Oleh : Sri Wahyuni ABSTRAK

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. optimal dimana hal ini merupakan salah satu unsur kesejahteraan umum.

disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri

Daftar Pustaka. Arenawati, 2014, Administrasi Pemerintahan Daerah; Sejarah Konsep dan Penatalaksanaan di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu.

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK [ INFORMED CONSENT ]

A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebutuhan masyarakat akan jasa layanan kesehatan semakin tinggi, hal itu

INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran menimbulkan

TINJAUAN PELAKSANAAN PROSEDUR PEMINJAMAN DOKUMEN REKAM MEDIS DI UNIT PENYIMPANAN RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2015 SUHERI PARULIAN GULTOM ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. dengan membuka sayatan.berdasarkan data yang diperoleh dari World Health

BAB III PENUTUP. Dokter terhadap Pasien Gawat Darurat atas Tindakan Medis Dalam Bentuk Implied

BAB I PENDAHULUAN. prinsip dasar etik kedokteran yaitu primum non necere (yang terpenting adalah

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN PELAKSANAAN PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) PADA PASIEN DI IRDB BLU RSUP PROF DR R.

BAB I PENDAHULUAN. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan. kesejahteraan diri serta keluarganya (KKI, 2009).

3. Apakah landasan dari informed consent?

Inform Consent. Purnamandala Arie Pradipta Novita Natasya Calvindra L

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PERSALINAN SECTIO CAESAREA DI RSU PKU MUHAMMADIYAH KOTA YOGYAKARTA 2016

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang, termasuk kesehatan dituntut agar lebih berkualitas. Rumah sakit juga berubah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. informed consent. Informed consent merupakan proses persetujuan dan pemberian

T E S I S. Oleh NANANG WIRIA /AKK SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

TINJAUAN YURIDIS SOSIOLOGIS TERHADAP MALPRAKTEK YANG BERTENTANGAN DENGAN INFORMED CONSENT

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. kesehatan (dokter, perawat, terapis, dan lain-lain) dan dilakukan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting dalam menunjang kesehatan dari masyarakat. Maju atau

Informed Consent INFORMED CONSENT

PANDUAN INFORMED CONSENT

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

I. PENDAHULUAN. memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. 1 Secara umum, setiap orang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. tentang pelayanan kesehatan yang berkualitas. Pelayanan kesehatan

ANALISA KELENGKAPAN DOKUMEN REKAM MEDIS PASIEN BEDAH NON ASURANSI DI RSU AISYIYAH KUDUS PADA TRIWULAN I TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien, dikenal dengan istilah transaksi terapeutik. Menurut Veronica

HUBUNGAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KEPUASAN PASIEN PESERTA BPJS DI RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah

Pedoman Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Kedokteran (Informed Consent)

Sikap Sikap adalah perilaku wanita terhadap pemeriksaan mammografi a. Cara Ukur : metode angket

BAB I PENDAHULUAN. I.1.Latar Belakang. Pada saat ini kegiatan pelayanan kesehatan tidak. terlepas dari aspek hukum yang melindungi pasien dari

REKAM MEDIS SEBAGAI PEMBUKTIAN PERKARA MALPRAKTEK DI BIDANG KEDOKTERAN PENULISAN HUKUM. Oleh : EL WARDA KHAERANI NIM :

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, karena kesehatan sebagai kebutuhan yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien (Peraturan Menteri

GAMBARAN TINGKAT KEPUASAN PESERTA BPJS NON PBI (PENERIMA BANTUAN IURAN) TERHADAP PELAYANAN TENAGA KESEHATAN DI RUMAH SAKIT LABUANG BAJI MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN. Operasi bedah Caesar (Caesarean Section atau Cesarean Section) atau

PENDAHULUAN. ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.

BAB 1 PENDAHULUAN. telah menempatkan dokter dalam peran sebagai pelaku ekonomi, yakni sebagai

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN PELAKSANAAN METODE PENUGASAN DALAM MODEL PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL (MPKP) DI RSUD WATES

GAMBARAN TINGKAT KEPUASAN PESERTA BPJS NON PBI (PENERIMA BANTUAN IURAN) TERHADAP PELAYANAN TENAGA KESEHATAN DI RUMAH SAKIT LABUANG BAJI MAKASSAR

INFORMED CONSENT DALAM PELAYANAN KESEHATAN

TINJAUAN ANALISIS KUANTITATIF TERHADAP PENGISIAN BERKAS REKAM MEDIS DI RUANGAN BEDAH INSTALASI RAWAT INAP RSUD TOTO KABILA TRIWULAN I TAHUN 2017

BAB 1 PENDAHULUAN. Promosi kesehatan menurut Piagam Ottawa (1986) adalah suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu perhatian dari World Health

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian yang digunakan adalah metode survey cross sectional yaitu suatu

ANALISIS KELENGKAPAN PENGISIAN DOKUMEN INFORMED CONSENT PERSFEKTIF HUKUM DI RS PROVINSI LAMPUNG Samino 1 ABSTRAK

PENERAPAN INFORMED CONSENT PADA PASIEN BEDAH DI RSI SOEMANI SEMARANG

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGETAHUAN IBU HAMIL TENTANG AMBULASI DINI DI RSUD CIDERES KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2012

BAB I PENDAHULUAN. terkait dalam bidang pemeliharaan kesehatan. 1 Untuk memelihara kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara pariurna yang

I S D I Y A N T O NIM : C

DAFTAR PUSTAKA. Adi, Rianto, 2004, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta: Granit

Kata kunci : pengetahuan, sikap ibu hamil, pemilihan penolong persalinan.

HUBUNGAN KEPUASAN PASIEN DENGAN MINAT PASIEN DALAM PEMANFAATAN ULANG PELAYANAN KESEHATAN PADA PRAKTEK DOKTER KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. 1. kesadaran masyarakat akan hak-haknya dalam hal pelayanan kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. terhadap hubungan antara tenaga kesehatan dan penerima layanan kesehatan. juga dapat menimbulkan aspek hukum.

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016 Website :

PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG INFORMED CONSENT PADA PASIEN YANG AKAN DI PASANG INFUS. Erwin Yektiningsih, Perdhana Petronila Puspita

KESESUAIAN DIAGNOSIS PADA BERKAS REKAM MEDIS DAN EHR PASIEN INSTALASI GAWAT DARURAT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perbedaan

BAB I PENDAHULUAN. meningkatnya mutu pelayanan dengan berbagai kosekuensinya. Hal ini juga yang harus dihadapi

PENGETAHUAN DAN SIKAP REMAJA PUTERI TENTANG ANEMIA DEFISIENSI BESI DI SMA NEGERI 15 MEDAN

BAB I PENDAHULUAN. dari manajemen kualitas. Hampir setiap tindakan medis menyimpan potensi

A. Latar Belakang Masalah

PANDUAN PERSETUJUAN TINDAKAN KEDOKTERAN RUMAH SAKIT RAWAMANGUN

BAB I PENDAHULUAN. wajib menjamin kesehatan bagi warganya. Peran aktif serta pemerintah

NASKAH PUBLIKASI. Disusun oleh: Nopia Wahyuliani

Bonifasius Nadya Aribowo, B. Resti Nurhayati dan Sofyan Dahlan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PANDUAN HAK PASIEN DAN KELUARGA RS X TAHUN 2015 JL.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Jurnal Keperawatan, Volume XII, No. 2, Oktober 2016 ISSN

SILABUS BLOK BIOETIKA & HUMANIORA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET TAHUN 2014

SILABUS BLOK BIOETIKA & HUMANIORA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. tingginya tingkat pendidikan dan kesejahteraan masyarakat, maka tuntutan

Fitri Arofiati, Erna Rumila, Hubungan antara Peranan Perawat...

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Oleh : Rahayu Setyowati

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DAFTAR PUSTAKA. Amirudin, Zaenal Asikin, 2012, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Raja Grafindo Persada

BAB VI PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka

BAB I PENDAHULUAN. Kedokteran adalah suatu profesi yang di anggap tinggi dan mulia oleh

yang disampaikan perawat dapat diterima dengan baik oleh pasien (Alex, 2010). Sasongko (2010), dalam penelitiannya yang berjudul perbedaan tingkat

I. PENDAHULUAN. mendapatkan sorotan dari masyarakat, karena sifat pengabdianya kepada

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi,

ABSTRAK. Kata kunci : Informed Consent, kesehatan, medis

BAB I PENDAHULUAN BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. pasien yang berkaitan dengan medis. Salah satu kewajiban yang tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia, timbul pula kebutuhan dan keinginan untuk

Transkripsi:

PENGARUH PEMBERIAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT) KASUS PEMBEDAHAN TERHADAP PEMAHAMAN TENTANG TINDAKAN MEDIS PADA PASIEN POST OPERASI DI RUANG MAWAR RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON 2015 Oleh : Sri Wahyuni ABSTRAK Informed consent atau persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Dengan kata lain bahwa Persetujuan Tindakan Medis merupakan persetujuan yang diperoleh dokter setelah pasien diberi informasi dan penjelasan sebelum dilakukan tindakan. Banyak kasus ditemui bahwa penjelasan mengenai tindakan medis yang harus diterima pasien tidak disampaikan dengan yang seharusnya karena terkendala waktu dan lain sebagainya, sehingga informed consent hanya sekedar tandatangan bahwa pasien setuju dilakukan tindakan medis diatas selembar kertas dan pasien tidak sepenuhnya memahami mengenai tindakan medis yang akan dilakukan kepadanya. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh pemberian persetujuan tindakan medis (informed consent) kasus pembedahan terhadap pemahaman tentang tindakan medis pada pasien post operasi di ruang mawar RSUD Gunung Jati Kota Cirebon 2015. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional dan sampelnya adalah seluruh pasien post operasi di ruang mawar (R 8) bedah laki laki di Rumah Sakit Gunung Jati Kota Cirebon selama 2 hari yaitu tanggal 28 dan 29 Juni 2015, diperoleh sampel sebanyak 20 responden. Hasil penelitian yang dilakukan pada tanggal 28 dan 29 juni pada 20 responden didapatkan hasil bahwa penjelasan mengenai tindakan medis sebagian besar (65 %) kategori tinggi, artinya pemberi informasi memberikan informasi yang cukup lengkap kepada responden, sedangkan dalam hal penyampaian dalam hal ini sebagian besar (75%) bahasa penyampaian mudah diterima oleh pemberi persetujuan. Dalam penyampaian pemberi informasi menyampaikan penjelasan tindakan medis dengan santai didapatkan (80 %) dan Tingkat pem ahaman pemberi persetujuan terhadap bagian dari tindakan medis sebagian besar dikatakan baik walau ada beberapa point yang yang berada pada kategori jelek yaitu : tingkat pemahaman pada alternatif tindakan (40%), sedangkan pada komplikasi (40%) berada pada kategori sedang dan pada tujuan tindakan operasi (75%) berada pada kategori baik. Saran bagi pihak Rumah SakitSebaiknya mengevaluasi kembali apakah semua tenaga medis yang melakukan tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya sudah melaksanakan Persetujuan Tindakan Medis sesuai dengan protap yang berlaku. 1

I. PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan salah satu penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pelayanan yang diberikan antara lain tindakan bedah. Dalam pelaksanaannya setiap rumah sakit harus mempunyai prosedur tetap (protap) sebagai acuan pelaksanaan kegiatan, salah satu isinya antara lain mewajibkan semua dokter yang akan melakukan tindakan bedah agar memberikan informasi ataupun penjelasan kepada pasien sebelum tindakan dilaksanakan. Kepada pasien harus dijelaskan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan tindakan yang akan diberikan serta risiko yang mungkin saja terjadi, apa yang akan terjadi bila tindakan tidak dilaksanakan dan apakah ada tindakan alternatif yang dapat dilakukan. Hal yang demikian tercakup dalam Persetujuan Tindakan Medik (PTM) atau Informed Consent. Persetujuan Tindakan Medik (PTM) atau Informed Consent adalah persetujuan yang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien. Secara umum PTM merupakan persetujuan yang diperoleh dokter sebelum melakukan pemeriksaan, pengobatan dan tindakan medik apapun yang akan dilakukan. Dengan perkataan lain bahwa PTM merupakan persetujuan yang diperoleh dokter setelah pasien diberi informasi dan penjelasan sebelum dilakukan tindakan. Sebagaimana yang diungkapkan Amir (1999), dalam pelayanan kesehatan PTM dikaitkan dengan persetujuan atau izin tertulis dari pasien atau keluarga pada tindakan operatif atau tindakan invasif lain yang beresiko. PTM lebih dikenal sebagai Surat Izin Operasi (SIO), Surat Persetujuan Bedah, Surat perjanjian dan lain-lain sesuai dengan rumah sakit atau dokter yang merancangnya. Dalam dunia kedokteran saat ini informasi merupakan hak yang harus diperoleh setiap orang sebagai hak asasinya seorang pasien atau keluarga pasien. Berdasarkan informasi itulah kemudian pasien atau keluarga pasien dapat mengambil keputusan suatu tindakan medik yang akan dilakukan pada diri atau keluarganya. (Achadiat, 1996). Bila kita perhatikan akhir-akhir ini di media massa secara cermat, sebagian besar perselisihan (dalam bentuk tuntutan hukum) yang timbul antara dokter dengan pasien dan dokter dengan keluarga pasien yang dikenal dengan sebutan malpraktek, karena kurangnya pemahaman terhadap informasi yang diberikan oleh dokter. Dalam perkembangan dugaan malpraktek dilaporkan telah terjadi peningkatan, terlihat dugaan kasus malpraktek dan kelalaian medik baik yang ditujukan kepada dokter maupun rumah sakit. Selama tahun 1999-2004 telah terjadi 126 gugatan kasus malpraktek medik, kasus terbanyak terjadi di RSCM yang mencapai 60 kasus dan selebihnya terjadi di berbagai rumah sakit di Indonesia. Sejak tahun 2000-2006 Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI) menangani sengketa medik sebanyak 149 kasus (Forum Keadilan, 2006). Di beberapa negara maju seperti United Kingdom, Australia dan Amerika Serikat, kasus malpraktik medik juga banyak terjadi bahkan setiap tahun jumlahnya meningkat. Misalnya, di negara Amerika Serikat pada tahun 1970-an jumlah kasus malpraktik medik meningkat tiga kali lipat dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya dan keadaan ini terus meningkat hingga pada tahun 1990-an. Keadaan di atas tidak jauh berbeda dengan negara Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir ini kasus penuntutan terhadap dokter atas dugaan adanya malpraktik medik meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Bahkan disetiap media masa dan elektronik setiap harinya memberitakan tentang kasus malpraktik medik yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya baik di rumah 2

sakit di kota besar maupun rumah sakit tingkat daerah. Hal demikian didukung oleh pendapat Purnomo yang dikutip oleh Kusumastuti (2006), berbagai kasus gugatan atau tuntutan yang tertuju kepada profesi kesehatan dan/atau rumah sakit di Indonesia diduga karena bersumber dari kurangnya pemahaman terhadap peraturan hukum kesehatan beserta dengan doktrin-doktrin hukum kesehatan. Penelitian yang dilakukan oleh Ateta (2005), tentang Hubungan Karakteristik Pasien Pelayanan Bedah dan Kejelasan Informasi Dokter Dalam Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2005, dengan hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara faktor karakteristik pasien yaitu : umur, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan terhadap pemahaman pasien dengan informasi dokter. Penelitian yang dilakukan oleh Kusumastuti (2006), tentang Hubungan Karakteristik Dokter dengan Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medik di Bagian Bedah dan Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSU. PTPN-II Tembakau Deli Medan tahun 2006, dengan hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara hubungan komitmen dengan pelaksanaan PTM. Pengetahuan dokter mengenai wajib hukum PTM baik, tetapi dalam penerapannya menurut hukum kesehatan paradigma baru dikatagorikan masih buruk, ini tercermin dari cara memberikan informasi kepada pasien, di mana kualitas informasi dan kualitas komunikasi antara dokter dan pasien masih belum baik. Penelitian Amiranti yang dikutip oleh Kusumastuti (2006), mengungkapkan kejelasan informasi yang diberikan oleh dokter berhubungan erat dengan tingkat kepuasan pasien. Rumah sakit Umum Gunung Djati Kota Cirebon merupakan rumah sakit umum yang berada dibawah pemerintah Daerah kota Cirebon. Data yang diperoleh dari Instalasi Bedah Sentral Rumah sakit Gunung Djati Kota Cirebon bahwa rata rata operasi dikerjakan 25 pasien/hari dengan 8 ruang OK dimana pasien post operasi tersebut tersebar diruang ICU, VVIP, VIP, Nifas, kelas 1, Kelas 2 dan kelas 3 dimana untuk kelas 3 ini yang terdiri dari 2 ruangan yaitu bedah perempuan ruang 7 (dahlia) dan ruang 8 (mawar). Penulis mengambil ruang mawar atau bedah laki laki karena jumlah pasien post operasi paling banyak diruang ini yaitu berjumlah 20 pasien post operasi dari total pasien berjumlah 35 pasien pada tanggal 28 Juni 2015. Dari survey awal yang dilakukan pada awal juni 2015 melalui wawancara terhadap pasien di ruang Mawar didapatkan kesimpulan bahwa masih banyak pasien yang tidak memahami tentang tindakan medis atau operasi yang sudah dilakukan terhadapnya akibat penjelasan yang tidak komplit dengan waktu yang terburu buru karena pendek dengan waktu pelaksanaan tindakan operasi atau kemungkinan dari faktor pasien itu sendiri yang berhubungan dari usia dan tingkat pendidikan sehingga mengakibatkan kurang dipahaminya penjelasan dari tim medis. Sehingga penulis tertarik untuk meneliti tentang PENGARUH PEMBERIAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS (INFORMED CONSENT) KASUS PEMBEDAHAN TERHADAP PEMAHAMAN TENTANG TINDAKAN MEDIS PADA PASIEN POST OPERASI DI RUANG MAWAR RSUD GUNUNG JATI KOTA CIREBON 2015. 3

II. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitiankuantitatif dengan pendekatan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2010 : 37) cross sectional merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dnmika korelasi antara faktor faktor resiko dengan cara pendekatan, observasi, atu pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach). Artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan. Populasi dan Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pasien post operasi d ruang mawar RSUD Gunung Djati yang masih dirawat pada tanggal 28 juni 2015. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa kuisioner yang berbentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh responden. III. HASIL PENELITIAN 1. Deskripsi Karakteristik Pemberi Persetujuan Tindakan Bedah 1.1 Umur Tabel 1.1 Distribusi umur responden pemberi persetujuan tindakan medis Umur Jumlah Persen Rendah 2 10 Sedang 6 30 Tinggi 12 60 jumlah 20 100 Hasil distribusi responden yang memberikan persetujuan tindakan medis hampir seluruhnya (90%) sudah dikategorikan dewasa yaitu di atas 21 tahun (menurut Permenkes No. 585 tahun 1989). Dari kategori dewasa, sebagian besar (60%) pemberi persetujuan tindakan bedah adalah golongan umur lebih dari 40 tahun, dan hanya sebagian kecil saja (10%) pemberi persetujuan d i bawah umur 21 tahun. 1.2 Pendidikan Terakhir Tabel 1.2 pendidikan terakhir responden pemberi persetujuan tindakan medis Pendidikan Jumlah Persen Rendah 6 30 Sedang 12 60 Tinggi 2 10 Jumlah 20 100 Sebagian besar (60 %) pemberi persetujuan tindakan bedah berpendidikan sedang, yaitu telah menyelesaikan pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama atau Lanjutan Tingkat Atas, dan (30%) pendidikannya rendah artinya tidak menamatkan sekolah Dasar atau hanya tamatan Sekolah Dasar. Sedangkan responden dengan Kategori pendidikan tinggi hanya sebagian kecil (10 %) artinya responden yang menempuh jenjang pendidikan tinggi berjumlah paling sedikit. 4

1.3 Pekerjaan 1.3 tabel pekerjaan pemberi persetujuan tindakan medis Pekerjaan Jumlah Persen Tidak bekerja 4 20 Buruh/tani 4 20 Wiraswasta 10 50 Pegawai 2 10 Negeri/swasta Jumlah 20 100 Distribusi pemberi persetujuan terhadap tindakan bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon sebagian besar adalah mereka yang berprofesi sebagai wiraswasta (50 %), kemudian 2. Variabel Informasi Variabel akses informasi yang diukur dalam penelitian ini adalah : sumber informasi yang diperoleh pemberi persetujuan untuk mendapatkan penjelasan tentang tindakan medik yang akan dilakukan, kelengkapan informasi disusul kelompok Buruh Tani (20%). Hanya sebagian kecil pemberi persetujuan bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta (1%) dan tidak bekerja (2%). yang diterima pemberi persetujuan, bahasa dalam penyampaian informasi, dan waktu dalam penyampaian informasi di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon. 2.1 Sumber Informasi Tabel 1.4 tabel sumber informasi Sumber Jumlah Persen Informasi Rendah 0 0 Sedang 8 40 Tinggi 12 60 Jumlah 20 100 Dari distribusi pemberi persetujuan tindakan bedah berdasarkan sumber informasi bahwa penyampaian atau penjelasan tindakan medis sebagian besar (60 %) disampaikan oleh dokter yang melakukan tindakan operasi, walaupun demikian masih ada sebagian (40%) yang dilakukan oleh dokter lain dan tidak ada yang dilakukan oleh paramedis/ tidak ada sama sekali. 2.2 Kelengkapan Informasi Tabel 1.5 Kelengkapan Informasi Kelengkapan Informasi Jumlah Persen Rendah 1 5 Sedang 6 30 Tinggi 13 65 Jumlah 10 100 5

Dari distribusi Kelengkapan Informasi tindakan bedah berdasarkan sumber informasi bahwa penjelasan mengenai tindakan medis sebagian besar (65 %) kategori tinggi, artinya pemberi informasi memberikan informasi yang cukup lengkap kepada responden dan sebagian kecil (30%) kategori rendah yang artinya hanya 3 5 point saja yang dijelaskan tentang kelengkapan tindakan medis, rata rata pemberi informasi tidak menjelaskan mengenai komplikasi dan alternatif tindakan tersebut. 2.3 Bahasa Penyampaian Tabel 1.6 Bahasa Penyampaian Bahasa Penyampaian Jumlah Persen Mudah diterima 15 75 Kurang Diterima 4 20 Sulit diterima/tidak sama 1 5 sekali Jumlah 20 100 Dalam menyampaikan atau menjelaskan suatu informasi apa lagi tentang tindakan medis agar mudah dimengerti atau dipahami tentunya menggunakan bahasa yang mudah dimengerti pula. Dalam hal ini sebagian besar (75%) bahasa penyampaian mudah diterima oleh pemberi persetujuan, namun masih ada pemberi informasi dalam bahasa penyampaian kurang diterima (20%) oleh pemberi persetujuan dan sebagian kecil (5%) tidak dapat diterima. 2.4 Waktu Penyampaian Tabel 1.7 Waktu Penyampaian Waktu Penyampaian Jumlah Persen Santai 16 80 Kurang Santai 2 10 Terburu buru/tidak 2 10 sama sekali Jumlah 20 100 Dalam menyampaikan suatu informasi kepada orang lain hendaknya suasana santai, dalam arti kata mana mungkin orang lain dapat mengerti dengan baik terhadap informasi yang disampaikan dalam keadaan terburu-buru, apalagi informasi itu masih asing baginya, dengan demikian apa yang kita maksudkan dapat dimengerti oleh sipenerima. Hasil penelitian ini masih dijumpai pemberi informasi menyampaikan penjelasan tindakan medis santai (80 %) dan masih ditemukan pemberi informasi kurang santai dalam memberikan informasi (10 %) bahkan terburu buru dalam menyampaikan informasi. 6

3. Pemahaman Tindakan 3.1 Distribusi Pemberi Persetujuan Terhadap Pemahaman Tentang Pemberian Tindakan Medis Tabel 1.8 pemahaman informasi tindakan operasi Menjelaskan Baik Sedang Jelek Total Diagnosa 12 6 2 20 Persentase 60% 30% 10% 100% Tujuan 15 4 1 20 Tindakan Operasi Persentase 75% 20% 5% 100% Risiko 10 6 4 20 Persentase 50% 30% 20% 100% Prognosa 10 6 4 20 Persentase 50% 30% 20% 100% Komplikasi 6 8 6 20 Persentase 30% 40% 30% 100% Alternatif 6 6 8 20 Persentase 30% 30% 40% 100% Tindakan 8 8 4 20 Anastesi Persentase 40% 40% 20% 100% Tingkat pemahaman pemberi persetujuan terhadap bagian dari tindakan medis sebagian besar dikatakan baik walau ada beberapa point yang yang berada pada kategori jelek yaitu : tingkat pemahaman pada alternatif tindakan (40%), sedangkan pada komplikasi (40%) berada pada kategori sedang dan pada tujuan tindakan operasi (75%) berada pada kategori baik. IV. PEMBAHASAN 1. Pengaruh umur terhadap pemahaman tentang persetujuan tindakan medis Umur merupakan salah satu karakteristik pemberi persetujuan, karena umur dapat mempengaruhi tingkat pemahaman seseorang tentang Persetujuan Tindakan Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon, pada hasil penelitian rata rata pemahaman responden terhadap informasi pemberian tindakan operasi berada pada kategori baik, hal ini kemungkinan disebabkan oleh pemberi persetujuan sebagian besar tergolong usia dewasa sehingga menyebabkan umur tidak berpengaruh terhadap pemahaman tentang Persetujuan Tindakan Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon. Ditinjau dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui umur pemberi 7

persetujuan 90 % tergolong dewasa (dewasa menurut Permenkes No. 585, yaitu telah berusia 21 tahun) dan hanya 10 % berumur dibawah 21 tahun. Walaupun kecilnya persentase pemberi persetujuan, di dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 hal ini tidak dibenarkan, kecuali telah menikah. Dari jumlah pemberi persetujuan dibawah umur 21 tahun merupakan anak dari orang tua yang dilakukan tindakan operasi berstatus pelajar dan belum menikah. Dengan demikian dapat digambarkan bahwa masih adanya kesalahan-kesalahan didalam menjalankan ketentuanketentuan Persetujuan Tindakan Medis yang sudah ditetapkan. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Arikunto (2006), Orang dewasa daya berfikir untuk dapat memahami lebih tinggi dari pada umur orang yang masih anak-anak. Semakin dewasa usia, semakin tumpul daya ingat seseorang, tetapi sebaliknya daya pikir dan pemahamannya semakin baik, sedangkan pada usia anakanak proses mengingatnya jauh lebih baik dan lebih pandai menjawab pertanyaanpertanyaan yang bersifat ingatan ketimbang pertanyaan yang bersifat pemikiran dan pemahaman. 2. Pengaruh Pendidikan terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medis Pendidikan disini adalah pendidikan formal yang ditempuh di bangku sekolah. Sebagai mana halnya dengan umur, pendidikan termasuk dalam karakteristik pemberi persetujuan. Sebagian besar pemberi persetujuan telah menyelesaikan pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama atau Lanjutan Tingkat Atas (60%). Sebagian kecil saja pemberi persetujuan dapat menyelesaikan tingkat pendidikan yang lebih tinggi (10%). Akan tetapi masih banyak pemberi persetujuan hanya sebatas menduduki bangku sekolah dasar (30%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan pemberi persetujuan tindakan bedah, semakin baik pula pemahamannya tentang Persetujuan Tindakan Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon. Dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi tentu banyak mempengaruhi perilaku seseorang dalam pengetahuan dan pemahamannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Arikunto (2006), struktur sosial seperti pendidikan sangat mempengaruhi perilaku manusia dalam hal pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu informasi ataupun konsep. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi cara berpikir seseorang. Pada tingkat sekolah dasar metode pembelajaran lebih pada proses mengingat dan menghafal, pada tingkat sekolah lanjutan metode pembelajaran sudah pada tingkat berpikir ketimbang hanya menghafal, dan selanjutnya, semakin tinggi tingkat sekolah maka proses untuk berpikir, memahami dan menganalisa semakin ditekankan. 3. Pengaruh Pekerjaan terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medis Pekerjaan adalah kegiatan yang dilakukan responden untuk memperoleh penghasilan dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Jika kita perhatikan pekerjaan pemberi persetujuan, sebagian besar berprofesi sebagai wiraswasta yang kadang belum jelas dan pasti penghasilannya. Hanya sebagian kecil pemberi persetujuan bekerja sebagai pegawai negeri atau swasta yang sudah memiliki pendapatan tetap. Dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa pemahaman responden baik maka dengan demikian pekerjaan pemberi persetujuan tidak berpengaruh terhadap tingkat pemahaman tentang Persetujuan Tindakan Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon, hal ini kemungkinan disebabkan ada kaitan pekerjaan dengan tingkat ekonomi atau pendapatan. Dari pendapatan yang tidak tetap dan tidak mencukupi menjadikan Rumah Sakit Pemerintah sebagai pilihan utama untuk memperoleh pelayanan 8

kesehatan. Dengan demikian permasalahan Persetujuan Tindakan Medis tidak menjadi perhatian utama dan memberikan kepercayaan sepenuhnya pada dokter yang menanganinya. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Arikunto (2006), selain itu struktur sosial seperti pekerjaan, tingkat ekonomi atau pendapatan mempengaruhi perilaku manusia dalam hal pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu informasi. 4. Pengaruh Sumber Informasi terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medis Sumber informasi merupakan sesuatu yang harus diperhatikan, dari mana asalnya informasi yang diperoleh, karena salah satunya sifat informasi adalah keakuratan dengan kata lain suatu informasi yang diperoleh jika tidak jelas sumbernya tentu akan mengakibatkan kesesatan bagi penerima. Dari hasil penelitian sebagian besar (60%) pemberi persetujuan mendapatkan informasi dari dokter yang melakukan tindakan bedah dan 40 % dari dokter lain. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Burch dan Grudnitski (Hartono, 1999), kualitas suatu informasi (quality of information) tergantung dari keakuratan informasi, yaitu dari mana sumber informasi itu diperoleh. Demikian juga menurut Permenkes No. 585 tindakan bedah dan tindakan invasif lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan bedah, kecuali pada keadaan tertentu (misalnya dokter yang bertanggung jawab berhalangan hadir) informasi harus diberikan oleh dokter lain dengan pengetahuan dan petunjuk yang bertanggung jawab. Guwandi (2003) menjelaskan, dokter yang akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan kepada dokter lain dengan sepengetahuan dokter yang bersangkutan. Informasi dan penjelasan disampaikan secara lisan, informasi dan penjelasan secara tulisan dilakukan hanya sebagai pelengkap penjelasan yang telah disampaikan secara lisan. 5. Pengaruh Kelengkapan Informasi terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medis Kelengkapan informasi merupakan bagian terpenting dari akses informasi. Jika kelengkapan informasi atau hal apa yang akan disampaikan kepada seseorang tidak ada atau tidak lengkap tentu informasi itu sia-sia saja diberikan karena akan menimbulkan ketidak pahaman bagi penerimanya. Dari hasil penelitian sebagian besar (70 %) yang menerima informasi tindakan medis dengan lengkap dan sebagian kecil (30 %) menerima tiga atau empat tindakan medis. Sebagaimana kita ketahui bahwa konflik yang terjadi antara pasien dan keluarga terhadap dokter dan/atau Rumah Sakit umumnya terjadi karena ketidakpuasan terhadap hasil tindakan bedah yang telah dilakukan, dengan lain perkataan hasil tindakan bedah yang telah dilakukan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Sehingga pada prinsipnya informasi harus diberikan selengkaplengkapnya, baik itu diminta ataupun tidak diminta kecuali hal itu dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien. Semakin lengkap informasi yang diterima pemberi persetujuan tentunya akan semakin tinggi tingkat pemahamannya terhadap Persetujuan Tindakan Medis di Rumah Sakit Umum Daerah Gunung Jati Kota Cirebon. Hasil penelitian ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Burch dan Grudnitski (Hartono, 1999), kualitas suatu informasi (quality of information) tergantung dari keakuratan informasi, yaitu informasi yang diterima harus lengkap tidak bisa atau menyesatkan, bebas dari kesalahan-kesalahan, dan juga harus jelas maksudnya agar sipenerima informasi dapat mengerti. Demikian juga dengan Permenkes No: 585/ 1989 pasal 4, ayat 2 dokter harus 9

memberikan informasi selengkaplengkapnya, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi. 6. Pengaruh Bahasa Penyampaian Informasi terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medis Bahasa dalam penyampaian informasi adalah penggunaan bahasa dalam memberikan informasi mengenai tindakan medik bedah yang dilakukan, apakah mudah diterima atau sulit diterima oleh pemberi persetujuan. Dengan mempersamakan bahasa yang digunakan sehari-hari oleh pemberi persetujuan tentunya akan memudahkan untuk memahami maksud dari informasi yang disampaikan, sedangkan bahasa yang sulit diterima adalah penggunaan bahasa yang masih asing ditelinga, misalnya kata-kata atau istilah medis/ kedokteran yang hanya dimengerti oleh kalangan medis. Dari hasil penelitian sebagian besar (80%) bahasa yang disampaikan oleh sumber informasi mudah diterima oleh pemberi persetujuan tindakan bedah dan sebagian kecil (20 %) sulit diterima. Melalui komunikasi yang baik, dokter dapat memberikan informasi kepada pasien tentang segala hal yang seharusnya disampaikan dan menjadi hak pasien. Melalui komunikasi pula seorang pasien yang telah memahami penjelasan dokter akan menyampaikan persetujuannya untuk dilakukan tindakan medik kepada dokter. 7. Pengaruh Waktu Penyampaian terhadap Pemahaman Tentang Persetujuan Tindakan Medis Waktu penyampaian informasi adalah keadaan atau situasi dalam menyampaikan informasi tentang tindakan medik yang akan dilakukan, apakah penyampaian informasi itu sifatnya terburu-buru atau tidak. Dari hasil penelitian terhadap pemberi persetujuan tindakan bedah, sebagian besar (90%) waktu penyampaian informasi adalah santai. Sebagian kecil mengatakan kurang santai (10%) dan terburu-buru/ tidak ada sama sekali. Hal ini mungkin disebabkan sebagian besar pelaksanaan tindakan operasi adalah yang direncanakan dan sebagian kecil tindakan operasi segera. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Guwandi (2004), faktor penyebab ketidak pahaman pasien bervariasi. Bisa karena informasi yang disampaikan dokter tentang tindakan medik kurang sempurna karena penyampaiannya terkesan tergesa-gesa, sementara pasien yang dalam keadaan cemas dengan kondisi kesehatannya ketika ditanya apakah setuju dengan tindakan yang akan dilakukan langsung akan menjawab setuju walaupun tidak paham dengan penjelasan dokter tersebut. Jadi disini faktor emosional atau psikis seseorang dapat mempengaruhi ketidak pahaman seseorang. 8. Pengaruh Pemberian Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) Terhadap Pemahaman Tentang Tindakan Medis Dalam tata laksana Persetujuan Tindakan Medis pertama kali sumber informasi mengungkapkan dan menjelasan kepada pasien atau keluarga dalam bahasa yang dapat dimengerti tentang tindakan medis yang akan dilakukan. Selanjutnya memastikan pasien atau keluarga mengerti apa yang telah dijelaskan kepadanya (harus diperhitungkan tingkat kapasitas intelektualnya), bahwa pasien atau keluarga telah menerima risiko-risiko tersebut, bahwa pasien mengizinkan dilakukanprosedur/ tindakan medik tersebut, Dari hasil penelitian pemahaman pemberi persetujuan mengenai Tindakan medis yang akan dilakukan sebagian besar (80%) baik artinya memahami informasi yang diberikan oleh pemberi informasi. 10

V. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan a. Bahwa Umur dan tingkat pendidikan mempengaruhi pemahaman pasien dalam menerima informasi yang diberikan oleh pemberi informasi tentang tindakan medis, karena dari hasil penelitian hampir seluruhnya (90%) sudah dikategorikan dewasa yaitu di atas usia 21 tahun dan Sebagian besar (60 %) pemberi persetujuan tindakan bedah berpendidikan sedang, yaitu telah menyelesaikan pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama atau Lanjutan Tingkat Atas. b. Tingkat pemahaman penerima persetujuan tentang Pemberian Tindakan Medis relatif baik, terutama pemahaman penerima informasi mengenai tujuan tindakan operasi sebagian besar (80%) responden dapat memahami dengan baik, dan pemahaman mengenai diagnosa sebagian besar (60%) juga baik. Hanya saja sebagian besar (40%) pemahaman responden mengenai alternatif pilihan tindakan termasuk dalam kategori kurang baik. 2. Saran a. Bagi pihak Rumah Sakit Sebaiknya mengevaluasi kembali apakah semua tenaga medis yang melakukan tindakan bedah atau tindakan invasif lainnya sudah melaksanakan Persetujuan Tindakan Medis sesuai dengan protap yang berlaku. b. Bagi tenaga medis Penyampaian informasi haruslah disesuaikan dengan karakteristik pemberi persetujuan dan diusahakan harus oleh tenaga medis yang akan melakukan tindakan tersebut, sehingga bila terjadi halhal yang tidak diinginkan setelah tindakan operasi diharapkan pasien atau keluarga sudah siap menerimanya karena sebelum tindakan operasi dilakukan sudah mendapat penjelasan dari tenaga medis yang bersangkutan. DAFTAR PUSTAKA Affandi B, dkk, 2005. Ethical Decision Making In Health Services. Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Arikunto S, 2006. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta. Ateta, 2005. Tesis. Hubungan Karakteristik Pasien Pelayanan Bedah dan Kejelasan Informasi Dokter Dalam Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) di RSUP. H. Adam Malik Tahun 2005. Sekolah Parca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. Azwar B, 2004. Kapan Dokter Disebut Malpraktik. Artikel Pikiran Rakyat Edisi Agustus. Departemen Kesehatan RI, 1989. PerMenKes RI. Nomor 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis. Yayasan Bakti Sejahtera KORPRI Unit DEPKES, Jakarta., 1999. SK DirJend Yan Medik Nomor HK. 00.06.3.5. 1866. Tentang Pedoman Persetujuan Tindakan Medik (Informed Consent), Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta 11

Guwandi J, 1996. Dokter, Pasien, Dan Hukum. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta., 2003. Informed Consent & Informed Refusal Edisi III. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta., 2004. Informed Consent. Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, Jakarta., 2004. Hukum Medik (Medical Law). Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta., 2005. Medical Error dan Hukum Medis. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hanafiah J & Amir A,1999. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan Edisi 3. Buku Kedokteran-EGC, Jakarta. Harjanto, 2005. Perencanaan Pengajaran, Jakarta : Rineka Cipta Indradi, 2007. Hak- Hak Pasien Dalam Menyatakan Persetujuan Rencana Tindakan Medis, http://ranocenter.blogspot.com Komalawati V, 1999. Peranan Informed Consent Dalam Transaksi Terapeutik Suatu Tinjauan Yuridis Persetujuan Dalam Hubungan Dokter dan Pasien. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Kusumastuti A.D., 2006. Tesis. Pengaruh Karakteristik Dokter Terhadap Pelaksanaan Persetujuan Tindakan Medis di Bagian Bedah Serta Kebidanan dan Penyakit Kandungan RSU. PTPN. II. Tembakau Deli Tahun 2006. Sekolah Lumenta B, 1989. Persetujuan Setelah Penjelasan : Hak Pasien Memutuskan Tentang Dirinya. Artikel Majalah Kedokteran Indonesia Volume: 39, Nomor: 3 Edisi Maret. Notoatmodjo S, 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta, Jakarta., 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar. Rineka Cipta, Jakarta. Pabidang S, 2002. Dokter Dan Perlindungan Hukum. Majalah Kedokteran Indonesia Nomor 9 Edisi September. Purwadianto A, 2005. Malpraktek : Sengketa Hukum Dalam Praktek Kedokteran. Majalah Kedokteran Indonesia, Nomor 3 Edisi Maret. Rusdianawati I, 2004. Membedah Malpraktik Dalam Kedokteran (Catatan Untuk Kamri A dan Christiono M Achadiat). Artikel Ilmu Pengetahuan Kompas Sugiyono, 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Penerbit Alfabeta, Bandung. Trihendradi C, 2007. Langkah Mudah Menguasai Statistik Menggunakan SPSS 15. Penerbit Andi, Yogyakarta Yustina I. 2004. Pemahaman Keluarga Tentang Reproduksi, (Disertasi), Bogor: Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Wasisto B, dkk, 2006. Komunikasi Efektif Dokter-Pasien. Konsil Kedokteran Indonesia, Jakarta. PascaSarjana Universitas Sumatera Utara, Medan. 12