PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO

dokumen-dokumen yang mirip
FERTILISASI DAN PERKEMBANGAN OOSIT SAPI HASIL IVF DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN

Z. Udin, Jaswandi, dan M. Hiliyati Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang ABSTRAK

Kelahiran Anak Sapi Hasil Fertilisasi secara in Vitro dengan Sperma Hasil Pemisahan

APLIKASI IB DENGAN SPERMA HASIL PEMISAHAN DI SUMATERA BARAT

PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN

Korelasi antara Oosit Domba yang Dikoleksi dari Rumah Pemotongan Hewan dengan Tingkat Fertilitasnya setelah Fertilisasi in vitro

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

PENGARUH TINGKAT PENGENCERAN TERHADAP KUALITAS SPERMATOZOA KAMBING PE SETELAH PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

Proporsi dan Karakteristik Spermatozoa X dan Y Hasil Separasi Kolom Albumin

Jurnal Pertanian ISSN Volume 2 Nomor 1, April PENGARUH VITAMIN B 2 (Riboflavin) TERHADAP DAYA TAHAN SPERMATOZOA DOMBA PADA SUHU KAMAR

PEMANFAATAN SEL KUMULUS PADA MEDIUM KULTUR IN VITRO EMBRIO MENCIT TAHAP SATU SEL

Pengaruh Pemberian Susu Skim dengan Pengencer Tris Kuning Telur terhadap Daya Tahan Hidup Spermatozoa Sapi pada Suhu Penyimpanan 5ºC

DAYA HIDUP SPERMATOZOA EPIDIDIMIS KAMBING DIPRESERVASI PADA SUHU 5 C

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan bulan Februari Maret 2016 di Desa Bocor,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2015 sampai 25 Mei 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Unit Pelayanan Tekhnis Daerah Balai

PENGARUH KOMBINASI KUNING TELUR DENGAN AIR KELAPA TERHADAP DAYA TAHAN HIDUP DAN ABNORMALITAS SPERMATOZOA DOMBA PRIANGAN PADA PENYIMPANAN 5 0 C

TINGKAT PEMATANGAN OOSIT KAMBING YANG DIKULTUR SECARA IN VITRO SELAMA 26 JAM ABSTRAK

SUPLEMENTASI FETAL BOVINE SERUM (FBS) TERHADAP PERTUMBUHAN IN VITRO SEL FOLIKEL KAMBING PE

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

PENGARUH PREGNANT MARE SERUM GONADOTROPIN (PMSG) PADA MATURASI DAN FERTILISASI IN VITRO OOSIT KAMBING LOKAL

MATERI DAN METODE. Metode Penelitian

PENGARUH PENAMBAHAN HORMON PADA MEDIUM PEMATANGAN TERHADAP PRODUKSI EMBRIO SECARA IN VITRO

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian Pengaruh Vitamin E (α-tocoferol) Terhadap Kerusakan,

PERBAIKAN TEKNIK PEMBEKUAN SPERMA: PENGARUH SUHU GLISEROLISASI DAN PENGGUNAAN KASET STRAW

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini berupa ovarium domba lokal umur <1 tahun 3 tahun

PENDAHULUAN. 25,346 ton dari tahun 2015 yang hanya 22,668 ton. Tingkat konsumsi daging

Jurnal Sains & Matematika (JSM) ISSN Volume 14, Nomor 4, Oktober 2006 Artikel Penelitian:

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

TUGAS AKHIR - SB Oleh: ARSETYO RAHARDHIANTO NRP DOSEN PEMBIMBING : Dra. Nurlita Abdulgani, M.Si Ir. Ninis Trisyani, MP.

Penggunaan Medium CR1aa untuk Produksi Embrio Domba In Vitro

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Superovulasi Koleksi Sel Telur

PENGARUH LEVEL GLISEROL DALAM PENGENCER TRIS- KUNING TELUR TERHADAP MEMBRAN PLASMA UTUH DAN RECOVERY RATE SPERMA KAMBING PERANAKAN ETAWAH POST THAWING

PENGARUH LAMA THAWING DALAM AIR ES (3 C) TERHADAP PERSENTASE HIDUP DAN MOTILITAS SPERMATOZOA SAPI BALI (Bos sondaicus)

KUALITAS SPERMA HASIL PEMISAHAN YANG DIBEKUKAN MENGGUNAKAN RAK DINAMIS DAN STATIS

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Laboratoium Unit

PENGARUH JENIS PENGENCER TERHADAP KUALITAS SEMEN BEKU DOMBOS TEXEL DI KABUPATEN WONOSOBO

III. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2013 di. Balai Inseminasi Buatan Tenayan Raya, Pekanbaru.

KUALITAS SPERMATOZOA EPIDIDIMIS SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) YANG DISIMPAN PADA SUHU 3-5 o C

Kualitas semen sapi Madura setelah pengenceran dengan tris aminomethane kuning telur yang disuplementasi α-tocopherol pada penyimpanan suhu ruang

OBJEK DAN METODE PENELITIAN. diberi lima perlakuan. Domba yang digunakan ini adalah domba lokal yang

Pengaruh Serum Domba dan Serum Domba Estrus terhadap Tingkat Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba In Vitro

Pengaruh Waktu Pelapisan Spermatozoa Sapi Pada Media TALP yang Disuplementasi bovine serum albumin (BSA) Terhadap Jenis Kelamin Embrio In vitro

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT SAPI BETINA MUDA (JUVENILE)

Efektivitas Manipulasi Berbagai Ko-Kultur Sel pada Sistem Inkubasi CO 2 5% untuk Meningkatkan Produksi Embrio Sapi Secara In Vitro

BAB III METODE PENELITIAN. asiatica L.) terhadap Pertumbuhan Sel Hepar Baby hamster yang Dipapar 7.12-

HUBUNGAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI DENGAN KUALITAS OOSIT DAN LAMA HARI TERBENTUKNYA BLASTOSIT FERTILISASI IN VITRO PADA SAPI FRIES HOLLAND

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal April 2014 di Unit Pelayanan

Pengaruh Waktu dan Suhu Media Penyimpanan Terhadap Kualitas Oosit Hasil Koleksi Ovarium Sapi Betina Yang Dipotong Di TPH

Dosis Glukosa Ideal pada Pengencer Kuning Telur Fosfat Dalam Mempertahankan Kualitas Semen Kalkun pada Suhu 5 C

PENGARUH UKURAN DAN JUMLAH FOLIKEL PER OVARI TERHADAP KUALITAS OOSIT KAMBING LOKAL

Pengaruh Penambahan Streptomycin dalam Skim Kuning Telur Sebagai Pengencer terhadap Kualitas Semen Ikan Mas (Cyprinus Carpio L.)

BAB III METODE PENELITIAN. primer sel otak fetus hamster ini merupakan penelitian eksperimental yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada 7 13 April 2014, di BIBD Lampung,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh kadar ekstrak daun Binahong (Anredera

MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah di laksanakan pada bulan Desember 2014 sampai

3. METODE PENELITIAN

GAMBARAN AKTIVITAS OVARIUM SAPI BALI BETINA YANG DIPOTONG PADA RUMAH PEMOTONGAN HEWAN (RPH) KENDARI BERDASARKAN FOLIKEL DOMINAN DAN CORPUS LUTEUM

Kualitas spermatozoa epididimis sapi Peranakan Ongole (PO) yang disimpan pada suhu 3-5 C

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2015 di Unit Pelaksana

I. PENDAHULUAN. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) atau dikenal dengan istilah kawin suntik pada

PENGARUH LAMA MATURASI DAN LAMA INKUBASI FERTILISASI TERHADAP ANGKA FERTILITAS OOSIT SAPI PERANAKAN ONGOLE SECARA IN VITRO

BAB I. PENDAHULUAN A.

Kualitas sperma sapi hasil sexing setelah kapasitasi secara in vitro

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Laju pertambahan penduduk yang terus meningkat menuntut

DAFTAR ISI. BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Berpikir Konsep Hipotesis...

TINGKAT KEBERHASILAN PRODUKSI EMBRIO SECARA IN VITRO MENGGUNAKAN SEMEN BEKU SAPI BALI (Bos javanicus) DAN ONGOLE (Bos indicus) G ANDRI HERMAWAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menggunakan metode artificial vagaina (AV). Semen yang didapatkan kemudian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dibagikan. Menurut Alim dan Nurlina ( 2011) penerimaan peternak terhadap

PREDIKSI KESUBURAN SPERMATOZOA DOMBA MELALUI UJI PENEMBUSAN LENDIR ESTRUS

(In Vitro Quality of Filial Ongole Bovine Oocytes Collected from Ovary after Transported in Different Transportation Period) ABSTRAK

BAB III BAHAN DAN METODE

PRODUKSI EMBRIO IN VITRO DARI OOSIT HASIL AUTOTRANSPLANTASI HETEROTOPIK OVARIUM MENCIT NURBARIAH

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada April 2014 di Balai Inseminasi Buatan Daerah

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian. Bahan Penelitian. Metode Penelitian

II. METODELOGI PENELITIAN

KONSERVASI SEMEN AYAM BURAS MENGGUNAKAN BERBAGAI PENGENCER TERHADAP FERTILITAS DAN PERIODE FERTIL SPERMATOZOA PASCA INSEMINASI BUATAN

KUALITAS SEMEN SAPI BALI SEBELUM DAN SESUDAH PEMBEKUAN MENGGUNAKAN PENGENCER SARI WORTEL

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN. 4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah eksperimental laboratorik. Penanaman sel ke 96-wells plate. Uji Viabilitas Sel

PENGARUH MEDIA IVM DAN IVC PADA PERKEMBANGAN EMBRIO SAPI SECARA IN VITRO

PERBANDINGAN KUALITAS SEMEN KAMBING KEJOBONG DAN KAMBING KACANG DI JAWA TENGAH ABSTRACT

BAB III MATERI DAN METODE. Flock Mating dan Pen Mating secara Mikroskopis ini dilaksanakan pada tanggal

Embrio ternak - Bagian 1: Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemeriksaan semen segar secara makroskopis meliputi volume, warna,

Pengaruh Lama Inkubasi Terhadap Proporsi Sperma Pembawa Kromosom X-Y dan Kualitas Semen Kambing Peranakan Etawah...Rina Ferlianthi

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian adalah semen kambing yang berasal 5 ekor kambing

Kualitas Semen Kambing Peranakan Boer. Quality of Semen Crossbreed Boer Goat. M. Hartono PENDAHULUAN. Universitas Lampung ABSTRACT

PERBEDAAN VOLUME SEMEN, KONSENTRASI, DAN MOTILITAS SPERMATOZOA PEJANTAN SAPI FH DI BIB LEMBANG DENGAN INTERVAL PENAMPUNGAN 72 JAM DAN 96 JAM

TEHNIK PENGENCERAN PADA PEMBUATAN CHILLING SEMEN SAPI

BAB III MATERI DAN METODE. Persentase Hidup dan Abnormalitas Spermatozoa Entok (Cairina moschata), telah

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang uji sitotoksisitas rebusan daun sirsak (Annona muricata L)

F.K. Mentari, Y. Soepri Ondho dan Sutiyono* Program Studi S-1 Peternakan Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro

III. METODOLOGI Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan Ekstrak Bligo (mengacu Sugito 2010)

METODE. A. Peremajaan Salmonella sp. B. Verifikasi Salmonella sp.

MATERI DAN METODE. Materi

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Objek yang digunakan adalah semen yang berasal dari lima kambing

Spermatogenesis dan sperma ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN. Evaluasi Semen Segar

Transkripsi:

PENGARUH KONSENTRASI SPERMATOZOA PASCA KAPASITASI TERHADAP TINGKAT FERTILISASI IN VITRO (The Effects of Spermatozoa Concentration of Postcapacity on In Vitro Fertilization Level) SUMARTANTO EKO C. 1, EKAYANTI M. KAIIN 1, KUNDRAT HIDAJAT 2 dan SUTARMAN MIHARDJA 2 1 Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jl. Raya Bogor Km. 46, Cibinong 16911 2 Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Jl.Raya Sumedang, Sumedang ABSTRACT The purpose of this study is to investigate the effects of post capacitation-spermatozoa concentration on in vitro fertilization level. The study used oocytes of Brahman cross (BX) cattle and sperm of Onggole bulls. Oocytes were maturised in TCM-199 media for 24 hours. Diluents for spermatozoa and fertilization were Brackett and oliphant (BO). In vitro fertilization was conducted in 6 hours, zygot culture was using CR1aa media for 48-72 hours to obtain embryo of two cells. Maturation, fertilization and culture was undertaken in incubator oxoid 5% CO 2 in 38.5 o C. Fertilization was applying four spermatozoa concentrations (K 1 = 1 x 10 6 cells/100 µl; K 2 = 3 x 10 6 cells/µl; K 3 = 5 x 10 6 cell/µl; K 4 = 7 x 10 6 cells/µl). Results showed that oocyte fertilization levels of all treatments was significantly affected (P<0.05); K 1 (10%), K 2 (16%), K 3 (20%) and K 4 (24%). Spermatozoa concentration of 5 x 10 6 cells/100 µl (K 3 ) produced significant fertiilization level (P <0.05) than other concentrations. Key words: Spermatozoa concentrations, level of fertilization, in vitro fertilization ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi spermatozoa pascakapasitasi terhadap tingkat fertilisasi in vitro. Penelitian ini menggunakan oosit dari sapi Brahman Cross (BX) dan sperma berasal dari sapi Peranakan Onggole (PO). Oosit dimaturasi dalam media TCM-199 selama 24 jam. Adapun media pengencer spermatozoa dan fertilisasi adalah Brackett and Oliphant (BO). Fertilisasi in vitro dilakukan selama 6 jam, kultur zigot menggunakan media CR1aa selama 48 72 jam sehingga didapatkan embrio dua sel. Maturasi, fertilisasi dan kultur dilakukan dalam inkubator Oxoid 5% CO 2 dengan temperatur 38,5 o C. Perlakuan fertilisasi menggunakan empat konsentrasi spermatozoa (K 1 = 1 x 10 6 sel/100µl, K 2 = 3 x 10 6 sel/100µl, K 3 = 5 x 10 6 sel/100µl, K 4 = 7 x 10 6 sel/100µl). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tingkat fertilisasi oosit untuk semua perlakuan berpengaruh secara nyata (P<0,05), K 1 (10%), K 2 (16%), K 3 (20%), K 4 (24%). Perlakuan konsentrasi spermatozoa 5 x 10 6 sel/100µl (K 3 ) menghasilkan tingkat fertilisasi yang nyata lebih baik (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan konsentrasi lainnya. Kata kunci: Konsentrasi spermatozoa, tingkat fertilisasi, fertilisasi in vitro PENDAHULUAN Pertambahan penduduk Indonesia pada saat ini, menuntut peningkatan populasi hewan ternak untuk mencukupi kebutuhan protein hewani. Pada saat ini, populasi sapi menunjukkan penurunan. Berbagai upaya yang telah dilakukan di lapangan antara lain Inseminasi Buatan dan Transfer Embrio. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam transfer embrio diantaranya adalah produksi embrio yang transferable. Produksi embrio dapat dilakukan dengan cara in vitro dan in vivo. Embrio yang diperoleh dengan cara in vitro lebih banyak dan relatif lebih murah dibandingkan dengan cara in vivo. Keberhasilan fertilisasi in vitro tergantung pada kualitas sel telur, kualitas dan konsentrasi spermatozoa, media kultur, waktu dan temperatur inkubasi. Spermatozoa yang diperlukan untuk proses fertilisasi secara normal adalah spermatozoa yang telah 44

mengalami kapasitasi (PARTODIHARJO, 1992). Menurut BEDFORD dalam TOELIHERE (1981), kapasitasi adalah suatu proses persiapan atau perubahan fisiologik yang dialami spermatozoa di dalam saluran kelamin betina untuk mempertinggi daya fertilitasnya. Pada beberapa penelitian sebelumnya konsentrasi spermatozoa yang digunakan dalam fertilisasi in vitro adalah: 1 x 10 6 sel/ml menghasilkan persentase oosit yang difertilisasi sebesar 43,6% (KANAGAWA et al., 1989), sedangkan peneliti lainnya menggunakan konsentrasi 10 4,10 5,10 6, dan 10 7 sel/ml menghasilkan persentase oosit yang difertilisasi masing-masing sebesar 14%, 60%, 90%, dan 89% (SAEKI et al., 1994). Adapun TAPPA et al. (1995) telah menggunakan konsentrasi 2 4 x 10 6 sel/ml dan menghasilkan persentase oosit yang difertilisasi sebesar 86,4%. Penggunaan konsentrasi 5 dan 10 6 sel/ml menghasilkan persentase oosit yang difertilisasi sebesar 78,2% dan 73% (TAKAHASHI et al., 1992) dan konsentrasi 1; 2,5; 5; dan 10 x 10 6 sel/ ml menghasilkan persentase oosit yang difertilisasi sebesar 36%, 47%, 76% dan 82% (TAKAHASHI et al., 1993). Adapun konsentrasi 1,87; 5,01; dan 9,87 x 10 6 sel/ml memperoleh persentase oosit yang difertilisasi sebesar 30,34%; 52,94%; dan 55,47% (PALOMO et al., 1993). Inseminasi dengan dosis 20 x 10 6 sel/ml, memberikan peluang terjadinya proses fertilisasi yang menghasilkan embrio berkriteria embrio polyspermi. Embrio polyspermi umumnya tidak mampu berkembang dan tidak transferable. Penggunaan konsentrasi spermatozoa yang tepat perlu menjadi perhatian untuk memperoleh tingkat fertilisasi terbaik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi spermatozoa pasca kapasitasi yang lebih efisien dalam memperoleh tingkat fertilisasi secara in vitro. MATERI DAN METODE Bahan dan alat penelitian Bahan yang digunakan adalah ovarium sapi BX, yang diambil adalah oosit immature, semen sapi Peranakan Onggole (PO), NaCl fisiologis, antibiotik, Dulbecco s Phospat Buffer Saline (DPBS), Tissue Culture Medium (TCM) 199, medium Brackett Oliphant (BO), dan lain-lain. Alat yang digunakan adalah laminar air flow (Clean Bench), Inkubator CO 2 yang dilengkapi tabung Oxoid, water bath, sentrifus, mikroskop, termos, termometer, gunting bedah, filter syringe 0,2 µm, disposible syringe, cawan petri besar (φ = 85 mm, t = 15 mm) dan cawan petri kecil (φ = 35 mm,t = 10 mm), gelas ukur, botol media, haemocytometer, dan lain-lain. Metode penelitian Pengumpulan ovarium dan koleksi oosit Ovarium dikumpulkan setelah pemotongan, kemudian dibersihkan dari jaringan lemak, lalu dicuci dengan larutan NaCl fisiologis yang mengandung antibiotik. Kemudian dimasukkan ke dalam termos berisi NaCl fisiologis hangat yang mengandung antibiotik dan segera dibawa ke laboratorium untuk diproses. Koleksi oosit immature dari folikel ovarium dilakukan setelah media aspirasi oosit, (DPBS + 3% CS) tersedia. Ovarium dikeringkan dengan kertas tissu steril, lalu diaspirasi menggunakan syringe 5 ml dengan jarum 18 G. Oosit immature diaspirasi dari folikel primer/ sekunder dengan diameter 2 5 mm, kemudian ditempatkan di dalam cawan petri besar dan diamati di bawah mikroskop untuk menyeleksi oosit yang akan dimaturasi. Maturasi oosit in vitro Media maturasi yang digunakan adalah TCM-199 + 10% calf serum. Oosit immature berkualitas A diambil dan dicuci dalam petri yang terpisah berisi media cuci. Kemudian, 10 buah oosit dipindahkan ke dalam satu spot maturasi yang berukuran 50 µl dalam petri yang lainnya. Setelah itu diinkubasi dalam inkubator Oxoid 5% CO 2, bertemperatur 38 o C selama 24 jam. Prosesing spermatozoa Penampungan semen dilakukan di kandang milik Puslit Bioteknologi LIPI. Sapi yang digunakan adalah sapi PO, penampungan semen dilakukan dengan metode vagina 45

buatan. Semen yang diperoleh dievaluasi secara makroskopis dan mikroskopis di laboratorium. Pengenceran semen menggunakan larutan tris dan kuning telur, dengan komposisi 80% Tris dan 20% kuning telur. Pengenceran dilakukan untuk mencapai konsentrasi 40 x 10 6 sel/ml. Spermatozoa harus dikapasitasi secara in vitro terlebih dahulu, agar spermatozoa mengalami proses persiapan dan perubahan fisiologis, sehingga mempertinggi daya fertilitasnya. Proses kapasitasi spermatozoa menggunakan media BO dengan metode sentrifugasi. Pengenceran spermatozoa Penelitian ini menggunakan empat macam perlakuan konsentrasi spermatozoa. Adapun perlakuan adalah sebagai berikut: K 1 = 1 x 10 6 sel/0,1ml, K 2 = 3 x 10 6 sel/0,1 ml, K 3 = 5 x 10 6 sel/0,1 ml dan K 4 = 7 x 10 6 sel/ml. Fertilisasi in vitro Spermatozoa hasil kapasitasi dan pengenceran disiapkan dalam petri dan diinkubasi di tabung Oxoid dalam inkubator 5% CO 2 dengan temperatur 38,5 o C selama 1 jam. Pada saat prainkubasi spermatozoa, dilakukan pencucian oosit yang telah dimaturasi menggunakan media OWS. Setelah pra inkubasi spot fertilisasi berakhir, sebanyak 10 oosit tadi dimasukkan ke dalam 100 µl larutan spermatozoa (satu spot). Kemudian dilakukan proses fertilisasi dan disimpan dalam inkubator selama 6 jam. Perkembangan embrio Setelah 6 jam fertilisasi, oosit yang dibuahi dicuci dalam petri cuci, kemudian dipindahkan ke spot kultur berisi media CR1aa dan kembali disimpan dalam inkubator Oxoid. Pengamatan dilakukan setiap 24 jam untuk melihat perkembangan embrio dan penggantian media dilakukan setiap 48 jam. Metode analisis Rancangan percobaan dalam penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Langkap dengan analisis statistik sidik ragam. Untuk melihat perbedaan pengaruh antar perlakuan dilakukan dengan menggunakan uji Duncan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh konsentrasi spermatozoa pasca kapasitasi terhadap tingkat fertilisasi in vitro Data mengenai pengaruh konsentrasi spermatozoa pascakapasitasi terhadap tingkat fertilisasi in vitro, yang diperoleh selama penelitian, disajikan pada Tabel 1. Berdasarkan data tersebut di atas, menunjukkan bahwa rataan persentase tingkat fertilisasi in vitro yang dihasilkan berkisar antara 10% sampai dengan 24%. Oosit yang difertilisasi dengan konsentrasi spermatozoa 7 x 10 6 sel (K 4 ) ternyata memberikan tingkat fertilisasi paling tinggi (24%), sedangkan tingkat fertilisasi terendah didapat dari konsentrasi spermatozoa 1 x 10 6 sel (K 1 ). Tabel 1. Pengaruh konsentrasi spermatozoa pascakapasitasi terhadap tingkat fertilisasi in vitro Perlakuan (Sel/0,1ml) Jumlah oosit yang difertilisasi Jumlah embrio dua sel (%) Tingkat fertilisasi (K 1 ) 1 x 10 6 50 5 10 a (K 2 ) 3 x 10 6 50 8 16 ab (K 3 ) 5 x 10 6 50 10 20 b (K 4 ) 7 x 10 6 50 12 24 b - Nilai (%) tingkat fertilisasi didapat dari jumlah embrio tahap dua sel yang terbentuk dibagi dengan jumlah oosit yang difertilisasi dan dikalikan 100% - Huruf yang berbeda menyatakan perbedaan yang nyata 46

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P<0,05) dari pengaruh konsentrasi spermatozoa pasca kapasitasi terhadap tingkat fertilisasi in vitro. Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan pada Tabel di atas, terlihat bahwa oosit yang difertilisasi dengan konsentrasi spermatozoa 5 dan 7 x 10 6 sel menghasilkan tingkat fertilisasi secara nyata lebih baik (p<0,05) dari pada konsentrasi 1 x 10 6 sel, tetapi tidak lebih baik dari pada konsentrasi 3 x 10 6 sel. Konsentrasi 3 x 10 6 sel juga tidak berbeda nyata dengan 1 x 10 6 sel. Konsentrasi spermatozoa merupakan salah satu faktor yang penting untuk menunjang keberhasilan dari tingkat fertilisasi (BRACKETT dan OLIPHANT, 1975). Penggunaan konsentrasi spermatozoa yang efisien sangat diperlukan, karena jika konsentrasinya terlalu tinggi, maka kemungkinan terjadinya polyspermi akan semakin besar, dan menyebabkan perkembangan embrio yang tidak sempurna. Konsentrasi spermatozoa yang lebih baik adalah 5 x 10 6 sel (K 3 ) dan 7 x 10 6 sel (K 4 ), terlihat dari hasil tabel di atas. Kedua konsentrasi tersebut mempunyai peluang lebih besar untuk proses bertemunya dengan sel telur, sehingga menghasilkan tingkat fertilisasi sebesar 20% dan 24%. Konsentrasi yang lebih efisien adalah konsentrasi 5 x 10 6. Pada tabel di atas menunjukkan konsentrasi tersebut berbeda nyata dengan konsentrasi 1 x 10 6 sel tetapi tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 3 x 10 6 sel dan 7 x 10 6 sel. Konsentrasi 3 x 10 6 sel bukan merupakan konsentrasi yang efisien, karena konsentrasi tersebut tidak berbeda nyata dengan konsentrasi 1 x 10 6 sel. Konsentrasi 7 x 10 6 sel merupakan konsentrasi dengan tingkat fertilisasi tertinggi yaitu 24%. Konsentrasi ini mempunyai peluang kejadian polyspermi yang lebih tinggi karena jumlah sperma yang lebih banyak. Sehingga konsentrasi yang lebih efisien untuk digunakan pada fertilisasi in vitro berdasarkan penelitian ini adalah 5 x 10 6 sel. Adapun hasil penelitian fertilisasi in vitro yang dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya menggunakan konsentrasi spermatozoa, masing-masing sebesar 1, 2, 5 dan 10 x 10 6 sel/ ml, dan tingkat fertilisasi yang dihasilkan masing-masing sebesar 36%; 47%; 76% dan 82% (TAKAHASI et al., 1993), 4 6 x 10 6 spermatozoa/ml (CHIAN et al., 1992). KESIMPULAN DAN SARAN Konsentrasi spermatozoa sapi pasca kapasitasi K 1 = 1 x 10 6 sel/0,1 ml; K 2 = 3 x 10 6 sel/0,1 ml; K 3 = 5 x 10 6 sel/0,1 ml; K 4 = 7 x 10 6 sel/0,1 ml berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap tingkat fertilisasi oosit masing-masing sebesar 10%(K 1 ), 16%(K 2 ), 20%(K 3 ) dan 24% (K 4 ). Konsentrasi spermatozoa 5 x 10 6 sel/0,1 ml (K 3 ) menghasilkan tingkat fertilisasi yang lebih baik dan efisien dari pada konsentrasi lainnya. Untuk melihat konsentrasi spermatozoa yang paling tepat perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan konsentrasi spermatozoa antara 3 x 10 6 sel/0,1 ml dan 5 x 10 6 sel/0,1 ml. DAFTAR PUSTAKA BRACKETT, B.G. dan G. OLIPHANT. 1975. Capatitation of rabbit spermatozoa in vitro. J. Biol. Reprod.12: 260 274. CHIAN, R.C., H.NAKAHARA, K. NIWA dan H. FUNAHASHI. 1992. Fertilization and Early Cleavage In Vitro of Ageing Bovine Oocytes After Maturation In Culture. Theriogenology 37: 665 672. KANAGAWA, H., MAZNI ABAS. O. and CONRADO A. VALDEZ. 1989. Oocyte Maturation and in vitro fertilization in farm animals. Biotechnology for livestock production. FAO. Japan. 1989. 79 93. PARTODIHARDJO. S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Cetakan ke-tiga. Penerbit Mutiara Sumber Widya, Jakarta. 203 206. PALOMO,.M.J, T. MOGAS, M.D. IZQUIERDO and M.T. PARAMIO. 1993. Effect of Heparin and Sperm Concentration on IVF of Prepubertal Goat Oocyte. Theriogenology. 1993: 43 (1): 292. (Abstract). TOELIHERE, M.R. 1981, Fisioligi Reproduksi pada Ternak. Cetakan ke-dua. Penerbit Angkasa. Bandung. TAPPA, B., E.M. KAIIN dan S. SAID. 1995. Maturasi dan fertilisasi in vitro oosit sapi perah; hubungan kondisi sapi, ovari dan kualitas oosit folikel. Seminar Nasional Sains dan Teknologi Peternakan. 35 37. 47

TAKAHASHI, Y. and N.L. FIRST. 1992. In vitro culture of bovine one-cell embryos fertilized in vitro using synthetic oviduct fluid medium with and without glucose and supplemented with fetal calf serum. Anim. Reprod. Sci. 31: 34 47. TAKAHASHI, Y. and N.L. FIRST. 1993. In vitro fertilization of bovine oocyte in presence of theophylline. Anim. Reprod. Sci.. 34: 1 18. 48