PENGARUH ph UMPAN LIMBAH CAIR Sr-90 TERHADAP ADSORBEN BREKSI BATU APUNG

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH SENYAWA PENGOTOR Ca DAN Mg PADA EFISIENSI PENURUNAN KADAR U DALAM AIR LIMBAH

ADSORPSI LIMBAH URANIUM MENGGUNAKAN LEMPUNG NANGGULAN

BAB III METODE PENELITIAN

KAJIAN SIFAT SERAP MINERAL MAGNETIT TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF URANIUM CAIR FASE AIR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN URUG

KARAKTERISASI KADAR ZAT PADAT DALAM EFLUEN PADA PROSES SORBSI LIMBAH B3 CAIR MENGGUNAKAN ZEOLIT

KAJIAN PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM PADA REDUKSI KADAR Pb dan Cd DALAM LIMBAH CAIR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. nm. Setelah itu, dihitung nilai efisiensi adsorpsi dan kapasitas adsorpsinya.

KAJIAN SIFAT SERAP MINERAL MAGNETIT TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF URANIUM CAIR FASA AIR YANG DIGUNAKAN SEBAGAI BAHAN URUG

BAB III METODE PENELITIAN

KARAKTERISASI KAPASITAS TUKAR KATION ZEOLIT UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH B3 CAIR

4 Hasil dan Pembahasan

PENGARUH UKURAN PARTIKEL BATU APUNG TERHADAP KEMAMPUAN SERAPAN CAIRAN LIMBAH LOGAM BERAT

BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Kerangka Penelitian Kerangka penelitian secara umum dijelaskan dalam diagram pada Gambar 3.

AKTIVASI ABU LAYANG BATUBARA DAN APLIKASINYA SEBAGAI ADSORBEN TIMBAL DALAM PENGOLAHAN LIMBAH ELEKTROPLATING

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

KARAKTERISASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR UMPAN PROSES EVAPORASI

BABrV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENGOLAHAN LIMBAH URANIUM CAIR DENGAN ZEOLIT MURNI DAN H-ZEOLIT SERTA SOLIDIFIKASI DENGAN POLIMER EPOKSI

BAB IV PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Lumpur Sidoarjo

Disusun Oleh : Shellyta Ratnafuri M BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN ETANOL ABSTRAK

BAB III METODE PENELITIAN. Ide Penelitian. Studi Literatur. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. Pelaksanaan Penelitian.

PENGARUH AKTIVASI FISIK ZEOLIT ALAM SEBAGAI ADSORBEN DALAM PROSES ADSORPSI MINYAK JELANTAH

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK DAUN CENGKEH DENGAN METODE ADSORBSI

PEMISAHAN Ce DAN Nd MENGGUNAKAN RESIN DOWEX 50W-X8 MELALUI PROSES PERTUKARAN ION

STUDI KEMAMPUAN PERLIT SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYISIHKAN BESI

LAMPIRAN I. LANGKAH KERJA PENELITIAN ADSORPSI Cu (II)

OPTIMASI TAWAS DAN KAPUR UNTUK KOAGULASI AIR KERUH DENGAN PENANDA I-131

KARAKTERISASI ZEOLIT ALAM PADA REDUKSI KADAR CHROM DALAM LIMBAH CAIR

PREPARASI LIMBAH RADIOAKTIF CAIR EFLUEN PROSES PENGOLAHAN KIMIA UNTUK UMPAN PROSES EVAPORASI

Ngatijo, dkk. ISSN Ngatijo, Pranjono, Banawa Sri Galuh dan M.M. Lilis Windaryati P2TBDU BATAN

STUDI PEMISAHAN URANIUM DARI LARUTAN URANIL NITRAT DENGAN RESIN PENUKAR ANION

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

KAJIAN AWAL ADSORBEN DARI LIMBAH PADAT LUMPUR AKTIF. INDUSTRI CRUMB RUBBER PADA PENYERAPAN LOGAM Cr

4 Hasil dan pembahasan

KARAKTERISASI LEMPUNG CENGAR TERAKTIVASI ASAM SULFAT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia

Jl. Soekarno Hatta, Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu, Telp Diterima 26 Oktober 2016, Disetujui 2 Desember 2016

ANALISIS LIMBAH RADIOAKTIF CAIR DAN SEMI CAIR. Mardini, Ayi Muziyawati, Darmawan Aji Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

besarnya polaritas zeolit alam agar dapat (CO) dan hidrokarbon (HC)?

BAB IV METODE PENELITIAN

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS

SUNARDI. Jl. Babarsari Kotak Pos 6101 YKBB Yogyakarta Telp. (0274) Abstrak

METODE PENELITIAN. pembuatan vermikompos yang dilakukan di Kebun Biologi, Fakultas

ION EXCHANGE DASAR TEORI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

Recovery Logam Ag Menggunakan Resin Penukar Ion

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN ZEOLIT ALAM SEBAGAI ADSORBEN PADA PEMURNIAN ETANOL ABSTRAK

Pemanfaatan Kulit Singkong Sebagai Bahan Baku Karbon Aktif

HASIL DAN PEMBAHASAN y = x R 2 = Absorban

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Methylene Blue

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Adsorption nomenclature [4].

PENGARUH BENTUK (POWDER, GRANULE, DAN GRAVEL) KARBON AKTIF DARI BAMBU TERHADAP DEBIT DAN EFISIENSI ABSORBSI PADA PENJERNIHAN AIR SELOKAN MATARAM

ADSORPSI IOM LOGAM Cr (TOTAL) DENGAN ADSORBEN TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L.) KOMBINASI KULIT KACANG TANAH (Arachis Hypogeal L.) MENGGUNAKAN METODE KOLOM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Metodologi Penelitian

Pemanfaatan Biomaterial Berbasis Selulosa (TKS dan Serbuk Gergaji) Sebagai Adsorben Untuk Penyisihan Ion Krom dan Tembaga Dalam Air

BAB III METODE PENELITIAN. Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana. Untuk sampel

IDENTIFIKASI Fase KOMPOSIT OKSIDA BESI - ZEOLIT ALAM

Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian Secara Keseluruhan

BAB III PERCOBAAN DAN HASIL PERCOBAAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Juni 2015 di Balai Besar

LAMPIRAN 1 DATA PENELITIAN

Bab III Metodologi Penelitian

Kata kunci: surfaktan HDTMA, zeolit terdealuminasi, adsorpsi fenol

BAB III METODE PENELITIAN. A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah senyawa zeolit dari abu sekam padi.

PENGARUH BAHAN AKTIVATOR PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TEMPURUNG KELAPA

BAB I PENDAHULUAN. lainnya untuk bisa terus bertahan hidup tentu saja sangat tergantung pada ada atau

JURNAL REKAYASA PROSES. Kinetika Adsorpsi Nikel (II) dalam Larutan Aqueous dengan Karbon Aktif Arang Tempurung Kelapa

TUGAS MANAJEMEN LABORATORIUM PENANGANAN LIMBAH DENGAN MENGGUNAKAN LUMPUR AKTIF DAN LUMPUR AKTIF

Penurunan Kandungan Fosfat dalam Air dengan Zeolit

4 Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

Penentuan Kondisi Optimum Penyerapan Perlit Teraktifasi Terhadap Logam Berat Pb dan Cu

HASIL DAN PEMBAHASAN Preparasi Contoh

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh waktu aging

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis proses preparasi, aktivasi dan modifikasi terhadap zeolit

EFISIENSI PENURUNAN KADAR KALSIUM PADA AIR LAUT DENGAN METODA PENUKAR ION YANG MEMANFAATKAN TANAH

KARAKTERISASI MORFOLOGI CLAY DENGAN FILLER KULIT KAKAO

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

BAB III METODE PENELITIAN

Emmy Sahara. Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK ABSTRACT

ADSORPSI ION TIMBAL (II) DENGAN ADSORBEN SLUDGE INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK 1 PEMISAHAN KOMPONEN DARI CAMPURAN 11 NOVEMBER 2014 SEPTIA MARISA ABSTRAK

PENGARUH UKURAN SERBUK PADA AKTIVASI TANAH LIAT DARI TANAK AWU TERHADAP DAYA ADSORPSINYA PADA PEMURNIAN MINYAK GORENG BEKAS

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. furnace, desikator, timbangan analitik, oven, spektronik UV, cawan, alat

Transkripsi:

Prayitno, dkk. ISSN 0216-3128 1 PENGARUH ph UMPAN LIMBAH CAIR Sr-90 TERHADAP ADSORBEN BREKSI BATU APUNG Prayitno, Sukosrono, Djoko Sardjono Puslitbang Teknologi Maju BATAN ABSTRAK Sr-90 sebagai hasil fisi dari instalasi nuklir sangat berbahaya karena toksisitasnya tinggi. Salah satu cara untuk mengikat Sr-90 yang dikandung oleh limbah cair adalah dengan proses serapan, yaitu menggunakan metoda pertukaran ion dan adsorpsi. Adsorben yang digunakan pada proses serapan ini adalah breksi batuapung yang berasal dari Imogiri, Kabupaten Bantu l, Propinsi D. I. Yogyakarta Breksi batuapung dipilih sebagai adsorben karena luas permukaannya sangat besar, memiliki karakteristik seperti resin penukar ion, murah, dan merupakan hasil tambang yang memiliki potensi yang sangat besar di Indonesia. Proses serapan pada penelitian ini dilakukan dalam sistem aliran sinambung dengan satu kolom penyerap berdiameter 1 cm dan tinggi 4 cm. Breksi batuapung diperkecil ukurannya hingga 60-80 mesh. Aktivasi terhadap breksi batuapung dilakukan dengan pemanasan pada temperatur 300 C selama 3 jam.. Umpan limbah Sr(OH) 2 ditambah dengan larutan HNO 3 dan NaOH untuk variasi ph umpan dari 3 hingga 11, kemudian diambil 200 µl, dan dicacah agar diketahui aktivitas jenis awal tiap-tiap umpan. Temperatur umpan adalah temperatur kamar. Kecepatan aliran umpan 2,128 ml/menit. Pengujian pengaruh ph umpan dilakukan dengan cara mengalirkan umpan pada kolom penyerap yang telah diisi oleh 2 gram adsorben. Pengujian pengaruh komposisi antara kedua adsorben dilakukan pada ph 7. Keluaran dari kolom penyerap ditampung tiap 5 ml, diambil 200 µl, dan dicacah dengan pencacah beta Ortec. Proses serapan dihentikan jika keluaran dari kolom penyerap telah jenuh. Faktor dekontaminasi (FD), efisiensi penyerapan (EP), dan kapasitas serap (KS) tiap adsorben dapat dihitung dari data hasil pencacahan. Hasil pengujian pengaruh variasi ph umpan terhadap breksi batuapung menunjukkan peningkatan nilai FD, EP, dan KS dari ph 3 hingga 5 dan menurun secara perlahan dengan peningkatan ph,. Dari penelitian ini tampak breksi batuapung dapat dijadikan alternatif bahan penyerap yang dapat menyerap Sr-90. Sr-90 diserap maksimal oleh breksi batuapung pada ph 5 dengan nilai FD = 9,35, EP = 89,31, dan KS = 4,699133 x 10-4 ppm. ABSTRACT Sr-90 is a dangerous fission product from a nuclear instalation since it has a high toxicity. By means of sorption, Sr-90 could be bound from Sr-90 containing the liquid waste, using the adsorption and ion exchange methods. The adsorbents used in this sorption process were pumice from Imogiri, Bantul regency, D. I. Yogyakarta Province. Pumice were chosen as adsorbents since they have large surface area, while their characters are like ion exchange resins, cheap, and produced from the mines which are highly potential in Indonesia. The sorption process in this study were applied in the continuous flow system with a single adsorption column which is 1 cm in diameter and 4 cm in depth. The size of pumice were reduced until 60-80 mesh. Both pumice were activated by means heating at 300 C for 3 hours.. Sr(OH) 2 containing feed waste was mixed with various composition of HNO 3 solution and NaOH to make the ph of the feed from 3 to 11, then the 200 µl of the effluent of the feed was taken, and counted in order to measure the specific activity of each feed. The temperature of the feed was room temperature. The flow rate of the feed was 2,128 ml/min. The test of the influence of the ph of the feed was done by passing the feed through the sorption column which had been filled with 2 grams of adsorbent. The test of the influence of the composition of the adsorbents was done at the ph 7. Effluent from the sorption column was collected every 5 ml, and a sample of 200 µl was taken to be counted with a beta Ortec detector. The sorption process was stoped when the effluent was saturated. The decontamination factor (DF), sorption efficiency (SE), and sorption capacity (SC) of adsorbents were calculated from the result of the counting. The experimental results about the influence of the variation of ph of the feed of pumice show an increase in the value of DF, EF, and SC within the range of ph 3-5 and a slow decrease with increasing ph, for the clay value of DF, SE, and SC increase within the range of ph 3-6, and decrease at ph 7, increase again at ph 8, and continue to decrease. The following major conclusions have been reached from this study : pumice mineral as the alternative adsorbents can sorp Sr-90. Sr-90 was sorpted maximally by pumice at ph 5 where DF = 9,35, SE = 89,31, and SC = 4,699133 x 10-4 ppm.

2 ISSN 0216-3128 Prayitno, dkk. PENDAHULUAN S alah satu persoalan yang menyertai perkembangan dan penerapan teknologi nuklir adalah pengelolaan limbah radioaktif cair yang ditimbulkan, terutama limbah cair yang berasal dari industri nuklir sebagai hasil samping. Jika tidak dikelola dengan baik, limbah tersebut akan berdampak kurang baik bagi kesehatan manusia dan lingkungannya. Sr-90 yang dikandung oleh limbah cair sebagai hasil fisi dari instalasi nuklir sangat berbahaya karena toksisitasnya tinggi dan mempunyai kemungkinan ikut masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan maupun pernafasan. Selanjutnya Sr-90 tersebut akan mengendap di dalam tubuh sebagai sumber radiasi internal dengan umur paruh yang relatif panjang. Efek radiasi yang dapat ditimbulkan oleh Sr-90 adalah kanker tulang dan leukimia (Noviastono, 1991). Penyebaran breksi batuapung meliputi daerah Serang dan Sukabumi (Jawa Barat), pulau Lombok (Nusa Tenggara Barat), dan pulau Ternate (Maluku). Di Propinsi D. I. Yogyakarta, kandungan endapan breksi batuapung dapat ditemukan di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunung Kidul. Breksi batuapung memiliki struktur berpori dengan porositas yang tinggi dan berkarakter seperti resin penukar ion sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif bahan penyerap limbah radioaktif. Dengan demikian nilai ekonomis dari bahan lokal dapat ditingkatkan karena batuapung merupakan hasil tambang yang murah harganya dan memiliki potensi yang besar di Indonesia. Penelitian ini memakai metoda pertukaran ion dan adsorpsi untuk mereduksi volume kontaminan radioaktif yang terdapat pada limbah cair Sr-90 dengan menggunakan penyerap breksi batuapung. Proses penyerapannya dilakukan dalam sistem aliran sinambung. Permasalahan yang dihadapi dalam penelitian ini adalah keefektifan breksi batuapung sebagai bahan penyerap untuk mereduksi volume Sr-90 yang terdapat pada umpan limbah cair. Dengan variasi ph limbah cair sebagai umpan akan diketahui sejauh mana pengaruh variasi ph tersebut terhadap proses penyerapan dan pada ph berapa diperoleh kondisi penyerapan terbaik. Pada penelitian ini, pencampuran antara breksi batuapung juga dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap proses penyerapan Sr-90 dari limbah cair. Penelitian ini bertujuan : 1. Mengkaji parameter ph pada proses peningkatan kemampuan penyerapan breksi batuapung sehingga diperoleh kondisi ph optimum untuk penyerapan. 2. Mengetahui pengaruh pencampuran antara breksi batuapung pada proses peningkatan kapasitas serapnya. Alat dirancang berdasarkan konfigurasi aliran sinambung dengan satu kolom penyerap berdiameter 1 cm dan tinggi 4 cm. Bahan penyerap yang digunakan adalah breksi batuapung yang berasal dari Nogosari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Propinsi D. I. Yogyakarta. Breksi batuapung diperkecil ukurannya antara 60 mesh sampai 80 mesh dan diaktivasi pemanasan pada temperatur 300 C selama 1 jam. Kemudian 2 gram adsorben tersebut dimasukkan kolom penyerap untuk seterusnya dilewatkan umpan limbah cair. Batasan penelitian yang mengandung Sr-90 dengan kecepatan aliran 2,13 ml/menit dan beningan yang keluar dari kolom penyerap ditampung untuk dicacah dengan detektor beta- Ortec. Temperatur ruangan tetap yaitu 20 C. Variasi ph dari 3 sampai dengan 11 dan variasi komposisi 2 gram breksi batuapung dengan perbandingan 0,5 : 1,5; 1 : 1; 1,5 : 0,5. Selanjutnya ditentukan nilai faktor dekontaminasi (FD), efisiensi penyerapan (EP), dan kapasitas serap (KS) setiap adsorben. Untuk mengetahui komposisi awal penyusun breksi batuapung, analisa dengan Spektroskopi Serapan Atom. Selain itu analisa dengan difraksi sinar-x dilakukan untuk mengetahui jenis mineral penyusun breksi batuapung. TATA KERJA Bahan Penelitian 1. Limbah stronsium (Sr-90) induk dalam Sr(OH) 2, AJ = ± 10-2 µci/ml 2. Breksi batuapung 3. Larutan HNO 3 1 N 4. NaOH 1 N 5. Aquades Alat Penelitian

Prayitno, dkk. ISSN 0216-3128 3 1. Alat pemecah batuan dan penggerus 2. Ayakan Tyler Dan penggetar (merk Rets) 3. Oven (merk Sybron Thermolyne Furnatrol) 4. Timbangan elektrik ( merk Sartorius 2434) 5. PH indikator 6. Botol plastik dan Pipet Effendrop 7. Pompa dosis (merk Masrerflex) 8. Kolom penyerapan dari gelas diameter kolom 1 cm dan tinggi 4 cm 9. Spektrometri Serapan Atom (SSA) 10. Gelas beker dan glass wool 11. Pencacah beta ortec 12. Lampu pengering 13. Planset dan stopwatch Cara Kerja Persiapan Adsorben 1. Bongkahan breksi batuapung ukuran ± 30 x 20 x 10 cm 3 diperkecil ukurannya dengan pemecah batuan sehingga didapatkan ukuran yang lebih kecil berbentuk serpihan. 2. Selanjutnya serpihan breksi batuapung diperkecil dengan penggerus sampai berbentuk serbuk halus. 3. Serbuk halus tersebut dikeringkan di tempat terbuka selama ± 3 jam sehingga lebih mudah untuk disaring. 4. Masing-masing serbuk halus breksi batuapung disaring dengan penggetar dan ayakan Tyler untuk mendapatkan ukuran 60-80 mesh (Wahyuningsih, 1998; Yulianti, 1997). Pengayakan dilakukan dengan penggetar pada frekuensi getaran 60 getaran/15 menit. 5. Sebagian kecil serbuk breksi batuapung yang berukuran 60-80 mesh dianalisa dengan SSA dan XRD. Pemanasan adsorben 1. Breksi batuapung dengan ukuran 60-80 mesh dipanaskan di oven pada temperatur 300 C selama 1 jam. 2. Kedua adsorben tersebut dianalisa dengan SSA. 3. Porositas kedua adsorben ditentukan untuk mengetahui besarnya pori-pori total, yaitu dengan membandingkan selisih volume adsorben sebelum dan setelah dipanaskan. Persiapan umpan 1. Larutan Sr-90 induk diencerkan dengan menggunakan aquades sehingga aktivitas jenisnya 10-3 -10-4 µci/ml (Ronodirdjo, 1985). 2. 200 µl larutan tersebut diambil menggunakan pipet Effendrop, dimasukkan ke dalam planset, dan dipanaskan. 3. Sampel tersebut dicacah dengan pencacah beta Ortec. Larutan hasil pengenceran tersebut akan dipakai sebagai umpan limbah cair untuk dialirkan ke dalam kolom penyerap. 4. Ditambahkan larutan HNO 3 dan NaOH, sehingga diperoleh larutan umpan dengan variasi ph 3 sampai dengan 11. Kemudian dicacah untuk mengetahui besarnya aktivitas jenis mula -mula (Aj 0 ). Perancangan Alat 1. Alat dirancang dengan konfigurasi aliran sinambung, menggunakan sebuah kolom penyerap dengan diameter 1 cm & tinggi kolom 4 cm (Prayitno & Setyadji, 1986). 2. Aliran dibuat dari bawah, seperti yang ditunjukkan oleh (Bowles, 1991). 3. Uji coba dilaksanakan untuk menentukan kondisi pengoperasian, seperti kecepatan aliran dan keamanan sistem saat dioperasikan. 4. Selanjutnya koefisien permeabilitas ditentukan dengan metoda falling-head (Bowles, 1991). Pengujian pengaruh variasi ph umpan limbah cair Sr-90 1. Breksi batuapung yang telah dipanaskan ditimbang 2 gram dengan timbangan elektrik dan dimasukkan ke dalam kolom penyerap. 2. Umpan dengan ph 3 dialirkan ke dalam kolom dengan kecepatan 2,13 ml/menit. 3. Beningan yang keluar dari kolom penyerap ditampung di dalam gelas ukur. 4. Setelah mencapai 5 ml, diambil sebanyak 200 µl dengan pipet Effendrop untuk dicacah dengan alat cacah beta Ortec. Aliran dihentikan jika aktivitas jenis limbah setelah melewati breksi

4 ISSN 0216-3128 Prayitno, dkk. batuapung hampir mendekati atau sama dengan aktivitas jenis awal limbah cair. 5. Dengan cara sama dilakukan untuk umpan pada ph 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan 11. 6. Selanjutnya FD, EP, dan KS dapat ditentukan dari hasil pencacahan tiap sampel tersebut di atas. 7. Perlakuan tersebut di atas diulang sebanyak 2 kali. 8. Pengujian pengaruh ph umpan limbah cair Sr-90 yang dialirkan pada adsorben breksi batu apung hasil pemanasan. HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Hasil analisa SSA terhadap Breksi Batuapung (% berat) Senyawa Sebelum Setelah diaktivasi fisika diaktivasi fisika SiO 2 59,47 62,82 Al 2 O 3 15,16 15,61 Fe 2 O 3 4,65 4,75 CaO 2,53 3,00 MgO 0,93 0,96 Na 2 O 2,21 2,69 K2O 2,49 2,82 MnO 0,17 0,17 TiO2 0,33 0,48 P2O5 0,13 0,11 H2O 2,96 0,00 Hilang dibakar 8,70 5,37 Pada proses serapan diperlukan adsorben yang memiliki kemampuan serap dan selektifitas yang tinggi terhadap bahan-bahan yang akan diserap (adsorbat). Untuk meningkatkan kemampuan serap adsorben baik dari segi pertukaran ion dan daya adsorpsinya maka perlu dilakukan aktivasi. Pada penelitian ini adsorben breksi batuapung sebelum dipakai pada proses penyerapan terlebih dahulu diaktivasi dengan metoda pemanasan, yaitu dipanaskan pada temperatur 300 C selama 1 jam. Pemanasan ini bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori breksi batuapung sehingga jumlah pori-pori dan luas permukaan yang aktif untuk proses serapan bertambah. Pemanasan di atas 300 C tidak dilakukan. Apabila suhu pemanasan terlalu tinggi daya penyerapan menurun karena terjadi dekomposisi partikel dari kristal-kristal adsorben dan tertutupnya pori-pori. Analisa Spektrometri Serapan Atom terhadap adsorben breksi batuapung hasil aktivasi fisika menunjukkan bahwa air yang terperangkap di dalam pori-pori dapat dikurangi hingga 0 %, seperti yang ditunjukkan oleh Tabel 1. di atas. Adsorben breksi batuapung hasil aktivasi fisika pada Tabel 1. memiliki porositas 57,83 % dan koefisien permeabilitas (k) = 3,16778 x 10-4 cm/s. Hasil analisa XRD terhadap adsorben breksi batuapung menunjukkan bahwa mineral-mineral lain yang terdapat pada breksi batuapung adalah plagioklas, kristobalit, montmorillonit, dan illit. Dengan melihat mineral-mineral penyusun breksi batuapung dapat ditentukan ratio Si/Al yaitu antara 1,18 hingga 2. Ratio Si/Al pada adsorben breksi batuapung memberikan gambaran bahwa proses yang terjadi adalah penukaran ion dan adsorpsi. Dengan bertambahnya ratio Si/Al maka daya penukaran ion akan berkurang. Untuk proses adsorpsi tidak bergantung pada ratio Si/Al, tetapi bergantung pada luas permukaan dan pori-pori dari adsorben tersebut. Pengaruh Variasi ph Umpan terhadap Proses Serapan Pada Adsorben Breksi Batuapung Untuk mendapatkan keakuratan pengaruh variasi ph umpan terhadap proses serapan maka perlu dilakukan penetapan variabel tetap pada ukuran butir, kecepatan alir umpan, temperatur umpan, temperatur pengaktifan, dan ratio L/D kolom penyerapan. Ukuran butir yang digunakan adalah 60-80 mesh sebagai ukuran butir yang optimum terhadap proses serapan pada adsorben breksi batuapung (Wahyuningsih, 1998). Sedangkan kecepatan alir umpan untuk kolom penyerapan tanpa adsorben adalah 2,128 ml/menit. Nilai tersebut diambil menimbang sifat plastisitas dari lempung serta waktu kontak antara adsorbat dan adsorben dalam hubungannya dengan proses serapan. Temperatur umpan adalah temperatur kamar (20 C) dengan pertimbangan tidak perlu melakukan proses pemanasan dan temperatur pengaktifan 300 C. Dari tabel 2., dapat dilihat bahwa nilai FD naik dari ph 3 hingga ph 5 dan seterusnya menurun pada ph 6 hingga ph 11. Nilai FD berbanding lurus dengan nilai EP yang mencapai nilai terbaik pada ph 5, yaitu FD = 9,35, EP = 89,31, dan KS = 4,699133 x 10-4 ppm. Hal ini diperjelas rentang volume keluaran tertentu (waktu serapan tertentu) maka umpan ph 5

Prayitno, dkk. ISSN 0216-3128 5 adalah yang paling lama jenuh sehingga akumulasi Sr 2+ yang terserap oleh adsorben lebih besar. Tabel 2. Hasil analisa pengaruh ph umpan terhadap Kapasitas Serap, Faktor Dekontaminasi dan Efisiensi Pemisahan breksi batu pung. ph FD EP (%) KS (10-4 ppm) 3 4,23 76,38 1,366990 4 4,80 79,15 2,093585 5 9,35 89,31 4,699133 6 6,60 84,84 4,109888 7 5,75 82,61 3,495323 8 5,54 81,95 3,023213 9 4,95 79,01 1,351170 10 4,44 77,48 1,711686 11 3,21 68,87 1,122754 Pada ph 7, molekul-molekul berada dalam bentuk netral dan proses adsorpsi yang terjadi adalah (Tinsley, 1979) : Sr + X-Bbatuapung Sr-X-Bbatuapung (1) Sr + Bbatuapung Sr-Bbatuapung (2) Pada reaksi (1) dan (2), Sr ditransfer oleh molekul adsorbat dari wadah fasa cair ke permukaan eksternal dari padatan. Adsorpsi tersebut dapat berupa interaksi langsung dengan permukaan silikat adsorben, atau merupakan kompleks dengan ion yang terdapat pada permukaan adsorben. Kemudian adsorbat ditransfer menuju permukaan internal dengan migrasi molekul adsorbat dari permukaan adsorben yang relatif kecil menuju permukaan poripori dalam tiap partikel atau oleh difusi dari molekul adsorbat melewati pori-pori partikel sehingga molekul Sr di dalam pori-pori diadsorpsi dari larutan ke fasa padat. Pada proses adsorpsi ini yang berperan adalah gaya Van der Waals yang sangat lemah. Montmorilonit dan illit terdapat dalam jumlah yang sedikit pada breksi batuapung, tetapi memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat breksi batuapung secara keseluruhan karena kemampuan kedua mineral tersebut dalam menyerap air yang sangat besar. Sebagian permukaan eksternal dan pori-pori breksi batuapung diisi oleh molekul air dengan gaya Van der Waals dan air dapat pula melakukan ikatan hidrogen sesamanya. Keadaan tersebut mengurangi selektifitas adsorpsi oleh adsorben terhadap Sr yang ditunjukkan dengan nilai FD, EP, dan KS pada ph 7 lebih kecil dari pada ph 5 dan ph 6. Seiring dengan penurunan ph umpan dimana umpan berada dalam suasana asam lemah yaitu pada ph 4, ph 5, dan ph 6, maka konsentrasi ion hidrogen meningkat dan molekul Sr menjadi ion Sr 2+. Reaksi (1) dan (2) relatif masih terjadi, tetapi molekul Sr mulai diganti oleh ion Sr 2+. Ion Sr 2+ akan diadsorpsi oleh permukaan adsorben dan secara selektif memungkinkan terjadinya pertukaran kationkation yang terdapat pada permukaan adsorben tersebut, yang ditunjukkan oleh reaksi di bawah ini : Sr 2+ + X-Bbatuapung Sr-Bbatuapung + X 2+ (3) Nilai FD, EP, dan KS untuk umpan pada ph 5 menunjukkan nilai yang terbaik di antara ph lainnya, khususnya dibandingkan terhadap berbagai ph umpan dalam suasana asam lemah karena pada ph 5 tersebut memungkinkan selektifitas Sr 2+ untuk diserap secara optimal. Jika ph umpan terus turun, jumlah ion bermuatan mulai meningkat. Apabila umpan terlalu asam, maka ion H + akan cenderung menggantikan kation Sr 2+ yang terserap pada adsorben breksi batuapung karena ion H + lebih mudah diserap pada kondisi tersebut. Breksi batuapung itu sendiri tidak tahan terhadap asam kuat sehingga dapat terhidrolisa dan sebagian kecil ikatan yang membangun strukturnya dapat putus menjadi ikatan yang lebih kecil. Hal ini dapat dilihat dari reaksireaksi di bawah ini : Sr-Bbatuapung 2 + 2H + 2H -Bbatuapung + Sr 2+ (4) H-Bbatuapung + H + Si(OH) 4 + Al(OH) 3 (5) Reaksi (4) dan (5) dapat memberi gambaran penyebab nilai FD, EP, dan KS pada ph 3 yang lebih kecil dibanding pada suasana ph 4, ph 5, dan ph 6. Pada suasana basa, ion Sr 2+ membentuk senyawa hidrolisa seperti reaksi di bawah ini : Sr 2+ + 2OH - Sr(OH) 2 (6) Hal ini dapat dilihat dari menurunnya nilai FD, EP, dan KS dari adsorben breksi batuapung terhadap umpan dalam suasana yang semakin basa. Pengecualian pada umpan ph 10, nilai FD dan EP menurun tetapi nilai KS lebih besar dibanding umpan ph 9. Salah satu penyebabnya adalah meskipun banyak media berpori pada breksi batuapung yang dapat digunakan sebagai penyerap tetapi ada yang tidak begitu selektif terhadap ukuran molekul Sr atau pun ion Sr 2+ karena ukuran pori yang lebih kecil dari ukuran molekul atau pun ion Sr 2+. Kondisi tersebut memungkinkan untuk tidak terjadi adsorpsi dan pertukaran ion di daerah tersebut. Kalau kita bandingkan dengan adsorben

6 ISSN 0216-3128 Prayitno, dkk. sejenis lempung pada perlakuan ph 6 mempunyai FD = 12,18, EP = 91, 79 dan KS = 6,640 x 10-4 ppm. Dari data tersebut dari efisiensi pemisahan lebih baik lempung dari pada breksi batu apung. Pada dasarnya kemampuan serap yaitu kemampuan penukaran kation dan adsorpsi montmorilonit dan illit jauh lebih besar dari pada kaolinit. Sedangkan kemampuan adsorpsi breksi batuapung relatif besar karena pori-pori yang dimiliki oleh batuapung yang banyak akibat proses pembentukan batuapung itu sendiri. Properti fisik antara adsorben batuapung itu menyebabkan perbedaan kemampuan serapnya tidak begitu signifikan jika dilihat dari hasil yang diperoleh. Ilustrasi distribusi muatan dan potensial penukaran kation pada contoh kaolinit dan montmorilonit.(tinsley, 1979). 5. PRAYITNO dan SETYADJI, M., "Pengolahan Limbah Radioaktif Cair dengan Lempung Sebagai Penukar Ion", Prosiding PPNY- BATAN, Yogyakarta, 1986. 6. BOWLES, E., J., Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah, edisi kedua, diterjemahkan oleh Hainim, Kelanaputra, J., Penerbit Erlangga, Jakarta, (1991). 7. TINSLEY, I. J., "Chemical Consepts in Pollutant Behavior", John Wiley & Sons, New York, 1979. 8. KUNIN, R., and MYERS, R. J.,"Ion Exchange Resin", John Wiley & Sons Inc., London, 1950. 9. BUCKMAN, H. O., and BRADY, N. C., "Ilmu Tanah", diterjemahkan oleh Soegiman, Penerbit Bharata Karya Aksara, Jakarta, 1982. KESIMPULAN Hasil pengujian pengaruh variasi ph umpan limbah yang mengandung Sr-90 terh adap kemampuan serap adsorben breksi batuapung, pada ph umpan tetap, memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Breksi batuapung dapat dijadikan alternatif bahan untuk penyerap Sr-90. 2. Pada umpan limbah ph 5, radioisotop Sr-90 diserap maksimal oleh adsorben breksi batuapung dengan nilai FD = 9,35, EP = 89,31, KS = 4,699133 10-4 ppm. TANYA JAWAB DAFTAR PUSTAKA 1. NOVIASTONO, "Teknik Pengukuran Radiasi Interna Sr-90 dalam Tubuh Melalui Analisis Urine", Skripsi Jurusan Teknik Nuklir UGM, Yogyakarta, 1991. 2. WAHYUNINGSIH, E., "Breksi Batuapung untuk Penurunan Radionuklida Sr-90", Skripsi, STTL Yayasan Lingkungan Hidup, Yogyakarta, 1998. 3. YULIANTI, C. E., "Pengaruh Ukuran Butir Bentonit, Pasir Kuarsa, dan Magnetik pada Kapasitas Serap Nuklida Sr-90", Skripsi, STTL Yayasan Lingkungan Hidup Yogyakarta, Yogyakarta, 1997. 4. RONODIRDJO, S., "Pengolahan Sampah Radioaktif", Diktat Kuliah Teknik Nuklir FT- UGM, Yogyakarta, 1985.