BAB III METODOLOGI. mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. maksimum termanfaatkan bila tanpa disertai dengan pola operasi yang sesuai.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN. angkutan kereta api batubara meliputi sistem muat (loading system) di lokasi

III. METODE PENELITIAN

REKAYASA JALAN REL. MODUL 11 : Stasiun dan operasional KA PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : PM. 35 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA DAN STANDAR PEMBUATAN GRAFIK PERJALANAN KERETA API

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak Dan Panjang Jalur Di Stasiun

OPTIMASI POLA OPERASI PERJALANAN KERETA API ANGKUTAN BATUBARA DI SUMATRA SELATAN HALAMAN COVER DEPAN SKRIPSI. Oleh : ASTRI JUWITA PERDANI

BAB VI PENUTUP 6.1. Kesimpulan

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

Analisis Pola Operasi Mempawah-Sanggau Kalimantan Barat

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 110 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB III LANDASAN TEORI. A. Kajian Pola Operasi Jalur Kereta Api Ganda

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 22 TAHUN 2003 TENTANG PENGOPERASIAN KERETA API. MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rancangan Tata Letak Jalur Stasiun Lahat

KINERJA OPERASI KERETA BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Analaisis Tata Letak Jalur pada Stasiun Muara Enim

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bukit Asam Tbk, PT. Sumatera Bahtera Raya dan PT Putera Lampung. Ada beberapa

Kajian Pola Operasi Jalur Ganda Kereta Api Muara Enim-Lahat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KINERJA OPERASI KERETA API BARAYA GEULIS RUTE BANDUNG-CICALENGKA

2018, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 176, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5086), sebagaimana telah diubah dengan Perat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran dan Karakteristik Angkutan Kereta Api Nasional

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

maupun jauh adalah kualitas jasa pelayanannya. Menurut ( Schumer,1974 ),

REKAYASA JALAN REL. MODUL 8 ketentuan umum jalan rel PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

BAB III LANDASAN TEORI. A. Tipikal Tata Letak dan Panjang Efektif Jalur Stasiun

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTRAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN...

PERENCANAAN JALUR GANDA KERETA API DARI STASIUN PEKALONGAN KE STASIUN TEGAL

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

1. BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

P E N J E L A S A N ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API

b. angkutan untuk orang dan barang diberi pelayanan yang

Penjadwalan Kereta Api di Daop VIII Surabaya

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

B A B 1 P E N D A H U L U A N. bernama Pelabuhan Panjang yang merupakan salah satu Pelabuhan Laut kelas

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. murah, aman dan nyaman. Sebagian besar masalah transportasi yang dialami

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Perancangan Tata Letak Jalur di Stasiun Betung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Peran Dan Karakteristik Moda Transportasi Kereta Api Nasional

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB III LANDASAN TEORI. mengetahui pelayanan angkutan umum sudah berjalan dengan baik/ belum, dapat

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan bentuk Tata Letak Jalur pada Stasiun

DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL DAFTAR DIAGRAM... DAFTAR GRAFIK...

BAB III LANDASAN TEORI

PENGANTAR TRANSPORTASI

PENGENALAN ANALISIS OPERASI & EVALUASI SISTEM TRANSPORTASI SO324 - REKAYASA TRANSPORTASI UNIVERSITAS BINA NUSANTARA 2006

EVALUASI KINERJA OPERASIONAL JALUR GANDA KERETA API ANTARA BOJONEGORO SURABAYA PASARTURI

EVALUASI KINERJA INFRASTRUKTUR COAL TERMINAL PELABUHAN TARAHAN MILIK PT. X. Aditya Setyawan Moekti Presentasi Sidang Tugas Akhir 27 Juni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i ABSTRAK...ii DAFTAR ISI...iii. A. DAOP III Cirebon... II-1

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR STUDI POLA OPERASI JALUR KERETA API GANDA SEMBAWA-BETUNG 1

BAB III. tahapan penelitian yang dilakukan sebagai pendekatan permasalahan yang ada. MULAI SURVEY

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KA Nomor Urut Kecelakaan:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

a. bahwa dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian telah diatur ketentuan-ketentuan mengenai lalu lintas dan angkutan kereta api;

Oleh: Dwi Agustina Sapriyanti (1) Khusnul Novianingsih (2) Husty Serviana Husain (2) ABSTRAK

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI. A. Jenis jenis dan Bentuk Tata Letak Jalur di Stasiun

Perencanaan Jalur Ganda Kereta Api Lintas Cirebon Kroya Koridor Prupuk Purwokerto BAB I PENDAHULUAN

BAB III LANDASAN TEORI

DESAIN JALAN REL UNTUK TRANSPORTASI BATU BARA RANGKAIAN PANJANG (STUDI KASUS: SUMATERA SELATAN)

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1998 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN KERETA API PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAPORAN PERISTIWA KECELAKAAN KERETA API

2013, No Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara sebagaimana telah diubah terakhir deng

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PERKERETAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Republik Indonesia ROADMAP PENINGKATAN KESELAMATAN PERKERETAAPIAN

DAFTAR ISI... RINGKASAN... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... BAB

LAMPIRAN C DAFTAR ISTILAH

sejumlah variabel keputusan; fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut sebagai fungsi objektif, Ax = b, dengan = dapat

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2011 TENTANG MANAJEMEN DAN REKAYASA, ANALISIS DAMPAK, SERTA MANAJEMEN KEBUTUHAN LALU LINTAS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Industri pertambangan membutuhkan suatu perencanaan

Transkripsi:

BAB III METODOLOGI 3.1. Kerangka Pendekatan Analisis Optimasi pada tujuan penelitian dilakukan dengan pendekatan sistem dimana pola operasi adalah optimum bila frekwensi perjalanan kereta api mendekati kapasitas lintas maksimum untuk nilai headway tertentu. Pada umumnya optimasi pola operasi mengikuti metoda integer dengan variabel berupa jam kedatangan dan keberangkatan kereta api pada suatu stasiun. Perhitungan dengan metoda tersebut sangat sesuai untuk kereta api yang melayani penumpang umum, karena terkait dengan jadwal kegiatan masyarakat pengguna jasa kereta api. Namun untuk kereta api khusus seperti pada penelitian ini, keterkaitan dengan kegiatan kehidupan masyarakat menjadi kurang berarti. Tujuan optimasi dalam hal ini adalah untuk mendapatkan hasil angkut terbesar sesuai dengan target produksi. Oleh karena itu metoda optimasi pola operasi yang sesuai adalah menggunakan proses pohon keputusan deterministik tahap ganda. Pohon keputusan deterministik menyajikan suatu masalah dimana setiap kemungkinan alternatif keputusan dan nilainya diketahui dengan pasti. Atau dengan kata lain, suatu pohon keputusan deterministik tidak mengandung titik kemungkinan peristiwa.

25 Penerapan analogis metoda diatas pada topik penelitian adalah dengan pemodelan strategi pembangunan sistem angkutan kereta api batubara sesuai tahun target produksi sebagai alternatif keputusan. Sedangkan untuk memperoleh keputusan tiap tahap dan nilai atau dampak keputusan tersebut maka perlu dilakukan analisis pola operasi. Analisis operasi dilakukan berdasarkan headway terpilih yang sebelumnya sudah disesuaikan dengan kebutuhan kapasitas angkut, geometri jalur rel, jumlah stasiun, waktu muat dan waktu bongkar, serta kecepatan operasi kereta api yang diperoleh dari karakteristik gerbong, lokomotif dan gradien geometri kritis. Perhitungan kapasitas angkut dilakukan dari data rencana produksi batubara seluruh tahun konsesi, target angkutan tiap tahap rencana produksi dan jumlah hari kerja efektif operasional kereta api setahun. Hasil optimasi selanjutnya di periksa terhadap kapasitas lintas yang diijinkan, apakah masih dibawah nilai kapasitas maksimum atau telah melewati nilai tersebut. Bila pola operasi hasil optimasi masih dalam batas ijin maka pola tersebut beserta Gapeka yang sesuai dapat ditetapkan sebagai pola terpilih yang direkomendasikan. Pola pikir pendekatan analisis dalam uraian diatas dapat diringkas dalam bagan berikut. Pemodelan Data dan Perhitungan Optimasi Kesimpulan Gambar 3.1 Pola Pikir Pendekatan Analisis

26 3.2. Pemodelan Masalah Obyek penelitian berupa rencana sistem angkutan kereta api khusus batubara yang menghubungkan antara lokasi tambang di Tanjung Enim, Sumatra Selatan, dengan terminal batubara di Srengsem, Lampung. Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah diperolehnya pola operasi optimum. Dengan menggunakan metoda pohon keputusan deterministik tahap ganda untuk melakukan optimasi maka digunakan modelisasi sebagai berikut: Sebagai variabel alternatif keputusan adalah pola operasi perjalanan kereta api berdasarkan target tahun produksi Sebagai variabel nilai atau dampak keputusan adalah hasil produksi angkut Dalam penelitian ini digunakan beberapa asumsi bahwa hal-hal berikut ini sudah ditentukan terlebih dahulu: Tata letak jaringan prasarana jalan kereta api baik berupa geometri maupun stasiun Karakteristik gerbong dan lokomotif yang akan digunakan Waktu operasi kereta baik di tempat pemuatan (TLS=Train Loading System) maupun tempat pembongkaran (TPT=Train Port Terminal) Prasarana jalan KA terdiri atas jaringan jalur jalan rel dan simpul berupa stasiun. Simpul merupakan tempat dimana pergerakan kereta dapat bertemu. Contoh dari simpul adalah stasiun, perlintasan dan emplasemen langsiran. Sedangkan jalur rel adalah jalur jalan kereta api penghubung antar simpul yang digunakan kereta api untuk berpindah dari satu simpul ke simpul yang lain. Untuk jalur tunggal seperti pada penelitian ini, maka hanya ada satu kereta api pada suatu waktu yang dapat berjalan diatasnya. Ini berarti bahwa tidak ada

27 pertemuan maupun penyusulan kereta api dapat dilakukan di satu petak blok. Penyusulan kereta api lebih lambat oleh kereta api cepat maupun pertemuan kereta api berlawanan arah hanya dapat dilakukan di stasiun bila salah satu kereta api berhenti di side track. Dalam perencanaan operasi hal ini penting untuk menentukan kereta api mana yang harus berpindah ke side track untuk memberi kesempatan disusul kereta api lain atau memberi jalan kereta api dari arah berlawanan. Dengan asumsi ini maka perlu tata letak minimum track di stasiun dimana setidaknya harus terdapat satu side track yang dapat menampung penyusulan maupun pertemuan antar kereta api. Pada jalur ganda, tiap jalur umumnya digunakan untuk kereta api searah. Karakteristik gerbong dan lokomotif menentukan rangkaian kereta yang akan digunakan dalam operasi perjalanan. Tiap rangkaian kereta api dianggap sebagai train line atau garis kereta, artinya tiap perjalanan yang direncanakan sudah merupakan rangkaian gerbong dan lokomotif dengan karakteristik angkut dan traksi tertentu. Operasi perjalanan kereta api khusus batubara tentunya tidak bisa mengabaikan peralatan dan pergerakan rangkaian kereta pada waktu pemuatan batubara ke dalam gerbong maupun proses pembongkaran muatan. Pemuatan batubara ke dalam gerbong dilakukan di emplasemen sistem pemuatan kereta (TLS) yang terletak di stasiun Banko Tengah, di daerah lokasi tambang Tanjung Enim. Gerakan kereta di lokasi TLS terdiri dari kereta datang lokomotif dilepas, rangkaian gerbong ditarik lokomotif langsir menuju emplasemen TLS yang kosong, rangkaian gerbong diisi batubara dengan alat khusus, setelah penuh rangkaian kereta ditarik ke emplasemen persiapan kemudian dilakukan inspeksi

28 dan test peralatan, setelah siap lokomotif dirangkai dan rangkaian kereta api menuju jalur rel pemberangkatan. Pada jadwal yang telah ditetapkan kereta api diberangkatkan menuju Srengsem. Waktu yang diperlukan untuk keseluruhan gerakan rangkaian kereta di TLS dipengaruhi oleh jenis peralatan muat, kapasitas muat dan pola gerakan pemuatan. Kajian tentang sistem pemuatan merupakan topik terpisah yang hasilnya berupa waktu pemuatan langsung digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Begitu pula gerakan rangkaian kereta di lokasi pembongkaran batubara (TPT) merupakan topik kajian dan analisis perencanaan terpisah yang memberi gambaran proses gerakan mulai kereta datang, menuju lokasi bongkar, melakukan pembongkaran, inspeksi test peralatan dan menuju jalur rel berangkat. Proses pembongkaran dipengaruhi oleh jenis gerbong dan mekanisme penurunan atau pembongkaran muatan. Waktu keseluruhan proses sejak kereta datang di lokasi TPT di Srengsem hingga kereta siap berangkat langsung digunakan sebagai masukan untuk melakukan kajian dalam penelitian ini. 3.3. Data Penelitian Data untuk keperluan penelitian terdiri atas data demand, yang merupakan sasaran atau kebutuhan angkutan dan data prasarana dan sarana kereta api yang merupakan supply dari sistem angkutan khusus batubara ini. Data dasar demand berupa rencana produksi (production plan) yaitu besarnya volume batubara yang akan diproduksi sejak tahun pertama masa konsesi hingga tahun ke 20 akhir konsesi. Sebagai faktor pengaman untuk memastikan bahwa semua demand harus terangkut maka biasanya diambil

29 bilangan 20% lebih besar sebagai dasar perencanaan. Dari data dasar ini dapat dianalisis perkiraan target angkutan per tahun yang harus dilakukan agar dapat memenuhi sasaran pengiriman ke berbagai pembeli. Perkiraan target angkutan tahunan harus dinyatakan dalam target angkutan harian dengan berbagai koreksi. Faktor koreksi dimaksud adalah jumlah hari kerja efektif selama setahun yang tentu kurang dari 365 hari. Pengurangan tersebut timbul karena dalam kenyataannya hari kerja setahun harus memperhitungkan kemungkinan adanya beberapa keperluan maupun kendala, yaitu: Keperluan waktu pemeliharaan jaringan jalur rel Kemungkinan cuaca buruk yang menghalangi perjalanan kereta api Kemungkinan adanya kereta mogok Kemungkinan terjadinya kecelakaan diluar perhitungan Jumlah hari yang diperoleh setelah semua pengurangan tersebut menjadi hari efektif setahun. Seluruh target angkutan setahun harus dapat diselesaikan selama hari efektif tersebut, sehingga kapasitas angkut harian yang diperlukan (capacity requirements) adalah sebesar target tahunan dibagi jumlah hari efektif. Jenis data prasarana utama berupa geometri tata letak baik plan maupun profile dan jarak km setiap titik (chainage) dalam trace track, serta jumlah dan lokasi stasiun sepanjang jalur rel. Data prasarana selanjutnya adalah waktu yang diperlukan oleh rangkaian gerbong baik pada saat melakukan pemuatan batubara di lokasi TLS maupun waktu pembongkaran di TPT. Perhitungan waktu muat maupun waktu bongkar umumnya merupakan kajian tersendiri karena terkait dengan pemilihan sistem mekanisme bongkar muat, karakteristik dan kapasitas peralatan, ketersediaan lahan dan pemilihan jenis gerbong. Kesemuanya harus

30 merupakan kesatuan yang terpadu karena ketidaksesuaian antar peralatan akan mengakibatkan inefisiensi sistem angkut secara keseluruhan dan terjadinya idle diantara peralatan tersebut yang akhirnya target angkutan menjadi tidak tercapai. Data lain yang diperlukan adalah kecepatan operasi kereta api yang diperoleh dari studi geometri dan karakteristik lokomotif yang dipilih. Kecepatan operasi kereta api dalam hal ini tergantung pada efisiensi traksi lokomotif yang merupakan fungsi dari gradien trace kritis. Suatu lokomotif dengan kemampuan menarik rangkaian gerbong pada kecepatan tertentu pada gradien nol, akan menurun kecepatannya bila gradien positif (jalan menanjak). Rata-rata nilai kecepatan sepanjang jalur tempuhnya menjadi kecepatan operasi kereta api, sehingga pada kecepatan operasi tersebut rangkaian kereta api dapat berjalan dengan kecepatan relatif konstan sepanjang trayeknya. Sebenarnya kecepatan operasi juga tergantung pada keadaan jalur rel, kondisi lokomotif dan kondisi gerbong. Keadaan terjelek diantaranya akan menentukan kecepatan operasi kereta api. Keseluruhan data diatas merupakan data sekunder atau data siap pakai yang diperoleh dari hasil kajian yang khusus diadakan untuk keperluan tersebut. 3.4. Metodologi Pelaksanaan Sejalan dengan kerangka pendekatan analisis pada uraian sebelumnya, maka tahapan rinci setiap kegiatan dilakukan mengikuti bagan alir analisis pada diagram berikut ini.

31 BAGAN ALIR ANALISIS Data Target Produksi Target Angkutan Hari Operasi Efektif Tata Letak Jalan Rel Kapasitas Angkut Rangkaian Kereta Kebutuhan Kapasitas Angkut Frekwensi Kereta Headway H Penelusuran Perjalanan Kereta GAPEKA No Produksi Angkutan Optimasi Cek Kapasitas Yes Penetapan Pola Terpilih Gambar 3.2 Bagan Alir Analisis Berikut ini adalah uraian dari tiap tahap analisis pada bagan alir diatas, terutama mengenai prinsip proses analisis. Tahap pertama adalah mengetahui data rencana produksi yang telah dibuat dari PT. Bukit Asam. Dalam proyek ini direncanakan pengangkutan produksi batubara yang berada di Tanjung Enim selama 20 tahun, maka ditentukan pada tahun pertama kapasitas jumlah ton batubara yang dapat diangkut dari Tanjung Enim ke Srengsem hingga tahun kedua dan seterusnya sesuai target peningkatan. Setelah itu dapat dihitung target angkutan untuk harian dan tahunan. Untuk menentukan target angkutan harus diketahui target kapasitas

32 tahunan kemudian dibagi dengan hari kerja efektif tahunan. Perhitungan selanjutnya adalah menentukan kebutuhan kapasitas angkut per ton dalam sehari, dengan cara target kapasitas angkut yang sudah dihitung dibagi dengan jumlah hari efektif per tahun. Dari kebutuhan kapasitas angkut dalam ton per hari dapat ditentukan headway. Nilai headway didapatkan dari rumus yang dipakai dalam penelitian ini yaitu, waktu dalam sehari (24 jam) dikalikan dengan waktu dalam se jam (60 menit) kemudian dibagi dengan disain yang didapatkan dari PT. Bukit Asam. 3.5. Analisis Pola Operasi Untuk menentukan analisis pola operasi ditentukan dari beberapa data yaitu : Waktu perjalanan yang terdiri dari chainage (patok) dimana jarak patok awal didapatkan dari gambar, kemudian untuk jarak patok pada stasiun berikutnya didapatkan dari jarak patok ditambahkan dengan jarak antar stasiun berikutnya. Untuk mengetahui waktu berjalan dan kumulatif perjalanan kereta api bermuatan batubara pada setiap stasiun, dengan cara untuk waktu berjalan dapat dihitung dari jarak antar stasiun dibagi dengan kecepatan, untuk kumulatif perjalanan dapat dihitung dari waktu langsiran untuk muat ditambahkan dengan waktu inspeksi (pemeriksaan) untuk distasiun awal. Untuk waktu kumulatif di stasiun berikutnya dihitung dari waktu kumulatif pada stasuin sebelumnya ditambahkan dengan waktu berjalan kestasiun berikutnya.

33 Untuk mengetahui waktu berjalan dan kumulatif perjalanan kereta api kosong pada setiap stasiun, dengan cara untuk waktu berjalan sama dengan waktu berjalan pada saat kereta api bermuatan batubara. Sedangkan untuk kumulatif waktu perjalanan ditentukan dari waktu bongkar muatan dan waktu inspeksi pada stasiun awal. Sedangkan untuk stasiun berikutnya untuk kumulatif waktu perjalanan kestasiun berikutnya dengan cara waktu berjalan ditambahkan dengan waktu berpapasan kereta api dari arah berlawanan. Untuk mengetahui total kumulatif dari keseluruhan waktu perjalanan pada setiap stasiun, maka waktu berjalan kereta api bermuatan batubara ditambahkan dengan kereta api kosong semuanya satuan waktu dihitung dalam menit dan dihitung pada setiap stasiun. 3.6. Produksi Angkutan Produksi angkutan ditentukan oleh hari kerja efektif, kapasitas angkut rangkaian kereta api dan frekwensi kereta api per hari. Hari kerja efetif didapatkan dari hari kalender setahun dikurangi berbagai faktor koreksi, kapasitas angkut rangkaian merupakan data yang telah diketahui sebelumnya, sedangkan frekwensi menyatakan jumlah perjalanan sebenarnya. 3.7. Optimasi Hasil produksi angkutan untuk berbagai skenario pembangunan sistem kereta api dianalisis dengan menggunakan metoda pohon keputusan

34 deterministik bertahap ganda. Hasil yang diperoleh menunjukkan solusi optimum dari masalah yang dimodelkan dan keadaan batas yang disyaratkan. 3.8. Pemeriksaan Kapasitas Kapasitas lintas suatu jaringan atau jalur kereta api jalur tunggal sangat ditentukan oleh kapasitas ruas-ruas pada jaringan tersebut. Ruas, yaitu jarak yang dibatasi antara 2 stasiun, makin pendek akan mempunyai kapasitas lebih besar dibanding jarak yang lebih panjang. Oleh karenanya kapasitas lintas dihitung pada ruas terpanjang yang ada. 3.9. Penetapan Pola Operasi Apabila strategi optimum telah diperoleh dan analisis kapasitas lintas menunjukkan jumlah perjalanan kereta api yang diperoleh tidak lebih besar daripada kapasitas lintas yang ada, maka opsi tersebut dapat ditetapkan sebagai pola operasi terpilih. Pola operasi terpilih menjadi pola dasar atau pola pokok yang mendasari semua kegiatan penyediaan sarana dan prasarana yang direncanakan. 3.10. Penyusunan Grafik Perjalanan Kereta Api Grafik perjalanan yang merupakan diagram waktu-ruang bagi pola operasi terpilih dapat disusun dengan melakukan simulasi semua perjalanan kereta api yang direncanakan dan merekonstruksi waktu dan posisi setiap kereta api pada grafik tersebut.