidup dan PBHH (pertambahan bobot hidup harian). Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Sebagaimana yang dikemukakan ROY (1980) bahwa ditinjau dari aspek fisiologi terhadap pola pemberian pakan pada sapi tidak berpengaruh terhadap kemampuan pencernaan bahan pakan baik berbentuk hay, konsentrat atau keduanya setelah berumur 4 bulan 2 tahun. Pemberian pakan dan pemeliharaan dilakukan secara kelompok dengan komposisi ransum yang diberikan terdiri dari bahan pakan rumput gajah sebanyak 2-3 kg, tumpi dan jerami padi kering ad libitum, kulit kapi sebanyak 0,5 kg dan garam dapur 50 gr. Komposisi kandungan bahan pakan yang diberikan disajikan dalam Tabel 1. Untuk memenuhi kebutuhan pakan dilakukan pendekatan prediksi komposisi nutrisi dalam ransum yang diberikan dengan kandungan bahan kering sekitar 5,15 kg, protein kasar 0,45 kg (8,89%) dan lemak kasar 0,73 kg (1,42%) dan serat kasar 1,17 kg (22,64%). Tabel 1. Komposisi kandungan nutrisi bahan pakan yang diberikan selama pangamatan Jenis bahan Bahan kering Protein kasar Lemak kasar Serat kasar Total digestable nutrien R. Gajah 20,29 6,26 2,06 32,60 52,20 Jerami padi 74,52 4,27 0,71 34,60 37,46 Tumpi jagung 88,28 8,04 2,44 11,70 51,16 Kulit kopi 91,77 11,18 2,50 21,74 57,20 132

ARYOGI (2005) mendapatkan konsumsi nutrisi ransum sebesar BK 2,46-3,34 kg/ekor/hari, PK 0,33-0,37 kg/ekor/hari TDN 1,35-1,86 kg/ekor/hari. Konsumsi tergantung pada ketinggian tempat dan konsumsi tertinggi terjadi pada tempat lebih tinggi dengan temperatur lebih rendah, akan tetapi antar bangsa sapi yaitu sapi hasil crossing dengan Limosin maupun Simental tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat terjadi akibat perkembangan dan fungsi organ pencernaan sapi lepas sapih adalah belum maksimal terutama rumen dan reticulum sehingga belum mampu menjadi ruminan sejati (TILLMAN et al. 1998). Hasil pengamatan menunjukkan kecukupan pakan pada sapihan secara konsumsi diprediksikan relatif lebih baik dari dari hasil pengamatan ARYOGI (2005) kecuali TDN nya lebih rendah, sehingga akan mempengaruhi kondisi nutrisi pakan. Laju pertumbuhan Pengamatan bobot hidup yang dilakukan terhadap pedet sapihan PO secara berkala sebanyak 19 ekor dan tidak dibedakan atas jenis kelamin. Rataan hasil pengamatan bobot hidup sapihan sebesar 91,40 kg dan pada saat berumur 1 tahun adalah 112,95 kg, disajikan dalam Tabel 2. BALIARTI (1991) mendapatkan bobot sapih 205 hari pada peternakan rakyat sebesar 155 kg masih lebih tinggi. Demikian pula ARYOGI (2005) mendapatkan bobot sapih sapi PO sekitar 125,67-129,78 kg dan pada saat mencapai umur 365 hari didapatkan bobot hidup sebesar 160,22-189,28 kg. PBHH lepas sapih sampai umur 365 hari pada ketinggian tempat yang berbeda yaitu didataran rendah lebih rendah PBHHnya dibandingkan dengan kondisi dataran tinggi, masing-masing adalah 0,22 0,37 dan 0,45 0,49 kg/ekor/hari. Sedangkan hasil penelitian dengan pemanfaatan pakan lokal pencapaian cukup rendah yaitu PBHHnya sebesar 0,14 kg ekor/ hari. TALIB et al. (1999) dari pengamatannya didapatkan bobot hidup 205 hari pada sapi PO pada peternakan rakyat adalah 130,8±10,9 kg, masih lebih baik dari hasil penelitian. Hal ini dapat terjadi akibat pemberian pakan di peternak yang tergantung kepada keragaman jenis yang diberikan cukup beragam dan masih diberikan dedak, sehingga kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi. WARWICK et al. (1983) menyatakan bahwa pengaruh faktor lingkungan pakan dapat mencapai >50%, sehingga konsumsi dan nilai gizi pakan akan mempengaruhi pertumbuhan atau pertambahan bobot hidup. Tabel 2. Rataan bobot hidup per bulan, PBHH dan Coeficien of Variance pedet sapihan sampai berumur 12 bulan Umur (bulan) Bobot hidup (kg) BH<100 (11 ekor) BH>100 (8 ekor) Rataan (19 ekor) 7 80,00 ± 14,50 107,11 ± 5,51 91,40 ± 17,82 8 84,69 ± 19,68 110,97 ± 6,39 95,75 ± 20,21 9 89,12 ± 18,49 113,24 ± 9,64 99,28 ± 19,38 10 90,01 ± 12,45 113,86 ± 12,06 100,05 ± 17,00 11 97,18 ± 13,93 116,46 ± 14,43 105,30 ± 16,86 12 105,64 ± 20,65 122,82 ± 15,84 112,95 ± 20,84 PBHH 0,17 0,12 0,14 CV % 19,54 12,89 17,94 BB = Bobot hidup PBHH = Pertambahan bobot hidup harian CV = Coefisien of Variance 133

Pengamatan perubahan bobot hidup dikelompokkan berdasarkan kelompok bobot hidup saat disapih yaitu kelompok bobot hidup <100 kg dan kelompok bobot hidup >100 kg dengan pakan yang diberikan berbasis pemanfaatan pakan lokal adalah 80.00 105,64 kg dan 107,11 122,82 kg. Sedangkan pertambahan bobot hidup hariannya (PBHH) masing-masing sebesar 0,17 kg ekor/hari dan 0,12 kg ekor/hari disajikan dalam Tabel 2. Hasil pengamatan masih dibawah yang dilaporkan SUGIHARTO (2003) dalam pengamatannya terhadap sapi potong PO pada 4 12 bulan PBHH mencapai 0,34 0,40 kg. Demikian pula hasil pengamatan PURNOMOADI et al. (2003) terhadap sapi PO yang berumur 10 bulan dengan pemberian pakan jerami fermentasi dan konsentrat mampu meningkatkan PBHH sebesar 0, 24 kg. Pemberian pakan berbasis pakan lokal pada kedua kelompok belum mampu meningkatkan pertambahan bobot hidup harian sesuai dengan target karena rendahnya kandungan zat nutrisi pakan, akan tetapi baru mencukupi kebutuhan minimal. Walaupun demikian tampaknya bobot hidup sapih yang tinggi akan berpengaruh terhadap bobot hidup selanjutnya yang tinggi pula, diakibatkan oleh perbedaan PBHH yang tidak signifikans (P<0,05). Menurut BURNHAM et al. (2000) bahwa pertambahan bobot hidup dan konsumsi pakan sapi dara dan pejantan muda mulai umur 9 25 bulan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Pemanfaatan limbah pertanian dan agroindustri bagi pakan sapihan tidak memberikan dampak penurunan bobot hidup, akan tetapi pertambahan bobot hidupnya minimal atau cukup rendah. Sebagaimana diketahui perkembangan rumen dan fungsinya sebagai lambung fermentasi terjadi semasa menyusui dan bahan pakan yang dikonsumsi, sampai umur 3 bulan sudah mampu mngkonsumsi hay sebanyak 3 kg (DONAHUE, et al. 1985). Hal ini menunjukkan pakan yang diberikan belum mampu mendukung pemenuhan kebutuhan nutrisi sapi sapihan baik pada yang memiliki bobot hidup yang rendah maupun yang tinggi dan tidak mengganggu kecernaan pedet sapihan. Fluktuasi bobot hidup Fluktuasi bobot hidup masing-masing dengan coeficien of variance untuk kelompok bobot hidup <100 kg adalah 19,54%, kelompok bobot hidup >100 kg 12,89% dan rataan 17,94% (Gambar 1). Tampak keragaman terkecil terjadi pada kelompok bobot hidup >100 kg, hal ini menunjukkan dengan manajemen pemberian pakan yang sama pada sapi dengan bobot awal yang tinggi mampu mempertahankan laju pertumbuhan yang lebih stabil/konsisten dibandingkan dengan kelompok dengan bobot hidup yang rendah. Sebagaimana dinyatakan HINOJOSA et al. (2003) bahwa bobot sapih yang tinggi nantinya akan menghasilkan sapi dengan pertumbuhan dan perkembngan berikutnya yang lebih baik. Hasil pengamatan terhadap sapi PO muda menunjukkan hal yang sama yaitu dilakukan klasifikasi atas bobot hidup pada umur dan manajemen pemberian pakan yang sama yaitu A = 220,2 ± 20,1 kg; B = 202,8 ± 13,0 kg dan C = 188,0 ± 15,0 kg menjadi bobot hidup akhir A = 318,7 ± 40,9 kg; B = 298,0 ± 42,2 kg dan C = 271,0 ± 45,7 kg; dengan PBHH masing-masing A = 0,29 kg; B= 0,27 kg dan C = 0,26 kg; didapatkan perbedaan pertambahan bobot hidup yaitu pada kondisi bobot hidup sapi yang lebih tinggi akan memberikan bobot hidup yang lebih tinggi pula, dengan PBHH yang didapat tidak signifikan (WIJONO, et al. 2004). Laju pertumbuhan sapi PO sapihan dengan pemanfaatan pakan lokal secara penuh berpengaruh terhadap pertambahan bobot hidup akhir. Pada sapi sapihan yang memiliki bobot hidup tinggi akan memberikan dampak terhadap bobot hidup akhir yaitu bobot hidup 12 bulan, yaitu tingginya bobot hidup sapihan (>100 kg) akan memberikan dampak hasil bobot hidup lebih tinggi dan seragam atau efektivitas penggunaan pakan yang lebih baik (CV = 12,89 %). Dengan demikian pemberian pakan asal limbah pertanian tidak memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan. Disamping itu akibat kekurangan zat gizi didalam ransum akan memberikan dampak yang lebih buruk, sebagaimana yang dinyatakan TILLMAN et al. (1998) bahwa kekurangan 134

Laju Pertumbuhan Bobot hidup (kg) 140 120 100 80 60 40 20 0 0 30 60 90 120 150 Hari BH < 100 BH > 100 BH Rataan Gambar1. Laju pertumbuhan sapi sapihan berdasarkan bobot hidup zat gizi dengan porsi yang sama akan memberikan dampak penurunan bobot hidup yang lebih besar pada sapi yang lebih berat. KESIMPULAN Pemanfaatan pakan hijauan yang berasal dari pakan lokal mampu mendukung kebutuhan pakan sapi potong sapihan sebatas kebutuhan pokok. Pakan pedet dengan manajemen pemeliharaan kelompok masih diperlukan pakan tambahan yang memiliki nilai gizi lebih komplit. Bobot sapih lebih tinggi (>100 kg) mampu memberikan respon yang lebih baik terhadap pakan asal limbah pertanian. DAFTAR PUSTAKA ARYOGI. 2005. Kemungkina interaksi genetik dan ketinggian tempat terhadap performans sapi potong persilangan peranakan Ongole di Jawa Timur. Tesis S2. BALIARTI. E.1991. Bobot hidup anak sapi Peranakan Ongole dan Peranakan Brahman. Hasil IB di Kabupaten Gunung Kidul. Bull. Peternakan. 15(2). BURNHAM, D.L., R.W. PURDEAS and S.T. MORRIS. 2000. The relationship between growth performance and feed intake bulls and streers at pasture. Asian-Aus. J. Anim. Sci. 13, July 2000 Supplement: 165. DONAHUE, P. B., C.G. SCWAB, J.D. QUIGLY, III, dan W.E. HYLTON. 1985. Methyionine deficiency in early-weaned dairy calves fed pelleted rations based on corn and alfafa or corn and soybean. J. Dairy Sci. 68. HINOJOSA, A., A. FRANCO dan I. BOLIO. 2003. Genetic and Enviromental Factors Affecting Calving Interval in a Commercial Beef Herd in a Semi-Humid Tropical Enviromrnt. Htt://www. Fao.org/Aga/ag/agap/FRG. LEIBHOLZ, J. 1975. The development of ruminan digestion in the calf. I. The digention of barley and soy bean meal. Aust. J. Agric. Res. 26. PURNONAMOADI, A., AGUSTI WONGA BELLA dan SULARNO DARTOSUKARNO. 2003. Eating behaviour of Ongole crossbred and Limosin crossbred steers fed with fermented rice straw and concentrate. JITV 8(4). ROY, J.H.B. 1980. The Calf. 4 th Ed. Butterworth. London, Boston. SUGIHARTO, Y. 2003. Produktivitas sapi Peranakan Ongole pada Pola Pemeliharaan Sistem Perkampungan Ternak dan Kandang individu. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. TALIB, C. dan A.R. SIREGAR. 1999. Faktor-faktor yang mempengaruhi petumbuhan pedet PO dan crossbrednya dengan Bos indicus dan Bos taurus dalam pemeliharaan tradisional. Pros. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 200 207. TILLMAN, A.D., H. HARTADI, S. REKSOHADIPRODJO, S. PRAWIROKUSUMO dan S. LEBDOSOEKOJO. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Cetakan ke 4. Gajah Mada University Press. Fapet UGM. Yogyakarta. 135

WARWICK, E.J., J.M. ASTUTIK dan W. HARDJOSUBROTO. 1983. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. WIJONO D.B., MARIYONO dan P.W. PRIHANDINI. 2004. Pengaruh stratifikasi fenotipe terhadap laju pertumbuhan sapi potong pada kondisi foundation stock. Buku 1. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004. Puslitbangnak. Bogor. hlm. 16-20. 136