Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

dokumen-dokumen yang mirip
PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS SAPI. Edisi Kedua

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAMBING-DOMBA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

AGRIBISNIS KAMBING - DOMBA

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JAGUNG. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PISANG

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KAKAO. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Rangkuman Kebutuhan Investasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS TEBU. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JAGUNG. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS CENGKEH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

AGRIBISNIS Dukungan Aspek Mekanisasi Pertanian

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KAKAO

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS BAWANG MERAH. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KEDELAI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

AGRIBISNIS BAWANG MERAH

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS UNGGAS. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KELAPA SAWIT. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS UNGGAS. Edisi Kedua

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS JERUK. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KARET. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KELAPA. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS PADI. Edisi Kedua. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian AGRO INOVASI

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS JERUK. Edisi Kedua

AGRIBISNIS TANAMAN OBAT

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS ANGGREK. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS ANGGREK. Edisi Kedua

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

Pengembangan Wilayah Sentra Produksi tanaman, menyebabkan pemadatan lahan, serta menimbulkan serangan hama dan penyakit. Di beberapa lokasi perkebunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

REVITALISASI PERTANIAN

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG TENTANG INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) DINAS PERTANIAN KABUPATEN BANDUNG

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Dukungan Aspek Teknologi Pascapanen. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

Pembangunan Agribisnis di Indonesia

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN PADA SEMINAR MENYELAMATKAN EKONOMI BANGSA: PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM UNTUK KEMANDIRIAN BANGSA

Menakar Penyediaan Daging Sapi dan Kerbau di dalam Negeri Menuju Swasembada 2014

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah dengan sistem desentralisasi diimplementasikan di

I. PENDAHULUAN. tinggi secara langsung dalam pemasaran barang dan jasa, baik di pasar domestik

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2013 TENTANG BUDI DAYA HEWAN PELIHARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

AGRIBISNIS DUKUNGAN ASPEK TEKNOLOGI PASCAPANEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

ARAH KEBIJAKAN PERSUSUAN

5Kebijakan Terpadu. Perkembangan perekonomian Indonesia secara sektoral menunjukkan. Pengembangan Agribisnis. Pengertian Agribisnis

BAB VI INDIKATOR DINAS PERTANIAN YANG MENGACU PADA TUJUAN DAN SASARAN RPJMD RENSTRA D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA VI - 130

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN PETERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENSTRA BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Krisis ekonomi yang melanda lndonesia sejak pertengahan bulan. Sektor pertanian di lndonesia dalam masa krisis ekonomi tumbuh positif,

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

PEMBANGUNAN PETERNAKAN BERWAWASAN AGRIBISNIS DAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. sesuai dengan rencana Pembangunan Jangka Menengah sampai tahun 2009 sebesar

MEMBANGUN SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS DI NUSA TENGGARA BARAT

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

AGRIBISNIS. Sessi 3 MK PIP. Prof. Rudi Febriamansyah

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ARAH BARU PEMBANGUNAN SEKTOR RIIL: PERTANIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS TEBU

3 KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PEMANFAATAN DANA KUMK SUP-005 UNTUK MEMBIAYAI SEKTOR PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PROSPEK KERJASAMA PERDAGANGAN PERTANIAN INDONESIA DENGAN AUSTRALIA DAN SELANDIA BARU

Transkripsi:

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS SAPI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho Allah subhanahuwataala, seri buku tentang prospek dan arah kebijakan pengembangan komoditas pertanian dapat diterbitkan. Buku-buku ini disusun sebagai tindak lanjut dan merupakan bagian dari upaya mengisi Revitalisasi Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) yang telah dicanangkan Presiden RI Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 11 Juni 2005 di Bendungan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Propinsi Jawa Barat. Keseluruhan buku yang disusun ada 21 buah, 17 diantaranya menyajikan prospek dan arah pengembangan komoditas, dan empat lainnya membahas mengenai bidang masalah yaitu tentang investasi, lahan, pasca panen, dan mekanisasi pertanian. Sementara 17 komoditas yang disajikan meliputi: tanaman pangan (padi/beras, jagung, kedelai); hortikultura (pisang, jeruk, bawang merah, anggrek); tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, tebu/gula, kakao, tanaman obat, kelapa, dan cengkeh); dan peternakan (unggas, kambing/ domba, dan sapi). Sesuai dengan rancangan dalam RPPK, pengembangan produk pertanian dapat dikategorikan dan berfungsi dalam : (a) membangun ketahanan pangan, yang terkait dengan aspek pasokan produk, aspek pendapatan dan keterjangkauan, dan aspek kemandirian; (b) sumber perolehan devisa, terutama terkait dengan keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif di pasar internasional; (c) penciptaan lapangan usaha dan pertumbuhan baru, terutama terkait dengan peluang pengembangan kegiatan usaha baru dan pemanfaatan pasar domestik; dan (d) pengembangan produk-produk baru, yang terkait dengan berbagai isu global dan kecenderungan perkembangan masa depan. i

Sebagai suatu arahan umum, kami harapkan seri buku tersebut dapat memberikan informasi mengenai arah dan prospek pengembangan agribisnis komoditas tersebut bagi instansi terkait lingkup pemerintah pusat, instansi pemerintah propinsi dan kabupaten/kota, dan sektor swasta serta masyarakat agribisnis pada umumnya. Perlu kami ingatkan, buku ini adalah suatu dokumen yang menyajikan informasi umum, sehingga dalam menelaahnya perlu disertai dengan ketajaman analisis dan pendalaman lanjutan atas aspek-aspek bisnis yang sifatnya dinamis. Semoga buku-buku tersebut bermanfaat bagi upaya kita mendorong peningkatan investasi pertanian, khususnya dalam pengembangan agribisnis komoditas pertanian. Jakarta, Juli 2005 Menteri Pertanian, Dr. Ir. Anton Apriyantono, MS KATA PENGANTAR Pangan asal ternak sangat dibutuhkan bagi pertumbuhan, kesehatan dan kecerdasan anak usia dini sampai remaja. Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini permintaan produk peternakan cenderung terus meningkat, seirama dengan pertambahan penduduk, perkembangan ekonomi masyarakat, perbaikan tingkat pendidikan, serta perubahan gaya hidup sebagai akibat arus globalisasi dan urbanisasi. Peluang pasar yang sangat besar ini belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan oleh para pelaku di dalam negeri yang bergerak pada usaha sapi potong. Hal ini ditunjukkan oleh membanjirnya produk-produk impor baik bakalan sapi hidup maupun daging sapi dan produk derivatnya. Kondisi dan tantangan tersebut di atas merupakan peluang yang sangat baik untuk mendorong perkembangan agribisnis komoditas ternak sapi. Hal ini dapat diwujudkan melalui berbagai upaya, antara lain memanfaatkan sumberdaya peternakan sapi secara lebih optimal. Bahan pakan yang berasal dari hasil samping atau limbah pertanian, perkebunan maupun agroindustri yang jumlahnya sangat besar masih belum dimanfaatkan secara optimal, bahkan menjadi beban pengusaha dalam pencemaran lingkungan. Berbagai inovasi dari Badan Litbang Pertanian telah membuktikan bahwa limbah yang tersedia ternyata dapat digunakan dengan baik sebagai bahan pakan ternak. Inovasi pengembangan ternak sapi melalui sistem integrasi juga terbukti mampu meningkatkan efisiensi usaha pertanian, perkebunan dan peternakan, serta sekaligus dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan peternak/petani. Guna mewujudkan peluang usaha peternakan sapi mulai dari hulu sampai ke hilir diperlukan suatu informasi yang terkait dengan prospek dan arah pengembangan agribisnis komoditas ternak sapi sebagai acuan bagi para pelaku di lapang baik swasta maupun pemerintah. Informasi ini sangat diperlukan bagi para investor, pengambil kebijakan maupun masyarakat luas, khususnya investor yang belum sepenuhnya memahami potensi dan peluang yang ada. Diharapkan dengan disusunnya buku ini, investor mampu melihat ii iii

kekuatan dan peluang yang sedemikian besar dalam mengembangkan usaha peternakan. Sehubungan dengan hal tersebut, Badan Litbang Pertanian telah menyusun naskah yang terkait dengan prospek dan arah pengembangan agribisnis komoditas ternak sapi. Naskah ini disusun dengan mengacu kepada prinsip prioritas yang mencakup komoditas unggulan pada sub sektor peternakan. Diharapkan informasi ini dapat dipergunakan bagi para pengemban kepentingan dalam proses perencanaan dan pembangunan sub sektor peternakan, disamping sebagai acuan bagi para investor dalam melakukan usahanya. Semoga naskah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk implementasi kebijakan lebih lanjut di masa-masa yang akan datang. TIM PENYUSUN Penanggung Jawab : Dr. Ir. Achmad Suryana Kepala Badan Litbang Pertanian Ketua : Dr. Kusuma Diwyanto Kepala Puslitbang Peternakan Anggota : Dr. Sjamsul Bahri Dr. Budi Haryanto Dr. IW Rusastra Ir. Atien Priyanti, MSc. Hasanatun Hasinah, SPt, MP Jakarta, Juli 2005 Kepala Badan Litbang Pertanian Dr. Ir. Achmad Suryana Badan Litbang Pertanian Jl. Ragunan No. 29 Pasarminggu Jakarta Selatan Telp. : (021) 7806202 Faks. : (021) 7800644 Em@il : kabadan@litbang.deptan.go.id Pusat Litbang Peternakan Jl. Raya Pajajaran Kav.E.59 Telp. : (0251) 322185, 322138 Faks. : (0251) 328382 Em@il : criansci@indo.net.id iv v

RINGKASAN EKSEKUTIF Agribisnis sapi di Indonesia mempunyai prospek yang sangat besar, karena permintaan produk daging, susu maupun kulit terus meningkat, seirama dengan pertambahan penduduk dan perkembangan perekonomian nasional. Namun sangat disayangkan karena dalam beberapa dasawarsa terakhir ini impor ketiga produk tersebut cenderung terus meningkat, walaupun terjadi fluktuasi sebagai akibat adanya perubahan global maupun dinamika nasional. Daya saing industri peternakan ditentukan pada ketersediaan pakan, disamping faktor bibit, manajemen dan kesehatan hewan, serta inovasi teknologi dan faktor-faktor eksternal lainnya. Indonesia tidak memiliki padang pangonan yang memadai, dan juga sangat terbatas dalam kemampuannya menyediakan biji-bijian (jagung, kedelai, kacang-kacangan, dll.), tetapi negara ini mempunyai sumberdaya pakan yang masih belum dimanfaatkan secara optimal, yaitu biomasa yang dihasilkan dalam usahatani, perkebunan, agroindustri, dan rerumputan yang tumbuh sebagai cover crop. Inovasi teknologi Badan Litbang Pertanian telah membuktikan bahwa bahan-bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak ruminansia. Bahkan biaya pakan yang diperlukan untuk menghasilkan produk tersebut sangat kompetitif. Pengembangan ternak ruminansia dengan demikian harus dilakukan dengan pola integrasi secara in-situ maupun ex-situ, baik yang bersifat horizontal maupun vertikal. Untuk tujuan menghasilkan sapi bakalan, crop livestock system melalui pendekatan low external input merupakan pola yang harus ditempuh. Sedangkan untuk tujuan penggemukan dan ternak perah dapat menggunakan teknologi yang padat modal. Sampai saat ini sebagian masyarakat Indonesia dapat menerima daging kerbau sebagai layaknya daging sapi. Oleh karenanya untuk kondisi agroekologi dan sosial budaya tertentu, pengembangan kerbau dapat juga dilakukan. Sementara itu pengembangan sapi potong, sapi tipe dwiguna atau sapi perah sangat tergantung pada kondisi daerah, dengan pertimbangan pada aspek kemudahan dalam mengelola dan memasarkan susu. Sedangkan secara teknis perbedaannya relatif tidak besar, kecuali dalam hal kesehatan/kebersihan dan intensitas manajemen. Profil usaha penggemukan sapi skala 1000 ekor sapi bakalan setiap siklus dengan tiga siklus per tahun, akan diperoleh keuntungan bersih sebesar Rp. 1,83 miliar dengan R/C ratio 1,18. Profil usaha cowcalf operation (pembibitan) sapi skala 1500 ekor induk untuk menghasilkan 1000 ekor sapi bakalan per tahun, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 0,42 miliar dengan R/C ratio 1,21. Sedangkan profil usaha pabrik pakan skala 10 ton per hari, akan diperoleh keuntungan sebesar Rp. 0,5 miliar per tahun dengan R/C ratio 1,31. Untuk merespon perkembangan agribisnis sapi di Indonesia dalam lima tahun ke depan agar dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan daging dari produk domestik diperlukan dukungan investasi sebesar Rp. 24 trilyun, yang berasal dari: (i) pemerintah sekitar 10 persen berupa pembangunan sarana-prasarana, litbang, perbibitan, penyuluhan, pengamanan dari ancaman penyakit berbahaya, kelembagaan, promosi, dan dukungan akses atas sumber permodalan; (ii) investasi dari peternak kecil sekitar 60-70 persen melalui pemanfaatan sumberdaya yang dimiliki, dan penambahan ternak; (iii) sedangkan investasi dari swasta sekitar 20-30 persen untuk kegiatan hulu dan hilir, serta pada usaha penyediaan bibit, budidaya sapi perah dan penggemukan. Kebijakan pemerintah untuk mendorong agar usaha ini dapat berkembang pesat antara lain adalah: (i) dukungan untuk menghindari dari ancaman produk luar yang tidak ASUH, ilegal, dan barang-barang dumping, melalui kebijakan tarif maupun non-tarif; (ii) dukungan dalam hal kepastian berusaha, keamanan, terhindar dari pungutan liar dan pajak yang berlebihan; (iii) dukungan dalam hal pembangunan sarana pendukung, kelembagaan, permodalan, pemasaran, persaingan usaha yang adil, promosi, dan penyediaan informasi, serta (iv) dukungan agar usaha peternakan dapat berkembang secara integratif dari hulu-hilir, melalui pola kemitraan, inti-plasma, dan memposisikan yang besar maupun kecil dapat tumbuh dan berkembang secara adil. vi vii

Kebijakan tersebut diharapkan dapat mendorong investasi yang mampu menciptakan lapangan kerja untuk kegiatan budidaya bagi 200 ribu tenaga kerja, serta satu juta tenaga kerja dalam kegiatan hulu dan hilir. Dengan demikian pengembangan agribisnis sapi di Indonesia akan mampu menjawab tantangan yang dihadapi bangsa dalam hal ketahanan pangan, lapangan kerja, kesejahteraan masyarakat, devisa, serta perekonomian nasional. DAFTAR ISI Sambutan Menteri Pertanian... Kata Pengantar... Tim Penyusun... Ringkasan Eksekutif... DAFTAR ISI... Halaman I. PENDAHULUAN... 1 II. KONDISI SAAT INI... 3 A. Usaha Budidaya... 5 B. Usaha Agribisnis Hulu dan Hilir... 6 C. Profil Usaha Penggemukan... 8 D. Profil Usaha Cow-Calf Operation... 9 E. Profil Usaha Pabrik Pakan... 10 F. Pasar dan Harga... 11 G. Kebijakan Harga dan Perdagangan... 13 III. PROSPEK, POTENSI DAN ARAH PENGEMBANGAN... 19 IV. TUJUAN DAN SASARAN... 23 V. KEBIJAKAN, STRATEGI DAN PROGRAM... 24 A. Strategi Pada Subsistem Hulu... 24 B. Strategi Pada Subsistem Usahatani... 25 C. Strategi Pada Subsistem Hilir... 26 D. Strategi Pada Subsistem Perdagangan Dan Pemasaran... 26 E. Strategi pada Subsistem Penunjang dan Kebijakan... 27 1. Kebijakan teknis... 27 2. Kebijakan regulasi... 27 i iii v vi ix viii ix

VI. KEBUTUHAN INVESTASI... 34 A. Investasi Pemerintah... 34 B. Investasi Swasta... 34 C. Investasi Masyarakat... 36 VII. DUKUNGAN KEBIJAKAN INVESTASI... 38 LAMPIRAN... 41 x