I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda sebagian kawasan Asia Tenggara pada

dokumen-dokumen yang mirip
yang kekurangan dana dalam bentuk pembiayaan bagi investasi sektor riil. merealokasi sumber keuangan secara efisien dan mendorong penurunan

BAB I PENDAHULUAN. menandai awal terjadinya krisis ekonomi dan moneter di Indonesia. Nilai

I. PENDAHULUAN. swasta maupun milik negara mengalami kerugian yang cukup besar. Untuk

I. PENDAHULUAN. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang memegang. peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan alokasi dana ke dalam berbagai bentuk kesempatan. investasi, memiliki peranan yang sangat besar dalam membentuk

BAB I PENDAHULUAN. lapisan masyarakat. Secara umum, bank memiliki fungsi utama. lembaga intermediasi, yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. krisis ekonomi, politik dan krisis multi dimensi yang berkepanjangan. Krisis

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

KEMAMPUAN RASIO CAMEL DALAM MEMPREDIKSI PENGHIMPUNAN DANA MASYARAKAT : INFLASI SEBAGAI VARIABEL PEMODERASI

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan memegang peranan penting bagi pembangunan ekonomi

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang memegang. peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan terutama dalam

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan sistem pengelolaan yang berbeda, walaupun dalam beberapa hal

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah

I. PENDAHULUAN. Seolah tiada habis-habisnya pembicaraan seputar krisis ekonomi. berkepanjangan yang melanda lndonesia sejak pertengahan tahun 1997 dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU No.10 tahun 1998 dikatakan bahwa bank adalah badan usaha. yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan

Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN. yang ditetapkan dan struktur permodalan yang lemah dan sebagainya.

BAB I PENDAHULUAN. Krisis yang terjadi di Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berawal dari krisis

BAB I PNDAHULUAN. lembaga intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. pertengahan tahun 1997 yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah

BAB I PENDAHULUAN. luas yang dikenal dengan istilah perbankan adalah kegiatan funding. Pengertian

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1997 telah menyebabkan

I. PENDAHULUAN. Bank merupakan lembaga keuangan terpenting dan sangat. bank bagi perkembangan dunia usaha juga dinilai cukup signifikan, dimana bank

BAB I PENDAHULUAN. taraf hidup rakyat banyak. Perbankan sendiri merupakan perantara keuangan

BAB III METODOLOGI. perubahan rasio-rasio CAMEL yang bersifat kuantitatif. Secara singkat, rasio

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia banyak bank yang mengalami kebangkrutan yang diawali oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia perbankan saat ini banyak disorot oleh masyarakat banyak karena

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari peran perbankan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Anggraini Pudji Lestari (2010) dengan topik Pengaruh rasio Likuiditas, Kualitas

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENILAIAN TINGKAT KESEHATAN FINANSIAL BANK DENGAN MENGGUNAKAN RASIO CAMEL PADA PT. BANK NEGARA INDONESIA (PERSERO) TBK PERIODE TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia perbankan yang sangat pesat disertai dengan tingkat

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

perbankan semakin ketat. Oleh karena itu perlu dilakukan arah kebijakan pengembangan industri perbankan di masa yang akan datang.

BAB 1 PENDAHULUAN. lepas dari peran Bank sebagai lembaga keuangan. Menurut Susilo (2000:6) secara

BAB I PENDAHULUAN. Industri perbankan mengalami pertumbuhan cukup pesat sejak. dikeluarkannya deregulasi perbankan Semula, jumlah bank

BAB I PENDAHULUAN. memiliki fungsi intermediasi yaitu menghimpun dana dari masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. Krisis finansial yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2007 telah berkembang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasal 1 Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 (Merkusiwati, 2007:100)

BAB 1 PENDAHULUAN. (Nopirin, 2009:34). Kelangkaan dana yang dimiliki dunia perbankan memicu

Analisis Penilaian Tingkat Kesehatan Pada PT. Bank Mandiri, Tbk Periode Disusun oleh : Nama : Las Rohana Jurusan : Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk simpanan. Sedangkan lembaga keuangan non-bank lebih

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dunia perbankan Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini telah. mengalami perkembangan yang cukup pesat, ini dibuktikan dengan

RINGKASAN EKSEKUTIF SEGER BUDIARJO,

BAB I PENDAHULUAN. juga memberikan pelayanan dalam bentuk jasa jasa perbankan. Bank memiliki

BAB I PENDAHULUAN telah menembus angka 6,6 % pada bulan November, dan diperkirakan akan

ANALISIS KEUANGAN PT. PLN (Persero)

BAB 1 PENDAHULUAN. perekonomian suatu negara bahkan dunia. dana tersebut ke masyarakat serta memberi jasa-jasa bank lainnya.

SEJARAH BANK INDONESIA : MONETER Periode

BAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan penawaran (supply) dan permintaan (demand) dana jangka

I. PENDAHULUAN. lain risiko kredit, yaitu risiko yang timbul sebagai akibat kegagalan counterparty

BAB I PENDAHULUAN. kunci untuk memelihara stabilitas industri perbankan. Perkembangan industri

BAB I PENDAHULUAN. bentuk simpanan dan menyalurkannya dalam berbagai alternatif investasi.

BAB I PENDAHULUAN. yang besar terhadap perekonomian. Setiap bank memiliki cara untuk

BAB I PENDAHULUAN. setelah dua tahun sebelumnya sempat mengalami goncangan akibat krisis ekonomi

I. PENDAHULUAN. ekonomi dan politik berdampak negatif atas kinerja perbankan. Bank menjadi

ANALISIS PORTOFOLIO KREDIT DAN ASSET TO BOND SWAP UNTUK MENCAPAI COST EFFICIENCY RATIO PT. BANK RAKYAT INDONESIA (PERSERO) Oleh : EDY UTOMO

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN. serangkaian deregulasi yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti tempat

BAB I PENDAHULUAN. bagi perusahaan. Termasuk didalamnya adalah perusahaan-perusahaan pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. Peranan perbankan dalam memajukan perekonomian suatu negara. sangatlah besar. Hampir semua sektor yang berhubungan dengan berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 sangat

PENDAHULUAN. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak-pihak yang surplus

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi tahun 1997 yang kemudian berkembang menjadi krisis multi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar melemah diluar batas

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Sektor perbankan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan ekonomi. Peran strategis bank bukan hanya sebagai wahana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengaruh Risiko Usaha Terhadap Capital Adequacy Ratio (CAR) pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenai posisi keuangan, laporan laba rugi untuk menilai perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. merubah perekonomian Indonesia menjadi terpuruk. Hal yang berimbas kepada

BAB I PENDAHULUAN. Peranan bank dalam kegiatan perekonomian sangat fundamental, setiap

PENDAHULUAN. memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi (Halling dan Hayden, 2006).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perbankan berperan dalam mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan perusahaan yang menjual produk yang berbentuk jasa. Perbankan. dana, disamping menyediakan jasa-jasa keuangan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perbankan di Indonesia mempunyai peranan yang sangat strategis dan keberadaannya sangat mutlak dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. bisnis yang berkembang dengan pesat sehingga sangat diperlukan sumber-sumber

BAB I PENDAHULUAN. (financial intermediary) antara pihak-pihak yang memiliki dana (surplus unit)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang perbankan. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998

BAB I PENDAHULUAN. Krisis perekonomian dunia makin mengkhawatirkan akhir-akhir ini. Paman Sam tersebut. Kurs Dolar yang tidak stabil terhadap Euro dan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia bisnis pada saat ini sedang melaju pesat. Hal ini disebabkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang (Riyadi : 2006) (Kasmir : 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal merupakan salah satu alternatif pilihan sumber dana jangka panjang bagi

I. PENDAHULUAN. satu lembaga keuangan yang paling besar peranannya adalah perbankan. disalurkan kembali kepada komponen penggerak ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. 2. untuk mencapai tingkat kestabilan harga secara mantap. 3. untuk mengatasi masalah pengangguran.

BAB I PENDAHULUAN. waktu Pada pertengahan tahun 1997, industri perbankan akhirnya

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Krisis ekonomi yang melanda sebagian kawasan Asia Tenggara pada sekitar tahun 1997 mengakibatkan sektor perbankan mengalami pemburukan kinerja dan mendorong diperlukannya pembenahan serta penyehatan sektor financial intermediary tersebut khususnya di Indonesia. Salah satu langkah pelaksanaan upaya penyehatan perbankan nasional berupa program peningkatan permodalan bank atau sering disebut rekapitalisasi. Langkah ini selain dipergunakan untuk memperkuat permodalan perbankan nasional juga sebagai persiapan yang diperlukan untuk pemulihan perekonomian Indonesia. Program rekapitalisasi perbankan tersebut dilaksanakan oleh pemerintah Republik Indonesia dengan bantuan International Monetary Fund (IMF), Bank Dunia (World Bank), dan Asian Development Bank (ADB) yang secara bersama-sama menetapkan kebijakan dan program rekapitalisasi bank umum, baik bank swasta maupun bank milik Negara Republik Indonesia. Sebagai langkah awal, pemerintah Republik Indonesia membentuk Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) dengan Asset Management Unit (AMU) yang merupakan salah satu unit pelaksana dalam upaya penyehatan sektor perbankan di Indonesia. PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang merupakan salah satu bank umum milik Negara Republik Indonesia tidak terlepas dari pengaruh krisis ekonomi tersebut, juga mengalami penurunan kinerja yang sangat drastis. Kerugian akumulatif yang diderita BRI pada tahun 1998 dan 1999 mencapai

Rp.26,5 trilyun dengan Capital Adequacy Ratio (CAR) mencapai minus 83%, kondisi ini mendorong diperlukannya langkah-langkah riil berupa restrukturisasi dan rekapitalisasi. Upaya restrukturisasi dilakukan secara menyeluruh berupa reorientasi bisnis, perbaikan kualitas aktiva produktif maupun peningkatan efisiensi melalui penyempurnaan teknologi sistem informasi dan pemberdayaan sumber daya manusia. Sedangkan upaya rekapitalisasi telah dilaksanakan pada tanggal 25 Juli 2000 dengan menerima tambahan modal berupa obligasi rekap sebesar Rp.20,404,- trilyun sebagai bagian rekapitalisasi tahap I. Proses rekapitalisasi tersebut diawali dengan beberapa kali pertemuan pembahasan antara Direksi BRI dengan Komite Perencanaan Restrukturisasi Bank Umum Milik Negara guna membahas Business Plan BRI. Pada tanggal 31 Oktober 2000, setelah melalui suatu proses pengkajian oleh Komite Perencanaan Restrukturisasi Bank Umum Milik Negara, BRI menerima rekapitalisasi tahap II sebesar Rp.8,745 trilyun. Dengan demikian total dana rekapitalisasi BRI adalah sebesar Rp.29,149 trilyun yang keseluruhannya diberikan dalam bentuk obligasi pemerintah Republik Indonesia dengan suku bunga tetap (fixed rate). Perlu diketahui bahwa dana rekapitalisasi bukanlah dana segar (fresh money) namun merupakan langkah penyelesaian melalui pendekatan financial engineering dalam bentuk paper to paper dan non cash transaction melalui penambahan modal yang secara bersamaan disertai penerbitan obligasi pemerintah Republik Indonesia. Namun demikian permasalahan tentu tidak berhenti pada selesainya proses rekapitalisasi, akan tetapi justru pada kondisi kinerja BRI pasca rekapitalisasi yang perlu mendapat perhatiannya. Tantangan kedepan

berupa risiko yang dihadapi BRI dengan menguasai obligasi rekap berbunga tetap (fixed rate) dan risiko negative spread yang mungkin akan dialami oleh BRI sehubungan dengan portofolio obligasi pemerintah, serta posisi daya saing BRI dalam hal efisiensi operasional yang dicerminkan oleh Cost Efficiency Ratio (CER) yang merupakan salah satu daya tarik pasar bagi perusahaan yang merencanakan go public tahun 2003 ini mendesak untuk segera dicarikan jalan keluarnya. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa BRI menerima obligasi rekap tahap pertama pada tanggal 25 Juli 2000 dan tahap kedua tanggal 31 Oktober 2000. Dari hasil penerimaan obligasi rekapitalisasi tersebut berdampak secara signifikan terhadap portofolio aktiva produktif BRI terutama pada perubahan komposisi aktiva produktif dan ekuitas. Berikut disajikan profil singkat Neraca BRI hasil financial engineering sebelum dan setelah dilakukan rekapitalisasi pada posisi 30 Juni 2000 dan 31 Oktober 2000 (Tabel 1). Tabel - 1. Profil Singkat Neraca BRI Sebelum dan Setelah Dilakukan Rekapitalisasi Tahun 2000 dalam miliar rupiah Keterangan Juni 2000 Oktober 2000 Aktiva Produktif - Non Obligasi Pemerintah 26.327 30.244 Aktiva Produktif - Obligasi Pemerintah 0 29.149 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (3.419) (3.131) (PPAP) Aktiva Tidak Produktif 5.605 5.981 Total Aktiva 28.513 62.243 Dana Berbiaya 51.185 54.599 Dana Tidak Berbiaya 4.393 5.687 Ekuitas (27.065) 1.957 Total Kewajiban dan Ekuitas 28.513 62.243 Sumber : Laporan Keuangan BRI (Home Statement) tahun 2000 - data diolah

Pada saat sebelum dilakukan rekapitalisasi posisi bulan Juni 2000 terdapat saldo negatif ekuitas sebesar Rp.27,065 trilyun yang merupakan dampak dari dua kegiatan utama yaitu kerugian operasional dan kewajiban penyerahan kredit macet ke BPPN melalui Assets Management Unit. Kerugian operasional utama berasal dari negative spread sebagai akibat struktur penempatan dan pendanaan bank yang tidak sehat yakni jumlah dana berbiaya sebesar Rp.51,185 trilyun hanya didukung oleh penempatan pada aktiva produktif sebesar Rp.26,327 trilyun atau hampir dua kali lipat bila dibandingkan jumlah aktiva produktifnya. Faktor kedua yang menjadi penyebab kerugian besar adalah kewajiban bank untuk membentuk biaya penyisihan penghapusan aktiva produktif pinjaman sebesar 100% terlebih dahulu bagi aktiva produktif bank yang akan diserahkan ke BPPN. Kondisi tersebut bila tidak segera diselamatkan akan mengancam going concern bagi sebuah entitas khususnya perbankan. Sebagai upaya penyelamatannya pemerintah Republik Indonesia telah mengambil kebijakan strategis berupa pelaksanaan program rekapitalisasi pada bulan Juli dan Oktober 2000 melalui penyetoran modal dengan penerbitan obligasi pemerintah bersuku bunga tetap sebesar Rp.29,149 triliun untuk menutup defisit dan memperbaiki struktur keuangan PT. BRI (Persero). Sebagaimana telah disebutkan di atas setelah dilakukan rekapitalisasi bukan berarti permasalahan telah selesai, ancaman meningkatnya persaingan dalam industri perbankan, baik antar para pesaing yang ada saat ini maupun potensi masuknya pesaing baru dari bank-bank asing. Untuk itu sudah selayaknya bank-bank, termasuk BRI, mengacu pada standar-standar yang

berlaku universal dibidang perbankan. Sebagai contoh, batasan minimal ratio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) oleh Bank Indonesia telah ditetapkan dengan mengacu pada batasan dari Bank for International Setlement (BIS). Contoh lain adalah masalah efisiensi operasional yang tercermin dalam Cost Efficiency Ratio (CER), juga menjadi perhatian Bank Indonesia dan Team Monitoring Unit (TMU) dari Departemen Keuangan dalam mengkaji pelaksanaan Business Plan bank peserta rekapitalisasi. Konsultan McKinsey pada saat melakukan stress test terhadap rencana bisnis BRI, menggolongkan faktor CER ini dalam kategori Hard Milestone Review yang harus dicapai bersama-sama target finansial lainnya. B. Identifikasi Masalah Kebijakan umum rekapitalisasi yang ditempuh oleh pemerintah Republik Indonesia menetapkan bahwa bank dengan ratio kecukupan modal (CAR) negatif untuk mencapai ratio 0% akan direkap dengan obligasi bersuku bunga mengambang (floating rate), selanjutnya penambahan modal untuk mencapai Capital Adequacy Ratio 4% akan direkap dengan obligasi bersuku bunga tetap (fixed rate). Namun demikian dalam perkembangannya bank-bank yang paling akhir direkap oleh pemerintah sebagian besar menerima obligasi bersuku bunga tetap. Bank-bank yang terakhir mendapat rekapitalisasi antara lain adalah BRI, BTN dan Bank Bali. Penetapan suku bunga obligasi dengan kupon tetap (fixed rate) tidak terlepas dari kecenderungan meningkatnya suku bunga Sertifikat Bank Indonesia saat itu sebagai base rate atas suku bunga obligasi rekapitalisasi sehingga dengan penetapan suku bunga tetap setidaknya dapat membantu beban APBN dalam jangka pendek.

Dewasa ini obligasi dengan suku bunga tetap dengan memperhatikan kondisi makro ekonomi yang belum sepenuhnya pulih dan ditunjang oleh ketidakpastian hukum telah meningkatkan interest rate dan exchange rate volatility. Kecenderungan suku bunga pasar yang tinggi dan kebijakan Bank Indonesia dalam pengendalian nilai tukar rupiah melalui instrumen Sertifikat Bank Indonesia sangat merugikan bank-bank peserta rekap yang memegang porsi obligasi bersuku bunga tetap lebih banyak dari pada obligasi bersuku bunga mengambang, apalagi BRI yang saat ini memegang 77,5% obligasi bersuku bunga tetap dan 22,5% bersuku bunga mengambang (sebelumnya 100% berbunga tetap, telah diturunkan sebagai hasil negosiasi antara BRI, Pemerintah dan DPR). Hal tersebut tentunya dalam jangka pendek akan berdampak negatif bagi pendapatan bunga bersih (net interest income). Tekanan terhadap sisi pendapatan BRI tersebut, ditambah dengan penerapan strategi BRI dibidang information technology (IT) dengan anggaran US$100 juta dan perluasan jaringan kerja berupa penambahan 106 kantor unit kerja operasional yang membutuhkan biaya tinggi, tentunya berakibat meningkatkan ratio efisiensi biaya (CER), disamping itu juga berpengaruh terhadap kekuatan BRI untuk bersaing di pasar. Upaya-upaya untuk mencapai ratio efisiensi biaya yang mendekati best practice perbankan menjadi kritikal faktor yang harus dicapai BRI untuk mempertahankan going concern. Dengan paparan kondisi di atas setidaknya terdapat 4 (empat) alternatif yang dapat ditempuh BRI untuk menekan risiko suku bunga obligasi berbunga tetap (fixed rate) maupun penyelesaian sebagian obligasi pemerintah sebagai berikut :

1. Penukaran obligasi berbunga tetap dengan obligasi berbunga mengambang. Pada bulan Pebruari 2000, pemerintah Republik Indonesia melalui Direktur Jenderal Lembaga Keuangan - Departemen Keuangan telah meminta bank-bank peserta rekapitalisasi untuk saling menukar obligasi berbunga mengambang dengan obligasi berbunga tetap secara suka rela. Pemerintah menempuh jalan ini karena tidak memungkinkan baginya untuk menukar obligasi berbunga tetap suatu bank dengan menerbitkan obligasi baru berbunga mengambang, karena dalam jangka pendek akan menambah beban APBN. Namun demikian dengan memperhatikan asas keadilan, upaya-upaya BRI yang menerima sebagian besar obligasi berbunga tetap telah berhasil meyakinkan Pemerintah dan DPR RI pada tanggal 26 Maret 2002 untuk mengubah komposisi fixed rate bond dan variable rate bond dengan perbandingan 77,5% dan 22,5%. 2. Penukaran obligasi dengan kredit lancar hasil restrukturisasi BPPN. Alternatif obligasi ditukar dengan kredit lancar (asset to bond swap) dimaksudkan untuk menukar obligasi rekap yang dikuasai BRI dengan kredit lancar hasil restrukturisasi kredit bermasalah di BPPN. Program ini dapat dilakukan melalui Program Penjualan Asset Kredit (PPAK) BPPN sebagai bagian upaya penurunan obligasi pemerintah di bank-bank peserta rekap. Dari sudut pandang pemerintah, program asset to bond swap merupakan salah satu upaya untuk mengurangi beban obligasi rekap terutama pembayaran bunga yang menjadi beban APBN.

Adapun dari sisi bank, program ini sangat menguntungkan karena bank dapat mengurangi risiko pada obligasi bersuku bunga tetap dengan kredit yang memiliki suku bunga variable dan relatif lebih tinggi. Pelaksanaan program ini tentunya disesuaikan dengan core business setiap bank peserta rekap, sehingga harus dilakukan pemilahan segmen kredit mana yang menjadi core competency suatu bank untuk menghindari terjadinya penyimpangan dengan business plan yang telah disepakati bersama antara pemerintah dan bank-bank peserta rekap. Sebagai informasi dan bahan perbandingan berdasarkan berita di harian Kompas tanggal 05 Agustus 2002 Program Penjualan Asset Kredit (PPAK) sebesar Rp.17,7 trilyun, sejumlah Rp. 3,9 trilyun diantaranya dibayar dengan obligasi pemerintah (asset to bond swap). 3. Penjualan obligasi. Program penjualan obligasi mendapat dukungan penuh dari pemerintah antara lain melalui penerbitan stapled bond. Pemerintah telah menawarkan kesempatan kepada bank peserta rekap untuk menukar obligasi yang dimiliki dengan stapled bond yang bunganya 16,5%. Tujuannya adalah agar bunga obligasi stapled bond dapat bersaing dengan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia dan lebih marketable. Stapled bond merupakan suatu paket obligasi yang terdiri dari 2 (dua) jenis obligasi, dengan satu jenis obligasi memiliki kupon lebih tinggi dan satu jenis lagi dengan kupon lebih rendah. Namun rata-rata tertimbang kupon dari kedua jenis obligasi itu sama dengan kupon obligasi rekap yang dipertukarkan sehingga secara total beban bunga obligasi bagi pemerintah adalah sama.

4. Tidak melakukan tindakan. Alternatif untuk tidak melakukan tindakan didasarkan pada pandangan bahwa obligasi merupakan salah satu instrumen keuangan jangka panjang, sehingga permasalahan yang timbul seharusnya juga ditempuh melalui pendekatan jangka panjang. Dipihak lain fluktuasi suku bunga dan nilai tukar adalah peristiwa yang bersifat temporal. Dalam situasi fluktuasi suku bunga tinggi dan cenderung naik, bank-bank yang menerima obligasi berbunga tetap seluruhnya atau lebih besar dari obligasi berbunga mengambang akan merugi. Sebaliknya, bank penerima obligasi berbunga mengambang lebih besar dari obligasi berbunga tetap akan merasa beruntung. Pada kondisi makro ekonomi dan politik yang stabil serta kondusif, dimana suku bunga juga cenderung stabil pada tingkat yang rendah, bank-bank yang menguasai obligasi berbunga tetap akan lebih menguntungkan. Sebaliknya bank-bank dengan obligasi berbunga mengambang akan merugi karena penerimaan bunganya ikut turun. Kelemahan dari alternatif ini adalah sangat tergantung pada kondisi eksternal dan seberapa lama kondisi yang tidak stabil ini masih akan berlangsung sulit diprediksi. Dari beberapa alternatif di atas, alternatif kedua dan ketiga memiliki kelebihan untuk dapat segera dilaksanakan dalam jangka pendek dengan pertimbangan : 1. BPPN telah membuka penawaran untuk menukar obligasi rekapitalisasi dengan asset kredit hasil restrukturisasi melalui Program Penjualan Asset Kredit (PPAK).

akan dikaji hanya pada sisi komposisi yang mampu menghasilkan return optimal pada penempatan aktiva produktif pinjaman BRI masing-masing segmen mikro, ritel dan menengah. Disamping itu analisis ini juga tidak memasukkan kredit program dimana BRI hanya berfungsi sebagai pengelola administrasi kredit. Sedangkan faktor biaya operasional sebagai salah satu unsur perhitungan ratio efisiensi biaya dianggap tetap. Pertimbangan utama pengkajian komposisi optimal penempatan aktiva produktif pinjaman masing-masing segmen kredit di BRI didasarkan pada data empiris yang membuktikan bahwa pendapatan dari penempatan aktiva produktif pinjaman masih mendominasi secara signifikan bagi BRI. Meskipun kita ketahui bersama masih terdapat pendapatan operasional perbankan lannya yang mampu dan berpotensi memperbaiki ratio efisiensi biaya yaitu fee based income, nampaknya masih sulit dicapai BRI dalam waktu dekat mengingat dibutuhkan dukungan technology system information yang memadai. D. Rumusan Masalah Dari rangkaian pembahasan di atas, maka rumusan masalah untuk penulisan tesis ini adalah : Bagaimana strategi divestasi obligasi rekapitalisasi BRI dan bagaimana penempatan dana hasil divestasi obligasi secara optimal untuk mendukung tercapainya Cost Efficiency Ratio yang ditetapkan.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Tujuan dari analisis maupun pengkajian penulisan ini adalah untuk mencari komposisi portofolio optimal atas penempatan aktiva produktif pinjaman yang dananya bersumber dari penyelesaian obligasi pemerintah dalam upaya pencapaian ratio efisiensi biaya sesuai batasan standar yang ditetapkan. Melalui analisis di atas diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi stakeholder sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan terutama menyangkut optimalisasi penempatan aktiva produktif pinjaman sehingga ratio efisiensi biaya BRI dapat dicapai sesuai Milestone BRI.

UNTUK SELENGKAPNYA TERSEDIA DI PERPUSTAKAAN MB IPB