BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI

dokumen-dokumen yang mirip
Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2012 Kota Yogyakarta. Sumber: Laporan Studi EHRA Kota Yogyakarta, 2012

PROSIDING Seminar Nasional Planocosmo

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 11 TAHUN 2008 T E N T A N G

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. selain itu juga merupakan salah satu tujuan masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 5 TAHUN 2016 T E N T A N G

BAB III TINJAUAN KHUSUS PUSAT OLAHRAGA PAPAN LUNCUR YANG EDUKATIF DAN REKREATIF DI YOGYAKARTA

BAB 2 KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

DAN HUBUNGANNYA DENGAN KAWASAN KUMUH DI PERKOTAAN YOGYAKARTA. Abstrak

sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan, serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun. Tak banyak orang yang menyadari

BAB IV PROGRAM PENGEMBANGAN SANITASI SAAT INI DAN YANG DIRENCANAKAN

PERENCANAAN PENINGKATAN PENGELOLAAN AIR LIMBAH DI KOTA YOGYAKARTA

Yogyakarta, 15 September 2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II. Gambaran Umum Wilayah Penelitian

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTALIKOTA NOMOR 332 TAHUN 2016 TENTANG

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN BANJARNEGARA. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Banjarnegara

[BUKU PUTIH SANITASI KOTA YOGYAKARTA]

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA

STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG TAHUN 2015

BAB IV METODE PENELITIAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BONTANG

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN. membangun image Kota Yogyakarta sebagai Kota Budaya, Kota Perjuangan, Kota

Ringkasan Studi EHRA Kabupaten Malang Tahun 2016

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Luas wilayah Kota Yogyakarta adalah 3.25 Ha atau 32,50 km 2 (1,02%

KATA PENGANTAR. Bontang, November 2011 TIM STUDI EHRA KOTA BONTANG. Laporan Studi EHRA Kota Bontang

Tabel Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2014Kota Padangsidimpuan. Kecamatan Kluster. PSP.Tenggara 3. PSP.

L a p o r a n S t u d i E H R A K a b. T T U Hal. 1

KODE DAN DATA WILAYAH ADMINISTRASI PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB III KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN. Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo.

PENGARUH JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PENGGUNAAN LAHAN RUANG TERBUKA HIJAU PUBLIK KOTA YOGYAKARTA MENGGUNAKAN REGRESI LINEAR

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan kampug hijau yang semakin berkembang di Indonesia tidak lepas

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 17 TAHUN 2007 TENTANG

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

Studi EHRA dipandang perlu dilakukan oleh Kabupaten/kota karena:

KATA PENGANTAR. Wassalamu alaikum Wr. Wb.

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA W A L I K O Y O G Y A K A R T A PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 101 TAHUN 2016 TENTANG

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

WALIKOTA YOGYAKARTA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2017 TENTANG

BAB II DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

WALIKOTA YOGYAKARTA KEPUTUSAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 618 TAHUN 2007 TENTANG

Powered by TCPDF (

[BUKU PUTIH SANITASI KOTA YOGYAKARTA]

(FOSS) UNTUK MENDUKUNG IMPLEMENTASI MP3EI DI KORIDOR EKONOMI YOGYAKARTA

I. PENDAHULUAN. Bagi manusia kebutuhan air akan sangat mutlak karena sebagian besar tubuh

KAJIAN KARAKTERISTIK DAN POLA PERJALANAN PENUMPANG ANGKUTAN UMUM PERKOTAAN (Studi Kasus: Angkutan Perkotaan Yogyakarta)

KATA PENGANTAR. Bantaeng, 7 Desember 2016 Pokja AMPL/Sanitasi Kabupaten Bantaeng Ketua, ABDUL WAHAB, SE, M.Si Sekretaris Daerah

LAPORAN. PENILAIAN RESIKO KESEHATAN LINGKUNGAN/ EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 22 TAHUN 2015 TENTANG

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Kabupaten Balangan. 2.1 Visi Misi Sanitasi

KEBUTUHAN DATA SEKUNDER PADA BAB 2

BAB II GAMBARAN UMUM PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA DAN DINAS PERIZINAN KOTA YOGYAKARTA A. GAMBARAN UMUM PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

Gubernur Yogya Lima Menit Jadi Sumber Makanan Nyamuk Aedes aegypti ber-wolbachia

SEMINAR NASIONAL-1 BMPTTSSI - KoNTekS 5 Universitas Sumatera Utara, Medan - 14 Oktober 2011

Pelaksanaan pengumpulan data lapangan dan umpan balik hasil EHRA dipimpin dan dikelola langsung oleh Kelompok Kerja (Pokja) PPSP Kabupaten Pohuwato.

DAFTAR ISI Studi Banding TKPK Kota Yogyakarta ke TKPK Kota Depok dan TKPK Kota Bogor... 34

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN SAMPANG. Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Sampang

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment)

Potensi PERCEPATAN Pembangunan Rumah Vertikal di DIY Suparwoko, PhD UII

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang

3.1. KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA/RESPONDEN

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN TAPIN

PEMERINTAH KOTA SURABAYA DINAS KESEHATAN Jalan Jemursari No. 197 SURABAYA 60243

BAB II. PROFIL SANITASI SAAT INI

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA YOGYAKARTA TAHUN

PENDAHULUAN. Bab Latar Belakang. BPS Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN KLATEN

BAB 3 HASIL STUDI EHRA TAHUN 2013 KABUPATEN MOJOKERTO 3.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN

PERAN PEREMPUAN DAYA AIR, SANITASI DAN HIGIENE UNTUK KESEJAHTERAAN ETTY HESTHIATI LPPM UNIV. NASIONAL

1. Pendahuluan SANITASI LINGKUNGAN RUMAH DAN UPAYA PENGENDALIAN PENYAKIT BERBASIS LINGKUNGAN PADA KAWASAN KUMUH KECAMATAN MEDAN MAIMUN KOTA MEDAN

BAB II KERANGKA PENGEMBANGAN SANITASI. Tabel 2.1 : Visi Misi Sanitasi Kabupaten Aceh Jaya. Visi Sanitasi Kabupaten

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

IDENTIFIKASI PENGELOLAAN SANITASI PADA KAWASAN PERMUKIMAN PERKOTAAN DI KABUPATEN BANTUL

5.1. Area Beresiko Sanitasi

Infrastruktur PLP dalam Mendukung Kesehatan Masyarakat

Pertemuan Konsultasi dengan Tim Pengarah

[BUKU PUTIH SANITASI KOTA YOGYAKARTA] BAB III PROFIL SANITASI KOTA Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) dan Promosi Higieni Kota Yogyakarta

Lingkungan Permukiman

LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KOTA BANJARMASIN

Bab 3: Profil Sanitasi Wilayah

WALIKOTA YOGYAKARTA KEPUTUSAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 616/KEP/2007 TENTANG

I. PENDAHULUAN. di muka bumi. Tanpa air kehidupan tidak dapat berlangsung. Manusia sebagai

DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI... 1 DAFTAR SINGKATAN DAFTAR TABEL... 2 DAFTAR GRAFIK... 6 DAFTAR FOTO

PENGOLAHAN SAMPAH DENGAN SISTEM 3R (REDUCE, REUSE, RECYCLE)

No. Kriteria Ya Tidak Keterangan 1 Terdapat kloset didalam atau diluar. Kloset bisa rumah.

LAMPIRAN I DOKUMEN PEMUTAKHIRAN SSK KABUPATEN TANAH DATAR 2015

KONSEP PENANGANAN SANITASI DI KAWASAN KUMUH PERKOTAAN

LAPORAN STUDI EHRA(Environmental Health Risk Assessment)

LAPORAN STUDI EHRA (Environmental Health Risk Assessment) KABUPATEN POSO PROVINSI SULAWESI TENGAH

BAB 5: BUKU PUTI SANITASI KOTA BANJARBARU 5.1 AREA BERESIKO SANITASI. Hal 5-1

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Dibawah ini adalah peta prakiraan cuaca di Indonesia pada awal musim

Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman Tahun 2013

PANDUAN WAWANCARA PENDERITA TB PARU DI KLINIK SANITASI

IDENTIFIKASI KONDISI PERMUKIMAN KUMUH DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK ( STUDI KASUS RW 13 KELURAHAN DEPOK )

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB III RENCANA KEGIATAN PEMBANGUNAN SANITASI

Transkripsi:

BAB V INDIKASI PERMASALAHAN DAN POSISI PENGELOLAAN SANITASI 5.1. Area Berisiko Sanitasi Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin, maka ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 10 kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke-10 kelurahan tersebut disajikan pada tabel berikut: Tabel 5. 1. Kecamatan Dan Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2012 Kota Yogyakarta No Kel Terpilih Kecamatan Kluster Jumlah Kampung Jumlah RT Jumlah RT terpilih Jumlah Responden 1 Brontokusuman Mergangsan 2 Kricak Tegal rejo 4 8 3 8 40 40 3 Bumijo Jetis 4 Pringgokusuman Gedongtengen 5 Sorosutan Umbulharjo 6 Klitren Gondokusuman 7 Ngampilan Ngampilan 8 Mantrijeron Mantrijeron 9 Prenggan Kotagede 10 Kadipaten Kraton 3 8 40 3 8 40 3 8 40 2 8 40 2 8 40 2 8 40 2 8 40 1 8 40 Sumber: Laporan Studi EHRA Kota Yogyakarta, 2012 Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut: 107

1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan. 3. Kelurahan yang berada di sepanjang aliran sungai 4. Daerah terkena banjir (kelurahan yang memiliki genangan air). klastering wilayah Kota Yogyakarta menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada tabel dibawah ini, wilayah (kecamatan atau kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kota Yogyakarta. Tabel 5. 2. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko Katagori Kriteria Klaster Klaster 0 Wilayah kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko. Klaster 1 Klaster 2 Klaster 3 Klaster 4 Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko Sumber: Laporan Studi EHRA Kota Yogyakarta, 2012 Hasil dari klastering dengan menggunakan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP, maka diproleh hasil klastering pada tiap-tiap kelurahan di Kota Yogyakarta. 108

Jumlah Tabel 5. 3. Hasil Klastering Kelurahan di Kota Yogyakarta No. Klaster Jumlah Nama Kelurahan 1 4 5 Tegalrejo, Terban, Pakuncen, Ngupasan, Brontokusuman, 2 3 18 Kricak, Karagwaru, Bener, Bumijo, Gowongan, Suryatmajan, Tegalpanggung, Pringgokusuman, Notoprajan, Purwokinanti, Wirobrajan, Patangpuluhan, Gedongkiwo, Panembahan, Keparakan, Wirogunan, Pandeyan, Sorosutan 3 2 17 Cokrodiningratan, Demangan, Klitren, Sosromenduran, Ngampilan, Gunungketur, Mantrijeron, Patehan, Prawirodirjan, Semaki, Muja-Muju, Tahunan, Warungboto, Giwangan, Rejowinangun, Prenggan 4 1 5 Baciro, Bausasran, Suryodiningratan, Kadipaten, Purbayan 5 0 0 Sumber: Laporan Studi EHRA Kota Yogyakarta, 2012 Hasil klastering wilayah kelurahan di Kota Yogyakarta yang terdiri atas 45 kelurahan menghasilkan distribusi sebegai berikut: 1) klaster 0 sebanyak 0 %. 2) klaster 1 sebanyak 11,1%, 3) klaster 2 sebanyak 37,8%, 4) klaster 3 sebanyak 40%, dan 5) dan klaster 4 sebanyak 11,1 %. Untuk lebih jelasnya distribusi kelurahan kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada grafik berikut ini: Persentase jumlah kelurahan per kluster 20 15 10 5 0 4 3 2 1 0' Series1 5 18 17 5 0 Gambar 5. 1. Grafik Distribusi Kelurahan Per Klaster untuk Penetapan Lokasi Studi EHRA 109

Gambar 5. 2. Peta Area Berisiko Sanitasi 107

5.2. Posisi Pengelolaan Sanitasi Saat Ini 5.2.1. Persampahan Pengelolaan sampah Kota Yogyakarta sebesar 52 % dilakukan dengan pengangkutan menuju TPA (Tempat Pembuangan Akhir) Piyungan. TPA Piyungan merupakan TPA yang digunakan secara bersama oleh Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul. Kerjasama pengelolaan sampah tersebut merupakan salah satu bentuk dari kerjasama pengembangan dan pengelolaa kawasan perkotaan yang tergabung dalam sekretariat KARTMANTUL. Sisa sampah yang dihasilkan Kota Yogyakarta sebesar 42 % diolah dengan cara dibakar ataupun pengolahan lain melalui mekanisme 3R (Reuse, reduce, recycle). Berdasarkan hasil pengukuran EHRA, permasalahan persampahan cukup banyak ditemui. Keberadaan tikus yang berkeliaran di sekitar tempat sampah dan di saluran drainase merupakan masalah yang paling banyak dikeluhkan oleh penduduk, yaitu sekitar 35 %. Selain keberadaan tikus, tumpukan sampah yang dapat menampung air menjadi sarang bagi nyamuk dan merupakan masalah persampahan berikutnya yang dianggap penting oleh sekitar 19 % penduduk. Pengelolaan sampah rumah tangga di Kota Yogyakarta umumnya dilakukan dengan mengumpulkan sampah di untuk dibuang ke TPS. Cara pengelolaan sampah tersebut dilakukan sebanyak 88% penduduk yang tinggal di wilayah sampel. Selain metode pengolahan dengan cara tersebut, pengelolaan sampah dengan cara mengumpulkan ke kolektor informal dan dengan cara membakar sampah. Kolektor informal tersebut umumnya adalah para pengepul sampah yang cukup banyak terdapat di Kota Yogyakarta. Berdasarkan pendataan yang dilakukan oleh badan lingkungan hidup, di Kota Yogyakarta terdapat sekitar 50 pengepul yang tersebar di berbagai titik. Wadah yang digunakan sebagai pengumpul sampah di tingkat rumah tangga cukup beragam. Berdasarkan hasil studi EHRA, keranjang sampah terbuka merupakan wadah pengumpul sampah yang paling banyak digunakan oleh penduduk. Presentase penggunaan keranjang sampah terbuka adalah sebesar 33 %, lebih besar dibanding kantong plastik terbuka (25%), kantong plastik tertutup (20%) 107

dan keranjang sampah tertutup (18%). Sementara itu hanya 4 % rumah tangga sampel yang tidak memiliki wadah penampungan sampah di tingkat rumah tangga. Dalam pengangkutan sampah menuju TPS, sebagian besar penduduk menggunakan jasa petugas pengangkut sampah. Hanya 14 % persen dari penduduk yang membuang sampah sendiri ke TPS. Berdasarkan hasil pengumpulan data di wilayah sample, jenis sampah yang paling banyak dikumpulkan ke kolektor informal untuk di daur ulang adalah kertas, yaitu sebanyak 32%. Kertas berupa koran bekas, kardus barang, ataupun bekas laporan kantor dan mahasiswa masih memiliki nilai jual yang cukup bagus, dan diterima oleh para pengepul. Dalam pengangkutan sampah menuju TPS, sebagian besar penduduk menggunakan jasa petugas pengangkut sampah. Hanya 14 % persen dari penduduk yang membuang sampah sendiri ke TPS. 5.2.2. Limbah Sebagian besar rumah tangga penduduk yang tinggal di wilayah sampel memanfaatkan jamban pribadi yang terdapat dalam masing masing rumah untuk melakukan buang air besar. Hanya 8 % yang memanfaatkan MCK / WC umum untuk aktivitas BAB (Buang Air Besar). Sementara itu berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh penduduk tersebut di lingkungan tempat tinggalnya, hampir semua masyarakat sudah melakukan aktivitas BAB di jamban pribadi atau MCK yang telah disediakan. Kebiasaan buang air besar di tempat terbuka seperti sungai, kebun sudah sangat tidak jamak ditemukan. Penduduk yang rumahnya dilengkapi dengan jamban umumnya telah memiliki tangki septik sebagi tempat pembuangan akhir tinja. Jumlah penduduk yang memiliki tangki septik adalah 57 % dari sampel dan sisanya tidak membuang tinja yang dihasilkan ke septik tank. Sebanyak 29 % penduduk membuang tinja langsung ke saluran drainase. Tanki septik yang dimiliki oleh penduduk sebagian besar (64%) penduduk sudah digunakan lebih dari 10 tahun. Pengurasan tanki septik merupakan salah satu cara yang harus dilakukan dalam rangka perawatan tersebut. Namun, berdasarkan hasil studi EHRA yang dilakukan hampir 60 % tidak pernah melakukan pengurasan terhadap septik tank yang dimiliki. Hanya sekitar 40 % saja tanki septik yang pernah dikuras selama pemakaiannya. 108

5.2.3. Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir Sistem drainase di Kota Yogyakarta masih mengandalkan sistem pembuangan air permukaan ke sungai/anak sungai, baik dari lingkungan permukiman maupun daerah terbangun lain, menuju ke saluran-saluran air hujan kemudian dibuang ke sungai dan akhirnya ke laut. Saluran drainase yang berada di sekitar rumah tangga menggunakan saluran terbuka dan tertutup baik yang dialirkan ke sungai maupun sumur resapan yang telah ada. Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan pada 400 responden di Kota Yogyakarta, jumlah rumah tangga yang memiliki sarana pembuangan air limbah sejumlah 81,4 % (atau 316 rumah tangga). Hasil tersebut merupakan kondisi eksisting rumah tangga yang berada dalam wilayah yang yang tergolong padat penduduk, miskin dan berada di sekitar sungai di Kota Yogyakarta. Dengan demikian kesadaran masyarakat dalam pembuangan air limbah rumah tangga selain tinja sudah bagus, karena hampir seluruh rumah tangga memliki sarana pembuangan air limbah. Tujuan Pembuangan air bekas buangan/air limbah selain tinja dibuang ke saluran tertutup yang sudah ada. Saluran drainase tertutup yang ada di Kota Yogyakarta sudah terbangun dan dioptimalkan oleh para penduduk sebagai saluran pembuangan air bekas/limbah selain tinja. Terbukti bahwa sebagian besar responden menjawab bahwa air bekas buangan/limbah selain tinja yang berasal dari dapur, kamar mandi dan tempat cuci pakaian sudah banyak yang disalurkan ke saluran tertutup yang sudah ada. Hal ini dapat dilihat pada jumlah rumah tangga yang membuang air bekas/limbah ke saluran tertutup lebih dari 200 responden (rumah tangga). Kejadian banjir di Kota Yogyakarta tergolong sangat rendah atau hanya terjadi di beberapa lokasi yang berada di daerah sekitar sungai (atau bantaran sungai). Hal ini ditunjukkan oleh jawaban responden (rumah tangga) yang sebagian besar (93 %) tidak pernah terjadi banjir, baik hingga ke rumah, lingkungan dan jalan sekitar rumah. Berdasarka hasil survey yang telah dilakukan dalam penyusunan Study EHRA, maka dapat diketahui jumlah kejadian banjir terakhir hanya menimpa 41 rumah tangga dari total 400 rumah tangga yang disurvey. Beberapa rumah tangga yang terkena banjir mengaku bahwa air yang memasuki rumah berkisar dari setumit orang dewasa hingga sepinggang orang dewasa. Kejadian terbanyak (38 % dari 41 rumah tangga yang 109

terkena banjir) dari kejadian banjir terakhir kali, air memasuki rumah setinggi setengah lutut orang dewasa. Kejadian banjir yang terjadi pada sebagian warga di Kota Yogyakarta tidak selalu merendam WC atau kamar mandi warga, sehingga tidak merusak saluran pembuangan yang berasal dari WC atau kamar mandi. Sebagian besar genangan yang terjadi saat banjir akan mengering lagi dalam waktu 1-3 jam. 5.2.4. Pengelolaan Air Bersih Rumah Tangga Pengelolaan air bersih rumah tangga meliputi akses terhadap sumber air bersih, pengolahan serta penyimpanan dan penanganan air yang baik dan aman. Sumber air bersih yang digunakan oleh masyarakat Kota Yogyakarta beragam mulai dari air bersih yang bersumber dari air botol kemasan, air isi ulang, air ledeng, air PDAM, air sumur bor, air sumur gali terlindungi dan tidak terlindungi, air sungai dan sumber air lainnya. Dari berbagai sumber air bersih yang digunakan, 60% masyarakat Kota Yogyakarta menggunakan air bersih yang berasal dari sumur gali terlindungi. Untuk kebutuhan minum dan memasak, masyarakat Kota Yogyakarta mayoritas juga menggunakan air bersih yang berasal dari sumur gali terlindungi dan diantara masyarakat juga ada yang menggunakan sumur gali tidak terlindungi dan air bersih yang berasal dari PDAM. Berdasarkan pada survey EHRA yang dilakukan, dketahui bahwa sumber air bersih utama masyarakat Kota Yogyakarta untuk kebutuhan air minum, memasak, mencuci piring, gelas dan pakaian serta menggosok gigi antara laian sumur gali terlindungi, air dari PDAM, sumur gali tidak terlindungi, sumur pompa tangan, air botol kemasan serta air isi ulang. Terkait dengan kualitas sumber air yang digunakan, 92% masyarakat puas dengan kualitas sumber air yang digunakan. Masyarakat Kota Yogyakarta merebus air bersih yang diperoleh. Setelah air tersebut diolah selanjutnya air disimpan di dalam wadah penyimpanan antara lain disimpan di dalam panci tertutup, dalam teko/ceret/ketel, didalam botol/termos, dan didalam galon. Mayoritas masyarakat menyimpannya didalam botol/termos yaitu sebanyak 56%. Dalam Survey EHRA tahun 2012, perilaku higieni ditunjukkan dengan pola pemanfaatan sabun dan perilaku cuci tangan. Pada pengamatan yang dilakukan, 110

diketahui bahwa 83,3 % pada dapur masyarakat Kota Yogyakarta terdapat air untuk mencuci tangan. Pada saat survey EHRA dilakukan survey untuk mengetahui pemakaian sabun pada hari ini atau hari sebelumnya. Penggunaan sabun ini didukung dengan pengamatan yang dilakukan yaitu sebanyak 90% dapur masyrakat memiliki sabun untuk mencuci tangan dan peralatan memasak, makan dan minum. Berdasarkan pada survey EHRA, diketahui bahwa 78% kejadian diare tidak pernah terjadi pada masyarakat Kota Yogyakarta dan hanya beberapa persen dapat ditemui kejadian penyakit diare. Adanya jetik-jentik nyamuk di dalam bak air/wc mengindikasikan bahwa daerahnya rawan terhadap penyakit demam berdarah/malaria atau penyakit yang ditimbulkan oleh adanya nyamuk. Berdasarkan pada survey EHRA diketahui bahwa 86,3% bak air/ember penampungan yang dimiliki masyarakat Kota Yogyakarta bebas dari jentik-jentik nyamuk dan hanya 6,3% yang diketahui terdapat jentik-jentik nyamuk didalam bak air/ember penampungan air. 111