2015 PERKEMBANGAN SENI PERTUNJUKAN LONGSER DI KABUPATEN BANDUNG TAHUN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang

DAFTAR RUJUKAN. Abdulsyani. (1994). Sosiologi, skematika, teori, dan terapan. Jakarta: Bumi Aksara.

Ateng Japar: Sang Legenda Seni Pertunjukan Longser dan Peranannya di Kabupaten Bandung, Tahun

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan segala hasil kreasi manusia yang mempunyai sifat

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Eksistensi budaya dalam kehidupan sosial masyarakat suatu bangsa

2015 KREASI TARI RONGGENG LENCO DI DESA CURUG RENDENG KECAMATAN JALAN CAGAK KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Fanny Ayu Handayani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. perasaan, yaitu perasaan estetis. Aspek estetis inilah yang mendorong budi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian ronggeng gunung merupakan kesenian tradisional masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Jawa Barat yang lebih sering disebut sebagai Tatar Sunda dikenal

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat Sunda memiliki identitas khas yang ditunjukkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian merupakan unsur atau bagian dari kebudayan yang hidup di

2015 PERKEMBANGAN KESENIAN BRAI DI KOTA CIREBON TAHUN

BAB I PENGANTAR Latar Belakang Masalah. kekayaan budaya yang amat sangat melimpah. Budaya warisan leluhur merupakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. cara hidup sehari-hari masyarakat. Kesenian tradisional biasanya bersumber pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Sumber-sumber tersebut

PENERAPAN TEKNIK OLAH TUBUH UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS GERAK DALAM PEMBELAJARAN EKSTRAKURIKULER TARI DI SMP KARTIKA XIX-2 BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. LATARBELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nova Silvia, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Neneng Yessi Milniasari, 2013

BAB I. Seni Pertunjukan Daerah Dulmuluk

BAB I PENDAHULUAN LatarBelakang Eko Juliana Susanto, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asti Purnamasari, 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Prima Suci Lestari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Yunita, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Eksistensi Proyek

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan fenomena budaya yang tidak dapat terhindarkan

BAB I PENDAHULUAN. adat istiadat, agama dan kesenian. Namun di era globalisasi ini banyak budayabudaya

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesenian yang ada di Jawa Barat terbagi dalam dua kalangan yaitu

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi Riau adalah rumpun budaya melayu yang memiliki beragam

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2015 KESENIAN SASAPIAN PADA ACARA SALAMETAN IRUNG-IRUNG DI CIHIDEUNG PARONGPONG KABUPATEN BANDUNG BARAT

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari penilitian skripsi yang berjudul Kesenian Tradisional Mak Yong di

TARI RAHWANA GANDRUNG DI SANGGAR NYIMAS SEKAR PUJI ASMARA DESA CANGKOL KOTA CIREBON

BAB I PENDAHULUAN. banyaknya suku Bugis yang tersebar di seluruh kabupaten yang ada di

2015 EKSISTENSI KESENIAN HADRO DI KECAMATAN BUNGBULANG KABUPATEN GARUT

BAB I PENDAHULUAN. Kemasan Sisingaan Pada Grup Setia Wargi Muda Kabupaten Subang Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sasaran yang hendak dicapai dalam pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan mudah dan cepat, yakni dengan penggunaan handphone

ARTIKEL TENTANG SENI TARI

2015 TARI TUPPING DI DESA KURIPAN KECAMATAN PENENGAHAN KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan jangka panjang Indonesia mempunyai sasaran utama. terciptanya landasan yang kuat dari bangsa Indonesia untuk tumbuh dan

2015 TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI

BAB I PENDAHULUAN. 1 Kata tembang nyanyian sama fungsi dan kegunaannya dengan kidung, kakawin dan gita. Kata kakawin berasal

PROBLEMATIKA PENGEMBANGAN BAHASA UNTUK MASYARAKAT DAERAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Helda Rakhmasari Hadie, 2015

BENTUK DAN FUNGSI KESENIAN OJROT-OJROT DI DESA KARANGDUWUR KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Nurul Kristiana, 2013

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan dalam suatu usaha secara menyeluruh untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN. Tari merupakan ungkapan perasaan manusia yang dinyatakan dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Innez Miany Putri, 2013

BAB I PENDAHULUAN. melestarikan dan mengalihkan serta mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan dalam

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggiana Puspa Dewi, 2014 Ayo, Menari Jaipong Dengan Nyi Iteung

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

2015 PERTUNJUKAN KESENIAN EBEG GRUP MUNCUL JAYA PADA ACARA KHITANAN DI KABUPATEN PANGANDARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Secara universal, seni pertunjukan adalah karya seni yang melibatkan aksi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seni juga mengalami perkembangan. Seni bahkan menyatu dengan kemajuankemajuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rina Arifa, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rizky Ananda Oktaviani, 2015

BAB I PENDAHULUAN. didokumentasikan atau dilestarikan, dipublikasikan, dikomunikasikan, dan

BAB I PENDAHULUAN. fenomena/gejala kian merenggangnya nilai-nilai kebersamaan, karena semakin suburnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Proses realisasi karya seni bersumber pada perasaan yang

2015 KESENIAN RONGGENG GUNUNG DI KABUPATEN CIAMIS TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesenian daerah merupakan suatu perwujudan kebudayaan yang memiliki nilainilai

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Di era globalisasi ini, bangunan bersejarah mulai dilupakan oleh

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN. karena daerah Bekasi berbatasan langsung dengan Ibu Kota Jakarta (Betawi) dan

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal

BAB I PENDAHULUAN. mengenal ketoprak. Ketoprak berasal dari kata tok dan prak yaitu bunyi dari kentongan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Elwin Adlian Raharja, 2015

2015 TARI MAKALANGAN DI SANGGAR SAKATA ANTAPANI BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. kebanggaan dari suatu Bangsa. Setiap Negara atau daerah pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. menghawatirkan, baik dari segi penyajian, maupun kesempatan waktu dalam

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan budaya dan juga memiliki berbagai macam kesenian. Keberagaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia terlahir dari suatu kelompok individu yang saling berinteraksi, yang memutuskan untuk hidup bersama, dan dalam jangka waktu cukup lama. Dari hasil interaksi yang terjadi, kelompok individu tersebut berhasil menciptakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya yang pada akhirnya dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruh tindakan manusia dapat dikatakan sebagai kebudayaan karena hanya sedikit tindakan manusia dalam kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar (Koentjaraningrat, 2009, hlm. 144). Kesenian yang termasuk ke dalam salah satu unsur dari kebudayaan merupakan perwujudan jati diri bangsa Indonesia yang beragam. Kesenian dapat diartikan sebagai hasil karya manusia yang mengandung keindahan dan dapat diekspresikan melalui suara, gerak, ataupun ekspresi lainnya. Bila dipandang dari sudut cara kesenian sebagai ekspresi hasrat manusia akan keindahan itu dinikmati, kesenian terbagi menjadi dua lapangan besar yang diantaranya yaitu seni rupa (seni yang dinikmati manusia dengan mata) dan seni suara (seni yang dinikmati manusia dengan telinga), sedangkan suatu lapangan kesenian yang meliputi keseluruhannya yaitu seni drama atau teater. Seni tari, seni rupa, dan seni drama merupakan jenis seni pertunjukan yang diperkirakan telah berkembang sejak lama di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya jenis seni pertunjukan yang dikembangkan dan dilestarikan oleh masyarakat sebagai wadah pendukungnya. Dari sekian banyaknya jenis seni pertunjukan, terdapat salah satu seni pertunjukan yang menarik perhatian peneliti untuk dikaji lebih mendalam, yaitu mengenai seni pertunjukan Longser. 1

Seni Longser merupakan salah satu jenis seni pertunjukan yang termasuk kedalam kesenian rakyat. Menurut Soepandi, dkk. (1994, hlm. 86) Longser adalah seni sandiwara rakyat yang banyak menampilkan tarian-tarian berpasangan dan memberikan kesempatan kepada para penonton untuk menari bersama dengan penarinya. Sedangkan menurut Sekarningsih (1981, hlm. 20): Seni Longser adalah kesenian tradisional Jawa Barat. Kesenian ini banyak kesamaannya dengan Ketuk Tilu, Bangreng, dan Banjet. Misalnya dalam bentuk karawitan, tarian, kostum, penyajian di dalam pertunjukan. Kesenian Longser adalah hasil perpaduan antara karawitan, tari, lawakan, dan ceritera. Maka dari perpaduan tersebut tumbuh bentuk kesenian yang disebut Longser. Dari kedua pernyataan di atas, peneliti menyimpulkan bahwa Longser merupakan jenis seni pertunjukan tradisional yang di dalamnya terdapat penggabungan berbagai bentuk kesenian, seperti tarian-tarian (seni tari), karawitan (seni suara), dan lawakan (seni drama). Selain itu, seni Longser yang pada awalnya berkembang di daerah Jawa Barat, tepatnya di kabupaten Bandung merupakan kesenian yang banyak memiliki kesamaan dengan beberapa jenis kesenian yang telah lebih dulu ada, seperti halnya kesenian Ketuk Tilu, Bangreng, dan Banjet. Longser yang termasuk ke dalam jenis pertunjukan teater tradisional, diperkirakan telah ada sejak awal abad ke-20, namun mengenai kapan munculnya seni Longser belum didapatkan sumber yang akurat. Akan tetapi, berdasarkan cerita yang turun temurun disebutkan bahwa Longser pada awalnya berasal dari seni doger, berubah menjadi lengger, dan berubah lagi menjadi longser. Doger sendiri diperkirakan sudah ada sekitar tahun 1915 (Lubis, dkk., 2011 hlm. 396). Sejalan dengan hal ini, Hidayat (1997, hlm. 19) mengungkapkan bahwa: Bila dilihat dari pola-pola baku yang digunakan dalam seni pertunjukan Longser, ternyata seni pertunjukan Longser ini dipengaruhi oleh jenis kesenian Doger dan Ketuk Tilu yang merupakan jenis seni tari pergaulan yang berkembang di Bandung sebelum Longser ini ada. Pada dasarnya kelahiran seni pertunjukan Longser tidak dapat dipisahkan dengan seorang seniman bernama Akil yang lebih populer dengan nama Bang 2

Tilil, yang mana pada perjalannnya Bang Tilil membentuk sebuah kelompok Longser dan menjadi guru bagi mereka yang ingin mempelajari seni Longser. Adapun salah satu murid yang mengikuti jejak Bang Tilil dalam melestarikan seni Longser adalah Ateng Japar atau yang lebih populer dengan nama Bang Tuweuw. Ateng Japar merupakan salah satu seniman yang sudah menggeluti Longser sejak awal abad ke-20. Ketertarikan dirinya terhadap dunia seni pertunjukan Longser pada akhirnya membuat Ateng Japar membentuk suatu kelompok Longser yang dinamakan Pancawarna. Pada awalnya kelompok Longser Pancawarna kurang banyak diminati oleh masyarakat, namun berkat usaha dan ketekunan Ateng Japar dalam mengemas seni pertunjukan yang dapat menghibur, pada akhirnya kelompok Longser Pancawarna berhasil menarik minat masyarakat untuk menyaksikannya. Keberhasilan Ateng Japar dalam mengembangkan seni Longser terlihat ketika kelompok Longser yang telah dibentuknya sejak tahun 1939 sering mendapat panggilan atau undangan pentas untuk mengisi suatu acara, baik acara resmi yang diundang oleh pihak pemerintah daerah setempat maupun panggilan dari acara-acara hajatan. Namun meskipun demikian tetap saja pada perjalanannya, pertunjukan seni Longser yang dibawakan oleh Ateng Japar beserta kelompoknya pada saat itu banyak mengalami pasang surut dalam hal perkembangannya. Hal ini dikarenakan masuknya pengaruh globalisasi yang diikuti oleh perubahan zaman yang semakin maju dan modern, pada akhirnya membuat seni pertunjukan Longser yang masih bertahan hingga saat ini kurang mendapat tempat di hati masyarakat luas. Masuknya pengaruh globalisasi ternyata memberikan dampak terhadap segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk pada aspek seni hiburan tradisional yang pada awalnya berada di tengah-tengah masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kesenian-kesenian tradisional, termasuk seni pertunjukan Longser yang mulai banyak ditinggalkan bahkan tidak dikenal oleh masyarakat karena kesenian tersebut dinilai kuno dan tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang serba modern seperti saat ini. Terlebih dengan hadirnya berbagai teknologi yang 3

serba canggih, hal tersebut membuat masyarakat lebih memilih untuk menyaksikan seni hiburan yang bersifat modern. Perjalanan sejarah kesenian dapat dikatakan bagaikan mati tak mau dan hidup pun enggan, menurut Kuntowijoyo, dkk. (1987, hlm. 23) hal ini ternyata disebabkan oleh beberapa faktor, yang diantaranya: (1) tidak ada peran serta kaum muda sebagai generasi penerus dalam menggalakan kesenian tradisional (2) kurangnya perhatian dari berbagai pihak, terutama perhatian dari pihak pemerintah setempat. Oleh karena itu, untuk mempertahankan dan melestarikan kesenian tradisional yang hingga saat ini masih bertahan, maka diperlukan dukungan pemerintah serta dukungan dari berbagai pihak lainnya, hal ini ditujukan agar kesenian tradisional yang hingga saat ini masih bertahan dapat terus dilestarikan oleh masyarakat sebagai wadah pendukungnya. Dari pemaparan yang telah dijelaskan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa berbagai kesenian tradisional (termasuk seni pertunjukan Longser) ternyata sudah sejak lama tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Jika melihat pada perkembangan kesenian tradisional, peneliti menemukan bahwa jatuh bangunnya kesenian itu tampak seperti suatu gejala sosial yang bersifat dinamis. Hal ini dikarenakan perkembangan kesenian pada dasarnya akan selalu mengikuti perkembangan zaman yang selalu berubah-ubah. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka penulis tertarik dan tergerak untuk membahas mengenai perkembangan seni pertunjukan Longser di Kabupaten Bandung dari tahun 1975 sampai dengan tahun 2002, tepatnya pada masa Ateng Japar karena menurut penulis permasalahan ini penting untuk dikaji. Pemilihan angka tahun yang dilakukan oleh penulis dari tahun 1975 karena memasuki tahun 1975 terjadi perubahan yang terlihat dari cara dan tempat menampilkan seni pertunjukan Longser, sedangkan pemilihan angka tahun hingga 2002 karena pada tahun 2002 pertunjukan seni Longser di Kabupaten Bandung mulai meredup. Studi tentang seni pertunjukan Longser ini sebenarnya sudah banyak dilakukan, namun disini saya sebagai peneliti ingin melihat peranan Ateng Japar 4

dalam mengembangkan seni pertunjukan Longser dari rentang waktu tahun 1975 sampai dengan 2002. Adapun beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan referensi oleh penulis diantaranya yaitu: (1) Skripsi yang berjudul Tinjauan Deskriptif Tentang Pertunjukan Longser di Desa Ranca Manyar Kecamatan Pameungpeuk Kabupaten Bandung yang ditulis oleh seorang mahasiswi STSI bernama Ening Sekarningsih pada tahun 1981. (2) Skripsi yang berjudul Perbandingan Pergelaran Longser Panca Warna dengan Juag Toed, Nyiar Gawe, dan Kucrut yang ditulis oleh seorang mahasiswa STSI bernama Heri Hidayat pada tahun 1997. (3) Laporan penelitian yang berjudul Teater Rakyat Longser Dewasa Ini Sebuah Tinjauan Deskriptif yang ditulis oleh salah seorang dosen STSI bernama Yoyo. C. Durachman pada tahun 1993. (4) Artikel yang berjudul Longser, Anak Jadah yang Terlantar yang ditulis oleh Hermana H.M.T dan sudah dimuat di Khazanah Lembaran Budaya Pikiran Rakyat pada tahun 2007. (5) Buku yang berjudul Teater Tradisional dan Teater Baru yang ditulis oleh Yoyo. C. Durachman pada tahun 2009. Adapun alasan mengapa permasalahan ini penting untuk dikaji, hal tersebut dikarenakan: pertama sebagai generasi penerus bangsa, sudah sepantasnya mempertahankan warisan budaya bangsa, agar tidak redup dan tenggelam oleh perkembangan zaman yang semakin maju dan modern. Kedua seni pertunjukan Longser yang pada pertengahan abad ke-20 sangat diminati oleh masyarakat luas, diharapkan dapat dikenal kembali oleh masyarakat yang hidup di era globalisasi seperti saat ini. Ketiga penelitian ini ditujukan guna mengetahui lebih jauh tentang perkembangan seni pertunjukan Longser dan sosok Ateng Japar dalam melestarikan seni pertunjukan Longser. Keempat ingin mengetahui bagaimana upaya pemerintah setempat dan masyarakat dalam melestarikan seni pertunjukan Longser yang ada di wilayah Kabupaten Bandung. Dari beberapa alasan terkait pentingnya permasalahan ini untuk dikaji, penulis tertarik untuk melakukan pengkajian lebih mendalam mengenai kesenian tradisional dalam sudut kajian sosial dan budaya yang mengambil objek penelitian di Kabupaten Bandung dengan judul Perkembangan Seni Pertunjukan Longser di 5

Kabupaten Bandung Tahun 1975-2002: Suatu Tinjauan Tentang Peranan Ateng Japar Sebagai Seniman Longser. 1.2. Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, penulis membatasi kajiannya dalam satu rumusan masalah besar yaitu Bagaimana Dinamika Perkembangan Seni Pertunjukan Longser Pada masa Ateng Japar (1975 2002)?. Mengingat rumusan masalah tersebut begitu luas, maka untuk memudahkan dalam melakukan penelitian dan mengarahkan dalam pembahasan, maka penulis mengidentifikasi rumusan masalah tersebut ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang seni pertunjukan Longser sejak dipimpin oleh Ateng Japar? 2. Bagaimana peranan Ateng Japar dalam mengembangkan seni pertunjukan Longser Pancawarna (1975-2002)? 3. Faktor-faktor apa saja yang dapat menghambat perkembangan seni pertunjukan Longser? 4. Bagaimana upaya pemerintah Kabupaten Bandung dan masyarakat dalam melestarikan seni pertunjukan Longser pasca meninggalnya Ateng Japar? 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan utama yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah menjelaskan Dinamika Perkembangan Seni Pertunjukan Longser Pada Masa Ateng Japar (1975 2002). Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan latar belakang seni pertunjukan Longser sejak dipimpin oleh Ateng Japar. 6

2. Menjelaskan peranan Ateng Japar dalam mengembangkan seni pertunjukan Longser Pancawarna (1975-2002). 3. Mengungkapkan faktor-faktor yang menghambat perkembangan seni pertunjukan Longser. 4. Memaparkan upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Kabupaten Bandung dan masyarakat dalam melestarikan seni pertunjukan Longser pasca meninggalnya Ateng Japar. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan setelah adanya penelitian yang diperoleh penulis dalam penulisan karya ilmiah ini adalah sebagai berikut: 1. Menambah wawasan penulis tentang keberadaan kesenian tradisional yang perlu dilestarikan, khususnya seni pertunjukan Longser. 2. Memperkaya penulisan sejarah, terutama sejarah lokal yang ada di Jawa Barat. 3. Memberi motivasi kepada pemerintah daerah untuk lebih memberikan perhatian dan dukungan terhadap berbagai kesenian tradisional yang ada di daerahnya, terutama seni pertunjukan Longser. 4. Memberikan motivasi kepada para seniman, khususnya kepada para seniman Longser dan masyarakat terutama generasi mudanya untuk dapat mempertahankan dan mengembangkan seni pertunjukan Longser di tengah gempuran globalisasi yang sedang terjadi saat ini. 5. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai muatan lokal pembelajaran sejarah. Sehingga dengan adanya penelitian ini siswa dapat termotivasi untuk mencari tahu mengenai sejarah lokal yang ada di daerahnya masing-masing. 7

1.5. Struktur Organisasi Skripsi Agar memudahkan penulis dan para pembaca sekalian memahami karya ilmiah ini, maka penulis menyusun hasil penelitiannya ke dalam lima bab, yang terdiri dari bab I sampai dengan bab V sebagai berikut: Bab I Pendahuluan. Dalam penulisan karya ilmiah, bab I seringkali dijadikan sebagai bab perkenalan karena di dalam bab ini memuat bahasan awalan penelitian yang berisi latar belakang penelitian, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan struktur organisasi skripsi. Berikut penjelasannya: Latar belakang penelitian, bagian ini memaparkan pembahasan terkait dengan permasalahan dan objek penelitian yang diangkat oleh penulis. Rumusan masalah penelitian, bagian ini memuat identifikasi spesifik mengenai permasalahan yang akan diteliti. Perumusan masalah penelitian biasanya ditulis dalam bentuk pertanyaan penelitian yang membutuhkan pemecahan pada bab berikutnya. Tujuan penelitian dan manfaat penelitian di dalamnya memuat maksud dan kegunaan penulisan karya ilmiah ini. Struktur organisasi skripsi, bagian ini memuat sistematika penulisan skripsi dengan memberikan gambaran kandungan setiap bab, urutan penulisannya, serta keterkaitan antara satu bab dengan bab lainnya dalam membentuk sebuah kerangka utuh skripsi (Tim Penyusun, 2014, hlm. 25). Bab II Kajian Pustaka. Bab ini berisi mengenai pemaparan-pemaparan terhadap sumber literatur dan teori yang dijadikan rujukan oleh penulis dalam mengkaji permasalahan yang diangkat mengenai Perkembangan Seni Pertunjukan Longser di Kabupaten Bandung Tahun 1975-2002: Suatu Tinjauan Tentang Peranan Ateng Japar sebagai Seniman Longser. Bab III Metode Penelitian. Pada bab ini penulis menjelaskan mengenai langkah-langkah yang ditempuh dalam melakukan penelitian. Penulis juga menjelaskan tentang metode penelitian yang dipilih, yaitu metode historis, yang terdiri dari tahap heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. 8

Bab IV Temuan dan Pembahasan. Bab ini menyampaikan dua hal utama, yakni (1) temuan penelitian berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan berbagai kemungkinan bentuknya sesuai dengan urutan rumusan masalah penelitian (2) pembahasan temuan penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya (Tim Penyusun, 2014, hlm. 31). Di dalam bab pembahasan, penulis memaparkan mengenai hasil penelitian dan penjelasan yang berisi mengenai keterangan-keterangan dari data-data temuan di lapangan. Data-data temuan ini penulis paparkan secara deskriptif dan berbentuk narasi, agar data tersebut dapat lebih mudah dipahami, baik oleh penulis sendiri maupun oleh para pembaca. Penulis juga berusaha untuk mengkritisi data-data yang ditemukan di lapangan lalu membandingkannya dengan sumber-sumber dan teori-teori yang dijadikan sebagai referensi. Bab V Simpulan, Implikasi, dan Rekomendasi. Bab ini berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi, yang menyajikan penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan dari hasil penelitian mengenai permasalahan yang penulis angkat, yaitu Perkembangan Seni Pertunjukan Longser di Kabupaten Bandung Tahun 1975 2002: Suatu Tinjauan Tentang Peranan Ateng Japar sebagai Seniman Longser (Tim Penyusun, 2014, hlm. 38). Selain itu dalam bab terakhir ini diuraikan penjelasan singkat dari beberapa pertanyaan yang ada di dalam rumusan masalah, yang bertujuan untuk memberikan suatu gambaran umum terkait permasalahan yang diangkat oleh penulis dan dijadikannya sebagai suatu bentuk penulisan karya ilmiah. 9