BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III PRAKTEK PENDAFTARAN TANAH PEMELIHARAAN DATA DENGAN MENGGUNAKAN SURAT KUASA JUAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI PENDAFTARAN TANAH. A. Pengertian dan dasar hukum pendaftaran tanah

BAB I PENDAHULUAN. tanah.tanah sendiri merupakan modal utama bagi pelaksanaan pembangunan

BAB IV. A. Analisis Hukum Mengenai Implementasi Undang-Undang Nomor 5. Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

*35279 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 1997 (24/1997) TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1997 TENTANG PENDAFTARAN TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KEDUDUKAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM KEPUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA PEMBAHASAN

Upik Hamidah. Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. haknya atas tanah yang bersangkutan kepada pihak lain (pembeli). Pihak

BAB I PENDAHULUAN. Boedi Harsono, Hukum Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta, 2005, hlm. 560

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan akta pemberian hak tanggungan atas tanah. 3 Dalam pengelolaan bidang

BAB III PENUTUP. 62 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar. Hukum tanah disini bukan

Lex Privatum Vol. V/No. 9/Nov/2017

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Semenjak diundangkannya UUPA maka pengertian jual-beli tanah

Dimyati Gedung Intan: Prosedur Pemindahan Hak Atas Tanah Menuju Kepastian Hukum

BAB I PENDAHULUAN. masih bercorak agraris. Seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan yaitu mewujudkan pembangunan adil dan makmur, berdasarkan. Pancasila dan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945.

PELAKSANAAN PENDAFTARAN PERALIHAN HAK MILIK ATAS TANAH DENGAN CARA JUAL BELI DI KANTOR PERTANAHAN KABUPATEN KUDUS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Peranan tanah dalam rangka pembangunan bagi pemenuhan berbagai

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

: AKIBAT HUKUM PENUNDAAN PROSES BALIK NAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran, dan kehidupan. bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan UUPA adalah untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB 2 PEMBAHASAN. 2.1 Pendaftaran Tanah

BAB 1 PENDAHULUAN. Tanah memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat

PEROLEHAN TANAH DALAM PENGADAAN TANAH BERSKALA KECIL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang

BAB II PROSES PELAKSANAAN PENINGKATAN STATUS TANAH DARI HAK GUNA BANGUNAN MENJADI HAK MILIK DI PERUMNAS MARTUBUNG MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. menjadi komoditas dan faktor produksi yang dicari oleh manusia.

BAB III KEABSAHAN JUAL BELI TANAH YANG DILAKUKAN OLEH BUKAN PEMILIK TANAH. 1. Jual Beli Hak Atas Tanah

BAB II TINJAUN PUSTAKA. Di dalam UUPA terdapat jiwa dan ketentuan-ketentuan yang harus dipergunakan

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

II. TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat (Margono Slamet, 1985:15). Sedangkan W.J.S Poerwadarminta

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 5 TAHUN 1996 TENTANG

Lex Privatum Vol. V/No. 3/Mei/2017

Lex Crimen Vol. VI/No. 1/Jan-Feb/2017

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

BAB I PENDAHULUAN. bangsa sepanjang masa dalam mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat yang

BAB III TINJAUAN TEORITIS. Wakaf merupakan perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan atau

Lex Administratum, Vol. V/No. 6/Ags/2017

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan serta penghidupan masyarakat baik dari segi sosial, ekonomi,

MENTERI NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 3 TAHUN 1996 TENTANG

UNIVERSISTAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS HUKUM

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DAN CAMAT SEBAGAI PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. Selaras dengan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT) DALAM MEMBUAT AKTA JUAL BELI TANAH BESERTA AKIBAT HUKUMNYA 1 Oleh : Addien Iftitah 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Salah satu tujuan pembentukan Undang Undang No 5 Tahun 1960

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1 TAHUN 1996 TENTANG

MENTERI NEGARA AGRARIA/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN. Universitas. Indonesia

BAB I. Pendahuluan. dan makmur dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. pembangunan di bidang ekonomi. Berbagai usaha dilakukan dalam kegiatan

KEWENANGAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PROSES JUAL BELI TANAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Penelitian. Negara Indonesia adalah negara hukum. Semua Warga Negara

BAB I P E N D A H U L U A N. aktivitas di atas tanah sehingga setiap saat manusia selalu berhubungan dengan

BAB II PEMBUATAN AKTA JUAL BELI YANG TIDAK SESUAI KETENTUAN DALAM PROSEDUR PEMBUATAN AKTA PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH

BAB I PENDAHULUAN. tanah sebagai sarana utama dalam proses pembangunan. 1 Pembangunan. dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sarana dan prasarana lainnya. akan lahan/tanah juga menjadi semakin tinggi. Untuk mendapatkan tanah

KETIDAKHADIRAN SESEORANG DALAM JUAL BELI DAN BALIK NAMA HAK ATAS TANAH DALAM PEWARISAN (Studi Kasus Perdata No. 1142/Pdt.P/2012/P.N.

BAB I PENDAHULUAN. yang satu ke orang lain.tanah sebagai benda yang bersifat permanen tetap, banyak

BAB I PENDAHULUAN. Achmad Rubaie, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum, (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal 1.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di dalam Negara Republik Indonesia, yang susunan kehidupan rakyatnya,

Sertifikat hak guna..., Fransiska KrisnaniBudi Utami, FH UI, Universitas Indonesia

BAB I LATAR BELAKANG PEMILIHAN KASUS. Peranan tanah bagi pemenuhan berbagai kebutuhan manusia akan terus

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk, sementara disisi lain luas tanah tidak bertambah. mendapatkan kepastian hukum atas tanah yang dimilikinya.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang biak, serta melakukan segala aktifitasnya berada diatas tanah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Pendayagunaan tanah secara berlebihan serta ditambah pengaruh-pengaruh alam akan menyebabkan instabilitas kemampuan tanah. 1 Jumlah tanah yang statis

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan tanah. Tanah mempunyai kedudukan dan fungsi yang amat penting

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan modal dasar pembangunan, serta faktor penting. dalam kehidupan masyarakat yang umumnya menggantungkan

mudah dapat membuktikan hak atas tanah yang dimiliki atau dikuasainya,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Nomor: 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hukum tentang tanah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

BAB I PENDAHULUAN. sebuah keluarga, namun juga berkembang ditengah masyarakat. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Kitab Undang-undang Hukum

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah persoalan hak atas tanah. Banyaknya permasalahan-permasalahan

BAB II BENTUK KUASA YANG TIMBUL DALAM JUAL BELI TANAH. sejumlah uang sebagai imbalan dari perolehan hak milik tersebut. 47

PENDAFTARAN TANAH. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. Dalam pembangunan peran tanah bagi pemenuhan berbagai keperluan

PROSES PEMERIKSAAN PERKARA JUAL BELI HAK MILIK ATAS TANAH SECARA KREDIT. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

RINGKASAN TESIS. Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Derajat S-2 Program Studi Magister Kenotariatan. Oleh : JUMIN B4B

BAB 1 PENDAHULUAN. Jual beli tanah..., Ni Wayan Nagining Sidianthi, FH UI, 2010.

Lex Privatum Vol. VI/No. 1/Jan-Mar/2018

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembatalan akta..., Rony Fauzi, FH UI, Aditya Bakti, 2001), hlm Ibid., hlm

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2015

KARYA ILMIAH AKIBAT HUKUM JUAL BELI TANAH HAK GUNA BANGUNAN ATAS TANAH NEGARA YANG BERASAL DARI HARTA BAWAAN DENGAN

BAB I PENDAHULUAN. pemiliknya kepada pihak lain. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan

HAK MILIK ATAS RUMAH SEBAGAI JAMINAN FIDUSIA

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Usaha Pemerintah di dalam mengatur tanah-tanah di Indonesia baik bagi perorangan maupun bagi badan hukum perdata adalah dengan melakukan Pendaftaran Tanah sesuai dengan realisasi dari Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 19 ayat (1) yang menyatakan : Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan dalam pelaksanaan Pendaftaran Tanah di Indonesia keseriusan pemerintah juga dapat dilihat dari peraturannya yang terus diperbaharui yaitu mula-mula dengan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang kemudian telah diganti dan diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Di dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dinyatakan bahwa : Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi 1

2 bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya. Sesuai dengan pengertian tersebut di atas dapat diketahui bentuk dari kegiatan Pendaftaran Tanah adalah Peta dan daftar dan rangkaian kegiatannya adalah pemeliharaan data fisik dan data yuridis 1. Pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang dibantu oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sebagai pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta otentik. Di dalam Pasal 1 tentang Pendaftaran Tanah disebutkan bahwa data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan diatasnya; maksudnya bahwa diperlukan adanya keterangan atas objek atas bidang tanah dan satuan rumah susun mengenai letak, batas, dan luas serta bangunan yang ada di atasnya sedangkan data yuridis adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta bebanbeban lain yang membebaninya. Peran PPAT sebagai salah satu pejabat umum yang mendukung pemerintah dalam pendaftaran tanah berkenaan dengan pemeliharaan data, maksudnya adalah menyesuaikan data fisik dan data yuridis di dalam peta pendaftaran, daftar nama, surat ukur, buku tanah dengan yang ada dalam sertipikat. Setiap perubahan data fisik dan data yuridis karena peralihan hak, nama pemegang hak yang sudah didaftar, hapusnya atau diperpanjang jangka waktu hak yang sudah berakhir, pemecahan, pemisahan, dan penggabungan bidang tanah, wajib didaftarkan oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan agar data yang tersimpan di Kantor Pertanahan selalu sesuai dengan data yang ada di lapangan, sehingga tercapailah tujuan dari pendaftaran tanah yaitu : a. Menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun, dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan dengan memberikan sertipikat sebagai surat tanda buktinya. 1 Boedi Harsono, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria Isi dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Djambatan), hal.474

3 b. Menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar mudah dalam mendapatkan data dan informasi yang diperlukan untuk mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar. Data yang disimpan pada Kantor Pertanahan bersifat terbuka untuk umum sesuai dengan asas pendaftaran yang terbuka artinya setiap orang yang berkepentingan atas bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun dapat mengetahui data yang disimpan dalam daftar-daftar di Kantor Pertanahan dan apabila seseorang yang berkepentingan itu tidak mempergunakan haknya untuk mengetahui datadata yang tersimpan di Kantor Pertanahan, maka hal itu menjadi tanggung jawabnya sendiri artinya tidak ada kewajiban Kantor Pertanahan memberitahukan data-data tanah seseorang atau badan hukum perdata. c. Tertib administrasi 2 Sebelum berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) peralihan hak yaitu karena jual beli dilaksanakan berdasarkan hukum adat yang ada, dimana jual beli harus bersifat terang, riil dan tunai. Sifat terang artinya perbuatan pemindahan hak tersebut harus dilakukan di hadapan kepala adat, sebagai orang yang mengatur tanah adat tersebut agar perbuatan tersebut dapat diketahui oleh seluruh masyarakat adat setempat, sedangkan sifat riil artinya jual beli tidak terjadi hanya dengan ucapan kata tetapi harus ada bukti tertulis berupa perjanjian jual beli di muka kepala adat, dan sifat tunai artinya pembayaran harus dilakukan pada saat itu juga. Setelah terbentuknya UUPA didalam Pasal 5 disebutkan bahwa Hukum Tanah Nasional kita adalah Hukum Adat. Hukum adat yang dimaksud adalah hukum adat yang disanneer 3 artinya hukum adat yang telah dihilangkan sifat kedaerahannya dan bersifat nasional. Sesuai dengan tujuan terbentuknya UUPA dalam bidang pendaftaran tanah, sejak berlakunya PP.No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, jual beli dilakukan oleh para pihak dengan akta yang dibuat di hadapan PPAT. Jual belinya harus sesuai dengan ketentuan hukum 2 Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.LN Tahun 1997 No. 57.TLN. No.3696. Ps.3 3 Boedi Harsono,, loc.cit, hal.180

4 tanah nasional kita yaitu telah dipenuhinya syarat sifat terang, bahwa jual beli dilakukan di hadapan PPAT, dan syarat sifat riil, bahwa akta yang ditandatangani oleh para pihak membuktikan telah terjadi pemindahan hak dari penjual ke pembeli, dan syarat sifat tunai, bahwa pembayaran harga dari penjual kepada pembeli terjadi bersamaan pada saat peralihan hak dilaksanakan. Akta Jual Beli yang telah ditandatangani kedua belah pihak tersebut yang dibuat di hadapan PPAT hanya membuktikan peralihan kepemilikan saja artinya bahwa yang mengetahui bahwa pembeli adalah pemegang hak tersebut hanya para pihak dan ahli warisnya karena belum terjadi pendaftaran yang dilakukan oleh PPAT. Sebelum melangsungkan akta jual beli ada dua syarat, yang harus dipenuhi untuk sahnya jual beli yang bersangkutan yaitu : 1. Syarat materiil 4 Syarat materiil sangat menentukan akan sahnya jual beli tanah tersebut antara lain: a. Pembeli berhak membeli tanah yang bersangkutan Pembeli sebagai penerima hak harus memenuhi syarat untuk memiliki tanah yang akan dibelinya dengan melihat hak atas tanah apa yang ada pada tanah tersebut, apakah hak milik, hak guna bangunan atau hak pakai. Menurut Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), yang dapat mempunyai hak milik atas tanah hanya Warga Negara Indonesia dan badan-badan hukum yang ditetapkan oleh Pemerintah (Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963). Jika pembelinya Warga Negara Asing atau badan hukum yang tidak dikecualikan oleh pemerintah, maka jual beli tersebut batal karena hukum dan tanah jatuh pada Negara (Pasal 26 ayat (2) UUPA). b. Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan dan yang berhak menjual tanah adalah pemegang hak atas tanah tersebut yang disebut pemilik, kalau pemilik sebidang tanah hanya satu orang, maka ia berhak untuk menjual sendiri tanah itu. Akan tetapi, bila pemilik tanah adalah 4 Adrian Sutedi, S.H,M.H. Peralihan Hak Atas Tanah Dan Pendaftarannya, (Jakarta:Sinar Grafika), hal.78

5 dua orang maka yang berhak menjual tanah ialah kedua orang itu bersama-sama. Tidak boleh seorang saja yang bertindak sebagai penjual. c. Tanah hak yang bersangkutan boleh diperjualbelikan dan tidak sedang dalam sengketa. Mengenai tanah-tanah hak apa yang boleh diperjualbelikan telah ditentukan dalam UUPA yaitu: 1. Hak Milik (Pasal 20) 2. Hak Guna Usaha (Pasal 28) 3. Hak Guna Bangunan (Pasal 35) 4. Hak Pakai (Pasal 41) Jika salah satu syarat materiil tidak dipenuhi, dalam arti penjual bukan merupakan orang yang berhak atas tanah yang dijualnya atau pembeli tidak memenuhi syarat untuk menjadi pemilik hak atas tanah atau tanah yang diperjualbelikan sedang dalam sengketa atau merupakan tanah yang tidak boleh diperjualbelikan, maka jual beli tanah tersebut adalah tidak sah. Jual beli oleh yang tidak berhak adalah batal demi hukum, artinya sejak semula hukum menganggap tidak pernah terjadi jual beli. 2. Syarat Formal Syarat materiil dipenuhi, maka Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) akan membuat akta jual belinya 5. Sebelum akta Jual Beli dibuat PPAT, maka disyaratkan bagi para pihak untuk menyerahkan surat-surat yang diperlukan kepada PPAT, yaitu: Sertipikat asli, bukti identitas para pihak, tanda bukti pembayaran PBB untuk tahun berjalan. PPAT menolak membuat akta peralihan hak atau pemindahan hak atas tanah bilamana: a. Jika mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun pihak Penjual tidak menyerahkan sertipikat asli hak yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftar-daftar yang ada di Kantor Pertanahan; 5 Adrian Sutedi. Ibid.

6 b. Jika tanah yang akan dijual belum bersertipikat atau belum didaftarkan di kantor Pertanahan, pihak Penjual tidak menyerahkan alat bukti mengenai adanya hak tersebut berupa bukti-bukti tertulis atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut selama 20 tahun atau lebih, secara berturut-turut oleh pihak Penjual dan pendahulupendahulunya dengan itikad baik serta diperkuat oleh kesaksian orang yang dapat dipercaya serta surat keterangan dari Kantor Pertanahan bahwa tanah tersebut belum bersertipikat. 6 Bentuk akta yang dibuat harus menggunakan formulir yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan disediakan oleh BPN melaui Kantor Pos 7. Penyempurnaan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah dengan dikeluarkannnya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mengatur tentang setiap peralihan hak atas tanah harus dibuktikan dengan akta yang dibuat dihadapan PPAT, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan: Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu setiap perubahan karena jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT kecuali lelang. Akta PPAT didalam kegiatan pendaftaran tanah diperlukan sebagai syarat/alat bukti bahwa benar telah dilakukan perbuatan hukum tersebut dalam akta dimaksud. Akta yang dibuat oleh PPAT termasuk alat bukti tertulis; seperti yang dinyatakan didalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ada lima macam alat bukti yaitu surat-surat, kesaksian, persangkaan, pengakuan dan sumpah, dan 6 Indonesia. PP No. 24 Tahun 1997. Op.cit. Ps.39 7 Boedi Harsono. Loc.cit. hal. 507.

7 pembuktian yang paling tinggi yaitu surat-surat. Surat-surat ini dibagi dalam surat akta dan surat-surat lain. Surat akta merupakan tulisan yang semata-mata dibuat untuk membuktikan sesuatu peristiwa, sehingga didalam setiap pembuatan surat akta harus ditandatangani, maksudnya bahwa akta yang ditandatangani merupakan pengakuan kedua belah pihak atas peristiwa yang terjadi dan ditulis didalam akta tersebut. Menurut undang-undang tanda tangan dalam akta dapat digantikan dengan cap jempol apabila pihak yang ada didalam akta tidak dapat membuat tanda tangan karena tidak dapat menulis, sedangkan akta merupakan keteranganketerangan dari pihak atau pihak-pihak yang menghadap di depan pejabat umum. Ini yang dikenal dengan akta otentik sesuai dengan Pasal 1868 Kitab Undangundang Hukum Perdata yang mengandung tiga unsur yaitu : a. Didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang b. Dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum c. Akta itu dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu di tempat dimana akta itu dibuat. Jelaslah di dalam Pasal 37 PP No.24/1997 menyatakan bahwa peralihan tanah melalui jual beli hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat di hadapan PPAT sebagai pejabat yang berwenang menurut ketentuan Peraturan Perundang-undangan dan dalam keadaan tertentu yang ditentukan oleh Menteri, yaitu untuk daerah-daerah terpencil dan belum ditunjuk PPAT/PPAT Sementara, sebagai pengecualian Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah Hak Milik yang dilakukan di antara perorangan Warga Negara Indonesia, yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan, misalnya akta dibawah tangan yang dibuat oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum pemindahan hak, yang dikuatkan oleh Kepala Desa yang bersangkutan. Para pihak yang dimaksud sebagai penjual dan pembeli, masing-masing dapat diwakili oleh kuasanya berdasarkan surat kuasa yang sah yaitu surat kuasa dibuat secara Notariel dihadapan Notaris. Jadi dengan ketentuan tersebut di atas tanpa adanya akta jual beli peralihan hak tidak dapat didaftarkan ke Kantor Pertanahan

8 setempat, dan Kantor Pertanahan tidak dapat mengeluarkan sertifikat tanah tersebut. Sebelum proses pembuatan akta para pihak mempersiapkan semua dokumen yang berhubungan untuk pembuatan akta; sebelumnya PPAT mempunyai kewajiban untuk memeriksa sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun pada Kantor Pertanahan untuk disesuaikan dengan data fisik dan data yuridis yang ada di dalam daftar buku tanah yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan menunjukkan sertipikat asli. Setelah memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, maka PPAT membuat akta Jual Beli yaitu peralihan hak dan pemindahan hak atas tanah dari atas nama Penjual menjadi atas nama Pembeli, kemudian akta tersebut harus dibacakan dan dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksisaksi dan PPAT (Pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998). Oleh PPAT akta itu dibuat dalam bentuk asli sebanyak 2 (dua) lembar yaitu: a. Lembar pertama sebanyak 1 (satu) rangkap disimpan oleh PPAT yang bersangkutan; b. Lembar kedua sebanyak 1 (satu) rangkap disampaikan kepada Kantor Pertanahan untuk keperluan Pendaftaran Peralihan Hak; Kepada para pihak diberikan salinannya; 8 Dengan demikian akta PPAT tersebut 1 (satu) rangkap ada di kantor PPAT yang bersangkutan, 1 (satu) rangkap ada di kantor pertanahan dan salinan akta ada ditangan masing-masing pihak. PPAT dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak akta tersebut ditandatangani, lembar kedua Akta Jual Beli harus disampaikan ke Kantor Pertanahan, yang merupakan dasar Kantor Pertanahan untuk membukukan peralihan tanah tersebut dalam Buku Tanah dan mencatatnya dalam Surat Ukur yang sudah ada data fisik dan data yuridis yang merupakan bukti bahwa hak atas tanah beserta pemegang haknya yang lama secara hukum telah didaftarkan. 8 Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria /Kepala BPN Nomor 3 Tahun 1997. Ps.101.

9 Kantor Pertanahan menerbitkan sertipikat yang akan diberikan kepada pihak pembeli. Sertipikat ini merupakan salinan Buku tanah dan Surat Ukur yang dijilid menjadi satu dalam satu sampul. Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat dalam arti selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang tercantum didalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Untuk menjamin kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang sertipikat hak atas tanah yang didaftarkan oleh Kantor Pertanahan. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, Pasal 32 ayat (2)nya menyebutkan: Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut. Dari ketentuan tersebut diatas walaupun sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat ternyata baik terhadap sertipikat yang diterbitkan berdasarkan Pasal 30 ayat (1) maupun berdasarkan Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tersebut di atas, seseorang yang merasa mempunyai hak atas tanah tersebut atau merasa dirugikan dapat mengajukan keberatan kepada Kantor Pertanahan setempat dan kepada pemegang sertipikat hak atas tanah tersebut apabila penerbitan sertipikat hak atas tanah belum 5 (lima) tahun, sehingga kalau lebih dari 5 (lima) tahun, jika pemegang hak tidak mempergunakan haknya maka yang bersangkutan dianggap telah melepaskan haknya sedangkan apabila terjadi keberatan atas sertipikat hak atas tanah maka pengadilan yang berkompeten untuk mengadili adalah Pengadilan Tata Usaha Negara, karena sertipikat sebagai alat bukti yang terbit tersebut merupakan hasil dari suatu proses pendaftaran tanah. Sertipikat diterbitkan atau pencatatan peralihan dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan, sehingga sertipikat merupakan keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional yang diwakili dalam hal ini oleh Kepala Kantor Pertanahan

10 kabupaten/kotamadya setempat untuk menunjukan bukti kepemilikan tanah seseorang/badan hukum perdata, dimana Kepala Kantor Pertanahan diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional selaku Lembaga Eksekutif (Pemerintah) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 mengenai Badan/Pejabat Tata Usaha Negara adalah Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan, maka yang menjadi tergugat dalam hal ini adalah Badan atau pejabat Tata Usaha Negara (Pasal 1 angka 6). Jadi setiap adanya gugatan sertipikat hak atas tanah menjadi kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara. Bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara berwenang membatalkan sertipikat hak atas tanah dan memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan mencoret sertipikat hak atas tanah dalam Buku Tanah Kantor Pertanahan Kabupaten atau kotamadya setempat. I.2 POKOK PERMASALAHAN Adapun pokok permasalahan dalam penulisan tesis ini adalah penerbitan sertipikat hak atas tanah yang didasarkan pada akta PPAT, karena dalam sertipkat hak atas tanah yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan tersebut selalu dicantumkan Akta PPAT sebagai dasar pendaftaran peralihan hak atas tanah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana kedudukan akta PPAT yang dicantumkan oleh Kantor Pertanahan dalam sertipikat hak yang digugat seseorang di Pengadilan Tata Usaha Negara? 2. Apabila pengadilan Tata Usaha Negara membatalkan sertipikat tersebut apakah akta PPAT yang dicantumkan dalam sertipikat juga dibatalkan? 3. Bagaimanakah akta PPAT yang asli 1 (satu) rangkap yang disimpan oleh PPAT dan salinan akta yang diserahkan PPAT kepada pihak penjual dan pembeli?

11 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian penulisan tesis ini untuk : 1.Menganalisis dan mengetahui kedudukan akta PPAT yang dicantumkan oleh Kantor Pertanahan dalam sertipikat hak yang digugat oleh seseorang di Pengadilan Tata Usaha Negara. 2.Menganalisis dan mengetahui pengaruh Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap atas pembatalan sertipikat terhadap akta PPAT yang dicantumkan dalam sertipikat hak yang juga dibatalkan. 3.Menganalisis dan mengetahui akta PPAT yang asli 1 (satu ) rangkap yang disimpan oleh PPAT dan salinan akta yang diserahkan PPAT kepada pihak penjual dan pembeli. I.4 METODE PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan sumber yang diperoleh dari menghimpun data kepustakaan dengan cara melakukan studi dokumen. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa: 1. Bahan hukum primer antara lain peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan Hukum Pertanahan Indonesia dan Hukum Tata Usaha Negara, keputusan Pengadilan. 2. Bahan hukum sekunder antara lain buku-buku mengenai Hukum Pertanahan Indonesia dan Tata Usaha Negara, tesis yang sudah ada diperpustakaan Fakultas Hukum dan buku-buku lainnya. 3. Bahan hukum tertier yang meliputi kamus dan ensiklopedia dalam bidang hukum yang berkaitan dengan pertanahan. Alat pengumpul data untuk data primer berupa wawancara dengan narasumber atau informan yang berkompeten dalam bidangnya yang berhubungan dengan tesis. Metode pengolahan analisa dan konstruksi data dilakukan secara kualitatif, yang artinya data yang diperoleh tersebut di atas akan dianalisis secara mendalam, dan komprehensif. Sifat pendekatan kualitatif terletak pada kumpulan informasi

12 yang subyektif dari penulis maupun sasaran penelitiannya. Hasil penelitian ini bersifat deskritip-analitis karena memberikan gambaran sesuai dengan keadaan sebenarnya. I.5 SISTEMATIKA PENULISAN Bab I. Pendahuluan mengenai latar belakang, pokok permasalahan, metode penelitan dan sistematika penulisan. Bab II. Kedudukan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) Dalam Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara. Disini dibahas mengenai sejarah Pendaftaran Tanah sejak diundangkan UUPA No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, dimana didalam UUPA Pasal 19 menginstruksikan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Indonesia sehingga dibuatlah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah di Indonesia, yang didalamnya mengatur tentang Sistem Pendaftarannya, sertipikat dan juga Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria dengan dikeluarkanya Peraturan Menteri Agraria Nomor 10 tahun 1961 tentang Penunjukan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang dimaksudkan Pasal 19 PP No.10 Tahun 1961 Tentang Pendaftaran Tanah Serta Hak dan Kewajibannya, dan juga menjelaskan mengenai peranan PPAT pada saat itu. Disini juga diterangkan Pendaftaran Tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah sebagai penyempurnaan PP No. 10 tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang disini juga menerangkan Peranan PPAT menurut PP ini yaitu merupakan pembantu dari Kepala Kantor Pertanahan yang mempunyai profesi yang mandiri didalam menjalankan fungsinya sebagai pejabat umum dan pembuatan akta dalam perbuatan hukumnya, dan menerangkan kedudukan PPAT sebagai pejabat TUN dan bukan Pejabat TUN, dan contoh kasus didalam putusan TUN mengenai pembatalan sertipikat, juga memuat komentar dari Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Jakarta dari hasil wawancara yang menambah khasanah penulisan ini. Bab III. Penutup mengenai kesimpulan dan pemberian saran.