BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pencapaian risiko audit dalam proses audit laporan keuangan sebaiknya dapat diminimalkan. Tugas yang dihadapi oleh eksternal auditor pada tingkat operasional adalah untuk mengumpulkan bukti kuantitas dan kualitas yang memadai sehingga dapat mendukung pendapat tentang kebenaran tersebut. Bukti audit diperoleh ketika auditor eksternal melakukan prosedur audit dan menafsirkan informasi yang diperoleh dalam pengetahuan khusus tentang bisnis dan industry organisasi audit. Sementara standar professional dan peraturan memberikan beberapa petunjuk, auditor eksternal harus menentukan kuantitas dan kualitas dari prosedur tersebut dan bukti audit yang dihasilkan. Jika bukti audit memadai untuk membuat keputusan opini auditor, maka pencapaian risiko audit sangat baik karena bisa melebihi tingkat yang direncanakan. Fenomena yang sama yang pada akhirnya menyebabkan salah saji berasal dari laporan keuangan juga dapat mempengaruhi bukti audit bahwa auditor digunakan untuk mengevaluasi pernyataan yang dibuat oleh manajemen, dengan jenis salah saji yang berbeda dan memiliki implikasi yang berbeda untuk sejauh mana bukti audit menjadi terdistorsi dan dengan demikian, untuk kemampuan auditor untuk mencapai tingkat rendah risiko audit yang mereka targetkan. 1
2 Banyak pemikiran saat ini tentang penilaian dan manajemen risiko audit memiliki akar dalam Komite model risiko audit. Pada awalnya, ruang lingkup model risiko audit relatif sempit, pedoman keputusan bukti tingkat auditor dalam konteks statistik sampling. Seiring waktu, aplikasi auditor dari intuisi yang mendasari model risiko audit. Seperti lensa deskriptif dimana mereka merencanakan dan melaksanakan audit. Aspek yang paling menonjol dari intuisi yang mendasari model risiko audit adalah bahwa auditor harus mengkompensasi pre-audit yang dinilai risiko salah saji material oleh cukup menurunkan risiko deteksi (Houston et al 1999;. Bell et al 2005 ; Allen et al 2006). Menurunkan risiko deteksi dilakukan dengan meningkatkan persuasi bukti bahwa, dalam gilirannya, terjadi sebagai akibat dari meningkatnya kualitas (sifat) dan atau kuantitas (luas). Menurunkan risiko deteksi dilakukan dengan meningkatkan persuasif bukti bahwa, dalam berubah, terjadi sebagai akibat dari meningkatnya kualitas (sifat) dan kuantitas (luas). Hal ini umumnya ditunjukkan dalam standar audit, buku teks, dan artikel bahwa tingkat yang lebih besar dari bukti lebih dapat meyakinkan. Perspektif menyeluruh dalam standar audit saat ini adalah bahwa bukti audit yang terlalu lebih dapat mengurangi atau paling buruk tidak berpengaruh pada risiko audit dicapai. Pembahasan dalam standar audit yang menyatakan bahwa bukti yang lebih luas dapat meningkatkan risiko audit. Para ahli telah lama mencatat bahwa prosedur audit dapat menyebabkan under - estimasi risiko bahan salah saji karena penipuan (Fellingham dan Newman 1985; Shibano 1990). Fokus
3 baru ini membantu untuk mengidentifikasi alasan baru mengapa risiko penipuan mungkin di bawah perkiraan. Povel et al. (2007) menyatakan bahwa risiko kecurangan dapat meningkatkan tepatnya di bawah kondisi yang prosedur audit cenderung mengarah pada penilaian penipuan berisiko rendah, seperti ketika memantau biaya menurun. Popova (2008) menunjukkan bahwa auditor memberikan penilaian yang lebih tinggi dari salah saji. Popova (2008) menunjukkan bahwa auditor memberikan penilaian salah saji yang lebih tinggi setelah salah saji kesalahan (tidak disengaja atau eror) dan salah saji penipuan (disengaja atau kecurangan) dari pada menjadi risiko bawaan (IR) dan risiko pengendalian (CR). Bell et al. (2005) menyatakan bahwa kompensasi, konseptualisasi reduksionistik yang datang ke pikiran seseorang ketika mempelajari prosedur audit tradisional membutuhkan sorotan dari masalah yang lebih mendasar tentang bagaimana, dan kondisi dimana auditor harus menggunakan konfigurasi yang berbeda dari bukti audit untuk menilai dan mengelola risiko audit. akhirnya regulator, berdasarkan pemeriksaan kertas kerja, telah mengkritik auditor untuk kurang dan mekanis menanggapi faktor risiko penipuan kunci. Yang menjadi pertanyaan penelitian adalah bagaimana cara melakukan penerapan prosedur audit ketingkat memuaskan dan rendah risiko audit yang, dan penipuan satu-satunya jenis salah saji dimana cara yang berguna untuk menilai dan mengelola risiko audit dalah untuk lebih menyadari bahwa itu bukan laporan keuangan hanya itu mungkin salah saji, tetapi juga bukti yang tersedia bagi auditor yang patuh pada distorsi (penyimpangan) oleh salah saji.
4 IAASB mendefinisikan risiko audit sebagai risiko bahwa auditor menyatakan audit pendapat tidak pantas ketika laporan keuangan salah saji material, dan ciri itu sebagai fungsi dari risiko salah saji material (yaitu risiko bahwa laporan keuangan salah saji material sebelum audit) dan risiko deteksi (risiko bahwa auditor tidak akan mendeteksi salah saji yang bisa menjadi bahan secara individu atau bila digabungkan dengan salah saji lainnya). Pada kasus yang terjadi pada PT. KIMIA FARMA pada tahun 2002 dimana terjadi penggelembungan angka laba bersih yang dilakukan direksi PT. Kimia Farma tidak dapat di deteksi oleh KAP HTM selaku pihak yang mengaudit. Hal ini menunjukan bahwa auditor kurang mampu untuk mendeteksi risiko inheren (risiko bawaan) dalam melakukan tugas audit. Meskipun selanjutnya dalam audit interim tahun 2002, KAP HTM mampu menunjukkan terjadinya overstated pada bagian penjualan dan persediaan barang. Bapepam menyatakan kasus kesalahan penyusunan laporan keuangan tahun 2001 PT Kimia Farma harus bertindak secara pidana. Sebab, akibat keslahan ini, banyak pemodal yang berpotensi merugikan. Sehubungan dengan temuan tersebut, sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal, maka PT Kimia Farma dan KAP HTM dikenakan sanksi administrative berupa denda yaitu :
5 1. Direksi lama PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Periode 1998 juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp. 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. 2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tunakotta dan Mustofa selaku auditor PT. Kimia Farma diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk di setor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak mampu mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT. Kimia Farma tersebut. Walaupun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak ditemukan adanya unsur kesengajaan, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang di syaratkan di SPAP SA Seksi 110- Tangung jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraph 04 Persyaratan Profesional, disebutkan bahwa persyaratan professional dituntutdari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen. Dari kasus tersebut dapat disimpulkan bahwa auditor dituntut untuk dapat mendeteksi suatu risiko audit. Maka dari itu pencapaian risiko audit sangat penting bagi auditor, karena risiko audit yang dapat dicapai telah menunjukkan bahwa seorang auditor telah mampu mendeteksi sebuah risiko
6 audit yang dilakukan dengan merencanakan risiko-risiko audit apa saja yang harus ditemui melalui bukti-bukti audit yang ada. Banyak faktor yang mempengaruhi pencapaian risiko audit. Luas dan sifat bukti audit, ambang batas materialitas, dan ragam salah saji merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian risiko audit. (Budesco, Peecher dan Solomon 2012) penelitian ini berhasil dilakukan di Amerika Serikat. Bagaimana jika riset tersebut diterapkan di Indonesia. Kajian secara empiris, peneliti mengambil judul skripsi Pengaruh Luas dan Sifat Bukti Audit, Ambang Batas Materialitas, dan Ragam Salah Saji Terhadap Pencapaian Risiko Audit. Mereka juga mencirikan risiko salah saji material sebagai fungsi risiko dan pengendalian risiko yang melekat. Penulis melipat waktu bukti ke dalam sifat bukti untuk tujuan eksposisi.
7 B. Rumusan masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas disebelumnya dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Apakah luas dan sifat bukti audit berpengaruh terhadap pencapaian risiko audit? 2. Apakah ambang batas materialitas berpengaruh terhadap pencapaian risiko audit? 3. Apakah ragam salah saji berpengaruh terhadap pencapaian risiko audit? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji bukti empiris mengenai: 1. Pengaruh luas dan sifat bukti audit terhadap pencapaian risiko audit. 2. Pengaruh ambang batas materialitas terhadap pencapaian risiko audit. 3. Pengaruh ragam salah saji terhadap pencapaian risiko audit.
8 D. Manfaat penelitian 1. Bagi peneliti untuk menambah wawasan dan pengetahuan khususnya dibidang penelitian pengaruh dari luas dan sifat bukti audit, ambang batas materialitas, dan ragam salah saji terhadap pencapaian risiko audit. 2. Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini dapat menjadi bahan referensi dan deskripsi mengenai pengaruh dari luas dan sifat bukti audit, ambang batas materialitas, dan ragam salah saji terhadap pencapaian risiko audit 3. Bagi praktisi manajemen, perusahaan publik, dan investor hasil penelitian ini dapat membantu auditor dalam mengoptimalkan kinerja auditnya dengan cara mengedintifikasi pengaruh dari luas dan sifat bukti audit, ambang batas materialitas, ragam salah saji terhadap pencapaian risiko audit.