IV. METODE PENELITIAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PENELITIAN

Gambar 3.1 Peta lintasan akuisisi data seismik Perairan Alor

BAB IV METODE DAN PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan melalui langkah - langkah untuk memperoleh

BAB 3 METODE PENELITIAN

APLIKASI PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DENGAN MENGGUNAKAN METODA FK FILTER,SURFACE RELATED MULTIPLE ELIMINATION (SRME) DAN RADON FILTER

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. hingga diperoleh hasil penelitian. Data dari hasil akuisisi lapangan

BAB II TEORI DASAR (2.1) sin. Gambar 2.1 Prinsip Huygen. Gambar 2.2 Prinsip Snellius yang menggambarkan suatu yang merambat dari medium 1 ke medium 2

BAB III METODE PENELITIAN

Pengolahan Data Seismik 2D Menggunakan Software Echos dari Paradigm 14.1

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemrosesan awal setelah dilakukan input data seismik 2D sekunder ini adalah

BAB II COMMON REFLECTION SURFACE

APLIKASI METODE TRANSFORMASI RADON UNTUK ATENUASI MULTIPEL PADA PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D LAUT DI PERARIRAN X

BAB II TEORI DASAR METODE STACK KONVENSIONAL DAN ZERO-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (ZO CRS) STACK

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Tabak, Kabupaten Barito Selatan, Provinsi Kalimantan Tengah

Survei Seismik Refleksi Untuk Identifikasi Formasi Pembawa Batubara Daerah Ampah, Kabupaten Barito Timur, Provinsi Kalimantan Tengah

APLIKASI METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACK DATA SEISMIK LAUT 2D WILAYAH PERAIRAN Y

Pengolahan Data Seismik 2 D Menggunakan ProMAX "Area Cekungan Gorontalo"

BAB III TEORI DASAR. hasil akuisisi seismik yang dapat dipergunakan untuk pengolahan data seismik.

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES

SEISMIC DATA PROCESSING

PERBANDINGAN PENCITRAAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK METODA KONVENSIONAL DENGAN METODA CRS (COMMON REFLECTION SURFACE)

PENERAPAN METODE COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D DI LAUT FLORES

BAB III MIGRASI KIRCHHOFF

BAB III METODE PENELITIAN

IERFHAN SURYA

IV. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Divisi Geoscience Service PT. ELNUSA Tbk., Graha

Wahyu Tristiyoherni Pembimbing Dr. Widya Utama, DEA

ELIMINASI ARTEFAK DALAM PENAMPANG SEISMIK DENGAN TAHAPAN PENGOLAHAN DATA SEISMIK MULTICHANNEL DI AREA BONE LINE 1

ANALISA KECEPATAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D ZONA DARAT MENGGUNAKAN METODE SEMBLANCE

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengolahan data pada Pre-Stack Depth Migration (PSDM) merupakan tahapan

MODUL PRAKTIKUM. Pengolahan Data Seismik 2D Darat

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI PROGRAM STUDI GEOFISIKA JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

TEKNOLOGI SEISMIK REFLEKSI UNTUK EKSPLORASI MINYAK DAN GAS BUMI

BAB I PENDAHULUAN. laut Indonesia, maka ini akan mendorong teknologi untuk dapat membantu dalam

BAB IV STUDI KASUS II : Model Geologi dengan Stuktur Sesar

SUPRESI MULTIPEL PADA DATA SEISMIK LAUT DENGAN METODE DEKONVOLUSI PREDIKTIF DAN RADON DEMULTIPEL

Analisis Pre-Stack Time Migration (PSTM) Pada Data Seismik 2D Dengan menggunakan Metode Kirchoff Pada Lapangan ITS Cekungan Jawa Barat Utara

BAB III TEORI DASAR. Metode seismik refleksi merupakan suatu metode yang banyak digunakan dalam

BAB III COMMON-OFFSET COMMON-REFLECTION-SURFACE (CO CRS) STACK

Pre Stack Depth Migration Vertical Transverse Isotropy (Psdm Vti) Pada Data Seismik Laut 2D

Imaging Subsurface Menggunakan Metode Crs: Study Kasus pada Steep Dip Reflector dan Data Low Fold

III. TEORI DASAR. Metode seismik memanfaatkan penjalaran gelombang seismik ke dalam bumi.

BAB III METODE PENELITIAN

VARIASI NILAI MIGRATION APERTURE PADA MIGRASI KIRCHOFF DALAM PENGOLAHAN DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN ALOR

EFISIENSI PENGGUNAAN DINAMIT PADA MINYAK DAN GAS BUMI DALAM SURVEI SEISMIK 3D KABUPATEN INDRAMAYU

Analisis Kecepatan Seismik Dengan Metode Tomografi Residual Moveout

PENGARUH BANDWIDTH FREKUENSI TERHADAP KUALITAS PENAMPANG SEISMIK PADA DATA SEISMIK REFLEKSI 2D DI PERAIRAN WETAR MALUKU

PENGOLAHAN DATA SEISMIK PADA DAERAH BATUAN BEKU VULKANIK

TEORI DASAR. gelombang ini dinamakan gelombang seismik. Gelombang seismik adalah gelombang elastik yang merambat dalam bumi.bumi

BAB IV ANALISIS DAN HASIL

Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol. 7 No. 2 November 2016: ISSN

PERALATAN SURVEI SEISMIK DARAT DAN LAUT

PENERAPAN METODE F-K DEMULTIPLE DALAM KASUS ATENUASI WATER-BOTTOM MULTIPLE

Koreksi Efek Pull Up dengan Menggunakan Metode Horizon Based Depth Tomography

PROPOSAL KERJA PRAKTIK PENGOLAHAN DATA SEISMIK 2D MARINE DAERAH X MENGGUNAKAN SOFTWARE PROMAX 2003

DELENIASI PENYEBARAN SHALLOW GAS SECARA HORISONTAL MENGGUNAKAN METODE SEISMIK 2D RESOLUSI TINGGI

III. TEORI DASAR. disebabkan oleh vibrasi selama penjalarannya. Kecepatan gelombang dalam

UNIVERSITAS INDONESIA ATENUASI MULTIPLE DENGAN MENGGUNAKAN METODE FILTERING RADON PADA COMMON REFLECTION SURFACE (CRS) SUPERGATHER SKRIPSI

PENERAPAN DEKONVOLUSI SPIKING DAN DEKONVOLUSI PREDIKTIF PADA DATA SEISMIK MULTICHANNEL 2D DI LAUT FLORES ALFRIDA ROMAULI

Youngster Physics Journal ISSN : Vol. 4, No. 4, Oktober 2015, Hal

Analisa Pre-Stack Time Migration (PSTM) Data Seismik 2D Pada Lintasan ITS Cekungan Jawa Barat Utara ABSTRAK

Migrasi Pre-Stack Domain Kedalaman Dengan Metode Kirchhoff Pada Medium Anisotropi VTI (Vertical Transverse Isotropy)

ANALISIS APERTURE UNTUK MENINGKATKAN HASIL STACKING PADA METODE COMMON REFLECTION SURFACE STACK

BAB IV METODE PENELITIAN

ANALISIS PERBEDAAN PENAMPANG SEISMIK ANTARA HASIL PENGOLAHAN STANDAR DENGAN PENGOLAHAN PRESERVED AMPLITUDE

Keywords: offshore seismic, multiple; Radon Method; tau p domain

BAB I PENDAHULUAN. banyak dieksplorasi adalah sumber daya alam di darat, baik itu emas, batu bara,

3. HASIL PENYELIDIKAN

III. TEORI DASAR. pada permukaan kemudian berpropagasi ke bawah permukaan dan sebagian

Migrasi Domain Kedalaman Menggunakan Model Kecepatan Interval dari Atribut Common Reflection Surface Studi Kasus pada Data Seismik Laut 2D

DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

PERBANDINGAN POST STACK TIME MIGRATION METODE FINITE DIFFERENCE DAN METODE KIRCHOFF DENGAN PARAMETER GAP DEKONVOLUSI DATA SEISMIK DARAT 2D LINE SRDA

ANALISIS PENAMPANG CRS PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL DI PERAIRAN UTARA PAPUA

PRE STACK DEPTH MIGRATION VERTICAL TRANSVERSE ISOTROPY (PSDM VTI) PADA DATA SEISMIK LAUT 2D

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI PRE-STACK DEPTH MIGRATION PADA STRUKTUR KOMPLEK TUGAS AKHIR I KOMANG ANDIKA ARIS PERMANA NIM:

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PROSES PRE-STACK TIME MIGRATION DAN POST-STACK TIME MIGRATION DI LAPANGAN X DI DAERAH SUMATERA SELATAN

PENGOLAHAN DATA SEISMIK PADA DAERAH BATUAN VULKANIK

PENERAPAN METODE STACKING DALAM PEMROSESAN SINYAL SEISMIK LAUT DI PERAIRAN BARAT ACEH

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA. Penelitian yang mengambil judul Analisis Seismik dengan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Cadzow filtering adalah salah satu cara untuk menghilangkan bising dan

BAB IV PERMODELAN POISSON S RATIO. Berikut ini adalah diagram alir dalam mengerjakan permodelan poisson s ratio.

ATENUASI NOISE DENGAN MENGGUNAKAN FILTER F-K DAN TRANSFORMASI RADON PADA DATA SEISMIK 2D MULTICHANNEL

PENERAPAN METODE RADON TRANSFORM UNTUK REDUKSI GELOMBANG MULTIPLE SEISMIK 2D DI PERAIRAN BARAT SUMATRA

Data input yang digunakan dalam penelitian ini adalah data (real) seismik post stack

Perbandingan Metode Model Based Tomography dan Grid Based Tomography untuk Perbaikan Kecepatan Interval

ATENUASI MULTIPLE SEISMIK REFLEKSI LAUT MENGGUNAKAN METODE FILTERING RADON PADA PERAIRAN X

BAB II GROUND PENETRATING RADAR (GPR)

BAB V INVERSI ATRIBUT AVO

IV. METODE PENELITIAN

Ringkasan Tugas Akhir/Skripsi

Gambar 3.1. Rencana jalur survei tahap I [Tim Navigasi Survei LKI, 2009]

Bab 6. Migrasi Pre-stack Domain Kedalaman. Pada Data Seismik Dua Dimensi

menentukan sudut optimum dibawah sudut kritis yang masih relevan digunakan

MODEL KECEPATAN MENGGUNAKAN HORIZON VELOCITY ANALYSIS DAN PENYELARASAN DENGAN DATA SUMUR TUGAS AKHIR FADHILA NURAMALIA YERU NIM:

Kata kunci: common reflection surface, tomografi seismik, atribut wavefield kinematik, migrasi prestack domain kedalaman.

Transkripsi:

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dengan judul Peningkatan Kualitas Stacking dengan Metode Common Reflection Surface (CRS) Stack pada Data 2D Marine ini dilaksanakan di PPPTMGB Lemigas, Cipulir, Jakarta Selatan. Penelitian ini dimulai dari bulan Mei sampai Agustus 2015. Lokasi akuisisi data di lakukan di lepas pantai Tarakan. Gambar 28. Lokasi Akuisisi Data Tarakan 2D Marine (Hidayat, S., 1995).

47 Adapun jadwal penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1. Jadwal Penelitian No Kegiatan Mei-15 Juni-15 Juli-15 Agustus- 15 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 1 Studi Litelatur 2 3 4 Pengolahan Data Pembahasan dan Analisis Penyusunan Skripsi 4.2 Perangkat Lunak dan Data Penelitian Perangkat lunak yang digunakan dalam penelitian ini adalah perangkat lunak ProMAX (Landmark Graphic Co.). Penelitian ini menggunakan data real survey seismik marine 2D berupa Seg-y. Adapun parameter lapangan yang diketahui dari data Observer Report adalah sebagai berikut : Tabel 2. Informasi Parameter Lapangan Informasi Source Interval Receiver Interval Jumlah Channel Sampling Rate Metode Akuisisi Minimum Offset Maximum Offset Source Depth Receiver Depth Minimum CDP Maximum CDP Fold Coverage Nilai 37,5 m 12,5 m 48 2 ms Off-End 110 m 697,5 m 5 m 6 m 1 4090 8

48 4.3 Pengolahan Data Dalam subbab ini, dipaparkan tentang data yang digunakan dalam penelitian ini dan bagaimana pembahasan tentang pengolahan data seismik. Data yang digunakan merupakan data real survey. Garis besar tentang pengolahan data konvensional mulai dari parameter akuisisi, pre-processing, analisa kecepatan, DMO dan stack dari data. Proses tersebut akan dibahas secara berurutan kemudian dilakukan juga tahapan pengolahan data dengan metode CRS stack. Data seismik Multi Channel Tarakan merupakan data seismik 2D hasil survei lepas pantai. Survei ini merupakan bagian dari proyek yang dilakukan oleh lembaga riset PPPGL yang bekerja sama dengan Lemigas. Secara umum kualitas hasil survei ini cukup baik. Hanya efek Multiple yang menjadi masalah pada data ini. Masalah lain yang dihadapi adalah tidak tersedianya data koordinat dan arah kapal di sepanjang lintasan seismik, sehingga posisi masing-masing rekaman seismik kurang akurat. Hal ini akan berpengaruh terhadap akurasi hasil analisa kecepatan untuk dapat dipakai pada langkah stacking. Pengolahan data 2D Marine Seismic untuk menghasilkan stack secara konvensional maupun stack metode CRS menggunakan perangkat lunak ProMAX. Tahapan processing untuk penelitian ini dilakukan dalam 2 (dua) bagian, yaitu pengolahan secara konvensional menggunakan tahapan global (preprocessing, processing, NMO stack), dan pengolahan data dengan metode CRS stack. 4.3.1 Metode Konvensional Secara umum, tahap pengolahan data yang dilakukan secara konvensional dibagi menjadi tiga tahap pengolahan utama yaitu tahap preprocessing, processing dan

49 tahap stacking. Tujuan dari tahap preprocessing adalah untuk membersihkan data dari pengaruh noise, baik noise secara acak maupun coherent noise seperti efek multiple periode pendek serta untuk mengkoreksi amplitudo terhadap pengaruh spherical divergence. Pada penelitian ini lebih ditekankan untuk dapat menghasilkan kualitas stack yang baik, sedangkan penghilangan multiple periode panjang tidak dilakukan untuk tujuan perbandingan metode konvensional dengan metode CRS dalam atenuasi efek multiple. Atenuasi multiple periode pendek tetap dilakukan pada tahap preprocessing yaitu tahap dekonvolusi. 4.3.1.1 Input Data Data yang diperoleh dari hasil akuisisi di lapangan biasanya masih berada dalam format multiplex. Format multiplex merupakan penggabungan hasil refleksi gelombang berdasarkan urutan sampling waktu pada saat perekaman data seismik. Data lapangan dalam format multiplex harus mengalami perubahan ke dalam format demultiplex untuk mengubah hasil rekaman data berdasarkan urutan tracetrace dalam masing-masing shot gather. Dalam penelitian kali ini data awal sudah dalam format Seg-y. Data dengan format Seg-y menjadi input dalam proses demultiplex outputnya berupa raw data yang anantinya menjadi input untuk proses geometry. 4.3.1.2 Geometry Untuk mendefinisikan geometri dari survei yang telah dilakukan, digunakan menu Marine Geometry Spreadsheet yang bertujuan untuk mengetahui informasi lapangan kemudian menyesuaikan dengan informasi rawdata yang kita input sebelumnya, sehingga kita mempunyai database yang telah terdefinisi.

50 Gambar 29. Tampilan Menu 2D Marine Geometry Menu file berfungsi untuk memanggil data yang akan diolah. Menu setup dan Auto-2D berfungsi mentuk menspesifikasikan konfigurasi global dan informasi operasional yang digunakan dalam Promax 2D. Aplikasi dari menu setup meliputi (Yudiana, 2014) : a. Assign Midpoint Method Masukan yang diberikan dalam parameter ini mempengaruhi pilihan-pilihan yang disediakan oleh menu lainnya. Dalam pengolahan berikut, metode yang digunakan adalah Matching pattern number in the SIN and PAT spreadsheet. b. Nominal receiver station interval Parameter ini berisi input nominal receiver interval yang digunakan di lapangan. Receiver interval yang digunakan adalah 12,5 meter. c. Nominal source station interval Parameter ini berisi input nominal shot interval yang digunakan di lapangan. Shot interval yang digunakan adalah 37,5 meter. d. Nominal Source Depth Parameter ini berisi input kedalaman dari sumber energi. Nominal Source Depth yang digunakan adalah 5 meter. f. Nominal Receiver Depth Parameter ini berisi input kedalaman dari sumber ke penerima. Kedalaman penerima diukur dari permukaan perairan. Nominal Receiver Depth 6 meter.

51 Gambar 30. Kotak dialog dalam menu Setup Pada menu Auto-2D, diinput beberapa nilai yang diperoleh dari Observer Report. Kotak menu dialog yang ada dalam menu Auto-2D antara lain Near Channel, Far Channel, Chan Increment, Minimun Offset, Group Inteval, Number of Shots, First Shot Station, Shot Station Number Increment, Shot Interval.

52 Gambar 31. Kotak Dialog dalam Menu Auto-2D Menu Source menampilkan SIN Ordered Parameter File (OPF) Spreadsheet untuk memasukkan atau mengedit informasi mengenai sources. Parameter ini yang perlu diisi adalah kotak source, station, FFID dan Src Pattern. Gambar 32. Kotak Dialog dalam Menu Source Menu Pattern menampilkan PAT Ordered Parameter File (OPF) Spreadsheet. Dalam menu pattern ini di input angka 1 (satu) di kolom Src Pattern.

53 Gambar 33. Kotak Dialog Menu Pattern Menu Binning akan membuka jendela Marine 2D Binning. Menu ini berfungsi untuk menghitung koordinat-koordinat CDP, memasukkan dan melakukan bin terhadap parameter-parameter binning untuk midpoints dan offset, menghasilkan display QC dari data yang telah di-bin, dan untuk mengakhiri (finalize) input dan edit database. Menu TraceQC akan membuka TRC Ordered Parameter File (OPF) Spreadsheet. Kualitas hasil pendefinisian geometri dapat dievaluasi melalui menu ini. Salah satu parameter pendefinisian geometri yang sudah benar adalah dengan menampilkan penampang antara CDP* dan Offset*. Apabila tampilan penampang tersebut telah menunjukkan susunan atau pola yang sesuai dengan pola penembakan data di lapangan yang cenderung teratur, maka alur pengolahan data seismik dapat dilanjutkan. Apabila sebaliknya, maka pola pada tampilan penampang tersebut harus dikoreksi terlebih dahulu (Jusri, 2004). 4.3.1.3 Editing Saat pelaksanaan akuisisi tidak semua hidropon berada dalam keadaan baik sehingga terlihat pada shot gather trace yang terlalu spiky atau noisy, karena itu dilakukan trace editing dan memotong sebagian dari sinyal yang tidak diinginkan,

54 karena gelombang yang menjalar pada air laut dan tidak mengandung gelombang refleksi. Proses editing yang dilakukan adalah Top-mute dan Killing a. Top-mute Muting bertujuan untuk memotong bagian yang tidak diinginkan yaitu sinyal seismik yang dianggap bakan sinyal refleksi primer. Jenis muting yang digunakan pada pengolahan ini adalah top mute. Top Mute berfungsi untuk menghilangkan noise direct wave. Gambar 34. Proses Top-mute pada FFID 1004 b. Killing Killing merupakan proses untuk menghilangkan trace-trace karena trace tersebut buruk atau rusak. Dalam penelitian ini dilakukan killing pada Source 412 Channel 1-48. Gambar 35 menunjukkan shot gather pada source 412 yang akan di killing.

55 Gambar 35. Shot Gather pada Source 412 4.3.1.4 Preprocessing Pada tahapan preprocessing, data yang di peroleh dari lapangan akan diolah sedemikian rupa sehingga akan diperoleh data gather yang berkualitas dengan meningkatkan kontras rasio S/N meningkatkan sinyal dan meredam noise. Dalam pengolahan data proses preprocessing, tidak ada standar yang baku dalam menentukan parameter yang akan digunakan. Hal ini bergantung pada kualitas data yang ada. Akan tetapi parameter yang sering dipakai antara lain Filter, True Amplitude Recovery, dan Dekonvolusi. Pada intinya, ketika sebuah parameter diterapkan di sebuah data dan menyebabkan hasil kontas rasion S/N menjadi lebih baik, maka parameter tersebut cocok untuk diterapkan dalam flow preprocessing. Menurut Yilmas (2001), flow preprocessing sebaiknya efektif, hal tersebut mengindikasikan sebuah kualitas bukan kuantitas, yang mana tidak ada jumlah parameter tertentu dalam processing data, semua bergantung kepada kebutuhan dan kondisi dari data. Pada tahap preprocessing kali ini, penulis menggunakan parameter-parameter seperti :

56 a. Bandpass Filter Saat akuisisi berlangsung receiver merekam semua gelombang yang mengenainya, termasuk noise dengan frekuensi yang tinggi maupun rendah. Apabila noise dengan frekuensi yang tinggi dan rendah tersebut tidak dihilangkan maka akan merusak data. Reflektor-reflektor yang menjadi tujuan utama akuisisi tidak dapat terlihat. Dilakukan spectral analisis untuk pemilihan frekuensi yang tepat dalam data. Dengan melihat hasil dari Spectral Analisis diputuskan desain frekuensi yang diambil yakni 5-8-70-100 Hz yang kemudian akan diaplikasikan dalam flow Bandpass Filter. b. True Amplitude Recovery (TAR) Akibat adanya spherical divergence (energi gelombang yang terefleksikan akan mengalami penurunan sesuai dengan bertambahnya jarak tempuh gelombang) sehingga perlu dilakukan koreksi amplitudo. Gambar 35 memperlihatkan shot gather sebelum dan sesudah proses trace editing, muting, bandpass filter dan koreksi amplitudo. A B Gambar 36. Shot Gather. a) Sebelum Proses trace editing, muting, bandpass filter dan koreksi amplitudo, dan b) sesudah proses trace editing, muting,bandpass filter dan koreksi amplitudo

57 c. Dekonvolusi Proses dekonvolusi bertujuan untuk mengembalikan bentuk output ideal seismogram yang menyerupai deret koefisien refleksi bawah permukaan dan menghilangkan multiple periode pendek. Metode dekonvolusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dekonvolusi prediktif. 4.3.1.5 Analisa Kecepatan Analisis kecepatan merupakan proses pemilihan kecepatan gelombang seismik yang sesuai. Definisi kecepatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kecepatan Root Mean Square (V RMS ) yaitu kecepatan total dari sistem perlapisan horizontal dalam bentuk akar kuadrat. Dalam penelitian ini, metode analisis kecepatan menggunakan metode semblance. Metode ini menampilkan sprektrum kecepatan dan CDP gather secara bersamaan. Untuk menghindari kesalahan, picking yang dilakukan harus mengalami pertambahan nilai kecepatan seiring dengan bertambahnya TWT (Two Way Traveltime). Sehingga kemungkinan melakukan picking pada nilai kecepatan multiple dapat dihindari. Selain itu, picking yang dilakukan juga harus memperhatikan CDP gather dari data yang dianalisa kecepatannya. Idealnya CDP gather akan menjadi datar setelah di-apply NMO apabila picking kecepatan yang dilakukan tepat.

58 Gambar 37. Velocity Analisis Secara Konvensional 4.3.1.6 Stack Konvensional Setelah melakukan picking velocity, maka dilakukan stacking pada data dimana NMO (Normal Moveout) menggunakan hasil analisa kecepatan. Stacking merupakan proses penjumlahan trace-trace seismik dalam satu CDP setelah dikoreksi NMO yang tujuannya untuk mempertinggi signal to noise ratio (S/N), karena sinyal yang koheren alan saling memperkuat dan noise yang inkoheren akan saling menghilangkan. Selain itu stacking juga mengurangi noise yang bersifat koheren. Stack dapat dilakukan berdasarkan common depth point (CDP), common offset atau common shot point tergantung tujuan dari stack itu sendiri. Biasanya proses stack dilakukan berdasarkan CDP dimana trace-trace yang bergabung pada satu CDP disuperposisikan dan telah dikoreksi NMO. Koreksi NMO dilakukan untuk menghilangkan efek jarak offset yang berbeda-beda dari tiap receiver dalam format CDP.

59 4.3.2 Metode CRS Stack 4.3.2.1 Pencarian 2D CRS ZO Search Proses pencarian CRS Zero Offset Search ini dilakukan untuk menemukan dip yang sesuai. Parameter dip yang telah ditentukan kemudian menjadi input dalam proses 2D CRS Stack. Dalam flow CRS ZO Search dapat diperoleh nilai dip berupa dan R N dari muka gelombang ZO section yang muncul. Dilakukan uji parameter pencarian CRS ZO Search untuk mendapatkan dip yang sesuai. Parameter tersebut antara lain Dip Search Aperture, CDP Search Spasing, Time Search Spasing, dan Max Dip for Search. Berikut ini tabel parameter pencarian 2D CRS ZO Search: Tabel 3. Pencarian 2D CRS ZO Search Data Tarakan Parameter 2D CRS Nilai ZO Search Dip 1 Dip 2 Dip 3 Dip 4 Dip 5 Dip 6 Dip 7 Dip Search Aperture 0 100 60 60 60 60 60 CDP Search Spasing 5 2 3 5 3 5 5 Time Search Spasing 20 50 500 20 20 20 20 Max Dip for Search 0.7 0.7 0.5 0.5 0.7 0.7 0.1 Dip search aperture ini digunakan untuk mencari besarnya kemeringan dari reflektor yang dibatasi oleh radius Fresnel Zone. CDP Search Spasing merupakan banyaknya spasi yang digunakan dalam setiap titik CDP pada operator CRS search secara horizontal. Time Search Spasing merupakan parameter yang berhubungan dengan banyaknya spasi waktu yang digunakan untuk menentukan lokasi analisis operator CRS search secara vertikal. Apabila struktur berubah

60 dengan cepat maka spasi waktu perlu diperkecil. Maximum dip for search merupakan maksimum kelengkungan dari bentuk reflektor terhadap besarnya sudut kemiringan. Setelah mendapatkan dip yang sesuai, output dip tersebut akan menjadi input dalam proses CRS Precompute. 4.3.2.2 Analisis Kecepatan CRS Precompute Menurut Victor (2010), analisis kecepatan dilakukan untuk membenarkan kecepatan agar berada di posisi yang sebenarnya. Proses picking kecepatan dilakukan umtuk mendapatkan kecepatan NMO yang tepat dan selanjutnya akan digunakan dalam proses stacking. Proses analisa kecepatan ini sangatlah berpengaruh terhadap hasil stacking pada metode konvensional maupun metode CRS. Saat melakukan proses picking analisis kecepatan, ditemukan perbedaan antara picking kecepatan metode Konvensional dengan metode CRS. Proses precompute dalam CRS akan sama halnya dengan proses precompute pada metode konvensional. Hanya saja di dalam CRS precompute di input pula table dip yang telah ditentukan nilainya. Berikut merupakan perbedaan antar samblance konvensional precompute dan CRS precompute.

61 A B Gambar 38. Perbedaan Semblance (a) konvensional precompute, (b) CRS Precompute Pada Gambar 38 samblance yang dihasilkan oleh CRS precompute jauh lebih sedikit dibandingkan samblance metode konvensional. Setelah dilakukan analisis lebih lanjut, faktor dip lah yang menyebabkan perbedaan tesebut. Nilai dip yang di input dalam proses CRS precompute menyebabkan dilakukannya pemilihan kecepatan yang paling cocok di titik-titik reflektor sehingga ambiguitas dalam pemilihan kecapatan dapat diminimalisir. 4.3.2.3 2D CRS Stack Pada tahapan ini digunakan informasi dip yakni dip 4 yang telah didapatkan pada tahapan sebelumnya. Nilai untuk Near Surface Velocity sebesar 1500 m/s. Aperture operator CRS merupakan besarnya radius data yang akan di stack menjadi trace dengan titik reflektor yang tepat dalam domain CDP. Jika operatornya sama dengan nol (0) maka hasil penampangnya akan sama atau

62 mendekati stack konvensional. Untuk itu dilakukan uji parameter untuk mendapatkan aperture yang terbaik. Berikut ini tabel parameter aperture for CRS operator: Table 4 Pencarian 2D CRS Stack pada Data Tarakan Tes Parameter Aperture Nilai (Time-Aperture) Aperture 1 0-20, 2500-70 Aperture 2 0-20, 2500-250 Aperture 3 0-50, 2500-100 Aperture 4 0-50, 2500-400 Aperture 5 0-20, 2500-100 Aperture 6 0-50, 2500-70 Aperture merupakan salah satu atribut dari metode CRS yang sangat berpengaruh. Semakin besar radius CRS operator, maka semakin tinggi nilai rasio S/N. Akan tetapi berdampak pada berkurangnya resolusi reflektor. Nilai aperture yang besar akan berbanding lurus dengan lamanya proses pengolahan dan akan menyebabkan refleksi dekat permukaan menjadi tidak jelas. Untuk itu diperlukannya kontrol quality (QC) saat melakukan pemilihan nilai parameter. 4.4 Diagram Alir Penelitian Berikut adalah diagram alir yang digunakan dalam penelitian kali ini.

63 Mulai ProMAX Seg-y Input Geometri Editing Filtering Pre-Processing CRS Precompute Velocity Analisis NMO Correction Velocity CRS Stack 2D CRS ZO Search Dip CRS Stack No Good Yes Penampang Stack Konvensional Dibandingkan Penampang Stack CRS Analisa Hasil Selesai Gambar 39. Diagram Alir Penelitian