BAB II METODE ANALISA

dokumen-dokumen yang mirip
Pengembangan Kawasan Wisata Budaya Kabupaten Sumenep

Arahan Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Singosari Malang sebagai Heritage Tourism

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep

Kriteria Pengembangan Desa Slopeng sebagai Desa Wisata di Kabupaten Sumenep

BAB 1 : Pendahuluan BAB 2 : Tinjauan Teori BAB 3 : Metodologi Penelitian BAB 4 : Hasil dan Pembahasan BAB 5 : Kesimpulan dan Saran

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

KRITERIA PENGEMBANGAN DESA SLOPENG SEBAGAI DESA WISATA DI KABUPATEN SUMENEP MIRA HAWANIAR

FAKTOR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA BAHARI DI KABUPATEN JEMBER

Konsep Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan

Revitalisasi Desa Bungaya sebagai Desa Wisata Budaya di Kabupaten Karangasem

Kriteria Pengembangan Kawasan Wisata Alam Air Terjun Madakaripura, Kabupaten Probolinggo

Pelestarian Kawasan Cagar Budaya Berbasis Partisipasi Masyarakat (Studi Kasus: Kawasan Cagar Budaya Bubutan, Surabaya)

Pembentukan Cluster Objek Daya Tarik Wisata (ODTW) di Kota Yogyakarta

PENGEMBANGAN MASJID AGUNG DEMAK DAN SEKITARNYA SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG TIMUR NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG DESA WISATA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN PELESTARIAN KAWASAN BENTENG KUTO BESAK PALEMBANG SEBAGAI ASET WISATA TUGAS AKHIR. Oleh : SABRINA SABILA L2D

BAB II KAJIAN TEORI...

Arahan Pengembangan Kawasan Wisata Cagar Budaya Trowulan, Kabupaten Mojokerto

PERANSERTA STAKEHOLDER DALAM REVITALISASI KAWASAN KERATON KASUNANAN SURAKARTA TUGAS AKHIR. Oleh: YANTHI LYDIA INDRAWATI L2D

Arahan Pengembangan Pariwisata di Kawasan Tanjung Lesung Berdasarkan Partisipasi Masyarakat

KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN DESA WISATA DI NAGARI KOTO HILALANG, KECAMATAN KUBUNG, KABUPATEN SOLOK

Oleh : Faris Zakaria Dosen Pembimbing : Dr. Ir. Rimadewi Supriharjo, MIP

2.1. TUJUAN PENATAAN RUANG WILAYAH KOTA BANDA ACEH

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya

6. MODEL PENGEMBANGAN DAN RANCANGAN IMPLEMENTASI

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: ( Print C-45

PEMERINTAH KABUPATEN SINTANG

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Arahan Penataan Lingkungan Kawasan Perumahan Swadaya di Kelurahan Tambak Wedi Kota Surabaya

BAB VI KESIMPULAN DAN ARAHAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Kota selalu menjadi pusat peradaban dan cermin kemajuan suatu negara.

Oleh : ERINA WULANSARI [ ]

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara dengan destinasi wisata yang sudah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Arahan Pengendalian Pembangunan Kawasan Cagar Budaya Candi Tebing Gunung Kawi Tampak Siring Kabupaten Gianyar

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

Penentuan Lokasi lokasi Potensial Pembangunan Bangunan Tinggi di Surabaya Pusat

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kasus Proyek

BAB V ARAHAN PENGEMBANGAN WISATA KAMPUNG NELAYAN KELURAHAN PASAR BENGKULU

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pengertian Judul

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. lakukan, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:

PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA PESISIR TALANG SIRING DI KABUPATEN PAMEKASAN

1BAB I PENDAHULUAN. KotaPontianak.Jurnal Lanskap Indonesia Vol 2 No

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

BAB I PENDAHULUAN.

Arahan Pengembangan Kawasan Sumbing Kabupaten Magelang sebagai Agropolitan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pariwisata semakin dikembangkan oleh banyak negara karena

JOKO PRAYITNO. Kementerian Pariwisata

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang

RANCANGAN STRATEGI DAN PROGRAM

PENGEMBANGAN KAWASAN HUTAN WISATA PENGGARON KABUPATEN SEMARANG SEBAGAI KAWASAN EKOWISATA TUGAS AKHIR

BAB I PENDAHULUAN. baru, maka keberadaan seni dan budaya dari masa ke masa juga mengalami

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. di Kabupaten Bangka melalui pendekatan sustainable placemaking, maka

GEDUNG WAYANG ORANG DI SOLO

BAB VII KESIMPULAN, SARAN DAN KONTRIBUSI TEORI

Analisis Zona Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Watu Ulo Di Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember

Rumusan Insentif dan Disinsentif Pengendalian Konversi Lahan Pertanian di Kabupaten Gianyar

HOTEL RESORT BINTANG III DI KAWASAN PEGUNUNGAN RANTEPAO TANA TORAJA SULAWESI SELATAN

BAB III METODE PERANCANGAN

BAB III METODE PERANCANGAN. perancangan merupakan paparan deskriptif mengenai langkah-langkah di dalam

LILIK KRISNAWATI DOSEN PEMBIMBING : Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP

KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus

Penetuan Tema Ruang Terbuka Hijau Aktif Di Kota Malang Berdasarakan Preferensi Masyarakat

Matrix SWOT pada Kawasan Kemunduran Rendah

BAB II PERENCANAAN KINERJA

Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1 metro.koranpendidikan.com, diakses pada 1 Maret 2013, pukul WIB

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. (RTRW Kab,Bandung Barat)

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki banyak keunggulan-keunggulan UKDW

PERAN WANITA DALAM AKTIVITAS WISATA BUDAYA (Studi Kasus Obyek Wisata Keraton Yogyakarta) TUGAS AKHIR

Pengembangan Kawasan Wisata Pesisir Talang Siring di Kabupaten Pamekasan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan untuk fasilitas-fasilitas pendukungnya. menginap dalam jangka waktu pendek.

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat panjang. Kota Bandung berdiri

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat sistematik,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

KETERPADUAN KOMPONEN PENGEMBANGAN PARIWISATA KOTAGEDE SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA BERKELANJUTAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Dilihat dari sejarah atau proses perkembangannya pada masa yang lalu dapat diketahui bahwa kota-kota pada

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Rekomendasi Keterbatasan Studi DAFTAR PUSTAKA... xv

BUPATI KLATEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLATEN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN KEPARIWISATAAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

Arahan Pengembangan Kota Palembang Sebagai Kota Pusaka

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

STUDI PERAN STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA REKREASI DAN WISATA DI ROWO JOMBOR KABUPATEN KLATEN TUGAS AKHIR. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

SEKILAS TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BENTUK PARTISIPASI MASYARAKAT TERHADAP ATRAKSI WISATA PENDAKIAN GUNUNG SLAMET KAWASAN WISATA GUCI TUGAS AKHIR

Transkripsi:

Pengembangan Kawasan Wisata Budaya di Kabupaten Sumenep Oleh: Penulis: Feru Sukaryono, Pembimbing: Dr. Ir. Rimadewi Suprihardjo, MIP Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota, FTSP, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 e-mail: rimadewi@yahoo.com Abstrak Sumenep merupakan salah satu kabupaten di pulau Madura berpotensi untuk pengembanan wisata budaya sekaligus dapat mengenalkan sejarah dan budaya pada masyarakat luas. Potensi ini masih belum dimanfaatkan dan dikembangkan secara maksimal. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan penentuan sejarah dan budaya, dan perumusan arahan pengembangan terpilih. Metode analisa digunakan adalah analisa deskriptif, teknik skoring, teknik delphi dan teknik analisa triangulasi. Penelitian menghasilkan Alun-alun Kota Sumenep merupakan sejarah dan budaya terpilih. Arahan untuk mengembangkan terdiri dari arahan makro spasial dan non-spasial, arahan mikro spasial dan non-spasial, berkaitan dengan bangunan maupun kebudayaan lokal, moda transportasi tradisional, partisipasi masyarakat, kesempatan investasi, keaslian dan kondisi bangunan dan kebijakan pendukung serta upaya pengendalian kemunduran yaitu perubahan fungsi penggunaan lahan dan bentuk dan permassaan bangunan di wisata. Kata Kunci: pengembangan, wisata,, potensi budaya S BAB I PENDAHULUAN ektor pariwisata telah menjadi salah satu industri prospektif dan mempunyai multiplier effect bagi perkembangan wilayah. Terlebih saat ini pola konsumsi wisatawan mulai berubah dan lebih tertarik dengan sajian sejarah dan budaya. Hal ini menjadi potensi dalam pengembangan wisata budaya di suatu, sehingga dapat menjaga potensi budaya dan memberikan nilai tambah bagi. Dengan penelitian ini diharapkan dapat diperoleh referensi metode penelitian terhadap pengambangan pariwisata budaya khususnya perkembangan wisata budaya masih belum dikenal. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengalaman dan dapat menjadi tambahan referensi dalam pengembangan wisata budaya di daerah-daerah lain di Indonesia. Selain itu, penelitian ini merupakan salah satu upaya membantu memelihara warisan budaya, melindungi dan menyampaikan warisan berharga kepada generasi mendatang, serta turut mendukung kegiatan pusaka Indonesia 2003 sebagai upaya Indonesia menyelamatkan pusaka. Sebagai kabupaten dengan beragam peninggalan sejarah, kebudayaan, dan kesenian lokal, kabupaten Sumenep mempunyai potensi besar untuk pengembangan wisata budaya. Budaya dan kultur kabupaten Sumenep terkenal ramah sering kali disamakan dengan budaya Yogyakarta di pulau Jawa, sehingga kabupaten ini dikenal sebagai Yogyakarta di pulau Madura (Profil Kabupaten Sumenep, 2011). Kabupaten Sumenep mempunyai banyak kebudayaan asli Madura, lingkungan alamiah, dan tradisi asli Madura untuk dikembangkan sebagai daya tarik wisata budaya. Kabupaten ini juga mempunyai peninggalan berkaitan dengan Kerajaan Majapahit, penyebaran Agama Islam dan peninggalan kolonial Belanda. Selain itu, arahan pengembangan pulau Madura pasca pengembangan jalan tol Suramadu, Kabupaten Sumenep difungsikan sebagai kota pariwisata [1]. Artinya, kebijakan secara makro dalam lingkup Madura pengembangan wisata di kabupaten Sumenep memang diprioritaskan sebagai salah satu aspek harus diperhatikan oleh pemerintah kabupaten Sumenep. Namun menjadi permasalahan adalah potensi tersebut masih belum dikembangkan secara maksimal oleh kabupaten Sumenep. Hal ini terlihat dari minimnya sumbangan dari sektor wisata budaya terhadap PDRB dari tahun 2003 2007 berturut turut hanya sebesar 0,0059%, 0,0066%, 0,0065%, 0,0062%, dan 0,006% dari total PDRB Kabupaten Sumenep [2]. Selain itu di perparah karena lemahnya integrasi antar potensi sumberdaya dan juga antar sektoral dan subsektor, perubahan fungsi penggunaan lahan di sekitar Kawasan sejarah dan budaya merusak citra serta mulai hilangnya beberapa tradisi dan event ada di wisata budaya. Potensi dan masalah tersebut perlu untuk diteliti untuk mengembangkan wisata budaya sekaligus dapat mengantisipasi masalah di kabupaten Sumenep. BAB II METODE ANALISA Pendekatan digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan rasionalisme yaitu suatu pendekatan dengan sumber kebenaran teori dan berdasarkan fakta empirik Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif bersifat deskriptif berguna untuk mendapatkan data primer maupun sekunder kemudian di analisa untuk memperoleh hasil penelitian sesuai dengan tujuan penelitian Lokasi menjadi fokus penelitian ini adalah Kabupaten Sumenep lebih tepatnya 7 sejarah dan budaya yaitu: Alun alun Kota Sumenep; Benteng Belanda; Asta Tinggi; Asta Katandur; Bujuk Panaongan; Asta Yusuf dan PT Garam Persero. Pengumpulan data dilakukan melalui survei primer dan sekunder, tinjauan media dan studi literatur. Dalam pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling untuk mendapatkan responden berkompeten atau berpengaruh dalam pencapaian sasaran diperoleh dengan menggunakan analisa stakeholder. Penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif, dengan melakukan reduksi data dan interpretasi data dengan teknik analisis data dilakukan melalui teknik analisa Deskriptif untuk identifikasi potensi dan karakteristik, Skoring untuk penentuan berpotensi tinggi, Delphi untuk penentuan kriteria pengembanan dan

Triangulasi untuk perumusan arahan pengembangan wisata budaya. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Potensi karakteristik Analisa ini ini bertujuan untuk menjabarkan potensi dan karakteristik masing-masing menjadi fokus penelitian. a. Keberadaan Peninggalan sejarah Islam dan kolonial Kondisi eksisting masing-masing menunjukkan bahwa alun-alun Kota Sumenep dan PT Garam Persero mempunyai potensi paling besar untuk dikembangkan sebagai wisata budaya. Hal ini dikarenakan jumlah dan keberagaman peninggalan di ini paling banyak dibandingkan lainnya. Suwena [3] menjelaskan bahwa semakin banyak dan beragam atraksi wisata diberikan akan semakin memberikan daya tarik lebih besar terhadap wisatawan. Kawasan alun-alun terdiri dari tangsi prajurit Kerajaan, bangunan Keraton dan Museum Sumenep dan Masjid Agung, pola permukiman taneyan lanjeng dan PT garam Persero mempunyai peninggalan berupa perumahan karyawan, rumah mesin, pergudangan garam dan kantor PT Garam Persero serta Asta lanceng. lainnya masih mempunyai jumlah kurang banyak dibandingkan dengan kedua tersebut b. Kondisi Peninggalan sejarah Islam dan kolonial Kawasan Asta Tinggi, Kawasan Asta Yusuf, dan Kawasan Alun alun Kota Sumenep merupakan sejarah dan budaya dengan kondisi peninggalan sejarah masih terjaga bentuk dan keaslian dari peninggalan tersebut. Saat ini kondisi peninggalan sangat terawat ((81-100)% masih dalam kondisi baik) dan keaslian bangunan dari segi material dan pewarnaan bangunan masih dipertahankan. Di mana seperti dijelaskan oleh [4] bahwa kelestarian dari situs menjadi daya tarik wisata urban heritage merupakan hal penting untuk diperhatikan karena wisatawan menginginkan suatu keaslian bentuk dari hasil peninggalan kebudayaan di masa lalu. Sementara Asta Katandur dan PT Garam Persero mempunyai kondisi peninggalan cukup baik yaitu sekitar (61-80)% masih dalam kondisi baik. Dan kondisi peninggalan sejarah dan budaya di Benteng Belanda dan Bujuk Panaongan sudah sangat memprihatinkan, hampir 90% peninggalan sejarah dan budaya rusak. Dengan demikian, dilihat dari potensi kondisi menunjukkan bahwa ketiga tersebutlah mempunyai potensi paling besar untuk dikembangkan jika dinilai dari kondisi peninggalan sejarah. c. Karakteristik keberadaan kebudayaan dan Kesenian Tradisional Kawasan Alun-alun Kota Sumenep mempunyai beragam kebudayaan dan kesenian tradisional warisan budaya lampau. Dibandingkan dengan lainnya, ini mempunyai budaya paling banyak dan beragam yaitu Perayaan hari jadi Sumenep, event pertengahan tahun, kesenian macopat, klenengan, hadrah, kebudayaan meminang wanita, permainan tradisional dan tanpangantanan, tari tradisional, pagelaran topeng dan Tayub tiap pertengahan tahun. Ini menjadi potensi untuk mengembangkan ini menjadi wisata budaya. Semakin banyak dan beragam akan memberikan sajian dan daya tarik sangat tinggi bagi wisatawan (Suwena,2010). Kawasan lainnya hanya mempunyai 2 atau 3 budaya dan bahkan tidak memiliki budaya dan kesenian khas sehingga kurang mempunyai potensi untuk pengembanan wisata budaya. d. Keunikan kebudayaan dan Kesenian Tradisional Secara keseluruhan tidak mempunyai budaya unik hanya dimiliki. Namun masih ada mempunyai keunikan dimiliki kabupaten Sumenep secara umum seperti Alun alun Kota Sumenep, PT Garam Persero dan Asta Yusuf. Ketiga ini masih mempunyai budaya unik dan hanya dimiliki oleh Sumenep seperti adat meminang pengantin wanita dan permainan tradisional tanpangantanan. Seperti dijelaskan oleh [5], bahwa keunikan kebudayaan dan kesenian tradisional hanya di temukan di satu wisata merupakan salah satu sajian wisata menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Ketiga sudah mempunyai potensi cukup bagus, meskipun tidak mempunyai keunikan khas di tetapi hanya dimiliki Sumenep. e. Keberadaan pertunjukan Kawasan Alun-alun Kota Sumenep mempunyai jumlah pertunjukan paling banyak, yaitu terdapat 11 pertunjukan setiap tahunnya. Kemudian PT Garam Persero mempunyai 4 pertunjukan per-tahunnya. Warphani [6], menjelaskan bahwa meskipun sifatnya hanya sebagai pelengkap, namun keberadaan pertunjukan mampu menjadi magnet kedatangan wisatawan ke wisata budaya. Sehingga kedua ini mempunyai potensi sangat besar untuk dikembangkan sebagai wisata budaya khususnya Alun-alun kota mempunyai lebih banyak pertunjukan. Sementara lainnya tidak mempunyai potensi sebagus Alu-alun Kota Sumenep dan PT Garam Persero. f. Ketersediaan Utilitas Kondisi eksisting menunjukkan bahwa semua kecuali Bujuk Panaongan sudah terlayani dengan baik oleh pelayanan utilitas. Berdasarkan ketentuan teknis wisata dalam [7], disebutkan bahwa untuk menjadikan menjadi Subah wisata, tersebut harus terlayani oleh jaringan air bersih, listrik, telepon dan drainase. Hal ini bertujuan untuk memberikan kenyamanan bagi wisatawan selama berada di wisata. Dengan ketentuan tersebut menjadikan Bujuk Panaongan kurang memenuhi syarat untuk dijadikan sebagai wisata budaya. g. Ketersediaan Akomodasi Berdasarkan kondisi eksisting, hampir semua sudah terlayani oleh pelayanan akomodasi, namun dalam jumlah relatif masih sedikit. Semua hanya terlayani oleh pelayanan rumah makan dan penginapan informal berupa rumah penduduk. Kondisi ini memberikan pertimbangan sama untuk setiap jika dilihat dari penyediaan sarana akomodasi kegiatan wisata. h. Ketersediaan Fasilitas pelayanan wisata Kawasan Alun alun Kota Sumenep, Asta Yusuf dan PT Garam Persero merupakan dengan pelayanan fasilitas wisata terlengkap dibandingkan dengan lainnya. Sesuai dengan ketentuan teknis wisata

dalam [7], ini sudah memenuhi kriteria tersebut untuk menjadi wisata di kabupaten Sumenep. Kawasan Bujuk Panaongan merupakan dengan fasilitas pelayanan wisata paling sedikit dan buruk. Kebutuhan pelayan tersebut diperoleh jika menempuh jarak 15-20 km ke arah kota. Sehingga sangat sulit untuk mengembangkan ini jika dilihat dari pelayanan fasilitas tersebut. Sedangkan paling mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai wisata budaya adalah Alun-alun Kota Sumenep, Asta Yusuf dan PT Garam Persero. i. Ketersediaan Fasilitas pendukung wisata budaya Fasilitas ini berkaitan dengan pelayanan oleh galeri seni, gedung pertujukan dan teater dan fasilitas pendukung lainnya. Hanya Alun-alun Kota Sumenep dan PT Garam Persero masih terlayani oleh pelayanan fasilitas ini, masing-masing terlayani oleh Gedung GNI dan Museum, dan Gedung teater terbuka. Dengan demikian, disimpulkan bahwa kedua tersebut merupakan mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai wisata dilihat dari ketersediaan fasilitas tersebut. j. Ketersediaan moda angkutan dan sarana transportasi Berdasarkan kondisi eksisting, semua terlayani olah angkutan umum dan sarana transportasi. Kawasan Benteng Belanda, Asta Katandur, dan PT Garam Persero merupakan dengan pelayanan moda angkutan dan sarana transportasi paling baik. Hal ini akan memberikan kenyamanan bagi wisatawan menuju wisata. Inskeep [8] menjelaskan bahwa transportasi akses dari dan menuju wisata menghubungkan antar atraksi dan sajian wisata dan antar atraksi utama wisata sangat dibutuhkan untuk memberikan kenyaman bagi wisatawan. Dengan penjelasan [8] memberikan kesimpulan bahwa ketiga tersebut merupakan paling diprioritaskan untuk dikembangkan sebagai wisata budaya dilihat dari pelayanan sarana dan moda angkutan. k. Jaringan jalan Kawasan Alun-alun Kota dan PT Garam Persero terlayani oleh jaringan jalan paling baik. Kedua ini terlayani oleh jaringan Arteri Sekunder memberikan kemudahan dan tingkat kelancaran tinggi menuju. Kawasan Benteng Belanda dan Asta Katandur terlayani oleh jaringan jalan kolektor primer. Kondisi ini memberikan keuntungan bagi untuk memberikan tingkat kemudahan dan kenyamanan menuju cukup tinggi. Kawasan Asta tinggi dan Asta Yusuf merupakan hanya terlayani oleh jalan lingkungan. Melihat kondisi eksisting, Kawasan Alun-alun Kota dan PT Garam Persero mempunyai pelayanan jaringan jalan paling nyaman dan mudah dibandingkan dengan lainnya. Kawasan tersebut mempunyai potensi tinggi untuk dikembangkan sebagai wisata budaya. l. Jenis aktivitas masyarakat atau kebiasaan hidup Jenis aktivitas masyarakat Kawasan Alun alun Kota Sumenep, Asta Tinggi dan Asta Yusuf banyak mendukung kegiatan wisata, seperti perdagangan dan jasa, dan industri rumahan. Kegiatan membantu wisatawan dalam penyediaan kebutuhan selama berada di wisata. Aktivitas tersebut menjadikan wisatawan akan bisa ikut langsung mengikuti aktivitas masyarakat di. Intosh [9] menjelaskan bahwa aktivitas masyarakat menjadi salah satu bentuk kenyamanan (hospitality service) ditawarkan oleh tuan rumah dalam setiap kegiatan wisata suatu wisata. Sehingga Alun alun Kota Sumenep, Asta Tinggi dan Asta Yusuf memenuhi kebutuhan pelayanan untuk memberikan kenyamanan bagi wisatawan datang. Sehingga memberikan potensi besar bagi untuk menjadi wisata budaya. 3.2 Pemilihan wisata Pemilihan paling berpotensi untuk dijadikan sebagai wisata budaya dilakukan dengan pembobotan untuk masing-masing di setiap variabel penelitian. Tabel 3.1 berikut ini merupakan hasil kumulatif penilaian masing-masing variabel di setiap Tabel 3.1 Nilai Total Hasil Skoring dari Masing-masing Kawasan Sejarah dan Budaya No. Kawasan Skor 1. Kawasan Alun alun Kota Sumenep; 53 2. Kawasan Benteng Belanda; 33 3. Kawasan Asta Tinggi; 32 4. Kawasan Asta Katandur 36 5. Kawasan Bujuk Panaongan 25 6. Kawasan Asta Yusuf 43 7. Kawasan PT Garam Persero 45 Sumber: Hasil Analisa 2012 Dengan melihat hasil analisa kumulasi masing-masing di atas terdapat dengan nilai tertinggi, yaitu Alun-alun kota Sumenep dengan nilai total sebesar 55, kemudian Asta Yusuf dengan total nilai sebesar 43 dan terakhir adalah PT garam Persero degan total nilai 45. Dan tertinggi adalah Alun-alun Kota Sumenep, maka inilah terpilih untuk menjadi wisata di kabupaten Sumenep karena mempunyai potensi paling tinggi dibandingkan dengan lainnya. Sedangkan Bujuk Panaongan merupakan tidak mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai wisata budaya di kabupaten Sumenep. Dibandingkan dengan lainnya, Alunalun kota Sumenep mempunyai banyak keunggulan. Kawasan ini mempunyai keunggulan dalam penyediaan daya tarik wisata yaitu ketersediaan peninggalan sejarah, karakteristik kebudayaan dan kesenian tradisional, dan keberadaan pertunjukan; pelayanan prasarana dan sarana wisata buaya yaitu pelayanan jaringan jalan, ketersediaan akomodasi, fasilitas pelayanan wisata, fasilitas pendukung wisata budaya. Dengan demikian dapat disimpulkan secara kuantitatif dan kualitatif bahwa Alun-alun Kota Sumenep adalah berpotensi untuk dikembangkan sebagai wisata budaya di kabupaten Sumenep. Peta potensi sejarah dan budaya terpilih yaitu Alun-alun kota Sumenep dapat di lihat pada peta 3.1.

3.3 Analisa Kemunduran Kawasan Untuk melihat terjadinya kemunduran, dilihat dengan menggunakan 3 variabel yaitu tingkat perubahan fungsi penggunaan lahan, perilaku masyarakat dan jenis dan bentuk permassaan bangunan. Hasil analisa dapat dilihat pada tabel 3.2. Tabel 3.2 Matriks Faktor Penyebab Kemunduran Kawasan Alun-Alun Kota Sumenep No Variabel Kondisi Eksisting Simpulan 1 2 3 Perubahan Fungsi penggunaan lahan Perilaku masyarakat di wisa Jenis bentuk dan massa bangunan dari Sumber: Hasil Analisa 2012 - Banyak bangunan berubah fungsi dan tidak sesuai dengan fungsi awal - Rumah tempat tinggal para adipati keraton, sekarang berubah bentuk dan fungsi bangunannya menjadi perdagangan - Aktivitas masyarakat di masa lampau banyak ditinggalkan seperti aktivitas permainan sodok antar kuda kerajaan, pelatihan militer Kerajaan, tangsi militer Kerajaan, pesta rakyat dan perayaan budaya mempunyai kaitan sejarah erat dengan alunalun kota sebagai Kerajaan di kabupaten Sumenep - Para pemuda lebih berorientasi pada seni modern seperti seni musik Rock dan POP - Wujud bangunan seperti bentuk, material, pewarnaan dan gaya bangunan di banyak berubah dan tidak mempertahankan ketradisionalan dan lebih modern. Terjadi kemunduran diakibatkan perubahan fungsi penggunaan lahan Terjadi kemunduran disebabkan oleh hilangnya kebudayaan dan aktivitas menjadi ciri khas Terjadi kemunduran disebabkan perubahan bentuk dan permassaan bangunan Berdasarkan hasil analisa di atas, pada terjadi kemunduran, untuk itu dibutuhkan adanya pengendalian terhadap terjadinya kemunduran, yaitu dengan memperhatikan 3 pertimbangan, 1)perlu adanya pengendalian perubahan fungsi penggunaan lahan baru di wisata, 2)perlu untuk mengenalkan tentang warisan budaya dimiliki pada masyarakat luas terutama para pemuda, dan 3)dibutuhkan adanya regulasi mengatur bentuk dan permassaan bangunan di wisata budaya. Dengan pengendalian tersebut, harapannya adalah dapat tetap menjaga citra melekat pada. 3.4 Analisa Kriteria Pengembangan Kawasan Wisata Tahapan analisa ini menggunakan teknik Delphi untuk memperoleh kriteria pengembangan wisata budaya. Langkah awal dilakukan analisa deksriptif untuk mengetahui faktor pengembangan dari Kawasan Alun-alun Kota Sumenep, analisa tersebut dikaitkan dengan kondisi eksiting dan merupakan variabel masih membutuhkan perbaikan dan penambahan. Sehingga wisata menjadi dengan komponen pemenuhan dan penunjang kegiatan wisata lengkap, akan memberikan kenyamanan bagi wisatawan. Dari hasil analisa tersebut diperoleh 6 faktor pengembangan, yaitu 1) Pengenalan pola permukiman taneyan lanjeng dan penggiatan kembali permainan tanpangantanan, meminang perempuan dan pengadaan informasi pada bangunan sejarah; 2) peningkatan pelayanan transportasi tradisional; 3) peningkatan kualitas SDM dalam bidang kepariwisataan, sejarah dan kebudayaan lokal khas; 4)pengembangan kesempatan investasi mendukung sebagai sebuah wisata budaya; 5)peningkatan kualitas kondisi fisik dan keselarasan pembangunan bangunan untuk penggunaan lahan baru dan 6)perumusan dan implementasi kebijakan pendukung konkret untuk melindungi peninggalan sejarah dan cagar budaya serta penetapan sebagai wisata budaya. Selain itu, terdapat 3 faktor pengendalian kemunduran sebagai faktor tambahan perlu dipertimbangkan dalam pengembangan, faktor tersebut adalah 1)pengendalian perubahan fungsi penggunaan lahan baru di wisata;2)pengenalan tentang warisan budaya pernah dimiliki pada masyarakat luas terutama para pemuda.3)dibutuhkan adanya regulasi mengatur bentuk dan permassaan bangunan di wisata budaya. Berdasarkan faktor tersebut, kriteria dihasilkan adalah: 1) memiliki daya tarik sejarah dan budaya berupa:a) pola permukiman danm bangunan dengan nilai sejarah dan historis, kebudayaan dan pendidikan bagi serta terdokumentasi secara lengkap, b)kebudayaan lokal unik dan khas seperti permainan tan pangantana, meminang wanita dan makanan khas;2)menghidupkan kembali moda angkutan andong/dokar sebagai alat transportasi tradisional melayani kegiatan wisata dan perbaikan pelayanan transportasi di dan menuju wisata Alun-alun Kota Sumenep; 3)memberikan peran dan melibatkan masyarakat dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan kegiatan wisata serta memberikan pengetahuan melalui sosialisasi dan dan lokakarya; 4)meningkatkan upaya promosi melalui berbagai media khususnya media non profit untuk membuka kesempatan investasi bagi disertai dengan kemudahan prosedur investasi di ; 5)ciri khas, keaslian arsitektural dan kualitas kondisi fisik bangunan sejarah serta keharmonisan antar bangunan lama dan bangunan baru di dalam harus tetap dipertahankan serta dengan memberikan cara-cara perbaikan, renovasi dan pemugaran bangunan atau lingkungan; 6)dibuatnya kebijakan bersifat insentif mengenai mengatur tentang sebagai sebuah wisata budaya dan juga situs cagar budaya; 7)pengendalian perubahan fungsi penggunaan lahan dan bangunan untuk tetap mempertahankan citra melekat pada, hal ini dilakukan dengan cara perumusan zonasi wisata budaya; dan 8)menjaga bentuk dan gaya bangunan untuk

menjaga ciri khas serta perlu dibentuknya regulasi mengatur bentuk dan gaya bangunan tersebut 3.5 Perumusan Kriteria Pengembangan Kawasan Pada tahap perumusan arahan penembangan wisata budaya dilakukan dengan teknik triangulasi dengan sumber data dipergunakan dalam analisa adalah hasil kriteria pengembangan wisata budaya, tinjauan empiri pengembangan dari wisata (Vancouver- Chinatown dan Revitalisasi Kota Lama, Jakarta) dan kebijakan berkaitan dengan pengembangan wisata budaya di Kabupaten Sumenep yaitu [10]-[11]. tinjauan empiri dan kebijakan merupakan tinjauan untuk mempertegas hasil kriteria dihasilkan pada analisa sebelumnya. Tabel 3.3 dan 3.4 berikut ini merupakan hasil perumusan arahan mikro dan makro pengembangan wisata budaya di Kawasan Alun-alun Kota Sumenep: Tabel 3.3 Arahan Mikro Spasial dan Non Spasial Pengembangan Kawasan Wisata Budaya Alun-alun Kota Sumenep Arahan Mikro Arahan Mikro Non - Spasial Spasial 1. Menjadikan keberadaan tempat dan bangunan bernilai historis, kebudayaan, dan kesenian tradisional tinggi sebagai daya tarik wisata budaya dilengkapi dengan dokumentasi dari tempat dan gedung bersejarah 2. Menjadikan pola permukiman taniyan lanjeng sebagai daya tarik wisata budaya 1. Menjadikan permainan tradisional tanpangantanan sebagai salah satu dalam kegiatan wisata dan kegiatan proses pembuatan makanan dan kerajinan tradisional sebagai daya tarik wisata 2. Menjadikan andong/dokar sebagai salah satu alat angkutan wisata selama kegiatan wisata berlangsung 3. Pengadaan lokakarya dan sosialisasi berkala dan intensif tentang wisata budaya pada masyarakat dengan menggunakan contoh lainnya 4. Perlu pemeliharaan bangunan difungsikan sebagai fasilitas sosial seperti perkantoran, rumah ibadah, rumah tinggal dan lain-lain 5. Mempertahankan dan mengembalikan wujud bangunan dengan konteks ketradisionalan Sumenep 6. Pemberian gate/pintu gerbang pada sebagai pembatas memiliki nilai keunikan dengan lain sehingga mudah dikenali keberadaannya oleh masyarakat. Sumber: Hasil Analisa,2012 Tabel 3.4 Arahan Makro Spasial dan Non Spasial Pengembangan Kawasan Wisata Budaya Alun-alun Kota Sumenep Arahan Makro Spasial 1. Mengembangkan Kawasan dengan konsep Community-based Tourism (CBT) yaitu suatu konsep melibatkan masyarakat dalam hal perencanaan, pelaksanaan dan juga pengawasan kegiatan wisata 2. Mengembangakan dengan konsep tradisional yaitu dengan potensi lokalitas setempat dan dekorasi-dekorasi bermotif khas Sumenep pada wujud bangunan sebagai daya tarik Arahan Makro Non - Spasial 1. Perbaikan dan pengadaan moda transportasi menuju dan di wisata budaya. 2. Mengadakan kerja sama dengan media informasi dan pembuatan web khusus disambungkan dengan web Sumenep dalam mempromosikan 3. Mengadakan kerja sama dengan swasta disertai kemudahan atau insentif dalam prosedur investasi seperti kemudahan ijin usaha bagi investor 4. Perumusan Guideline tentang cara-cara perbaikan, renovasi dan pemugaran bangunan atau lingkungan mempunyai nilai sejarah bagi agar tidak terjadi kegiatan pembangunan menimbulkan perusakan atau perubahan pada bangunan 5. Perumusan peraturan tentang insentif pajak bumi dan bangunan terhadap pemilik perorangan atau instansi memiliki bangunan cagar budaya berdasarkan parameter kondisi bangunan, lokasi dan pemanfaatannya 6. Perumusan peraturan daerah mengatur misalnya tentang zonasi atau tata guna lahan ukiran khas diperbolehkan di, yaitu permukiman, Sumenep, modelmodel batik, dan 7. Perumusan peraturan terkait dengan fasilitas sosial dan sarana wisata. lainnya ketentuan bangunan berarsitektural Madura di wisata Sumber: Hasil Analisa,2012 Dalam mengembangkan Alun-alun kota Sumenep juga dirumuskan zona pengembangan untuk membagi secara jelas fungsi dari masing-masing zona pada, dalam sebuah sistem spasial yaitu dengan mengadopsi zona pengembangan model [12] membagi menjadi 3 zona pengembangan : 1. Zona inti. Yang merupakan terkonsentrasinya daya tarik utama dimiliki, yaitu pola permukiman lama kabupaten Sumenep berupa pola permukiman taneyan lanjeng, bangunan bersejarah bergaya kolonial dan China telah berasimilasi dengan kebudayaan islam tersebar di, dan kompleks bangunan keraton Sumenep, serta daya tarik berupa kebudayaan lokal dimiliki untuk melengkapi daya tarik utama. Zona inti diarahkan berada di pusat alun-alun kota Sumenep. 2. Zona pendukung langsung, yaitu zona mendukung secara langsung kegiatan wisata budaya. Kawasan ini diarahkan terkonsentrasi pada bagian luar dan berbatasan langsung dengan zona inti, Zona pendukugn merupakan tempat terkonsentrasinya pelayanan akomodasi, sarana pendukung wisata, pertokoan dan berbagai sarana lain mendukung kegiatan wisata dan masyarakat. Keberadaan penggunaan lahan berupa perdagangan dan jasa sangat berpotensi tinggi untuk menunjang kegiatan wisata 3. Zona pendukung tidak langsung, yaitu daerah sekitar masih terkena dampak kegiatan wisata dari wisata budaya alun-alun kota Sumenep. Zona pendukung tidak langsung dimaksud berupa kegiatan di sekitar wisata, baik berupa kegiatan perdagangan maupun aktivitas masyarakat atau bisa berupa daya tarik wisata lain dapat dijadikan sebagai tujuan wisatawan selain berkunjung ke alun-alun kota Sumenep. BAB IV KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisa, disimpulkan bahwa Alun-alun kota Sumenep merupakan sejarah dan budaya mempunyai potensi paling tinggi untuk dikembangkan menjadi wisata budaya di kabupaten Sumenep Kriteria dan arahan pengembangan wisata budaya Kawasan Alun-alun kota Sumenep adalah Kriteria dan arahan berhubungan dengan daya tarik budaya baik berupa bangunan maupun kebudayaan lokal, moda transportasi tradisional, sumberdaya manusia, kesempatan investasi, keaslian dan kondisi bangunan serta kebijakan pendukung. Selain itu juga berkaitan dengan upaya pengendalian kemunduran wisata budaya yaitu perubahan fungsi penggunaan lahan dan berkaitan dengan bentuk dan permassaan bangunan. Hasil penelitian ini juga diperoleh 3 zona pengembangan untuk membagi secara jelas fungsi dari masing-masing zona pada, dalam sebuah sistem spasial di Alun-alun Kota Sumenep.

1. Pada Zona 1 diarahkan untuk zona pengembangan inti wisata budaya merupakan pusat sajian wisata. Zona merupakan terkonsentrasinya daya tarik wisata dimiliki oleh wisata. Zona ini ditunjang dengan arahan berupa pengembangan dengan konsep ktadisionalan dan peningkatan daya tarik utama dari wisata budaya alun-alun Kota Sumenep diantaranya adalah pola permukiman lama kabupaten Sumenep berupa pola permukiman taneyan lanjeng, bangunan bersejarah bergaya kolonial dan China telah berasimilasi dengan kebudayaan Islam tersebar di, dan kompleks bangunan keraton Sumenep sebagai. 2. Pada Zona 2 diarahkan untuk zona pengembangan pendukung langsung kegiatan wisata budaya merupakan pusat kegiatan perdagangan dan jasa di wisata sebagai penyedia kebutuhan wisatawan selama berada di wisata. Untuk mendukung zona ini dibutuhkan arahan yaitu menjadikan penggunaan lahan perdagangan dan jasa sebagai fasilitas pelayanan kegiatan wisata budaya di alun-alun Kota Sumenep, pembangunan sentra perdagangan menjual makanan dan kerajinan khas Sumenep dan melibatkan masyarakat sekitar wisata dalam kegiatan perdagangan dan jasa sebagai partisipan di dengan menjadikan masyarakat sebagai pedagang di tersebut sehingga dapat meningkatkan ekonomi lokal. 3. Pada Zona 3 diarahkan sebagai zona pendukung tidak langsung merupakan daerah sekitar masih terkena dampak kegiatan wisata dari wisata budaya alun-alun kota Sumenep. Untuk mendukung zona ini dibutuhkan arahan yaitu menjadikan kegiatan perdagangan maupun aktivitas masyarakat dan daya tarik wisata lain di luar wisata sebagai alternatif tujuan wisatawan selain berkunjung ke alunalun kota Sumenep. [6] Warphani, Suwardjoko P (2007). Pariwisata dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung: Penerbit ITB [7] Permen PU no. 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Kriteria Teknis Kawasan Budi daya [8] Inskeep, Edward. (1991). Tourism Planning: An Integrated Sustainable Development [9] Mc. Intosh. (1995). Tourism Principles, Practices, Philosophies [10] RIPP Kabupaten Sumenep (2001). Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Sumenep [11] RTRW Kabupaten Sumenep (2009). Bappeda Kabupaten Sumenep [12] Smith, Stephen L.J. 1989. Tourism Analysis, a Handbook. Longman Scientific & Technical. UCAPAN TERIMAKASIH 1. Kedua orang tua atas perhatian, kasih sa dukungan moral, materi dan spiritual tak hentinya diberikan kepada penulis. 2. Ibu Dr. Ir. Rima Dewi S, MIP, selaku Dosen wali dan pembimbing dengan sabar memberikan bimbingan, masukan, nasihat serta motivasi selama penyusunan Tugas Akhir. 3. Seluruh dosen dan karyawan Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota atas semua bantuan dan dukungan diberikan. 4. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Sumenep, Bappeda Sumenep, Kelurahan Pajagalan - Kota Sumenep, masyarakat Kelurahan Pajagalan serta para responden telah memberikan data dan informasi dibutuhkan. DAFTAR PUSTAKA [1] RTR Pulau Madura (2006). Badan Pelaksana Badan Pengawasan Wilayah Suramadu (BP-BPWS) [2] PDRB Kabupaten Sumenep (2008). BPS Kabupaten Sumenep. [3] Suwena, I Ketut (2010). Pengetahuan Dasar Ilmu Pariwisata. Denpasar: Udayana Press [4] Yale, P. (1991). From Tourist Attraction in Heritage Tourism. [5] Suharso, Tunjung W. (2009). Perencanaan Objek Wisata dan Kawasan Wisata. Malang:PPSUB