BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. saham maka semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. terlebih dahulu apa itu kinerja. Istilah kinerja kerap dihubungkan dengan kondisi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Brigham dan Houston (2007) isyarat atau signal adalah suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam praktiknya laporan keuangan oleh perusahaan dibuat dan disusun sesuai dengan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan jumlah yang lain, dan dengan menggunakan alat analisis berupa rasio akan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring berjalannya waktu, umumnya suatu perusahaan memerlukan dana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak diminati masyarakat saat ini. Menerbitkan saham merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. pemilik atau pemegang saham dapat tercapai (Nugroho, 2014). bertujuan untuk mencapai keuntungan maksimal dengan menggunakan sumber

BAB 1 PENDAHULUAN. dunia khususnya dalam bidang investasi saham. Pasar modal merupakan sarana

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Return investasi dapat berupa return realisasi dan return ekspektasi. Return

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dikeluarkan oleh perusahaan terhadap keputusan investasi pihak di luar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab II. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Laporan keuangan adalah media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang menerbitkan saham. Kismono (2001 : 416) menyatakan:

Analisa Rasio Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. untuk mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian terhadap kondisi. Pengertian laporan keuangan menurut beberapa ahli :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian dan Karakteristik Laba. dengan pendapatan tersebut. Pengertian laba menurut Harahap (2008:113)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Horne dan Wachowicz (1997:135), rasio likuiditas membandingkan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI

Bab 9 Teori Rasio Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan.

Hasil akhir dari proses pencatatan keuangan adalah laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan cerminan dari prestasi manajemen pada satu periode

BAB II LANDASAN TEORI

II. TIN JAUAN PUSTAKA. Laporan keuangan dapat dengan jelas memperlihatkan gambaran kondisi

BAB II KERANGKA TEORITIS. Djarwanto (2001) menjelaskan bahwa laporan keuangan pada dasarnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan alat analisis keuangan yang paling sering

BAB II TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berhasil memenangkan persaingan apabila dapat menghasilkan laba yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Laporan keuangan. keuangan tersebut untuk menentukan atau menilai posisi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi seperti saat ini, dimana persaingan usaha sangat ketat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan tata

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sebuah perusahaan didirikan tentunya mempunyai tujuan yang jelas.

II. LANDASAN TEORI. dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia. Menurut Brigham dan Houston,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LAPORAN KEUANGAN UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN PADA PT SENTUL CITY, Tbk. DAN ENTITAS ANAK

BAB II URAIAN TEORITIS. Octavianus Hendratmo (2004) meneliti dengan judul Analisis Pengaruh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rasio keuangan merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kepada para pemegang saham atau equity investor. Dividen merupakan bagian

lokal. Perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi, dalam hubungannya dengan leverage, sebaiknya menggunakan ekuitas sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. kemakmuran pemilik. Nilai perusahaan yang go public di pasar modal tercermin

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Myes dan Majluf Disebut sebagai pecking order theory karena teori ini

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. baik berupa pendapatan dividen (dividend yield) maupun pendapatan dari selisih

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II ANALISIS KINERJA BERDASARKAN MODEL KEMAPANAN. Kinerja keuangan perusahaan adalah prestasi kerja suatu perusahaan di

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. kemakmuran pemegang saham (Sartono, 2002). pemilik atau pemegang saham dapat tercapai (Linda, 2010).

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Djarwanto (2004:5) laporan keuangan merupakan hasil dari

Analisis Laporan Keuangan PT. UNILEVER Indonesia, Tbk Periode Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Struktur pendanaan merupakan indikasi bagaimana perusahaan membiayai

Bab 2: Analisis Laporan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Miftahurrohman (2014), tujuan utama dari sebuah perusahaan adalah untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar struktur modal berkaitan dengan sumber dana, baik itu sumber internal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saham merupakan instrumen keuangan yang paling diminati. masyarakat dan populer untuk diperjualbelikan di pasar modal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja keuangan dapat diartikan sebagai kondisi perusahaan. Untuk

BABl PENDAHULUAN. Berdirinya sebuah perusahaan harus memiliki tujuan yang jelas. Ada

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dibidang keuangan, serta keseluruhan surat-surat berharga yang beredar. Dalam

BAB II LANDASAN TEORITIS. merupakan suatu ringkassan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi

I. PENDAHULUAN. Setiap perusahaan memiliki tujuan untuk mencari profitabilitas. Profitabilitas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laporan keuangan yang dapat berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai kinerja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian. Telaah pustaka tersebut berasal dari berbagai sumber yaitu text book

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian tentang pengaruh faktor ekonomi makro dan faktor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sawir (2005:129), modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Laporan tahunan (annual report) adalah suatu laporan resmi mengenai keadaaan

BAB II LANDASAN TEORI. kertas yang menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. tahun 1989 menjadi 288 emiten pada tahun 1999 (Susilo dalam. di Bursa Efek Indonesia mencapai 442 emiten (

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

Transkripsi:

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Tujuan Laporan Keuangan Prastowo dan Julianti (2008) menyebutkan bahwa Laporan keuangan disusun dengan tujuan untuk menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. 2.1.2 Analisis Laporan Keuangan Prastowo dan Julianty (2008) menyebutkan bahwa analisis laporan keuangan merupakan suatu proses yang penuh pertimbangan dalam rangka membantu mengevaluasi posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan pada masa sekarang dan masa lalu, dengan tujuan utama untuk menentukan estimasi dan prediksi yang paling mungkin mengenai kondisi dan kinerja perusahaan pada masa mendatang. Agar laporan keuangan menjadi berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu diadakan analisis laporan keuangan. Bagi pihak pemilik dan manajemen tujuan utama analisis laporan keuangan adalah agar dapat mengetahui posisi laporan keuangan. Analisis laporan keuangan perlu 28

dilakukan secara cermat dengan menggunakan metode dan teknik analisis yang tepat sehingga hasil yang diharapkan benar-benar tepat (Zafira, 2013) Kasmir (2008) mengatakan bahwa kegiatan dalam analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan cara menentukan dan mengukur antara pos-pos yang ada dalam laporan keuangan. Kemudian, analisis laporan keuangan juga dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan yang dimiliki dalam satu periode. Analisis laporan dilakukan dengan membandingkan antara beberapa periode. Tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan antara lain sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal, maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode. 2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan perusahaan. 3. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan ke depan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini. 4. Untuk digunakan sebagai pembanding dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai. Adapun langkah atau prosedur yang dilakukan dalam analisis keuangan adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan data keuangan dan data pendukung yang diperlukan selengkap mungkin, baik untuk satu periode maupun beberapa periode.

2. Melakukan pengukuran-pengukuran atau perhitungan-perhitungan dengan menggunakan rumus-rumus tertentu, sesuai dengan standar yang biasa digunakan secara cermat dan teliti, sehingga hasil yang dihasilkan benarbenar tepat. 3. Melakukan perhitungan dengan memasukkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan secara cermat. 4. Memberikan interpretasi terhadap hasil perhitungan dan pengukuran yang telah dibuat. 5. Memberikan rekomendasi yang dibutuhkan sehubungan dengan hasil analisis tersebut. 2.1.3 Analisis Rasio Keuangan Rasio-rasio keuangan biasanya dinyatakan dalam satuan persentase (%) atau kali. Rasio dapat dihitung dari berbagai kombinasi atau pasangan angka. Dengan menggunakan pos-pos yang ada pada laporan keuangan. Munawir (2007: 238) menyatakan bahwa analisis rasio keuangan adalah rasio yang menggambarkan suatu hubungan atau perimbangan antara suatu pos atau kelompok pos lain yang baik tercantum dalam neraca maupun dalam laporan laba rugi. Menurut Harahap (2008) analisis rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan relevan dan signifikan. Rasio keuangan

merupakan kegiatan membandingkan angka-angka yang ada dalam laporan keuangan dengan cara membagi satu angka dengan angka lainnya. Hasil rasio keuangan ini digunakan untuk menilai kinerja manajemen dalam satu periode, apakah mencapai target yang telah ditetapkan. Kemudian dapat dinilai kemampuan manajemen dalam memberdayakan sumber daya perusahaan secara efektif (Kasmir, 2008). Menurut Zafira (2013) dari kinerja yang dihasilkan ini juga dapat dijadikan sebagai evaluasi hal-hal yang perlu dilakukan ke depan agar kinerja manajemen dapat ditingkatkan atau dipertahankan sesuai dengan target perusahaan atau kebijakan yang harus diambil oleh pemilik perusahaan untuk melakukan perubahan terhadap manajemen perusahaannya. Rasio keuangan memiliki kegunaan yaitu bagi investor atau kreditor. Dapat dijadikan sebagai alat pertimbangan pengambilan keputusan apakan akan membeli saham yang ditawarkan perusahaan dan apakah wajar untuk memberi pinjaman dana kepada perusahaan yang bersangkutan atau tidak (Zafira, 2013). 2.1.4 Nilai Perusahaan Nilai perusahaan akan tercermin dari harga sahamnya. Harga pasar dari saham perusahaan yang terbentuk antara pembeli dan penjual disaat terjadi transaksi disebut nilai pasar perusahaan, karena harga pasar saham dianggap cerminan dari nilai aset perusahaan sesungguhnya. Nilai perusahaan yang dibentuk melalui indikator nilai pasar saham sangat dipengaruhi oleh peluangpeluang investasi. Adanya peluang investasi dapat memberikan sinyal positif

tentang pertumbuhan perusahaan dimasa yang akan datang, sehingga dapat meningkatkan nilai perusahaan (Wahyudi dan Pawestri, 2006). Nilai perusahaan sangat penting karena dengan nilai perusahaan yang tinggi akan diikuti oleh tingginya kemakmuran pemegang saham. Semakin tinggi harga saham semakin tinggi pula nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang tinggi menjadi keinginan para pemilik perusahaan, sebab dengan nilai yang tinggi menunjukkan kemakmuran pemegang saham juga tinggi. Kekayaan pemegang saham dan perusahaan dipresentasi oleh harga pasar dari saham yang merupakan cerminan dari keputusan investasi pendanaan (financing) dan manajemen aset (Susanti, 2010). Nilai perusahaan dalam penelitian ini didefinisi sebagai nilai pasar, seperti halnya penelitian yang pernah dilakukan oleh Nurlela dan Islahudin (2008) karena nilai perusahaan dapat memberi kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham perusahaan meningkat. Semakin tinggi harga saham, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham, untuk mencapai nilai perusahaan umumnya para pemodal menyerahkan pengelolaannya kepada para professional. Para professional diposisikan sebagai manajer ataupun komisaris (Nurlela dan Islahuddin, 2008). Nurlela dan Ishaluddin (2008) menjelaskan bahwa enterprise value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan dan menyebutkan juga bahwa nilai perusahaan

merupakan harga yang bersedia di bayar oleh calon pembeli andai perusahaan tersebut dijual. Menurut Fabozzi (dalam Siregar, 2010) kinerja suatu perusahaan dipengaruhi oleh berbagai faktor yang secara umum dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu faktor internal dan faktor eksternal perusahaan. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berada dalam kendali pihak manajemen perusahaan, sedangkan faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berada di luar kendali manajemen perusahaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan adalah: 1. Faktor Internal a) Manajemen Personalia Berkaitan dengan sumber daya manusia agar dapat didayagunakan seoptimal mungkin untuk mencapai tujuan perusahaan secara manusiawi. b) Manajemen Pemasaran Berkaitan dengan program-program yang ditujukan untuk mencapai tujuan perusahaan. c) Manajemen Produksi Berkaitan dengan faktor-faktor produksi agar barang dan jasa sesuai dengan yang diharap. d) Manajemen Keuangan Berkaitan dengan perencanaan, mencari, dan memanfaatkan dana untuk memaksimumkan efisiensi perusahaan.

2. Faktor Eksternal a) Kondisi perekonomian Kondisi yang dipengaruhi kebijakan pemerintah, keadaan, dan stabilitas politik, ekonomi, sosial, dan lain-lain. b) Kondisi Industri Meliputi tingkat persaingan, jumlah perusahaan, dan lain-lain. Pengukuran kinerja perusahaan dengan menggunakan ukuran rasio sudah menjadi suatu parameter yang terbilang umum saat ini. Dalam penelitianpenelitian yang berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan dilakukan berdasarkan pada ketentuan: (1) hasil penelitian-penelitian sejenis sebelumnya, (2) menggunakan tolok ukur yang telah ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, (3) kelaziman dalam praktek, (4) mengembangkan model pengukuran melalui pengujian secara statistik terlebih dahulu dengan memilih tolok ukur yang sesuai dengan tujuan penelitian. Tujuan perusahaan pada dasarnya adalah memaksimumkan nilai perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut masih terdapat konflik antara pemilik perusahaan dengan penyedia dana sebagai kreditur. Jika perusahaan berjalan lancar, maka nilai saham perusahaan akan meningkat, sedangkan nilai hutang perusahaan dalam bentuk obligasi tidak terpengaruh sama sekali. Dapat disimpulkan bahwa nilai dari saham kepemilikan bisa merupakan indeks yang tepat untuk mengukur tingkat efektivitas perusahaan. Berdasarkan alasan itulah, maka tujuan manajemen keuangan dinyatakan dalam bentuk maksimalisasi nilai saham kepemilikan perusahaan atau memaksimalisasi harga saham. Tujuan

memaksimumkan harga saham tidak berarti bahwa para manajer harus berupaya mencari kenaikan nilai saham dengan mengorbankan para pemegang obligasi (Erlina, 2002). Menurut Susanti (2010) indikator-indikator yang mempengaruhi nilai perusahaan diantaranya adalah: 1) PER (Price Earning Ratio) yaitu rasio yang mengukur seberapa besar perbandingan antara harga saham perusahaan dengan keuntungan yang diperoleh para pemegang saham (Usman dalam Mehendra, 2011). Rumus yang digunakan adalah: PER = Harga Pasar Saham Laba per Lembar Saham Faktor-faktor yang mempengaruhi PER : a. Tingkat pertumbuhan laba b. Dividend payout ratio c. Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh pemodal. Menurut Yusuf (2005) hubungan faktor-faktor tersebut terhadap price earning ratio dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Semakin tinggi pertumbuhan laba maka semakin tinggi price earning ratio nya, dengan kata lain hubungan antara pertumbuhan laba dengan price earning ratio nya bersifat positif. Ini dikarenakan bahwa prospek perusahaan dimasa yang akan datang dilihat dari pertumbuhan laba, dengan laba perusahaan yang tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya yang dikeluarkan secara efisien. Laba bersih yang tinggi menunjukkan earning per

share yang tinggi, yang berarti perusahaan mempunyai tingkat profitabilitas yang baik, dengan tingkat profitabilitas yang tinggi dapat meningkat kepercayaan pemodal untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut, sehingga saham-saham dari perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas dan pertumbuhan laba yang tinggi akan memiliki price earning ratio yang tinggi pula, karena saham-saham akan lebih diminati di bursa sehingga kecenderungan harganya meningkat lebih besar. b) Semakin tinggi dividend payout ratio, semakin tinggi price earning ratio nya. dividend payout ratio memiliki hubungan positif dengan price earning ratio, di mana dividend payout ratio menentukan besarnya dividen yang diterima oleh pemilik saham dan besarnya dividen ini secara positif dapat mempengaruhi harga saham terutama pada pasar modal didominasi yang mempunyai strategi mengejar dividen sebagai target utama, maka semakin tinggi dividen semakin tinggi price earning ratio. c) Semakin tinggi required rate of return (r) semakin rendah price earning ratio, (r) merupakan tingkat keuntungan yang dianggap layak bagi investasi saham, atau disebut juga sebagai tingkat keuntungan yang di isyaratkan. Jika keuntungan yang diperoleh dari investasi tersebut ternyata lebih kecil dari tingkat keuntungan yang di isyaratkan, berarti hal ini menunjukkan investasi tersebut kurang menarik, sehingga dapat menyebabkan turunnya harga saham tersebut dan sebaliknya. Dengan begitu (r) memiliki hubungan yang negatif dengan price earning ratio, semakin tinggi tingkat keuntungan yang diisyaratkan semakin rendah nilai price earning ratio nya.

Price earning ratio adalah fungsi dari perubahan kemampuan laba yang diharap di masa yang akan datang. Semakin besar price earning ratio, maka semakin besar pula kemungkinan perusahaan untuk tumbuh sehingga dapat meningkat nilai perusahaan. 2) PBV (Price Book Value) yaitu rasio yang mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh (Brigham dan Houston, 2006) yang diproyeksikan dengan: PBV = Nilai Pasar Saham Harga Saham 2.1.5 Kinerja Keuangan Kinerja perusahaan merupakan hasil dari banyak keputusan individu yang dibuat secara terus menerus oleh pihak manajemen suatu perusahaan. Kinerja berarti pula bahwa dengan masukan tertentu untuk memperoleh keluaran tertentu. Secara implisit definisi kinerja mengandung suatu pengertian adanya suatu efisiensi yang dapat diarti secara umum sebagai rasio atau perbandingan antara masukan dan keluaran. Kinerja perusahaan sebagai emiten di pasar modal merupakan prestasi yang dicapai perusahaan yang menerbitkan saham yang mencerminkan kondisi keuangan dan hasil operasi (operating result) perusahaan tersebut dan biasanya diukur dalam rasio-rasio keuangan (Siregar, 2010). Sawir (2005) menyatakan bahwa kinerja keuangan adalah prestasi yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat kesehatan dari perusahaan tersebut. Menurut Nainggolan (2004) kinerja

keuangan perusahaan merupakan salah satu aspek penilaian yang fundamental mengenai kondisi keuangan perusahaan yang dapat dilakukan berdasarkan analisis terhadap rasio-rasio keuangan perusahaan, antara lain: rasio likuiditas, rasio leverage, dan rasio profitabilitas yang dicapai oleh perusahaan dalam suatu periode tertentu. 1) Laporan Keuangan Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan perubahan posisi keuangan, laporan arus kas dan catatan-catatan integral dari laporan keuangan (Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Menurut Riyanto (1995) laporan keuangan memberi ikhtisar mengenai keadaan suatu perusahaan dimana neraca mencerminkan nilai aset, hutang, dan modal sendiri pada suatu saat tertentu dan laporan rugi laba mencerminkan hasilhasil yang dicapai selama periode tertentu. Laporan keuangan merupakan data yang dapat memberi gambaran tentang keuangan perusahaan untuk itu perlu dilakukan suatu interpretasi terhadap data keuangan perusahaan pada suatu perusahaan. Dengan interpretasi terhadap laporan keuangan tersebut maka diharap laporan keuangan dapat memberi manfaat bagi pemakainya. Adanya analis data keuangan pada periode tertentu memberi informasi tentang hasil-hasil yang telah dicapai dan perbaikanperbaikan yang diperlukan (Raharjo, 2005). Laporan keuangan adalah hasil dari proses akuntansi yang dengan segala keterbatasannya dapat menjadi alat dalam mengkomunikasi data keuangan suatu

perusahaan dengan pihak-pihak berkepentingan. Pihak-pihak tersebut merupakan pihak yang ingin mengetahui secara mendalam tentang laporan keuangan suatu perusahaan, maka pihak-pihak tersebut akan memberi tekanan metode analisis yang berbeda-beda sesuai dengan kepentingan masing-masing (Raharjo, 2005). Menurut Harmanto (dalam Raharjo, 2005) melalui laporan keuangan dapat diperoleh informasi-informasi yang penting suatu perusahaan yaitu berupa: a) Informasi tentang sumber-sumber ekonomi dan kewajiban serta modal perusahaan. b) Informasi mengenai sumber-sumber ekonomi, harta atau kekayaan bersih yang timbul dalam aktivitas perusahaan dalam rangka memperoleh laba. c) Informasi mengenai hasil usaha perusahaan yang dapat dipakai sebagai dasar untuk menilai dan membuat estimasi tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. d) Informasi mengenai perubahan dalam sumber-sumber ekonomi dan kewajiban yang disebabkan oleh aktivitas pembelanjaan dan investasi. e) Informasi penting lainnya yang berhubungan dengan laporan keuangan seperti kebijakan akuntansi yang diterapkan di perusahaan. 2) Rasio Keuangan Rasio keuangan dirancang untuk membantu mengevaluasi laporan keuangan. Analisis laporan keuangan yang mencangkup analisis rasio keuangan, analisis kelemahan, dan kekuatan di bidang finansial akan sangat membantu dalam menilai prestasi manajemen dimasa lalu dan prospeknya dimasa datang.

Dengan analisis keuangan ini dapat diketahui kekuatan serta kelemahan yang dimiliki oleh seorang business enterprise. Rasio tersebut dapat memberi indikasi apakah perusahaan memiliki kas yang cukup untuk memenuhi kewajiban finansialnya, besarnya piutang yang cukup rasional, efesiensi manajemen persediaan, perencanaan pengeluaran investasi yang baik, dan struktur modal yang sehat sehingga tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham dapat dicapai (Andinata, 2010). Dengan menganalisis prestasi keuangan, seorang analisis keuangan akan dapat menilai apakah manajer keuangan dapat merencanakan dan mengimplementasi ke dalam setiap tindakan secara konsisten dengan tujuan memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Di samping itu, analisis semacam ini juga dapat dipergunakan oleh pihak lain seperti bank, untuk menilai apakah cukup beralasan (layak) untuk memberikan tambahan dana atau kredit baru, dan calon investor untuk memproyeksikan prospek perusahaan dimasa datang (Andinata, 2010). Penggunaan analisis rasio keuangan ini sangat bervariasi dan tergantung oleh pihak yang memerlukan. Disamping itu juga perlu disadari bahwa analisis rasio keuangan ini hanya memberi gambaran satu sisi saja, oleh sebab itu masih diperlukan lagi tambahan data agar lebih baik. Analisis rasio keuangan ini hanya bermanfaat apabila dibanding dengan standar yang jelas, seperti standar industri, kecenderungan atau standar tertentu sebagai tujuan manajemen. Selain itu perlu diperhatikan apabila membanding rasio satu perusahaan dengan perusahaan

yang lain adalah menyangkut sistem akuntansi yang dipergunakan (Andinata, 2010). Sartono (2001) menjelaskan bahwa analisis rasio keuangan dikelompokkan menjadi empat: 1. Rasio likuiditas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial yang berjangka pendek tepat pada waktunya. 2. Rasio aktivitas, menunjukkan sejauh mana efesiensi perusahaan dalam menggunakan aset untuk memperoleh penjualan. 3. Financial leverage ratio, menunjukkan kapasitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. 4. Rasio profitabilitas, dapat mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset maupun laba bagi modal sendiri. Ang (1997) menyatakan bahwa rasio keuangan yang sering digunakan untuk memprediksi harga saham dikelompokkan dalam lima jenis yaitu: 1. Rasio likuiditas (liquidity ratio), rasio ini menyatakan kemampuan perusahaan jangka pendek untuk memenuhi obligasi (kewajiban) yang jatuh tempo. a. Current ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan aset lancar. b. Quick ratio adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek melalui aset lancar selain persediaan.

c. Cash ratio, adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek dengan kas yang tersedia dalam perusahaan. 2. Rasio aktivitas (activity ratio), rasio ini menunjukkan kemampuan efesiensi perusahaan didalam memanfaatkan harta-harta yang dimilikinya. a. Total asset turnover, kemampuan modal yang diinvestasi untuk menghasilkan revenue. b. Receivable turnover, kemampuan dana yang ditanam dalam piutang suatu periode tertentu. c. Average collection period, periode rata-rata yang diperlukan untuk mengumpulkan piutang. d. Inventory turnover, kemampuan berputarnya dana yang ditanamkan dalam inventory pada suatu periode tertentu. e. Average days inventory, periode penahanan persediaan rata-rata. f. Working capital turnover, kemampuan modal kerja (netto) berputar dalam suatu periode siklus kas dari perusahaan. 3. Rasio profitabilitas (profitability ratio), rasio ini menunjukkan keberhasilan perusahaan di dalam menghasilkan laba (keuntungan). a. Return on investment (ROI) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan asset yang dimiliki perusahaan.

b. Return on equity (ROE) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dengan memanfaatkan modal saham yang dimiliki perusahaan. c. Profit margin, rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat pengembalian laba terhadap penjualan. 4. Rasio solvabilitas (solvency ratio), rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka panjangnya. Rasio ini disebut juga leverage ratio. a. Debt equity ratio (DER), mengukur tingkat penggunaan utang terhadap total kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan. b. Time interest earned, mengukur seberapa banyak laba operasi mampu membayar bunga utang. c. Debt to asset ratio (DAR), mengukur beberapa bagian dari kebutuhan dana yang dibelanjai dengan utang atau beberapa barang dari aset yang digunakan untuk menjamin utang. 5. Rasio pasar (market ratio), rasio ini menunjukkan informasi penting perusahaan yang diungkapkan dalam basis per saham. a. Earning per share (EPS), perbandingan laba bersih setelah pajak dengan jumlah saham yang diterbitkan. b. Price earning ratio (PER), mengukur kinerja saham suatu perusahaan yang dicerminkan dari laba per saham pada suatu periode tertentu. c. Price to book value (PBV) Ratio, mengukur kinerja saham menurut nilai bukunya.

2.1.6 Rasio Likuiditas Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dalam sebuah perusahaan pengendalian likuiditas sangat penting, karena bertujuan menguji kecukupan dana perusahaan dalam membayar kewajiban yang harus segera dipenuhi. Selain itu likuiditas sangat diminati oleh kreditur, karena kreditur sangat tertarik menilai kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang yang segera harus dilunasi. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2006:14) likuiditas adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya yang harus segera dipenuhi. Sedangkan menurut Prastowo dan Rifka (2005) likuiditas adalah menggambarkan kemampuan perusahaan tersebut dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Menurut Alexandri dan Ismawati (2005) likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban financial jangka pendek atau kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang jangka pendek tepat pada waktunya. Berdasarkan pengertian likuiditas diatas dapat disimpulkan bahwa likuiditas merupakan pengukuran kemampuan perusahaan yang harus mampu dibayar atau memenuhi kewajiban finansialnya yang telah jatuh tempo. Di dalam penelitian ini, alat ukur dalam mengukur rasio likuiditas adalah dengan menggunakan cash ratio (CR). Cash ratio merupakan rasio perbandingan antara jumlah kas dengan hutang lancar. Cash ratio ini menunjukkan tingkat keamanan (margin of safety) kreditor jangka pendek, atau

kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Cash ratio yang terlalu tinggi menunjukkan kelebihan uang kas atau aset lancar lainnya dibanding dengan yang dibutuhkan sekarang atau tingkat likuiditas yang rendah dari pada aset lancar dan sebaliknya (Munawir dalam Mahendra, 2011). Semakin tinggi cash ratio, maka akan semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar berbagi tangguhannya (Horne, 1998). Dengan demikian semakin besar cash ratio maka semakin kecil initial return (Ardiansyah dalam Mahendra, 2011). 2.1.7 Rasio Leverage Leverage adalah penggunaan aset atau dana dimana untuk menggunakannya perusahaan harus membayar biaya tetap (Riyanto, 2001). Terdapat dua macam leverage yaitu operating leverage dan financial leverage. Dalam operating leverage, penggunaan aset dengan biaya tetap mengharap revenue yang diperoleh mampu menutup biaya tetap dan biaya variabel. Sedangkan dalam financial leverage, penggunaan dana dengan beban tetap diharap mampu meningkatkan pendapatan per lembar saham. Weston dan Brigham (1998) mendefinisikan financial leverage sebagai tingkat penggunaan hutang sebagai sumber pembiayaan perusahaan. Financial leverage dapat diukur dengan menggunakan rasio leverage. Rasio leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar aset perusahaan dibiayai dengan hutang. Rasio leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah debt to equity ratio (DER). DER adalah rasio yang

mengukur tingkat penggunaan hutang (leverage) terhadap total shareholder s equity yang dimiliki oleh perusahaan (Ang, 1997). Shareholder s Equity atau modal sendiri merupakan modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya (Riyanto, 2001). Menurut Weston dan Brigham (2001), sebuah perusahaan yang menggunakan pendanaan hutang memiliki tiga implikasi penting yaitu: 1. Dengan meningkat pendanaan melalui hutang, para pemilik perusahaan atau para pemegang saham dapat mempertahan kendali mereka atas perusahaan dengan investasi yang terbatas. 2. Kreditur mensyaratkan adanya dana yang disediakan oleh pemilik perusahaan sebagai suatu batas keamanan, sehingga semakin tinggi proporsi jumlah modal yang diberi oleh pemegang saham maka semakin kecil risiko yang akan dihadapi oleh kreditur. 3. Apabila perusahaan memperoleh laba yang lebih besar dari pada bunga yang dibayarkan, maka pengembalian modal pemilik akan lebih besar. Perusahaan yang memiliki rasio hutang lebih tinggi akan menghadapi risiko kerugian yang lebih besar pada kondisi ekonomi yang buruk (masa resesi), namun memiliki tingkat pengembalian yang lebih tinggi pada kondisi perekonomian yang normal. Sebaliknya, perusahaan yang memiliki rasio hutang rendah tidak akan menghadapi risiko kerugian yang besar pada masa resesi, namun peluang untuk meningkatkan tingkat pengembalian atas ekuitas pada kondisi ekonomi normal juga rendah (Weston dan Brigham, 2001).

2.1.8 Rasio Profitabilitas Profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2012:114). Laba merupakan ringkasan hasil bersih aktivitas operasi usaha dalam periode tertentu yang dinyatakan dalam istilah keuangan. Laba ditugaskan untuk menyediakan baik pengukuran perubahan kekayaan pemegang saham selama periode maupun mengestimasi laba usaha sekarang, yaitu sampai sejauh mana perusahaan dapat menutupi biaya operasi dan menghasilkan pengembalian kepada pemegang saham sehingga laba dikatakan sebagai indikator profitabilitas perusahaan. Laba merupakan satu-satunya faktor penentu perubahan nilai saham yang menunjukkan prospek perusahaan dimasa yang akan datang (Subramanyam 2010). Menurut Brigham dan Houston (2010) profitabilitas adalah sekelompok rasio yang menunjukkan kombinasi dari pengaruh likuiditas, manajemen aset dan hutang pada hasil operasi. Menurut Fahmi (2011:168) profitabilitas adalah mengukur efektifitas manajemen secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh besar kecilnya tingkat keuntungan dengan penjualan maupun investasi. Berdasarkan kedua definisi tersebut di atas menunjukkan bahwa profitabilitas merupakan perhitungan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam mencari keuntungan. Profitabilitas dimaksud untuk mengukur efisiensi pengguna aset perusahaan (atau mungkin sekelompok aset perusahaan) mungkin juga efisiensi ingin dikaitkan dengan penjualan yang berhasil diciptakan

(Husnan dan Pudjiastuti, 2006). Oleh karena itu, profitabilitas ini dapat memberi ukuran tingkat efektifitas manajemen suatu perusahaan. Di dalam penelitian ini, alat ukur dalam mengukur rasio profitabilitas adalah dengan menggunakan return on equity (ROE). Profitabilitas mengukur kemampuan untuk menghasilkan laba dengan menggunakan sumber-sumber yang dimiliki perusahaan seperti aset, modal atau penjualan perusahaan. Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio ini penting bagi pihak pemegang saham untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pengolahan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan (Sudana, 2011:22). Menurut Kasmir (2012:204) return on equity adalah rasio untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dengan modal sendiri secara keseluruhan menunjukan efisiensi penggunaan modal sendiri, semakin tinggi rasio ini semakin baik. Rasio ini bisa dikatakan sebagai rasio yang paling penting dalam keuangan perusahaan. ROE mengukur pengembalian absolut yang akan diberikan perusahaan kepada para pemegang saham. Rasio ini menunjukkan efisiensi modal sendiri, semakin tinggi rasio ini akan semakin baik (Kasmir, 2012:204). 2.1.9 Kebijakan Dividen Salah satu return yang akan diperoleh para pemegang saham adalah dividen. Menurut Napa (1999:151) dividen merupakan bagian dari laba bersih yang dibagi kepada para pemegang saham (pemilik modal sendiri). Menurut Sunariyah (2004:48) dividen adalah pembagian keuntungan yang diberikan

perusahaan penerbit saham tersebut atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, maka dapat dikatakan bahwa dividen merupakan proporsi pembagian laba yang diperoleh perusahaan yang dibagi kepada para pemegang saham perusahaan. Menurut Sunariyah (2003) dividen yang dibagi kepada pemegang saham bisa berupa: 1. Dividen tunai (cash dividend) Dividen tunai adalah dividen yang dibayar oleh emiten kepada para pemegang saham secara tunai setiap lembarnya. 2. Dividen saham (stock dividend) Dividen saham merupakan pembayaran dividen dalam bentuk saham yaitu berupa pemberian tambahan saham kepada pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan saham-saham yang dimiliki. Menurut Darmaji dan Hendy (2001) dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai dan dividen saham. 1. Dividen tunai Dividen tunai artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham. 2. Dividen saham Dividen saham artinya kepada para pemegang saham saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki oleh seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.

Menurut Baridwan (2004:233) menyatakan dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham dapat berbentuk: 1. Dividen yang berbentuk uang Pembagian dividen yang paling sering dilakukan adalah dalam bentuk uang. Para pemegang saham akan menerima dividen sebesar tarif per lembar dikalikan jumlah lembar yang dimiliki. 2. Dividen yang berbentuk aset (selain kas dan saham sendiri) Dividen yang dibagikan kadang kadang tidak berbentuk uang tunai, tetapi berupa aset seperti saham perusahaan lain atau barang barang hasil produksi perusahaan yang membagi dividen tersebut. Pemegang saham yang menerima dividen seperti ini mencatat dalam bukunya dengan jumlah sebesar harga pasar yang diterimanya. 3. Dividen saham (stock dividen) Penerimaan dividen dalam bentuk saham dari perusahaan yang membagi saham disebut dividen saham. Saham yang diterima berbentuk saham yang sama dengan yang dimiliki atau saham jenis yang lain. a. Kontroversi Dividen Kebijakan dividen masih merupakan masalah yang mengundang perdebatan, karena terdapat lebih dari satu pendapat. Menurut Husnan dan Pudjiastuti (2006:334) pendapat tentang dividen dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1) Dividen dibagi sebesar besarnya Argumentasi pendapat ini adalah bahwa harga saham dipengaruhi oleh dividen yang dibayarkan. Argumentasi ini mempunyai kesalahan dalam hal bahwa peningkatan pembayaran dividen hanya dimungkinkan apabila laba yang diperoleh oleh perusahaan juga meningkat. Perusahaan tidak bisa membagi dividen yang makin besar apabila laba yang diperoleh tidak meningkat. Memang benar kalau perusahaan mampu meningkatkan pembayaran dividen karena peningkatan laba, harga saham akan naik. Harga saham tersebut disebabkan karena kenaikan laba dan bukan kenaikan pembayaran dividen. 2) Dividen tidak relevan Mereka yang menganut pendapat ini mengatakan bahwa perusahaan bisa saja membagi dividen yang banyak ataupun sedikit, asalkan dimungkinkan menutup kekurangan dana dari sumber ekstern, jadi yang penting adalah apakah investasi yang tersedia diharapkan akan memberikan net present value (NPV) yang positif, tidak peduli apakah dana yang dipergunakan untuk membiayai berasal dari dalam perusahaan (menahan laba) ataukah dari luar perusahaan (menerbitkan saham baru). Dampak pilihan keputusan tersebut sama saja bagi kekayaan pemodal, atau keputusan dividen adalah tidak relevan (the irrelevant of dividend). 3) Dividen dibagikan sekecil kecilnya Penganut pendapat bahwa dividen seharusnya dibagikan sekecil kecilnya, mengabaikan adanya biaya emisi (floatation cost). Apabila perusahaan

menerbitkan saham baru, perusahaan akan menanggung berbagai biaya (yang disebut sebagai floatation cost), seperti fee untuk underwriter, biaya notaris, akuntan, konsultan hukum, pendaftaran saham saham, dan sebagainya yang berkisar antara 2 4 %. b. Faktor faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Menurut Sudjaja dan Berlian (2001:230-231) faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen: 1) Peraturan Hukum Peraturan mengenai laba bersih menentukan bahwa dividen dapat dibayar dari laba yang terdahulu dan laba sekarang. Peraturan mengenai tindakan yang merugikan modal. Melindungi para kreditor dengan melarang pembayaran dividen yang menyedot yaitu membagi investasinya bukan membagi keuntungan peraturan mengenai tak mampu bayar. Perusahaan boleh tidak membayar dividen jika tidak mampu (bangkrut) yaitu jumlah hutang lebih besar dari jumlah harta. 2) Faktor Keuangan dan Ekonomi a) Posisi likuiditas Laba ditahan biasanya diinvestasi dalam bentuk aset yang diperlukan untuk menjalankan usaha. Laba ditahan dari tahun-tahun terdahulu sudah diinvestasi dalam bentuk mesin dan peralatan, persediaan, dan barang-barang lainnya, bukan disimpan dalam bentuk uang tunai. Suatu perusahaan yang

keuntungannya luar biasa mungkin saja tidak membayar dividen karena keadaan likuiditasnya. b) Perlunya membayar kembali pinjaman Jika perusahaan telah membuat penjaman untuk memperluas usahanya atau untuk pembiayaan lainnya, maka perusahaan dapat melunasi penjamannya pada saat jatuh tempo atau ia dapat menyisihkan cadangan-cadangan untuk melunasi pinjaman itu nantinya, diputuskannya bahwa pinjaman itu akan dilunasi, maka biasanya harus ada laba ditahan. c) Keterbatasan karena kontrak pinjaman Kontrak pinjaman apalagi jika menyangkut pinjaman jangka panjang seringkali membatasi kemampuan perusahaan untuk membayar dividen tunai. Pembatasan-pembatasan itu dimaksud untuk melindungi para kreditur. d) Tingkat penjualan aset Semakin cepat pertumbuhan perusahaan, semakin banyak dana yang dibutuhkan dikemudian hari dan semakin banyak laba yang harus ditahan dan tidak dibayarkan. e) Tingkat laba Laba dibagi kepada para pemegang saham atau tetap ditahan diperusahaan untuk digunakan kembali. f) Stabilitas laba Perusahaan yang labanya relatif teratur seringkali dapat memperkirakan bagaimana laba di kemudian hari. Perusahaan seperti itu kemungkinan besar

akan membagi labanya dalam bentuk dividen dengan presentasi yang lebih besar dibanding dengan perusahaan yang labanya berfluktuasi. g) Keputusan kebijakan dividen Hampir semua perusahaan ingin mempertahan dividen per lembar saham pada tingkat yang konstan. Nilai dividen selalu terlambat dibanding dengan nilai keuntungan, artinya dividen itu baru akan dinaikkan jika sudah jelas bahwa meningkatnya laba itu nampak cukup permanen. Sekali dividen naik, maka segala daya dan upaya yang akan dikerahkan supaya tingkatan yang baru itu dapat terus dipertahankan. Laba akan tetap dipertahankan sampai betul-betul jelas bahwa labanya memang tak mungkin pulih kembali.

2.2 Rerangka Pemikiran Perusahaan Tujuan Perusahaan Mendapatkan Laba Meningkatkan Nilai Kinerja Keuangan Likuiditas Leverage Profitabilitas Kebijakan Dividen Nilai Perusahaan Gambar 1 Rerangka Pemikiran Teoretis Keterangan: = Pengaruh secara parsial = Pengaruh secara moderating

2.3 Perumusan Hipotesis 2.3.1 Pengaruh Likuiditas terhadap Nilai Perusahaan Likuiditas yang diproksikan dengan cash ratio, rasio ini dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar hutang yang harus segera dipenuhi (hutang lancar) dari kas yang tersedia dalam perusahaan dan dari surat berharga yang dapar segera diuangkan. Rasio ini mencerminkan kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang lancarnya lebih tepat waktu dibanding current ratio maupun quick ratio. Hal ini di sebabkan karena current ratio mengandung akun piutang dagang dan persediaan. Sedangkan quick ratio mengandung akun piutang dagang dimana kedua akun tersebut relatif lama untuk berubah menjadi kas. Penelitian mengenai pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan telah diteliti oleh Nugroho (2014) menemukan secara parsial dan simultan likuiditas tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga sahamnya. H 1 : Terdapat pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan. 2.3.2 Pengaruh Leverage terhadap Nilai Perusahaan Leverage yang diproksikan dengan debt to equity ratio, aturan struktur financial konservatif memberi batas imbangan yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan mengenai besarnya modal asing dan modal sendiri. Para kreditur umumnya senang bila rasio ini rendah, semakin rendah rasio tersebut berarti semakin tinggi tingkat pembelanjaan perusahaan yang disediakan oleh para pemegang saham dan semakin besar tingkat perlindungan kreditur dari

kehilangan uang yang di investasikan ke perusahaan tersebut. Penelitian mengenai pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan telah diteliti oleh Jhojor (2009) menunjukkan secara parsial variabel leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi secara simultan leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. H 2 : Terdapat pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan. 2.3.3 Pengaruh Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan Profitabilitas yang diproksikan dengan ROE. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba berdasarkan modal sendiri yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat laba yang diperoleh, maka kemampuan perusahaan untuk membayar dividen juga akan semakin tinggi dan harga saham yang akan dihasilkan perusahaan akan semakin tinggi. Penelitian mengenai profitabilitas terhadap nilai perusahaan telah dilakukan oleh Susilo (2009) menemukan secara parsial dan simultan profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. H 3 : Terdapat pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan. 2.3.4 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Likuiditas dan Nilai Perusahaan Penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen tersebut telah diteliti oleh Murtini (2008) menyatakan likuiditas yang dinilai dari arus kas bebas perusahaan memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Arus kas bebas mencerminkan kinerja manajemen keuangan dalam mengambil keputusan

keuangan. Nilai perusahaan dapat memberi kemakmuran pemegang saham apabila perusahaan memiliki kas yang benar-benar bebas, yang dapat dibagi kepada pemilik saham sebagai dividen. H 4 : Terdapat dampak kebijakan dividen pada pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan. 2.3.5 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Leverage dan Nilai Perusahaan Penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen tersebut telah diteliti oleh Hartini (2010) yang menyatakan terdapat hubungan antara nilai perusahaan dengan pembayaran dividen, arus kas bersih, leverage dan earnings per share (EPS). Semakin tinggi nilai kesehatan suatu perusahaan akan memberikan keyakinan kepada pemegang saham untuk memperoleh pendapatan (dividen atau capital gain) di masa yang akan datang. H 5 : Terdapat dampak kebijakan dividen pada pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan. 2.3.6 Pengaruh Kebijakan Dividen terhadap Profitabilitas dan Nilai Perusahaan Penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen tersebut telah diteliti oleh Nugroho (2014) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan dan kebijakan dividen tidak dapat memoderasi hubungan antara profitabilitas terhadap nilai perusahaan. H 6 : Terdapat dampak kebijakan dividen pada pengaruh profitabilitas terhadap nilai perusahaan.