BELAJAR SEBAGAI SARANA MENINGKATKAN KUALITAS SDM PROF. IDA YUSTINA

dokumen-dokumen yang mirip
Sumber Daya Manusia. Compiled by : Ida Yustina, Prof. Dr.

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Negara, karena anak-anak yang cerdas sebagai bibit unggul diharapkan kelak

UPAYA MENGEMBANGKAN PERILAKU SOPAN MELALUI PEMBIASAAN PADA ANAK KELOMPOK B1 DI TK ALKHAIRAAT TONDO

Kecakapan Antar Personal. Mia Fitriawati, S. Kom, M.Kom

Peran Mahasiswa Melalui Gerakan Indonesia Membaca untuk Mewujudkan Pendidikan Indonesia yang Berkarakter Oleh : Ghoffar Albab Maarif

BAB I PENDAHULUAN. dalam menyelesaikan suatu masalah. Hal tersebut berpengaruh terhadap hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak usia dini merupakan manusia yang memiliki karakteristik yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS. 1. Persepsi Siswa Tentang Keterampilan Mengajar Guru

Generasi Santun. Buku 1A. Timothy Athanasios

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

Generasi Santun. Buku 1B. Timothy Athanasios

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB I PENDAHULUAN. suatu bangsa. Menyadari peran penting pendidikan tersebut, pemerintah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. dan misi Program KB Nasional. Visi KB itu sendiri yaitu Norma Keluarga

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

BAB I PENDAHULUAN. yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi adalah gangguan manic depresif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian kecerdasan emosional

BAB I PENDAHULUAN. tua, lingkungan masyarakat sekitarnya, dan negara. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasiona No 20 Tahun 2003 Bab I Pasal 1

BAB II. Tindakan Sosial Max Weber dan Relevansinya dalam Memahami Perilaku. Peziarah di Makam Syekh Maulana Ishak

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Pada bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran yang berkenaan dengan hasil penelitian ini.

PERTEMUAN KE 8 POKOK BAHASAN

Standar Kompetensi: Menerapkan prinsip-prinsip kerjasama dengan kolega dan pelanggan. Kompetensi Dasar: Memelihara standar penampilan pribadi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sepanjang hayat (Long Life Education), merupakan kalimat yang telah

Psikologi Konseling. Psikologi Konseling. Psikologi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. kembar identik pun masih dapat dibedakan melalui sifat-sifat non-fisik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. dapat diambil beberapa simpulan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tersebut menurun drastis menjadi hanya 18% waktu mereka berusia 16

BAB I PENDAHULUAN. membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta rohani agar anak. diselenggarakan pada jalur formal, nonformal maupun informal.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Menurut aliran behavioristik dalam Wina (2009: 114) belajar adalah pembentukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pesan (Sadiman, 2002: 6). Secara umum alat peraga pembelajaran dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 butir 1 tentang Sistem. Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi yang terjadi saat ini ditandai dengan adanya

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Keterbelakangan menurut Chamber (1987) ialah rasa tidak berdaya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia dibekali kemampuan berbahasa untuk berkomunikasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pendidikan berperan untuk meningkatkan kualitas

BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN. pandang mereka masing-masing. Berikut ini kutipan pendapat beberapa ahli

Mata Kuliah Persepsi Bentuk

BAB I PENDAHULUAN. yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun sebelum

BAB I PENDAHULUAN. sehingga disebut usia emas (golden age). Oleh karena itu, kesempatan ini hendaknya

Organisasi pada masa kini dituntut untuk menjadi organisasi pembelajar. Belajar didefinisikan sebagai perubahan yang relatif permanen dalam perilaku,

BAB I PENDAHULUAN. kelompok atau lapisan sosial di dalam masyarakat. Kebudayaan ini merupakan suatu cara

JASSI_anakku Volume 18 Nomor 1, Juni 2017

MENGUKUR KUALITAS PEMIMPIN MELALUI INTERAKSINYA DENGAN PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdul Majid (2011:78) menjelaskan sabda Rasulullah SAW.

Pokok-Pokok Pikiran Robert Chambers

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Neuneu Nur Alam, 2014

I. PENDAHULUAN. Anak usia dini berada pada rentang usia 0-8 tahun (NAEYC, 1992). Anak usia

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Djahiri (1999), nilai adalah harga, makna, isi pesan dan semangat, atau

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan kebutuhan mendasar untuk kehidupan yang

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI. 1. Kondisi Umum Program Pembelajaran di TK kota Bandung

BAB I PENDAHULUAN. seamkin baik pula kualitas sumber daya manusianya.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi dan kecerdasan. spiritual) dan sosial emosional (sikap dan perilaku serta agama).

Pengambilan Keputusan Konsumen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORITIS. (interpersonal communication). Diambil dari terjemahan kata interpersonal, yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Belajar merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan manusia

Pendidikan Keluarga (Membantu Kemampuan Relasi Anak-anak) Farida

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang

BAB I PENDAHULUAN. memaksa manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi juga merupakan hal

KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Consumer Behavior, Eighth Edition. Bab 4. Konsumen Sebagai Individu 4-1

TINJAUAN PUSTAKA. mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial yang amat serius. Kemiskinan

02FDSK. Persepsi Bentuk. Denta Mandra Pradipta Budiastomo, S.Ds, M.Si.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II KERANGKA TEORI

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat kepada media massa menjadikan peranan pers semakin penting. Seorang

STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/KELAS/KEAHLIAN/BK. a b c d e 1

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

KONSEP DASAR ILMU ALAMIAH DASAR Bagian I. Oleh: Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Aspek tingkah laku tersebut

BAB IX. Hubungan Antara Proses Penginderaan dan Persepsi

Pengantar Ilmu Komunikasi. Modul ke: 06FIKOM PERSEPSI. Fakultas. Reddy Anggara. S.Ikom., M.Ikom. Program Studi MARCOMM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. juga adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung

TEORI KOMUNIKASI PERTEMUAN KETUJUH

UPAYA MENINGKATKAN KECERDASAN EMOSIONAL ANAK USIA DINI MELALUI METODE OUT BOND DI KELOMPOK BERMAIN PUTRA BANGSA PASUNGAN, CEPER, KLATEN TAHUN AJARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Transkripsi:

BELAJAR SEBAGAI SARANA MENINGKATKAN KUALITAS SDM PROF. IDA YUSTINA

Tiada cara yang tepat untuk meningkatkan kualitas SDM selain melalui proses belajar. Indikator-indikator yang muncul saat proses belajar berjalan dengan baik adalah: (1) Adanya ketegangan emosi pada individu bersangkutan; (2) Ada interaksi antara rangsangan (stimulus) dan respons, artinya ada aksi - ada reaksi yang seimbang; (3) Reaksi yang benar senantiasa diupayakan oleh pihak pemberi respons.

Teori stimulus-response Thorndike (1963): Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika ia tahu, mau dan mampu memberi respons/ reaksi yang benar terhadap rangsangan yang datang dari sesuatu tersebut. Sebagai contoh : (1) Seseorang dikatakan telah belajar menjadi seorang supir/pengemudi mobil yang baik, jika ia tahu, mau dan mampu memberi reaksi yang benar terhadap ramburambu lalu-lintas;

Di dalam upaya meningkatkan kualitas SDM, maka secara umum dapat dirumuskan satu keragaan berikut: Seseorang memiliki kualitas SDM tinggi jika ia tahu, mau dan mampu memberi reaksi yang benar terhadap berbagai rangsangan yang datang dari dalam dan luar dirinya. Perkataan benar di sini diartikan sebagai yang paling mendekati atau paling sesuai dengan harapan sumber rangsangan. Agar berbagai reaksi atau respons memiliki ciri seperti itu, maka seseorang perlu terus-menerus belajar untuk memenuhi, memuaskan dan menyesuaikan diri dengan harapan sumber rangsangan. Semakin pandai dan optimal seseorang belajar dalam hal kebenaran, maka semakin tinggi kualitas SDM-nya.

Proses Belajar Identik dengan Upaya Perubahan Seseorang yang senantiasa haus dan terdorong untuk belajar adalah refleksi dari kuatnya individu bersangkutan untuk melakukan perubahan pada dirinya. Indikator yang paling mudah dijadikan tolak ukur pada diri individu yang mendambakan perubahan itu adalah: Memiliki kecenderungan untuk selalu bertanya tentang segala hal yang dilihat, dengar, dan raba yang belum dipahami maknanya;

Gemar memberi komentar, tanggapan dan bahkan kritikan terhadap hal-hal yang dirasakan telah keluar dari jalur perilaku normatif; Cenderung sangat menyukai kegiatan yang berciri berbagi pengalaman (sharing) dan berdiskusi serta bersilaturahim; Memiliki ciri pribadi yang menunjukkan, bahwa ia selalu merasa dirinya tidak sempurna sehingga ia senantiasa belajar untuk memperbaiki dirinya. Dengan kata lain, individu di atas senantiasa terdorong untuk belajar, dan dengan proses belajar itu ia selalu ingin mendapat perubahan di dalam dirinya. Perubahan yang menjadi obsesi baginya adalah dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas pribadi, harga diri dan pada gilirannya kualitas SDM-nya.

Proses belajar yang dimaksudkan di atas tidak senantiasa terkait dengan proses pendidikan formal, melainkan termasuk pendidikan non-formal, informal, otodidak (belajar sendiri) dan pengembangan diri (self development) seperti diutarakan oleh Ruben (1988); serta yang berciri komunikasi non verbal: dengan benda-benda dan makhluk hidup yang bukan manusia. Contoh : mereka yang berposisi sebagai pawang (cuaca/hujan,hewan) senantiasa belajar untuk memiliki kemampuan memahami dan menguasai alam, menguasai hewan-hewan galak sehingga menjadi jinak.

Individu yang menyadari tentang betapa pentingnya proses belajar bagi dirinya, secara otomatis memiliki dorongan kuat untuk berubah: Ia tidak pernah puas dengan kondisinya saat ini; Selalu terdorong mencari cara dan belajar agar esok-lusa dan pada hari-hari berikutnya akan membuatnya lebih baik dari saat sekarang.

Perubahan ke arah kondisi-kondisi baru yang positif seperti diharapkan. Dalam kedua ungkapan tersebut maka terkandung dua landasan filosofi, yakni: (1) Bahwa belajar (formal, non-formal dan informal) adalah bagian yang menyatu (inheren) dalam diri pribadi setiap orang sebagai konsekuensi dari kepemilikan akal dan budi yang perlu disyukuri dan ditumbuh-kembangkan ke arah yang positif;

(2) Bahwa hidup perlu diberi arti positif dan diisi dengan hal-hal positif, termasuk di sini: perbuatan, perilaku, daya-daya dan perubahan SDM yang berkualitas dan positif.

Daya-daya dalam SDM Salah satu tujuan akhir yang penting dari pembangunan adalah kehidupan lebih baik yang berkesinambungan dan terpenuhinya berbagai kebutuhan seluruh masyarakat (More and better life sustaining goods for all).

Dari perspektif unsur-unsur perilaku, maka daya-daya dalam pribadi manusia dapat dibagi ke dalam tiga bagian, yakni: Daya-daya fisikal, termasuk di sini dayadaya/kemampuan fungsi organ panca indera (organ peraba, perasa, penciuman, pendengaran dan penglihatan), otak/kecerdasan, ketahanan dan stamina fisik, keterampilan/prestasi fisik dan lainnya yang terkait dengan kemampuan-kemampuan jasmaniah;

Daya-daya psikologikal, termasuk di sini hal-hal yang termasuk kemampuan kejiwaan, seperti daya kepekaan, mudah/tidak mudahnya tersinggung, kesabaran dan kondisi emosi (kemampuan mengendalikan emosi), kemampuan mengendalikan diri (ego-centralism);

Daya-daya sosiologikal, termasuk di sini kemampuankemampuan sosial, seperti kemampuan menghargai/menghormati (hak-hak) orang lain, melakukan interaksi sosial, kemampuan menyatakan kepedulian pada orang lain (yang lebih menderita, lebih miskin, dan lainnya), kemampuan memberi contoh perilaku positif bagi orang lain, kemampuan menghargai dan memelihara kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup (flora, fauna, tanah, air dan udara), kemampuan memelihara dan menumbuhkembangkan kepercayaan sosial (social trust), kemampuan menerima dan mempertimbangkan pikiran/pendapat orang-orang lain.

Agar proses belajar itu dapat berlangsung dan memberi dampak pada sasaran secara optimal, maka diperlukan tenaga-tenaga handal yang berstatus selaku pengantar perubahan atau pengantar pembaruan (the agent of change).

Peran Pengantar Perubahan (the Agent of Change, AoC) Peranan agen perubahan akan berdampak optimal dalam upaya meningkatkan kualitas SDM sasaran jika kegiatan proses belajar yang ditujukan kepada tercapainya perubahan perilaku pada sasaran dilakukan oleh tenagatenaga pengantar perubahan (the agent of change, AoC) yang berkualitas dan profesional, yang memiliki kompetensi tinggi dalam bidangnya.

Dalam mengemban peran dan fungsinya, seorang AoC perlu memahami dan memiliki kemampuan lain, yakni: Menempatkan sasaran dan masyarakatnya selaku subyek dengan ciri-cirinya yang unik, sekaligus selaku pelaku perubahan (mampu menghindari pendekatan yang bersifat top- down); Melakukan pendekatan dan kerjasama dengan pihak-pihak yang memiliki persepsi dan kepedulian yang relatif sama dalam hal perlunya dilakukan perubahan (baca: peningkatan kualitas kehidupan dan SDM sasaran);

Kemungkinan adanya penolakan sosial (resistensi sosial) dari masyarakat sasaran terhadap perubahan yang akan dilakukan. Lippitt (1969) mengidentifikasi delapan faktor terkait dengan penolakan sosial terhadap suatu rencana perubahan yang menyangkut kehidupan masyarakat sasaran, yaitu: 1) ika gagasan perubahan itu didasarkan kepada kepentingan pribadi atau beberapa orang tertentu, belum menjadi bagian dari kebutuhan masyarakat sasaran; 2) ika tujuan perubahan itu tidak diinformasikan secara jelas dan kurang dipahami oleh masyarakat sasaran dan pihakpihak terkait;

3) Jika tokoh-tokoh terkemuka masyarakat sasaran tidak diikutsertakan dalam tahap perencanaan/persiapan dari proses perubahan itu; 4) Jika keadaan sekarang dirasakan oleh sebagian besar masyarakat sasaran telah memuaskan mereka; 5) Jika terdapat komunikasi kurang baik antara penggagas/ perencana perubahan dengan masyarakat sasaran; 6) Jika norma dan sistem nilai budaya serta kebiasaan masyarakat sasaran diabaikan; 7) Jika terdapat kekhawatiran akan kegagalan dalam proses perubahan tersebut, baik di pihak penggagas maupun di kalangan masyarakat sasaran; 8) Jika biaya perubahan itu dirasakan terlalu mahal oleh kedua belah pihak.