BAB I PENDAHULUAN. sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD

dokumen-dokumen yang mirip
A. Perspektif Historis

BAB I PENDAHULUAN. inklusif menjamin akses dan kualitas. Satu tujuan utama inklusif adalah

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Sisdiknas Nomor : 20 Tahun 2003 Bab 1 pasal

Pendidikan Inklusif. Latar Belakang, Sejarah, dan Konsep Pendidikan Inklusif dengan Fokus pada Sistem Pendidikan Indonesia

1 Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

Di akhir sesi paket ini peserta dh diharapkan mampu: memahami konsep GSI memahami relevansi GSI dalam Pendidikan memahami kebijakan nasional dan

BAB I PENDAHULUAN. dijamin dan dilindungi oleh berbagai instrumen hukum internasional maupun. nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. bangsa yang sangat penting untuk mewujudkan warga negara yang handal

BAB I PENDAHULUAN. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat menunjukkan bahwa anak berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem

BAB I PENDAHULUAN. orang termasuk anak berkebutuhan khusus, hal ini dapat pula diartikan sebagai

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR OLEH AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

INOVASI MODEL PENANGANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SEKOLAH DASAR Oleh AGUNG HASTOMO

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi diantara umat manusia itu sendiri (UNESCO. Guidelines for

BAB I PENDAHULUAN. internasional. Dalam konteks praktis pendidikan terjadi pada lembaga-lembaga formal

BAB I PENDAHULUAN. Wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun yang dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan sumber daya

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan pendidikan yang bermutu merupakan ukuran keadilan, pemerataan

BAB V PENUTUP. semakin menjadi penting bagi agenda reformasi pendidikan setelah Education

I. PENDAHULUAN. dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. Hal ini mengambarkan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. atas pendidikan. Unesco Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga mencanangkan

Upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia, pendidikan merupakan salah satu cara yang strategis, karena dengan pendidikan anak-anak bangsa ini

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor penyebab..., Rika Aristi Cynthia, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan padanya, karena

BAB I PENDAHULUAN. berkembang sesuai dengan kodrat kemanusiaannya.

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, karena itu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah TUTI FARHAN, 2013

Landasan Pendidikan Inklusif

Tri Istiningsih

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Penelitian tentang indeks inklusi ini berdasarkan pada kajian aspek

GURU PEMBIMBING KHUSUS (GPK): PILAR PENDIDIKAN INKLUSI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iding Tarsidi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. tidak terkecuali bagi anak luar biasa atau anak berkebutuhan khusus. Dalam

PENDIDIKAN INKLUSIF SUATU STRATEGI MENUJU PENDIDIKAN UNTUK SEMUA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuat, dalam bentuk landasar filosofis, landasan yuridis dan landasan empiris.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986, pemerintah telah merintis

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) membutuhkan fasilitas tumbuh kembang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia yang melekat pada

AHMAD NAWAWI JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UPI BANDUNG 2010

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Sekolah Inklusif: Dasar Pemikiran dan Gagasan Baru untuk Menginklusikan Pendidikan Anak Penyandang Kebutuhan Khusus Di Sekolah Reguler

TINJAUAN MATA KULIAH...

DAFTAR ISI. A. Latar Belakang Penelitian B. Identifikasi Masalah... 10

BAB I PENDAHULUAN. serta meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Direktorat Jendral Managamen Pendidikan Dasar dan Menengah, yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan hak untuk semua anak dan hal ini telah tercantum dalam berbagai instrument internasional

BAB I PENDAHULUAN. Menengah Pertama Negeri (SMPN) inklusif di Kota Yogyakarta, tema ini penting

37 PELAKSANAAN SEKOLAH INKLUSI DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. untuk semua (Education For All) yang berarti pendidikan tanpa memandang batas

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi

2016 LAYANAN PENDIDIKAN INKLUSIF BAGI PESERTA DIDIK TUNANETRA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Educational Psychology Journal

PERUBAHAN PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS/PLB KE PENDIDIKAN KEBUTUHAN DRS. ZULKIFLI SIDIQ M.PD NIP

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Kewarganegaraan. Diajukan Oleh: ERMAWATIK A

E-JUPEKhu(JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN KHUSUS)

2015 PENGEMBANGAN PROGRAM PUSAT SUMBER (RESOURCE CENTER) SLBN DEPOK DALAM MENDUKUNG IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI KOTA DEPOK

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ayat di atas Allah memerintahkan Rasulullah SAW untuk

BAB I PENDAHULUAN. diskriminatif, dan menjangkau semua warga negara tanpa kecuali. Dalam

Program Bimbingan Perkembangan Kompetensi Sosial Bagi Anak Tunanetra

PROFIL IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF SEKOLAH DASAR DI KOTA BANDUNG. Juang Sunanto, dkk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

IMPLEMENTASI PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING BAGI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK) DI SMP NEGERI 32 SURABAYA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan global mengharuskan Indonesia harus mampu bersaing

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat, oleh karena

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah, masyarakat dan orang tua sebagai penanggung jawab dalam

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata-1 Program Study Pendidikan Ekonomi Akuntansi

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. adanya diskriminasi termasuk anak-anak yang mempunyai kelainan atau anak

Kata Kunci : Pendidikan Inklusi, Sekolah Inklusi, Anak Berkebutuhan Khusus.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses dengan metode-metode tertentu

REVITALISASI PROGRAM STUDI PLB DALAM MENGHADAPI PROGRAM INKLUSI *) Oleh Edi Purwanta **)

BAB I PENDAHULUAN. pengendalian diri, keperibadian, kecerdasan ahlak mulia, serta keterampilan yang

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. meningkatkan kemampuan empati dan disability awareness peserta didik non

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu sistem yang telah diatur dalam undang-undang. Tujuan pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Rohyan Sosiadi, 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. diuraikan terdahulu berdasarkan fenomena-fenomena esensial di lapangan, maka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

Daftar Pustaka. Abdurrahman, M. (2003). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta.

BAB I PENDAHULUAN. dalam melakukan segala aktifitas di berbagai bidang. Sesuai dengan UUD 1945

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Ai Nuraeni, 2014 Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Penelitian ini dilakukan untuk memformulasikan kompetensi GPK dalam

P 37 Analisis Proses Pembelajaran Matematika Pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Tunanetra Kelas X Inklusi SMA Muhammadiyah 4 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan mereka dapat menggenggam dunia. mental. Semua orang berhak mendapatkan pendidikan yang layak serta sama,

BAB I PENDAHULUAN. Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia.

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hak setiap warga Negara untuk memperoleh pendidikan yang layak sepenuhnya dijamin pemerintah sebagaimana tercantum dalam Pasal 31 UUD 1945 tentang hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan dan Pasal 32 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yakni aturan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus. Salah satu pesan perundang-undangan tersebut selaras dengan dokumen Jomtien yaitu pendidikan bagi penyandang cacat harus merupakan bagian integral dari pendidikan umum, dan bahwa Negara seyogyanya bertanggung jawab atas pendidikan penyandang cacat. Pemerataan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus dilandasi juga oleh pernyataan Salamanca Tahun 1994. Pernyataan Salamanca ini merupakan transformasi dari tujuan Education Fol All dengan mempertimbangkan perubahan kebijakan mendasar yang diperlukan untuk mengimplementasikan pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah sebuah kebijakan strategis dalam memberikan akses seluas-luasnya bagi setiap warga Negara demi memperoleh layanan pendidikan yang layak. Salah satu filisofi pendidikan inklusif ialah bersifat akomudatif terhadap semua perbedaan termasuk perbedaan keterampilan sosial. Filosofi ini diakui dunia internasional karena selaras dengan gerakan Hak Azasi Manusia (HAM). Hal tersebut terlihat dari lahirnya konsep pendidikan inklusif yaitu bermula dari seruan internasional tentang Education for All (EFA)

2 oleh UNESCO yang dilandasi kesepakatan global melalui World Education Forum (WEF) di Dakkar, Sinegal, tahun 2000. Penuntasan EFA diharapkan akan tercapai pada tahun 2015. Melalui pendidikan inklusif ini, diharapkan sekolah-sekolah reguler dapat melayani semua anak, termasuk mereka yang memiliki kebutuhan pendidikan khusus. Gerakan pendidikan inklusif terus berkembang di berbagai negara sebagai gerakan pembaharuan pendidikan. Pemerintah Indonesia, melalui Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 002/U/1986 memprakarsai pengembangan sekolah penyelenggaraan pendidikan inklusif yang melayani Wajib Belajar bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan telah mencanangkan tiga pilar pembangunan pendidikan nasional yang salah satunya berkaitan dengan implementasi pendidikan inklusif, yaitu pemerataan dan peningkatan aksesibilitas pendidikan. Pilar inilah yang menggambarkan adanya jaminan pemerataan dan kesempatan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Salah satu populasi anak berkebutuhan khusus yang memiliki perspektif lebih luas dalam mengikuti pendidikan inklusif adalah siswa tunanetra. Keterbatasan penglihatan yang dimiliki siswa tunanetra, bukanlah hambatan utama untuk mengikuti proses pendidikan, baik di Sekolah Luar Biasa maupun dalam setting pendidikan inklusif atau bersama dengan siswa melihat di sekolah umum. Beberapa bukti empiris dalam dunia pendidikan misalnya mahasiswa tunanetra di UPI, menunjukkan bahwa apabila siswa tunanetra memiliki

3 keterampilan sosial yang memadai, mereka dapat mengenyam pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi. Keterampilan sosial tunanetra untuk mengikuti segala aktifitas di sekolah inklusif bukanlah suatu kebetulan, akan tetapi secara konsep telah diakui oleh ahli pendidikan tunanetra. Misalnya, Hardman, L. et al. (1990: 25) dalam salah satu penelitiannya menemukan bahwa kondisi ketunanetraan tidak berakibat fatal terhadap perkembangan intelegensi dan ketarampilan sosialnya untuk meraih pendidikan dan karir. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengembangan keterampilan sosial siswa tunanetra dalam pendidikan inklusif tidak cukup menggunakan intervensi pendidikan melalui pembelajaran di kelas akan tetapi memerlukan intervensi lainnya seperti latihan Orientasi dan Mobilitas (OM). Berdasarkan penelusuran awal, di SMPN 47 Jalan Budi di Kota Bandung, ditemukan bahwa ada siswa tunanetra yang memiliki hambatan dalam mengembangkan keterampilan sosial dan memerlukan layanan khusus untuk mengatasinya. Siswa tunanetra tersebut sedikit berkesulitan dalambersosialisasi, berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sebayanya. Ia pun menyatakan bahwa dirinya sulit mempunyai teman akrab, yaitu teman yang dapat diajak bermain, berdiskusi, dan sekaligus dijadikan pihak yang dapat dimintai pendapat ketika dirinya dihadapkan pada masalah atau persoalan tertentu. Hasil studi awal tersebut mengindikasikan bahwa pengembangan keterampilan sosial siswa tunanetra merupakan salah satu syarat dalam mendukung keberhasilan program pendidikan inklusif, khususnya bagi siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung.

4 Bukti awal ini mengindikasikan perlunya upaya guru dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Peneliti berasumsi bahwa guru bimbingan konseling memiliki peran penting dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Berdasarkan paparan di atas, peneliti memandang perlu untuk mengetahui dan menganalisis secara ilmiah upaya guru bimbingan konseling dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung. B. Identifikasi Masalah dan Pertanyaan Penelitian 1. Idientifikasi Masalah Identifikasi masalah pada penelitian ini berfokus pada keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung dalam berinteraksi, berkomunikasi dan bersosialisasi dengan teman sebaya (peer relationships). Keterampilan sosial berkontribusi besar terhadap perkembangan sosial maupun kognitif anak (Piaget, 1932 dalam Oden, 1987; Hartup, 1992) yang dikutip Tarsidi, D(2007: 1). Lebih jauh, Hartup berpendapat bahwa interaksi antarteman sebaya berkontribusi terhadap kedewasaan seseorang (Tarsidi, D. 2007: 1). Berangkat dari paparan di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah upaya apa yang dilakukan guru bimbingan dan konseling dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMP 47 Kota Bandung?

5 2. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, kemudian dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: a. Bagaimanakah tingkat keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung? b. Kendala apa saja yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam mengembangkan keterampilan sosial di SMPN 47 Kota Bandung? c. Bagaimanakah persepsi teman sebaya terhadap siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung? d. Upaya apa saja yang dilakukan guru Bimbingan Konseling untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis temuan lapangan terkait dengan upaya yang dilakukan Guru Bimbingan Konseling dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung. 2. Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis data lapangan terkait dengan aspek-aspek berikut: a. Tingkat keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung. b. Kendala yang dihadapi oleh siswa tunanetra dalam mengembangkan

6 keterampilan sosial di SMPN 47 Kota Bandung. c. Persepsi teman sebaya terhadap siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung. d. Upaya yang dilakukan guru Bimbingan Konseling untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Diharapkan, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan diskusi untuk mengkaji konsep-konsep yang berkaitan dengan perkembangan keterampilan sosial siswa tunanetra di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat melahirkan manfaat praktis, sebagai berikut: a. Sebagai bahan masukkan bagi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, khususnya SMPN 47 Kota Bandung, seperti kepala sekolah dan guru BK dalam upaya mengembangkan keterampilan siswa tunanetra. b. Sebagai bahan masukan bagi siswa awas dalam mengembangkan sikap dan periaku yang wajar terhadap keberadaan siswa tunanetra di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif seperti SMPN 47 Kota Bandung.

7 E. Definisi Konsep Untuk mempermudah memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan penelitian ini, maka diuraikan define konsep sebagai berikut: 1. Upaya adalah cara yang dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling dalam mengembangkan keterampilan sosial siswa tunanetra di SMPN 47 Kota Bandung. 2. Guru Bimbingan dan Konseling adalah guru BK yang bertugas di SMPN 47 Kota Bandung. 3. Siswa Tunanetra adalah siswa tunanetra yang bersekolah di SMPN 47 Kota Bandung. 4. Keterampilan Sosial adalah keterampilan sosial siswa tunanetra dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sebaya di SMPN 47 Kota Bandung (peer relationships). 5. Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif adalah sekolah yang menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sekolah ini pun memberikan layanan kepada anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan siswa reguler lainnya. F. Sistematika Penulisan Tesis Sistimatika penulisan tesis yang akan dilalui dalam penelitian Implementasi Pendidikan Inklusif di Sekolah Dasar X. Y dan Z Kota Jayapura adalah sebagai berikut. Halaman Judul

8 Halaman Pengesahan Halaman Pernyataan Kata Pengantar Ucapan Terima Kasih Abstrak Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Lampiran Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Penelitian B. Identifikasi dan Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Definisi Konsep F. Sistematika Penulisan Tesis Bab II Kajian Teori A. Konsep Ketunanetraan B. Konsep Ketrampilan Sosial C. Konsep Bimbingan dan Konseling 1. Bimbingan dan Konseling 2. Fungsi dan Tujuan Bimbingan dan Konseling D. Konsep Pendidikan Inklusif

9 1. Pendidikan Inklusif 2. Manajemen Pendidikan Inklusif Bab III Metode Penelitian a. Manajemen Peserta Didik b. Manajemen Kurikulum c. Manajemen Proses Pembelajaran d. Manajemen Tenaga Pendidikan e. Manajemen Sarana Prasarana f. Manajemen Pembiayaan g. Manajemen Lingkungan A. Lokasi dan Subjek Penelitian B. Metode Penelitian C. Instrumen Penelitian D. Langkah-Langkah Penelitian E. Teknik Pengumpulan Data F. Teknik Keabsaan Data G. Analisis dan Interpretasi Data Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan A. Hasil Penelitian B. Pembahasan Bab V Kesimpulan dan Saran A. Kesimpulan B. Saran

10 Daftar Pustaka Lampiran-Lampiran Riwayat Hidup Lampiran