BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Jelia Karlina Rachmawati, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Selama beberapa tahun terakhir Bangsa Indonesia banyak menghadapi

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kesuksesan, karena dengan kepercayaan diri yang baik seseorang akan mampu

BAB I PENDAHULUAN. diberikan dibutuhkan sikap menerima apapun baik kelebihan maupun kekurangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penelitian dan saran untuk penelitian sejenisnya. maka dapat ditariklah suatu kesimpulan, yaitu :

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: B. Definisi Operasional

BAB 1 PENDAHULUAN. remaja yang masuk ke Komnas Remaja tahun itu, sebanyak kasus atau

BAB VI PENUTUP. diketahui bahwa ketiga subjek mengalami self blaming. Kemudian. secara mendalam peneliti membahas mengenai self blaming pada

ROMANTISME PADA WANITA KORBAN KEKERASAN SEKSUAL PADA MASA KANAK- KANAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah (alasan dan temuan/teori pendukung)

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. identitas dan eksistensi diri mulai dilalui. Proses ini membutuhkan kontrol yang

, 2015 GAMBARAN KONTROL DIRI PADA MAHASISWI YANG MELAKUKAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH

I. PENDAHULUAN. budaya, masyarakatnyapun memiliki keunikan masing-masing. Berbagai

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. kemandirian sehingga dapat diterima dan diakui sebagai orang dewasa. Remaja

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan merupakan suatu anugerah yang diberikan oleh Tuhan yang maha Esa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. atau keinginan yang kuat tentang perubahan-perubahan yang terjadi pada

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Anak-anak yang mengalami kekerasan seksual memiliki gejala gangguan yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menempuh berbagai tahapan, antara lain pendekatan dengan seseorang atau

BAB I PENDAHULUAN. dan diantaranya adalah tindak kekerasan dan pelecehan seksual yang mengarah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. paling penting dalam pembangunan nasional, yaitu sebagai upaya meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Aspek biopsikososial higiene...irmatri Ariyani, FKM UI, 2009

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyenangkan. Apalagi pada masa-masa sekolah menengah atas. Banyak alasan. sosial yang bersifat sementara (Santrock, 1996).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perasaan kurang percaya diri banyak terjadi pada remaja. Pada masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KEMAMPUAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu usaha atau kegiatan yang dijalankan dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

COPING REMAJA AKHIR TERHADAP PERILAKU SELINGKUH AYAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Masa remaja adalah suatu tahap antara masa kanak kanak dengan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU ASERTIF DENGAN PERILAKU SEKSUAL PRANIKAH PADA REMAJA PUTRI. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. fisik seperti sakit perut, jantung berdebar, otot tegang dan muka merah. Lalu

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan yang khas yang menghadapkan manusia pada suatu krisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menjalani peran sebagai penuntut ilmu, mahasiswa pada umumnya selalu

BAB I PENDAHALUAN. A. Latar Belakang Masalah. status sebagai orang dewasa tetapi tidak lagi sebagai masa anak-anak. Fase remaja

BAB I PENDAHULUAN. Pengalaman positif maupun negatif tidak dapat dilepaskan dalam. kehidupan seseorang. Berdasarkan pengalaman-pengalaman tersebut

STRATEGI KOPING ANAK DALAM PENGATASAN STRES PASCA TRAUMA AKIBAT PERCERAIAN ORANG TUA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terutama bagi perempuan dewasa, remaja, maupun anak anak. Kasus kekerasan seksual

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Remaja mengalami perkembangan begitu pesat, baik secara fisik maupun

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam proses kehidupan manusia mengalami tahap-tahap perkembangan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. meluasnya lingkungan sosial. Anak-anak melepaskan diri dari keluarga dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berarti. Anak datang menawarkan hari-hari baru yang lebih indah, karena

BAB I PENDAHULUAN. merupakan generasi penerus bangsa (Suharto, 2015). Kehidupan anak

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .

HUBUNGAN ANTARA SUASANA KELUARGA DENGAN MINAT BELAJAR PADA REMAJA AWAL

BAB I PENDAHULUAN. jangka waktunya berbeda bagi setiap orang tergantung faktor sosial dan budaya.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan di Puskesmas Wonosari pada bulan September-Oktober 2016.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanan menuju masa dewasa.

(e) Uang saku rata-rata perbulan kurang dari Rp ,- (64,8%) dan sisanya (35,3%) lebih dari Rp per bulan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan segmen kehidupan yang penting dalam siklus

KEPRIBADIAN TANGGUH PADA SISWA KORBAN KEKERASAN TEMAN SEBAYA

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Anak usia sekolah yang dalam masa perkembangannya berada di dalam

BAB I PENDAHULUAN. baik dari faktor luar dan dalam diri setiap individu. Bentuk-bentuk dari emosi yang

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki ambang millennium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengajaran di perguruan tinggi maupun akademi. Tidak hanya sekedar gelar,

Melawan Arus Kekerasan Pada Anak & Remaja

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Surakarta cukup tinggi, yaitu pada bulan Januari-Juni 2012,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ujian Nasional (UN) merupakan salah satu sumber penyebab kecemasan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. lebih banyak dari pada penduduk berjenis kelamin laki-laki. Sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang mendorong semua lapisan masyarakat untuk masuk kedalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap individu yang berkeluarga mendambakan kehidupan yang harmonis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dari kemacetan hingga persaingan bisnis serta tuntutan ekonomi kian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gangguan perkembangan seseorang bisa dilihat sejak usia dini, khususnya pada usia

Resiliensi pada Remaja Wanita yang Mengalami Kekerasan Seksual. Nama : Yudha Ardhiyanto Kelas : 3 PA 01 NPM : Pembimbing : Diana Rohayati

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistis, terlebih dalam hal cita-cita

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. negara-negara Barat, istilah remaja dikenal dengan adolescence yang berasal

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode baru didalam kehidupan seseorang, yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kriminalitas dalam bentuk tindak pelecehan seksual saat ini marak terjadi dalam lingkungan masyarakat. Laporan kasus tindakan pelecehan seksual selalu ada dari tahun ke tahun. Berbagai media masa banyak menayangkan kasus pelecehan seksual yang terjadi di masyarakat. Maraknya kasus pelecehan seksual tersebut kini tidak hanya terjadi pada orang dewasa saja namun juga pada anakanak dan remaja perempuan ataupun laki-laki. Menurut data polres Surakarta yang merupakan hasil laporan dari korban pelecehan seksual. Setidaknya telah terjadi 21 kasus pelecehan seksual berupa pencabulan di Kota Surakarta selama 3 tahun terakhir ini. Pada tahun 2013 terjadi 7 kasus pelecehan seksual yang dialami oleh 7 anak perempuan dengan rentang usia 5 sampai dengan 15 tahun. Tempat kejadian pelecehan seksual pada kasus yang terjadi pada tahun 2013 yaitu tempat tinggal tersangka, sekolah, dan hotel. Pada tahun 2014 terjadi 7 kasus pelecehan seksual dengan 6 korban perempuan berusia antara 6 hingga 10 tahun, sedangkan 1 korban lainnya adalah laki-laki berusia 17 tahun. Tindakan pelecehan seksual tersebut terjadi di sekolah, sekitar rumah tersangka, rumah tersangka, dan tempat ibadah. Tahun 2015 juga tercatat telah terjadi 7 kasus pelecehan seksual. Dalam kasus ini 5 perempuan dengan rentang usia antara 4 hingga 15 tahun menjadi korban dalam tindak pelecehan seksual tersebut. Korban lainnya adalah 2 lakilaki dengan usia 6 tahun dan 15 tahun. Tindakan pelecehan seksual tersebut terjadi 1

2 di rumah tersangka, warnet, rumah korban, hotel, gudang, dan rumah kos tersangka. Data lain yang diperoleh dari Yayasan KAKAK Surakarta, terdapat 70 kasus pelecehan seksual yang terdata sejak tahun 2013 hingga September 2015. Tujuh puluh kasus tersebut terjadi pada anak dengan rentang usia 0 sampai dengan 18 tahun, baik laki-laki ataupun perempuan. Kasus pelecehan seksual yang tercatat terjadi tidak hanya terjadi di Kota Surakarta saja namun juga di daerah sekitar Kota Surakarta. Jenis pelecehan seksual yang tercatat di Yayasan KAKAK sebagian besar berupa pemerkosaan dan sodomi. Data lain yang diperoleh dari pihak Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kota Surakarta menunjukkan bahwa pada tahun 2014 telah terjadi 27 kasus pelecehan seksual dengan 23 korban perempuan dan 4 korban berjenis kelamin laki-laki. Pada tahun 2015 terdapat laporan 20 kasus pelecehan seksual dan pada triwulan pertama tahun 2016 yaitu bulan Januari hingga Maret telah terjadi pula 4 kasus pelecehan seksual di Kota Surakarta. Pelecehan seksual menurut para ahli adalah kontak atau interaksi yang terjadi antara korban dengan pelaku yang digunakan sebagai stimulus seksual pelaku atau orang lain yang memiliki kekuatan atau kendali terhadap korbannya (Chomaria, 2014). Peristiwa pelecehan seksual tidak hanya selesai begitu saja, namun terdapat efek yang ditimbulkan terutama pada diri korban itu sendiri. Tindakan pelecehan seksual akan menimbulkan pengalaman yang buruk dan trauma pada diri korban. Korban akan memiliki pengalaman traumatis dan perasaan buruk seperti anggapan

3 bahwa diri mereka tidak perawan untuk korban wanita, mencemarkan nama baik keluarga, dan sebagainya (Illenia dan Handadari, 2011). Remaja yang menjadi korban dari tindak pelecehan seksual akan memiliki pengalaman yang tidak menyenangkan. Pengalaman remaja terhadap lingkungannya juga akan membentuk pola-pola kepribadian (Hurlock, 1980). Untuk mencapai kepribadian yang matang dan sehat menurut Allport (dalam Sobur, 2003) terdapat beberapa ciri-ciri, salah satunya adalah penerimaan diri. Menurut Allport, penerimaan diri sebagai ciri kepribadian yang matang adalah kemampuan untuk mengontrol emosi, menjauhi sikap overact, mempunyai toleransi tinggi terhadap frustrasi, dan mau menerima diri sendiri apa adanya. Penerimaan diri juga diperlukan dalam membangun hubungan dengan lingkungan sekitar (Johnson, 1993). Sikap seseorang yang mampu menerima kelemahan dan kelebihan yang ada pada dirinya menunjukkan penerimaan diri pada diri orang tersebut. Remaja yang menjadi korban pelecehan seksual akan dapat menempatkan diri lebih baik jika dapat menerima dirinya sendiri dengan baik pula. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pratitis dan Hendriani (2013), proses penerimaan diri dapat membuat korban terbebas dari rasa bersalah, rasa malu dan rendah diri karena keterbatasan diri serta bebas dari kecemasan akan adanya penilaian orang lain terhadap keadaan diri remaja tersebut. Proses penerimaan diri sendiri juga dapat memberikan efek positif kepada remaja korban pelecehan seksual karena dapat memiliki banyak kesempatan untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Penerimaan diri dapat dicapai apabila aspek-aspek dalam diri berada pada titik seimbang antara keadaan yang sebenarnya dengan keadaan

4 yang diinginkan. Penerimaan diri korban yang mengalami berbagai dampak negatif akibat pelecehan seksual menurut penelitian dari Pratitis dan Hendriani (2013) dapat dipengaruhi oleh pemahaman terhadap diri sendiri. Pemahaman terhadap diri sendiri tergantung pula dengan konsep diri yang terbentuk pada diri remaja yang mengalami pelecehan seksual. Konsep diri menurut Sobur (2003) adalah semua persepsi individu terhadap aspek diri yang meliputi aspek fisik, aspek sosial dan aspek psikologis yang didasarkan pada pengalaman dan interaksi individu dengan orang lain. Penerimaan diri korban tidak terlepas dari penilaian yang ada mengenai diri mereka sendiri. Penilaian yang muncul terhadap diri sendiri erat hubungannya dengan pembentukan konsep diri dalam diri seseorang. Konsep diri memiliki peranan penting dalam kehidupan yaitu mempengaruhi cara bersikap dan berperilaku seseorang. Remaja yang mengalami pelecehan seksual berisiko memiliki konsep diri yang buruk. Hurlock (1980) menyatakan bahwa ada banyak hal yang menyebabkan perkembangan konsep diri kurang baik, beberapa diantaranya disebabkan oleh alasan pribadi dan alasan lingkungan. Lingkungan yang memberikan pengalaman buruk berupa pelecehan seksual, tidak jarang mengakibatkan remaja memiliki anggapan bahwa diri korban adalah seseorang yang tidak berharga ataupun dengan anggapan negatif lainnya. Anggapan tersebut dapat mengganggu proses adaptasi diri dan adaptasi sosial dari seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Sulistyaningsih dan Faturochman (2002) menyatakan bahwa korban pelecehan seksual mengalami berbagai macam dampak negatif. Pelecehan seksual memberikan pengaruh yang negatif terhadap

5 kondisi fisik dan psikologis pada diri korban. Korban pelecehan seksual akan mengalami dampak fisik seperti kerusakan organ tubuh, kemungkinan terjangkit penyakit menular seksual (PMS), bahkan hingga kehamilan yang tidak diinginkan. Sedangkan dampak psikologis yang dapat dialami oleh korban pelecehan seksual antara lain trauma, murung, menangis, merasa takut, mengucilkan diri dan menyesali diri. Adanya stigma di masyarakat yang menganggap korban pelecehan seksual adalah orang yang hina, sekaligus pemberian label negatif dapat memperburuk keadaan korban pelecehan seksual. Korban pelecehan seksual juga memiliki kemungkinan mengalami stres. Stres yang dapat dialami korban pelecehan seksual dapat berupa stres yang langsung terjadi dan stres jangka panjang. Stres yang langsung terjadi merupakan stres paska kejadian seperti kesakitan secara fisik, rasa bersalah, takut, semas, malu, marah dan ketidakberdayaan. Sedangkan stres jangka panjang dapat berupa gejala psikologis tertentu sebagai suatu bentuk trauma yang menyebabkan korban tidak memiliki rasa percaya diri, reaksi somantik seperti jantung berdebar, menutup diri dari pergaulan dan memiliki konsep diri yang rendah. Meskipun belum banyak penelitian yang membahas mengenai pelatihan konsep diri terhadap penerimaan diri pada remaja korban pelecehan seksual, peran dari pelatihan konsep diri untuk meningkatkan penerimaan diri telah dibuktikan dengan penelitian-penelitian terkait sebelumnya. Heriyadi (2013) melakukan penelitian dengan judul Meningkatkan Penerimaan Diri (Self Acceptance) Siswa Kelas VIII Melalui Konseling Realita di SMP Negeri 1 Bantarbolang Kabupaten Pemalang Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian tersebut dilakukan dalam upaya

6 meningkatkan penerimaan diri pada remaja yang masih duduk di kelas VIII SMP. Pada penelitian tersebut proses peningkatan penerimaan diri dilakukan dengan metode konseling realita. Setelah dilakukan konseling realita, yaitu dengan membantu merencanakan apa yang harus dilakukan sesuai dengan tanggung jawab subjek terdapat peningkatan yang signifikan antara hasil pre-test dan posttest terkait tingkat penerimaan diri subjek. Peningkatan penerimaan diri subjek pada penelitian ini ditunjukkan dengan sikap subjek yang mampu merubah anggapan buruk tentang dirinya sendiri seperti perasaan tidak berguna, selain itu subjek bersikap lebih optimis dalam menatap masa depan. Handayani dkk (1998) melakukan penelitian pelatihan konsep diri dengan judul Efektivitas Pelatihan Pengenalan Diri terhadap Peningkatan Penerimaan Diri dan Harga Diri. Penelitian ini berupa pelatihan pengenalan diri kepada 34 mahasiswa yang terbagi menjadi kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hasil dari pelatihan tersebut adalah terjadi peningkatan yang signifikan pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penelitian lain mengenai konsep diri juga dilakukan oleh Gumulya dan Widiatuti (2013) dengan judul Pengaruh Konsep Diri terhadap Perilaku Konsumtif Mahasiswa Universitas Unggul. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa dengan rentang usia 18 hingga 21 tahun berjumlah 164 orang. Penelitian ini dilakukan dengan instrumen kuesioner, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa konsep diri akan mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan dan berperilaku. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa konsep diri akan mempengaruhi subjek

7 untuk berperilaku konsumtif terhadap barang-barang tertentu dengan anggapan dapat meningkatkan citra diri dari subjek. Konsep diri positif yang terbentuk dalam diri subjek akan membantu mengarahkan subjek untuk dapat menerima kelemahan dan mengoptimalkan kelebihan yang ada pada dirinya. Pembentukan konsep diri positif pada aspek kognitif ini bertujuan untuk mengganti keyakinan-keyakinan negatif pada diri subjek dan menggantikannya dengan keyakinan yang positif atau bersifat rasional. Individu yang mengetahui kelebihan dan kekuranganya dengan sikap positif dapat mengidentifikasi potensi yang dimiliki dan dapat digunakan untuk meningkatkan kehidupannya menjadi lebih baik. Konsep diri yang positif dapat meningkatkan sikap penerimaan diri seseorang untuk beradaptasi dengan lingkungannya agar tercapai kehidupan yang lebih baik. Sikap menerima diri sendiri juga termasuk dalam ciri kepribadian yang sehat. Seseorang dapat mengaktualisasi diri menuju kehidupan yang lebih baik karena konsep diri positif dan tingkat penerimaan diri yang tinggi. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui adanya pengaruh pelatihan konsep diri terhadap peningkatan penerimaan diri pada remaja yang menjadi korban dari tindak pelecehan seksual. Pada penelitian ini peneliti menyusun suatu bentuk pelatihan konsep diri dan proses pembentukan ulang konsep diri pada aspek kognitif subjek. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada pengaruh pelatihan konsep diri terhadap tingkat penerimaan diri pada remaja korban pelecehan seksual?

8 C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pelatihan konsep diri terhadap tingkat penerimaan diri pada remaja korban pelecehan seksual. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari segi teoritis maupun praktis yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi bagi dunia akademis, khususnya di bidang Psikologi klinis dan bentuk pelatihan yang berfokus pada tema peningkatan penerimaan diri korban pelecehan seksual melalui pelatihan konsep diri. 2. Manfaat Praktis a. Bagi remaja korban pelecehan seksual Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan diri korban melalui pembentukan konsep diri yang lebih baik, guna mendorong korban yang mengalami pelecehan seksual agar terus dapat berjuang meraih citacita atau hidup yang lebih baik. b. Bagi cargiver korban pelecehan seksual Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi bagi para care giver yaitu pihak keluarga mengenai penerimaan diri pada korban terkait dengan konsep diri yang terbentuk pada diri korban. Hal ini akan memudahkan care giver dalam mengambil langkah pendampingan selanjutnya dan

9 meningkatkan penerimaan diri pada korban sebagai bentuk kepribadian yang sehat. c. Bagi pihak yayasan Penelitian ini diharapkan dapat membantu yayasan dalam menyusun program pendampingan untuk korban pelecehan seksual sehingga tercipta suatu inovasi program dalam rangka meningkatkan penerimaan diri korban melalui penanaman konsep diri yang positif. d. Bagi pemerintah Penelitian ini diharapkan mampu memberikan referensi atau pertimbangan untuk pemerinah dalam mengambil keputusan atau kebijakan dalam rengka pencegah dan menangani kasus pelecehan seksual yang terjadi. e. Bagi peneliti lain Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan penelitian atau referensi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan konsep diri dan penerimaan diri.

10