BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan di Indonesia diselenggarakan secara menyeluruh dan berkesinambungan dengan tujuan untuk meningkakan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Salah satu upaya dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat adalah dengan menyelenggarakan program pelayanan kesehatan yakni puskesmas. Puskesmas adalah organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat dan memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain puskesmas mempunyai wewenang dan tanggungjawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Depkes RI, 1991). Menurut Kepmenkes RI No. 128/Menkes/SK/II/2004, puskesmas merupakan Unit Pelayanan Teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas memiliki program wajib dan program pengembangan. Salah satu program pengembangan yang menjadi program kerja puskesmas yakni upaya kesehatan usia lanjut. Secara demografis, berdasarkan sensus penduduk tahun 1971, jumlah penduduk berusia 60 tahun keatas sebesar 5,3 juta (4,5%) dari jumlah penduduk. Pada tahun 1980, jumlah ini meningkat menjadi ± 8 juta (5,5%) dari jumlah penduduk. Saat ini di seluruh dunia jumlah lanjut usia di perkirakan mencapai 500 juta dan di perkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 1,2 milyar. Di Indonesia
sendiri pada tahun 2000, jumlah lansia meningkat mencapai 9,99% dari seluruh penduduk Indonesia (22.277.700 jiwa) dengan umur harapan hidup usia 65-70 tahun dan pada tahun 2020 di perkirakan akan mencapai 30 juta orang dengan umur harapan hidup 70-75 tahun (Badan Penelitian Statistik, 1992). Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya di bidang kesehatan telah membawa dampak positif bagi peningkatan usia harapan hidup. Penemuan obat-obatan baru dan peralatan yang lebih mutakhir telah memberi bukti mampu mengurangi angka kematian pada kelompok lanjut usia (lansia). Namun pada tahap lebih lanjut dapat memberikan ancaman masalah kesehatan baru. Dengan semakin meningkatnya jumlah lansia, maka semakin banyak pula individu yang berpotensi mengalami masalah kesehatan. Walaupun tidak semua lansia adalah individu yang penyakitan, namun secara alamiah lansia mengalami berbagai proses penurunan fisik, baik struktur maupun fungsinya. Proses alamiah ini secara perlahan menempatkan lansia cenderung rentan mengalami masalah kesehatan (Praptiwi, 2008). Penuaan ditandai dengan adanya kemunduran biologis yang terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain kulit mulai mengendur, timbul keriput, rambut beruban, gigi mulai ompong, pendengaran dan penglihatan berkurang, mudah lelah, gerakkan menjadi lambat dan kurang lincah, serta terjadi penimbunan lemak terutama di perut dan pinggul. Lansia juga banyak mengalami sakit kronis (Maryam, dkk. 2008). Walaupun penyakit kronis dan penuaan tidak sinonim, penelitian telah menunjukkan peningkatan insidensi penyakit kronis terjadi pada saat orang bertambah tua. Data sensus tahun 1989, mengungkapkan bahwa pada usia 65
tahun, 70% pria dan 77% wanita yang telah disurvei memiliki satu atau lebih penyakit kronis. Pada usia 80 tahun, jumlah ini meningkat sampai 81% pada lakilaki dan 90% pada wanita (Stanlay & Patricia, 2006). Peningkatan populasi lansia tentunya akan diikuti dengan peningkatan risiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus, penyakit serebrovaskuler, penyakit jantung koroner, osteoartritis, penyakit musculoskeletal, dan penyakit paru. Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkepanjangan dan jarang sembuh sempurna. Walau tidak semua penyakit kronis mengancam jiwa, tetapi apabila penyakit kronis ini tidak diberikan perawatan dan perhatian maka akan menjadi beban ekonomi bagi individu, keluarga, dan komunitas secara keseluruhan. Penyakit kronis akan menyebabkan masalah medis, sosial dan psikologis yang akan membatasi aktifitas dari lansia sehingga akan menyebabkan penurunan quality of life (QOL) dari lansia tersebut (Yenny, 2006). Kegiatan yang dilakukan oleh puskesmas dalam mendukung program pengembangan upaya kesehatan lanjut usia yakni dengan melakukan posyandu lansia sebulan sekali. Kegiatan posyandu lansia ini merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memeriksa kesehatan lansia dan pemberian obat-obatan. Tetapi kegiatan yang dilakukan sebulan sekali ini tidak cukup untuk meningkatkan derajat kesehatan lansia dan untuk mengontrol kesehatan lansia. Selain pelayanan kesehatan seperti puskesmas, keluarga juga merupakan support system utama bagi usia lanjut dalam mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Baik puskesmas maupun kegiatan posyandu lansia yang dilakukan oleh puskesmas tidak memiliki program kerja yang bertujuan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga untuk memampukan keluarga dalam merawat lanjut
usia, khusus lanjut usia yang menderita penyakit kronis. Peranan keluarga sangatlah penting dalam menjaga atau merawat usia lanjut, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan memfasilitasi kebutuhan spiritual bagi usia lanjut (Maryam, dkk. 2008). Para lanjut usia di Indonesia banyak yang memilih tinggal bersama sanak keluarga, sehingga keluarga yang peduli sekaligus kompeten dalam merawat lansia di rumah sangat dibutuhkan. Pemberdayaan potensi keluarga dapat membantu memelihara atau meningkatkan kualitas hidup lansia dengan penyakit kronis. Keluarga berperan penting dalam kehidupan lansia, 80% keluarga akan mendukung lansia dan biasanya anak yang sudah dewasa menjadi support bagi lansia. Dalam menghadapi kemunduran, lansia membutuhkan bantuan dalam mencapai rasa tentram, nyaman, kehangatan, dan perlakuan yang layak dari lingkungannya, memberikan perhatian pada orang lanjut usia dan mengupayakan agar mereka tidak terlalu tergantung kepada orang lain, mampu membantu diri sendiri, menjaga kesehatan sendiri adalah kewajiban keluarga (Tachman, 1999). Dalam keluarga, usia lanjut merupakan figur tersendiri dalam kaitannya dengan sosial budaya bangsa sedangkan dalam kehidupan nasional, usia lanjut merupakan sumber daya yang bernilai sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman kehidupan yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu kehidupan masyarakat keseluruhnya. Upaya kesehatan usia lanjut adalah upaya kesehatan paripurna dasar dan di bidang kesehatan usia lanjut yang meliputi peningkatan kesehatan, pencegahan, pengobatan dan pemulihan (Darmono, 2009).
Hasil wawancara dengan keluarga yang memiliki lansia dengan penyakit kronik di Kelurahan Gedung Johor Medan, diantaranya mengatakan bahwa mereka tidak pernah mendapatkan informasi pendidikan kesehatan tentang bagaimana cara merawat lansia dengan penyakit kronis. Keluarga juga tidak mengetahui kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan oleh lansia dalam mendukung dan meningkatkan kesehatannya. Salah satu keluhan yang umum dialami oleh lansia dengan penyakit kronis yakni kelemahan dan imobilitas. Masalah kesehatan ini dapat diatasi dengan menerapkan latihan rentang pergerakan (ROM) kepada lansia untuk meningkatkan kekuatan otot sehingga menunjang kualitas hidup lansia. Berdasarkan wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa keluarga yang memiliki lansia dengan penyakit kronik kurang mendapatkan informasi tentang cara merawat lansia dengan penyakit kronik. Oleh karena itu, saya tertarik untuk memberikan intervensi kepada lansia dan juga kepada keluarga agar dapat merawat lansia dengan penyakit kronik ini sebagai bentuk pelayanan asuhan keperawatan pada lansia binaan dengan penyakit kronik di Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Gedung Johor dalam rangka menyelesaikan mata ajar Pengalaman Belajar Lapangan Komprehensif.
B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengidentifikasi pelayanan kesehatan lansia dengan penyakit kronis di wilayah binaan Kelurahan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor. 2. Tujuan Khusus a. Memberikan asuhan keperawatan kepada lansia sesuai dengan masalah kesehatan yang sedang terjadi pada lansia. b. Mengidentifikasi pengetahuan keluarga tentang cara-cara merawat lansia dengan penyakit kronis. c. Mengajarkan dan membimbing keluarga dalam merawat lansia dengan penyakit kronis. d. Meningkatkan status kesehatan dan kualitas hidup lansia penderita penyakit kronik serta memaksimalkan tingkat kemandirian lansia dan keluarga dalam penanganan masalah kesehatan lansia. C. Manfaat PBLK 1. Bagi Institusi Pelayanan Kesehatan Sebagai bahan masukan dan informasi kepada institusi pelayanan kesehatan di Keluharan Gedung Johor Kecamatan Medan Johor untuk dapat memberikan perhatian khusus kepada keluarga dan lansia dengan penyakit kronik. Perawat gerontik dan komunitas dapat mengetahui kondisi lansia dengan penyakit kronik dan kemampuan keluarga dalam merawat lansia sehingga dapat meningkatkan asuhan
pelayanan keperawatan terhadap keluarga dan lansia dengan penyakit kronik 2. Bagi Wilayah Binaan Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan lansia dengan penyakit kronik. Dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga yang merawat lansia dengan penyakit kronik diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga dan dapat menerapkan secara mandiri perawatan kesehatan kepada lansia dengan penyakit kronik. 3. Bagi Mahasiswa Kegiatan PBLK ini dapat dijadikan referensi atau bahan masukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme dan mutu pelayanan keperawatan, khususnya perawatan gerontik. Serta sebagai informasi dan pengetahuan baru tentang kemampuan keluarga dalam merawat lansia khususnya lansia dengan penyakit kronis bagi keperawatan gerontik dan ilmu keperawatan pada umumnya. Hasil laporan ini juga dapat digunakan sebagai informasi atau data untuk penulis selanjutnya yang berhubungan dengan perawatan lansia dengan penyakit kronis.