BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang

BAB IV METODE PENELITIAN. digunakan adalah penelitian Posttest Only Control Design ( Gliner,2000 ) dengan kultur in

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Penelitian dalam bidang sel punca mengalami perkembangan yang sangat

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

BAB I PENDAHULUAN. berfungsi dengan baik. Kulit yang mengalami penuaan oleh karena aging

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

Luka dan Proses Penyembuhannya

E. Keaslian Penelitian (Tabel.1) No Penulis Judul Hasil

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas

BAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

7.2 CIRI UMUM SITOKIN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. Luka bakar khususnya luka bakar di atas derajat 1, sampai saat ini masih

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

BAB 2 TERMINOLOGI SITOKIN. Sitokin merupakan protein-protein kecil sebagai mediator dan pengatur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kulit merupakan organ tubuh tunggal yang terbesar, yaitu persen dari total

BAB I. PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang Masalah. Fibrosis merupakan pembentukan jaringan parut yang berlebihan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. morbiditas walaupun perkembangan terapi sudah maju. Laporan World Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan pencabutan gigi adalah sebesar 1:6 bahkan di beberapa daerah lebih besar

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

BAB I PENDAHULUAN. memperlakukan penuaan seperti penyakit sehingga dapat dicegah, dihindari dan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. obat tersebut. Di India, tanaman pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) ini

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikarenakan luka bakar menyebabkan cedera kronis yang bersifat nonhealing,

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit yang penyebabnya sampai saat ini masih belum

BAB I PENDAHULUAN. virus DEN 1, 2, 3, dan 4 dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegepty dan Aedesal

BAB 5 HASIL PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. proliferasi dan diferensiasi keratinosit yang abnormal, dengan gambaran klinis

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 200 tahun. Kenyataannya, Biro Kependudukan Amerika Serikat meramalkan pada

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan daerah yang seringkali menjadi lokasi terjadinya luka bakar. Luka

BAB 1 PENDAHULUAN. tubuh dari serangan fisik, kimiawi, dan biologi dari luar tubuh serta mencegah

BAB VI PEMBAHASAN Pengaruh Jus Noni terhadap Jumlah Total Leukosit. kontrol mempunyai rata-rata 4,7x10 3 /mm 3, sedangkan pada kelompok

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

BAB I PENDAHULUAN. DM yaitu DM tipe-1 dan DM tipe-2. Diabetes tipe-1 terutama disebabkan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

BAB V HASIL PENELITIAN. Subjek Penelitian ini adalah Hematopoetic Stem cell dari darah perifer Dewasa yang

BAB I LATAR BELAKANG. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena adanya cedera

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

Referat. Stem sel dari Tumbuhan vs Autologous Stem Sel, Efikasi dan Manfaat

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

NONSTEROIDAL ANTI-INFLAMMATORY DRUGS (NSAID S)

ANATOMI KULIT Gambar 1. Anatomi Kulit Posisi Melintang Gambar 2. Gambar Penampang Kulit

BAB I PENDAHULUAN. semakin meningkat. Peningkatan ini terjadi salah satunya karena perubahan pola

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 8,7% di tahun 2001, dan menjadi 9,6% di tahun

Pendidikan Agama Katolik

BAB 1 PENDAHULUAN. Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi dan gangguan kekebalan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. benda tajam ataupun tumpul yang bisa juga disebabkan oleh zat kimia, perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis merupakan penyakit kulit autoimun kronis yang mengakibatkan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,

I. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI

BAB II. Penuaan Dini pada Wanita Jepang

BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa

BAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti

Seminar Nasional Cendekiawan 2015 ISSN: PERAN MONOSIT (MAKROFAG) PADA PROSES ANGIOGENESIS DAN FIBROSIS

BAB I PENDAHULUAN. tahapan dalam siklus sel. Sebagaimana Allah Swt berfirman dalam surat an Nuh :

BAB I PENDAHULUAN. biasanya dibagi dalam dua jenis, yaitu trauma tumpul dan trauma tajam. Trauma

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

I. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat

PEMBENTUKAN JARINGAN GRANULASI DAN REEPITELISASI PENYEMBUHAN LUKA TERBUKA KULIT KELINCI

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya tahan terhadap paparan stressor dari lingkungan yang mengakibatkan (Yaar, 2004). Jika kulit rusak dan menua, dimungkinkan dapat dihambat oleh pemberian sel punca (stem cell). Saat ini banyak laporan, bahwa pemberian sel punca dapat meregenerasi jaringan tubuh manusia, baik dalam keadaan sakit maupun yang sudah rusak. Sel punca memerlukan media biakan yang sesuai untuk tumbuh agar jumlahnya cukup untuk terapi. Sampai saat ini media biakan yang optimal untuk pertumbuhan sel punca yang menghasilkan sel Langerhans, yang akan digunakan untuk menghambat proses penuaan masih belum ditemukan. Penuaan adalah suatu proses yang disebabkan oleh kemunduran dan kematian sel, seiring dengan pertambahan usia. Penuaan dipengaruhi, baik oleh genetik maupun oleh lingkungan yang secara kumulatif berlangsung di sepanjang rentang usia individu. Usaha untuk menemukan media biakan yang sesuai dengan lingkungan mikro penderita yang mengalami proses penuaan sangat berpengaruh dalam keberhasilan sel punca. Identik dengan trauma luka bakar yang telah kehilangan integritas kulit, dimana fungsi proteksi yang sangat diperlukan tubuh seperti penahan cairan tubuh yang hilang, perubahan suhu, radiasi, trauma, dan infeksi. Perbaikan luka bakar yang cukup dalam dapat terjadi fibrosis dan jaringan parut tanpa jaringan penyangga lain, seperti folikel rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebum. Aplikasi Skin Grafting yang diikuti dengan elastic bandage masih dapat dipertimbangkan sebagai terapi yang bermanfaat bagi luka bakar. Walaupun demikian, donor kulit untuk autografts dikatakan masih sangat terbatas bagi pasien yang mengalami luka bakar luas. Perkembangan penelitian terus berlanjut bertujuan untuk mengganti kulit yg rusak dengan kulit artifisial, walaupun pembuatannya perlu komponen individu yg cocok, yaitu sel punca 1

2 secara invivo. Sejauh ini terapi tersebut masih belum banyak yang berhasil ( Burd et al, 2007 ). Bukannya tidak mungkin bahwa sel punca yg ditumbuhkan secara invitro bagus, ternyata setelah invivo tidak tumbuh dengan baik, diduga faktor kesesuaian lingkungan mikro invitro dan invivo. Penyembuhan yang optimal pada luka bakar ini memberikan hasil yg baik dalam integrasi kompleks biologi molekul pada proses migrasi dan proliferasi sel, dan deposisi serta remodeling dari jaringan matriks ekstraselular ( Shumakov, 2003 ). Sel Punca dari bone marrow yang dibiakkan pada media yang baik bisa untuk membiakkan sel punca yang tumbuh menjadi sel Langerhans. Pada proses penuaan terdapat kerusakan dan penurunan jumlah sel yang menyokong fungsi normal kulit, terutama di epidermis terjadi penipisan lapisan kulit, pengurangan kadar hidrasi kulit dan kerja keratinosit, sedangkan pada dermis terjadi penurunan jumlah fibroblas dan sel Langerhans sebagai jaringan retikular yang menyangga dan mendukung sel basal, sehingga merupakan suatu keadaan yg mirip dengan kondisi trauma luka bakar. Diketahui adipose-derived stem cells (ADSCs) dapat mempengaruhi proliferasi fibroblas pada dermis manusia dan reepithelialisasi dari trauma kulit ( Kim et al, 2007 ). Studi ini mengindikasikan bahwa kontribusi dari sel Punca dapat terjadi pada perbaikan luka pada kulit. Proses kultur yang sesuai diharapkan mampu menghasilkan sel langerhans dalam jumlah yang cukup. Penelitian yang telah ada belum banyak mengemukakan mengenai kesesuaian media biakan dengan lingkungan mikro sehingga dapat menghasilkan dan mempertahankan jumlah sel Langerhans yang mampu berperan dalam perbaikan imunitas kulit dan dapat bertahan pada kondisi yang sama. Medium Biakan umumnya yang digunakan dalam kultur sel dan jaringan menggunakan bahan Dulbecco/Vogt Modified Eagle s Minimal Essential Medium (DMEM), yang berisi komponen asam amino, elektrolit (CaCl, KCl, Magnesium sulfat, NaCl dan Monosodium Phosphat), glukosa, vitamin (asam folat, nicotinamid, riboflavin, B12) ditambah dengan Iron dan Phenol red yang sangat banyak dipakai pada sel manusia, monyet, hamster, tikus, ayam, dan ikan. ( Pombinho, 2004 ). Komposisi tersebut kurang cukup untuk menginduksi sel Langerhans

3 karena tidak memiliki induktor khusus, seperti Granulosit Monosit Colony Stimulating Factors (GM-CSF) dan Transforming Growth Factor β1 (TGF-β1). Dalam proses hematopoesis, sel Langerhans berasal dari sel progenitor mieloid yang oleh sitokin tertentu seperti GM-CSF dapat mendeferensiasi sel punca menjadi sel progenitor mielomonositik dan progenitor mieloid. TGF-β monosit perjalanannya akan berdeferensiasi menjadi sel dendritik ( Sel Langerhans ) yang dapat ditemukan pada epidermis dan dermis kulit. Dalam proses kultur sel punca, dimungkinkan diberi tambahan Growth Factor tertentu yaitu TGF-β1 yang utama agar dapat tumbuh sel Langerhans dengan baik. Dalam jurnal mikrobiologi dipaparkan juga mengenai Activin A. Activin A merupakan famili dari TGF-β yang diinduksi oleh sitokin proinflamasi termasuk IL-12 dan berpengaruh dalam proses morfogenesis kulit dan penyembuhan luka, menginduksi diferensiasi dari monosit manusia menjadi Langerhans cell ( Jones, 2004 ). Parameter yang dapat diukur adalah dengan mengetahui kadar IL-12 sebagai indikator utama adanya sel Langerhans dan adanya peningkatan kadar Interferon Gamma. Belum jelas manakah diantara kedua parameter ini yang memberikan hasil yang nyata. Dikaitkan dengan Anti Aging Medicine, dengan perkembangan baru ilmu mengenai sel punca, maka terapi sel punca diharapkan dapat meningkatkan proliferasi jaringan yang sudah mengalami proses penuaan, baik secara internal maupun eksternal. Banyak produk yang beredar di pasaran obat di Indonesia yang mengklaim obat sebagai produk anti penuaan yang mengandung sel punca, namun demikian sejauh ini kurang didukung oleh evidence base ( Pangkahila, 2009 ). Perlu juga diketahui kandungan dan dosis yang tepat dalam media biakan untuk mempengaruhi kinerja sel punca dalam lingkungan mikro tertentu didapatkan untuk memberikan hasil bagi fungsi sel Langerhans.

4 1.2 Rumusan Masalah Masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah pemberian TGF-β1, Activin A dan GM-CSF dalam medium biakan DMEM dapat meningkatkan kadar IL-12 dan Interferon Gamma sebagai indikator tumbuhnya sel Langerhans? 2. Manakah media biakan modifikasi yang optimal untuk biakan sel punca yang menumbuhkan sel Langerhans atas indikator kadar IL-12 dan Interferon Gamma? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum Mendapatkan media biakan dengan lingkungan mikro yang optimal untuk membiakkan sel punca menjadi sel Langerhans. 1.3.2 Tujuan khusus 1. Membuktikan pemberian TGF-β1, Activin A, dan GM-CSF pada medium biakan DMEM meningkatkan kadar IL-12, dan Interferon-γ sebagai indikator pertumbuhan sel Langerhans pada kultur sel punca ( in vitro).

5 2. Membuktikan lingkungan mikro yang optimal untuk pertumbuhan sel Langerhans pada medium biakan sel punca dengan penambahan sitokin GM-CSF dan growth factor TGF-β1 dan Activin A. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.Mendapatkan media biakan sel punca yang dapat berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi sel Langerhans yang sesuai lingkungan mikronya, sehingga produksi sel Langerhans dapat berkualitas baik. 2.Sebagai dasar pengembangan sel Langerhans yang dapat membantu menghambar proses penuaan kulit.