BAB I PENDAHULUAN. melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang. sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. tantangan besar yang memerlukan penanganan serius, khususnya dalam kaitan

MODEL PENGATURAN INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB III TINDAKAN PIDANA PENCEMARAN NAMA BAIK PADA JEJARING SOSIAL DI MEDIA INTERNET. Kemajuan teknologi sangat potensial terhadap munculnya berbagai

BAB III PENUTUP. Berdasarkan pembahasan diatas Pembuktian Cyber Crime Dalam. di dunia maya adalah : oleh terdakwa.

BAB I PENDAHULUAN. tinggi tingkat budaya dan semakin modern suatu bangsa, maka semakin

SKRIPSI. Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum. Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum. Universitas Kristen Satya Wacana

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan teknologi dari tahun ke tahun semakin cepat. Hal yang paling

BAB I PENDAHULUAN. kedudukan yang penting bagi sebuah kemajuan bangsa.seiring dengan

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PANANGGULANGAN KEJAHATAN MAYANTARA (CYBER CRIME) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA (STUDI DI DIREKTORAT RESERSE KRIMINAL KEPOLISIAN DAERAH SUMATERA UTARA)

TINJAUAN YURIDIS PEMBUKTIAN CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. informasi baik dalam bentuk hardware dan software. Dengan adanya sarana

BAB I PENDAHULUAN. 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 amandemen ke-iii. Dalam Negara

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI TINDAK PIDANA CYBER CRIME (MAYANTARA)

KENDALA DALAM PENANGGULANGAN CYBERCRIME SEBAGAI SUATU TINDAK PIDANA KHUSUS

Seminar Nasional IT Ethics, Regulation & Cyber Law III

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

ANALISIS HUKUM MENGENAI PENCURIAN DANA NASABAH BANK MELALUI MODUS PENGGANDAAN KARTU ATM (SKIMMER) DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 363 AYAT (5) KITAB UNDANG-

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB I PENDAHULUAN. macam informasi melalui dunia cyber sehingga terjadinya fenomena kejahatan di

CAKRAWALA HUKUM Perjalanan Panjang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Oleh : Redaksi

BAB I PENDAHULUAN. Tercatat 673 kasus terjadi, naik dari tahun 2011, yakni 480 kasus. 1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam kehidupan masyarakat di Indonesia perjudian masih menjadi

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan ilmu pengetahuan. Indonesia dan negara-negara lain pada

I. PENDAHULUAN. dan media elektronik yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis,

B A B I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi informasi dan komuniksai telah menyebabkan

TINDAK PIDANA DI BIDANG MEDIA SOSIAL Oleh : Prof. Dr. H. Didik Endro Purwoleksono, S.H., M.H.

INFORMATION SYSTEM AND SOCIAL ETHICS

JURNAL ILMIAH TINJAUAN TENTANG CYBER CRIME YANG DIATUR DALAM UNDANG- UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)

BAB I PENDAHULUAN. sadar bahwa mereka selalu mengandalkan komputer disetiap pekerjaan serta tugastugas

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berkenaan dengan pembangunan teknologi,dewasa ini seperti

BAB II PENGATURAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA CYBERCRIME. A. Pengaturan hukum pidana terhadap tindak pidana cybercrime.

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan teknologi yang ditandai dengan munculnya internet yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan, baik bidang hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya. Dari

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa maupun media elektronik seperti televisi dan radio.

Oleh: R.Caesalino Wahyu Putra IGN.Parikesit Widiatedja Bagian Hukum Pidana, Fakultas Hukum, Universitas Udayana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia di kenal sebagai salah satu negara yang padat penduduknya.

Pembahasan : 1. Cyberlaw 2. Ruang Lingkup Cyberlaw 3. Pengaturan Cybercrimes dalam UU ITE

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. ayat 3 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) tahun 1945

PENDAHULUAN. teknologi. Pengaruh arus globalisasi dan perdagangan bebas yang didukung oleh. kemajuan teknologi telekomunikasi dan informatika

BAB III PENUTUP. Pencemaran nama baik menurut hukum pidana sebagaimana yang. termaksud dalam Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana merupakan

BAB I PENDAHULUAN. tertib, keamanan dan ketentraman dalam masyarakat, baik itu merupakan

PRAPERADILAN SEBAGAI UPAYA KONTROL BAGI PENYIDIK DALAM PERKARA PIDANA

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

yang tersendiri yang terpisah dari Peradilan umum. 1

BAB I PENDAHULUAN. dipersidangan, dan hakim sebagai aparatur penegak hukum hanya akan

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling mulia memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

Kejahatan Mayantara (Cybercrime)

MATERI MUATAN REGULASI INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

CYBER LAW & CYBER CRIME

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, dan untuk menjawab

I. TINJAUAN PUSTAKA. suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembicaraan tentang anak dan perlindungan tidak akan pernah

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan suatu aturan hukum tertulis yang disebut pidana. Adapun dapat ditarik kesimpulan tujuan pidana adalah: 2

CYBERCRIME & CYBERLAW

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Praperadilan merupakan lembaga baru dalam dunia peradilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Teknologi informasi saat ini semakin berkembang dan berdampak

BAB I PENDAHULUAN. Dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. yang telah tercakup dalam undang-undang maupun yang belum tercantum dalam

BAB I PENDAHULUAN. pencurian tersebut tidak segan-segan untuk melakukan kekerasan atau. aksinya dinilai semakin brutal dan tidak berperikemanusiaan.

BAB I PENDAHULUAN. kematian dan cedera ringan sampai yang berat berupa kematian.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembunuhan berencana dalam KUHP diatur dalam pasal 340 adalah Barang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, dan

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang. Sebagai

BAB I PENDAHULUAN. di seluruh Dunia. Internet sebagai media komunikasi kini sudah biasa. memasarkan dan bertransaksi atas barang dagangannya.

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

I. PENDAHULUAN. hukum tentang kejahatan yang berkaitan dengan komputer ( computer

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pertanggungjawaban Pidana Korporasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB II PENGATURAN KEJAHATAN INTERNET DALAM BEBERAPA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN. Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku

Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

BAB I PENDAHULUAN. memperkecil kemungkinan membuat kesalahan, sehingga menjadikan

BAB I PENDAHULUAN. mengkaji tentang kemajuan teknologi informasi, maka tidak dapat dipisahkan dari

BAB III PENUTUP. 1. Upaya Penegakan Hukum terhadap Cybercrime terkait pembuktian. pembuktian terhadap perkara dibidang cybercrime tidak

cybercrime Kriminalitas dunia maya ( cybercrime

BAB II KEJAHATAN PEMBOBOLAN WEBSITE SEBAGAI BENTUK KEJAHATAN DI BIDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

BAB I PENDAHULUAN. kekerasan. Tindak kekerasan merupakan suatu tindakan kejahatan yang. yang berlaku terutama norma hukum pidana.

BAB I PENDAHULUAN. manusia dalam pergaulan di tengah kehidupan masyarakat dan demi kepentingan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara berkembang yang dari waktu ke waktu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tatanusa, Jakarta, 2012, hal. iii-vii. 1 Josua Sitompul, Cyberspace, cybercrimes, cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT.

BAB III PENUTUP. disimpulkan beberapa hal dalam penulisan ini, yaitu:

[ Cybercrime ] Presentasi Kelompok VI Mata Kuliah Etika Profesi STMIK El-Rahma Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga harus diberantas 1. hidup masyarakat Indonesia sejak dulu hingga saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. berhak mendapatkan perlindungan fisik, mental dan spiritual maupun sosial

KOMPUTER FORENSIK DALAM HUKUM INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. menyatakan Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Adapun tujuan

BAB III PENUTUP. Setelah melakukan analisis terhadap data-data yang diperoleh. guna menjawab permasalahan yang diteliti, maka pada bab ini

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keunggulan komputer berupa kecepatan dan ketelitiannya dalam menyelesaikan pekerjaan sehingga dapat menekan jumlah tenaga kerja, biaya serta memperkecil kemungkinan melakukan kesalahan, mengakibatkan masyarakat semakin mengalami ketergantungan kepada komputer. Dampak negatif dapat timbul apabila terjadi kesalahan yang ditimbulkan oleh peralatan komputer yang akan mengakibatkan kerugian besar bagi pemakai (user) atau pihak-pihak yang berkepentingan. Kesalahan yang disengaja mengarah kepada penyalahgunaan komputer. 1 Usaha mewujudkan cita-cita hukum untuk mensejahterakan masyarakat melalui kebijakan hukum pidana tidak merupakan satu-satunya cara yang memiliki peran paling strategis. Dikatakan demikian karena hukum pidana hanya sebagai salah satu dari sarana kontrol masyarakat (sosial). Teknologi informasi dan komunikasi telah mengubah perilaku mayarakat dan peradaban manusia secara global. Di samping itu, perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi informasi saat ini menjadi pedang bermata dua, karena selain 1 Andi hamzah, 1990, Aspek-aspek Pidana di Bidang Komputer, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 23-24.

memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi arena efektif perbuatan melawan hukum. Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan Hukum Siber, yang diambil dari kata Cyber Law adalah istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi. Istilah lain yang digunakan adalah Hukum Teknologi Informasi (Law Of Information Technology), Hukum Dunia Maya (Virtual World Law) dan hukum Mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbaris virtual. Istilah hukum siber digunakan dalam tulisan ini dilandasi pemikiran bahwa cyber jika diidentikan dengan "Dunia Maya" akan cukup menghadapi persoalan jika harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai "maya", sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Terdapat tiga pendekatan untuk mempertahankan keamanan di cyber space, pertama adalah pendekatan teknologi, kedua pendekatan sosial budayaetika, dan ketiga pendekatan hukum. 2 Untuk mengatasi keamanan gangguan pendekatan teknologi sifatnya mutlak dilakukan, sebab tanpa suatu pengamanan jaringan akan sangat mudah disusupi, diintersepsi, atau diakses secara ilegal dan tanpa hak. Melihat fakta hukum sebagaimana yang ada pada saat ini, dampak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah disalah gunakan sebagai sarana kejahatan ini menjadi teramat penting untuk diantisipasi bagaimana kebijakan hukumnya, sehingga Cyber Crime yang terjadi dapat dilakukan upaya 2 Ahmad M Ramli, Prinsip-prinsip Cyber Law Dan Kendala Hukum Positif Dalam Menanggulangi Cyber Crime, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, 2004,hlm. 2.

penanggulangannya dengan hukum pidana, termasuk dalam hal ini adalah mengenai sistem pembuktiannya. Dikatakan teramat penting karena dalam penegakan hukum pidana dasar pembenaran seseorang dapat dikatakan bersalah atau tidak melakukan tindak pidana, di samping perbuatannya dapat dipersalahkan atas kekuatan Undang-undang yang telah ada sebelumnya (asas legalitas), juga perbuatan mana didukung oleh kekuatan bukti yang sah dan kepadanya dapat dipertanggungjawabkan (unsur kesalahan). Pemikiran demikian telah sesuai dengan penerapan asas legalitas dalam hukum pidana (KUHP) kita, yakni sebagaimana dirumuskan secara tegas dalam Pasal I ayat (1) KUHP : Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. Oleh karena alasan-alasan tersebut di atas, bagaimana pembuktianpembuktian dalam Cyber Crime cukup sulit dilakukan mengingat, bahwa hukum di Indonesia yang mengatur masalah ini masih banyak cacat hukum yang dapat dimanfaatkan oleh para pelaku Cyber Crime untuk lepas dari proses pemidanaan. Bentuk-bentuk Cyber Crime pada umumnya yang dikenal dalam masyarakat dibedakan menjadi 3 (tiga) kualifikasi umum, yaitu : 3 a. Kejahatan Dunia Maya yang berkaitan dengan kerahasiaan, integritas dan keberadaan data dan sistem computer : 1. Illegal access (akses secara tidak sah terhadap sistem komputer) 2. Data interference (mengganggu data komputer) 3. System interference (mengganggu sistem komputer) 3 Natalie D Voss, Copyright 1994-1999 Jones International and Jones Digital Century, Crime on The Internet, Jones Telecomunications & Multimedia Encyclopedia. http://www.digitalcentury.com/encyclo/update/articles.html

4. Illegal interception in the computers, systems and computer networks operation (intersepsi secara tidak sah terhadap komputer, sistem, dan jaringan operasional komputer) 5. Data Theft (mencuri data) 6. Data leakage and espionage (membocorkan data dan memata-matai) 7. Misuse of devices (menyalahgunakan peralatan komputer) b. Kejahatan Dunia Maya yang menggunakan komputer sebagai alat kejahatan : 1. Credit card fraud (penipuan kartu kredit) 2. Bank fraud (penipuan terhadap bank) 3. Service Offered fraud (penipuan melalui penawaran suatu jasa) 4. Identity Theft and fraud (pencurian identitas dan penipuan) 5. Computer-related fraud (penipuan melalui komputer) 6. Computer-related forgery (pemalsuan melalui komputer) 7. Computer-related betting (perjudian melalui komputer) 8. Computer-related Extortion and Threats (pemerasan dan pengancaman melalui komputer) c. Kejahatan Dunia Maya yang berkaitan dengan isi atau muatan data atau sistem computer : 1. Child pornography (pornografi anak) 2. Infringements Of Copyright and Related Rights (pelanggaran terhadap hak cipta dan hak-hak terkait) 3. Drug Traffickers (peredaran narkoba), dan lain-lain.

Kegiatan siber meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis dalam hal ruang siber sudah tidak pada tempatnya lagi untuk kategorikan sesuatu dengan ukuran dalam kualifikasi hukum konvensional untuk dijadikan obyek dan perbuatan, sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat hukum. Kegiatan siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata, meskipun alat buktinya bersifat elektronik. Dengan demikian, subyek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. 4 Penggunaan hukum pidana dalam mengatur masyarakat (lewat peraturan perundang-undangan pidana) pada hakekatnya merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan (policy). Selanjutnya untuk menentukan bagaimana suatu langkah (usaha) yang rasional dalam melakukan kebijakan tidak dapat pula dipisahkan dari tujuan kebijakan pembangunan itu sendiri secara integral. Dengan demikian dalam usaha untuk menentukan suatu kebijakan apapun (termasuk kebijakan hukum pidana) selalu terkait dan tidak terlepaskan dari tujuan pembangunan nasional itu sendiri; yakni bagaimana mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat. Selain itu, perkembangan hukum di Indonesia terkesan lambat, karena hukum hanya akan berkembang setelah ada bentuk kejahatan baru. Jadi hukum di Indonesia tidak ada kecenderungan yang mengarah pada usaha preventif atau pencegahan, melainkan usaha penyelesaiannya setelah terjadi suatu akibat hukum. 4 Pasal 5 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Kementrian Komunikasi dan Informasi RI.

Walaupun begitu, proses perkembangan hukum tersebut masih harus mengikuti proses yang sangat panjang, dan dapat dikatakan, setelah negara menderita kerugian yang cukup besar, hukum tersebut baru disahkan. Kebijakan hukum nasional kita yang kurang bisa mengikuti perkembangan kemajuan teknologi tersebut, justru akan mendorong timbulnya kejahatan-kejahatan baru dalam masyarakat yang belum dapat dijerat dengan menggunakan hukum yang lama. Padahal negara sudah terancam dengan kerugian yang sangat besar, namun tidak ada tindakan yang cukup cepat dari para pembuat hukum di Indonesia untuk mengatasi masalah tersebut. Bertolak dari dasar pembenaran sebagaimana diuraikan di atas, bila dikaitkan dengan Cyber Crime, maka unsur membuktikan dengan kekuatan alat bukti yang sah dalam hukum acara pidana merupakan masalah yang tidak kalah pentingnya untuk diantisipasi di samping unsur kesalahan dan adanya perbuatan pidana. Akhirnya dengan melihat pentingnya persoalan pembuktikan dalam Cyber Crime dan berdasar latar belakang masalah diatas, maka penulis melakukan penulisan hukum dengan judul : TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBUKTIAN CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA. B. Rumusan Masalah 1. Upaya upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalahmasalah yang terkait dengan proses pembuktian dalam tindak pidana Ciber Crime yang dapat dilakukan oleh Perangkat Hukum di Indonesia?

2. Kendala kendala yuridis apa saja yang dihadapi oleh Perangkat hukum di Indonesia untuk menangani para pelaku Kejahatan dunia Maya terkait dengan masalah pembuktian Cyber Crime tersebut? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui, apakah hukum positif Indonesia sudah mampu untuk menjerat para pelaku Kejahatan Dunia Maya (Ciber Crime), karena sebenarnya Kejahatan Dunia Maya telah Memenuhi Unsur-unsur obyektif dan subyektif dalam Hukum Positif Indonesia. 2. Untuk mengetahui kendala yuridis apa saja yang dihadapi oleh pengadilan dalam menanggulangi Cyber Crime, serta kendala-kendala pengadilan dalam melakukan proses penyidikan terkait dengan pengumpulan alat-alat bukti kejahatan dunia maya (Cyber Crime). 3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukan olaeh pengadilan dalam maelakukan proses pembuktian pada para pelaku tindak pidana Cyber Crime, mengingat sulitnya proses pemidanaan terkait dengan sedikitnya alat bukti dalam tindak pidana tersebut. D. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Manfaat teoritis : Secara teori dapat menambah ilmu pengetahuan mengenai Cyber Crime yang dapat melampaui belahan dunia manapun dan siapapun, karena para pelaku kejahatan ini bersifat internasional. Selain itu dapat

memacu perkembangan ilmu hukum dalam menciptakan hukum, khususnya bidang hukum pidana, dengan pengaplikasian yang mudah dijangkau bagi semua kalangan. 2. Manfaat praktis : a) Bagi Pemerintah : Memberikan sosialisasi hukum dan pelaksanaanya secara menyeluruh dan merata, khususnya pada kalangan muda yang bergelut di bidang yang memiliki tingkat intensitas tinggi dengan hal-hal yang mendekati perbuatan melawan hukum. Memberikan struktur keamanan lebih pada segala mediasi yang mendukung terjadinya tindak pidana Cyber Crime, agar dapat mengurangi jumlah angka tindak pidana ini. b) Bagi para pelaku tindak pidana Cyber Crime : Bagi pelaku kejahatan komputer, bahwa kejahatan yang mereka lakukan dapat dijerat dengan pidana yang cukup berat, karena pihak yang dirugikan cukup banyak, termasuk Negara-negara di dunia. Oleh karena itu dibutuhkan banyak pengetahuan bagi mereka tentang hukum positif Indonesia. c) Bagi kalangan masyarakat umum : Untuk memberi pengetahuan lebih tentang hukum positif Indonesia, karena selama ini masyarakat cenderung tidak peduli selama dirinya tidak dirugikan. Sebenarnya, secara tidak langsung masyarakat awam juga ikut dirugikan, dengan adanya

kerugian yang dialami oleh Negara, baik secara materiil, maupun moril. E. Keaslian Penelitian Dengan ini penulis menyatakan bahwa penulisan hukum yang berjudul TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBUKTIAN CYBER CRIME DALAM PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA ini merupakan hasil karya asli penulis, sepanjang pengetahuan penulis bukan merupakan duplikasi dari hasil karya penulis lain. Jika ternyata ada penulis lain yang melakukan penulisan hukum yang sama dengan penulisan hukum ini merupakan pelengkap dari tulisan sebelumnya. F. Batasan Konsep Batasan-batasan konsep atau pengertian istilah yang berkaitan dengan obyek yang diteliti yaitu : 1. Tinjauan yuridis menurut kamus besar bahasa Indonesia online dan kamus hukum adalah hasil meninjau secara hukum; pandangan menurut hukum; pendapat hukum (sesudah menyelidiki, mempelajari). 2. Pembuktian menurut kamus besar bahasa Indonesia online adalah proses atau cara, perbuatan membuktikan, usaha menunjukkan benar atau salahnya suatu terdakwa dalam suatu persidangan atau penyajian alat-alat bukti yang sah menurut hukum kepada hakim yang memeriksa suatu

perkara guna memberikan kepastian tentang kebenaran peristiwa yang dikemukakan. 3. Perspektif menurut kamus besar bahasa Indonesia online adalah sudut pandang, pandangan terhadap suatu masalah yang sedang diamati atau dipelajari. 4. Hukum positif menurut kamus hukum (Gustav Radbruch) adalah ilmu tentang hukum yang berlaku di suatu negara atau masyarakat tertentu pada saat tertentu. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian hukum ini menggunakan pendekatan normatif, tinjauan yuridis normatif, yaitu dengan melakukan identifikasi terhadap isu-isu hukum yang berkembang dalam masyarakat, mengkaji penerapanpenerapan hukum dalam masyarakat, mengkaji pendapat para ahli-ahli hukum terkait dan analisa kasus dalam dokumen-dokumen untuk memperjelas hasil penelitian, kemudian ditinjau aspek praktis dan aspek akademis keilmuan hukumnya dalam penelitian hukum. 2. Sumber Data Bahan-bahan hukum adalah merupakan bahan-bahan yang diperoleh berdasarkan dari bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.

a. Bahan hukum primer adalah konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan cyber crime, dan cyber law yang mengatur tentang tindak pidana virtual yang tercantum di dalam : Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Undang-undang Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana b. Bahan hukum sekunder adalah merupakan bahan-bahan hukum yang diambil dari pendapat atau tulisan para ahli dalam bidang cyber untuk digunakan dalam membuat konsep-konsep hukum yang berkaitan dengan penelitian ini dan dianggap sangat penting. c. Bahan hukum tersier merupakan bahan-bahan yang digunakan sebagai rujukan untuk mengetahui konsep hukum yang ada, yaitu melalui : Kamus hukum Kamus bahasa Indonesia Kamus bahasa inggris

3. Metode Pengumpulan Data Dilakukan dengan melakukan penelusuran bahan hukum melalui alat bantu catatan dan buku-buku untuk dapat digunakan sebagai landasan teoritis dan berupa pendapat atau tulisan para ahli sehingga dapat diperoleh informasi dalam bentuk ketentuan formal dan resmi oleh pihak yang bekompeten dalam bidang ini. 4. Metode Analisis Menggunakan teknik content analysis, yaitu pengumpulan bahanbahan hukum dan diinterpretasi, dan untuk ketentuan hukum dipakai interpretasi teleologis yaitu berdasar pada tujuan norma. Selain itu juga digunakan pendekatan normatif terkait dengan cyber crime yaitu Undangundang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Transaksi Elektronik (UU ITE). H. Sistematika Penulisan Penulisan hukum ini disusun secara sistematis dalam 3 (tiga) bab yang merupakan suatu rangkaian dan saling berhubungan satu sama lain. Adapun ke-tiga bab tersebut adalah : BAB I : Pendahuluan. Berisi tentang latar belakang dari permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan dari Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime), khususnya dalam proses pembuktiannya. Selain itu juga berisi

rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan hukum. BAB II : Pembahasan. Dalam bab ini akan dibahas mengenai kedudukan Kejahatan Dunia Maya dalam Hukum Positif di Indonesia. Selain itu juga akan dibahas tentang permasalahan-permasalahan yang ditimbulkan oleh Kejahatan Dunia Maya (Cyber Crime) terkait dengan proses pemidanaan, apakah dapat dijerat dengan menggunakan hukum yang berlaku saat ini. BAB III : Penutup. Dalam bab ini akan berisi kesimpulan dari hasil pembahasan bab-bab sebelumnya dan berisi saran-saran yang diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna dan bermanfaat bagi instansi yang terkait.