ABSTRACT. level on physical properties and drying quality of andong bamboo (Gigantochloa

dokumen-dokumen yang mirip
Key word: Shrinkage-swelling, EMC, age, drying level, bamboo

Gambar (Figure) 1. Bagan Pengambilan Contoh Uji (Schematic pattern for wood sample collection)

UPAYA PENINGKATAN KUALITAS BAMBU DENGAN STABILISASI DIMENSI. The Increasing of Bamboo Quality Using Dimensional Stabilization

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.)

PENGARUH PENGERINGAN ALAMI DAN BUATAN TERHADAP KUALITAS KAYU GALAM UNTUK BAHAN MEBEL

Pengaruh Perbedaan Umur dan Bagian Batang Bambu Legi (Gigantochloa atter (Hassk.) Kurz) Sebagai Bahan Mebel dan Kerajinan

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR KAYU EKALIPTUS (Eucalyptus grandis) UMUR 5 TAHUN

BAB IV PEMBAHASAN. (a) (b) (c) Gambar 10 (a) Bambu tali bagian pangkal, (b) Bambu tali bagian tengah, dan (c) Bambu tali bagian ujung.

SIFAT FISIS DAN MEKANIS BATANG KELAPA (Cocos nucifera L.) DARI KALIMANTAN SELATAN

berdasarkan definisi Jane (1970) adalah bagian batang yang mempunyai warna lebih tua dan terdiri dari sel-sel yang telah mati.

PENDAHULUAN Latar Belakang

3. SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU TALI Pendahuluan

BEBERAPA SIFAT FISIK GUBAL ANGSANA

PENINGKATAN DAYA TAHAN BAMBU DENGAN PROSES PENGASAPAN UNTUK BAHAN BAKU KERAJINAN

Keywords: Laminated bamboo, wood layer, physical and mechanical properties.

SIFAT FISIS MEKANIS BAMBU LAPIS SEBAGAI BAHAN BAKU PRODUK INTERIOR

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

24 Media Bina Ilmiah ISSN No

V. PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN UMUM

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Badan Standardisasi Nasional (2010) papan partikel merupakan

PENGARUH KADAR PEREKAT DAN JENIS BAMBU TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL

BAB III BAHAN DAN METODE

A003. KARAKTERISTIK TANAMAN BAMBU PETUNG (Dendrocalamus asper Back.) DI DATARAN RENDAH DI DAERAH SUBANG, JAWA BARAT

SIFAT ANATOMI DAN FISIS KAYU JATI DARI MUNA DAN KENDARI SELATAN Anatomical and Physical Properties of Teak from Muna and South-Kendari

ISBN KAJIAN SIFAT FISIS BATANG NIBUNG (Oncosperma tigilarium)

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BALOK LAMINASI DARI KAYU KELAPA (Cocos nucifera L)

PADA ARAH AKSIAL DAN RADIAL ( Physical Properties of Manglid Wood

C10. Oleh : Titik Sundari 1), Burhanuddin Siagian 2), Widyanto D.N. 2) 1) Alumni Fakultas Kehutanan UGM, 2) Staf Pengajar Fakultas Kehutanan UGM

8. PEMBAHASAN UMUM DAN REKOMENDASI Pembahasan Umum

BEBERAPA SIFAT BAMBU LAMINA YANG TERBUAT DARI TIGA JENIS BAMBU. (Some Properties of Laminated Bamboo Board made from Three Bamboo Species)

PENANGGULANGAN MASALAH SERAT BERBULU PADA KAYU LABU ( Endospermum spp.) SEBAGAI BAHAN BAKU PENSIL

SIFAT FISIS MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI LIMBAH KAYU GERGAJIAN BERDASARKAN UKURAN PARTIKEL

BAB III METODE PENELITIAN

Luthfi Hakim 1 dan Fauzi Febrianto 2. Abstract

TEKNIK PEMBUATAN BAMBU LAMINASI BERSILANG SEBAGAI BAHAN MEBEL DAN BANGUNAN

SIFAT FISIS DAN MEKANIS PURUN BAJANG SEBAGAI SUBSTITUSI PURUN DANAU DAN PURUN TIKUS

PENYUSUNAN SKEDUL SUHU DAN KELEMBABAN DASAR UNTUK PENGERINGAN KAYU BINUANG BERSORTIMEN 83 X 118 X 5000 MM DALAM TANUR PENGERING KONVENSIONAL

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI. Gambar 3 Bagan pembagian batang bambu.

KADAR AIR DAN BERAT JENIS PADA POSISI AKSIAL DAN RADIAL KAYU SUKUN (Arthocarpus communis, J.R dan G.Frest)

BAB III METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU BONGIN (Irvingia malayana Oliv) DARI DESA KARALI III KABUPATEN MURUNG RAYA KALIMANTAN TENGAH

PENGGUNAAN RANTING BAMBU ORI (BAMBUSA ARUNDINACEA) SEBAGAI KONEKTOR PADA STRUKTUR TRUSS BAMBU (053S)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGARUH KADAR PEREKAT TERHADAP SIFAT PAPAN PARTIKEL BAMBU ( Effect of resin portion on bamboo particleboard properties )

SNI. Metode penguji berat jenis batang kayu dan kayu struktur bangunan SNI Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi Nasional BSN

bangunan Teknik Sipil belum banyak dikenal dan belum banyak digunakan dalam

PENGGUNAAN MODEL LINIER SEBAGAI ALTERNATIF ANOVA RANCANGAN PERCOBAAN FAKTORIAL TERSARANG PADA DATA NON NORMAL

Oleh/By : Nurwati Hadjib & Abdurachman ABSTRACT. mechanical properties of damar mata kucing wood from

KAJIAN SIFAT FISIS KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA BERBAGAI BAGIAN DAN POSISI BATANG

PAPAN PARTIKEL DARI CAMPURAN LIMBAH ROTAN DAN PENYULINGAN KULIT KAYU GEMOR (Alseodaphne spp)

TINJAUAN PUSTAKA. Batang kelapa sawit mempunyai sifat yang berbeda antara bagian pangkal

SIFAT FISIKA DAN MEKANIKA KAYU IPIL (Endertia spectabilis Steenis & de Wit Sidiyasa) BERDASARKAN LETAK KETINGGIAN DALAM BATANG

KARAKTERISTIK PAPAN SEMEN DARI TIGA JENIS BAMBU DENGAN PENAMBAHAN KATALIS MAGNESIUM KLORIDA (MgCl 2 )

DIKTAT PENGERINGAN KAYU. Oleh: Efrida Basri

Departemen Hasil HutanFakultas Kehutanan,Institut Pertanian Bogor, IPB Kampus Dramaga, Bogor 16001, Jawa Barat, Indonesia.

Oleh/By : Abdurachman dan Nurwati Hadjib ABSTRACT. the stiffer laminates were positioned at the surface of the board.

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii KATA PENGANTAR... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Variasi Aksial dan Radial Sifat Fisika dan Mekanika Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba Miq.) yang Tumbuh di Kabupaten Sleman

PERTUMBUHAN SEMAI Shorea seminis (de VRIESE) SLOOTEN PADA KANDUNGAN AIR TANAH YANG BERBEDA (Growth of Shorea seminis (de Vriese) Slooten Seedling at

V HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMILIHAN BAHAN VEGETATIF UNTUK PENYEDIAAN BIBIT BAMBU HITAM ( Gigantochloa atroviolacea Widjaja)

Oleh/By : Mody Lempang, M. Asdar dan Alfrida Limbong

Universitas Gadjah Mada 1

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN

KARAKTERISTIK DAN VARIASI SIFAT FISIK KAYU MANGIUM

Lampiran 1. Daftar Makalah yang telah Dipublikasikan Terkait dengan Penelitian Disertasi

PENGARUH PEMBERIAN PUPUK PADA POSISI VERTIKAL BATANG TERHADAP SIFAT FISIK DAN MEKANIK BAMBU PETUNG (Dendrocalamus asper (Schult. F.

Analisis Teknis dan Ekonomis Pemilihan Bilah Laminasi Bambu Berdasarkan Lokasi Potong Sebagai Alternatif Pengganti Kayu Dalam Pembuatan Lambung Kapal

III. BAHAN DAN METODE

PENGAWETAN KAYU. Eko Sri Haryanto, M.Sn

HASIL DAN PEMBAHASAN

KARAKTERISTIK FISIS DAN MEKANIS PAPAN PARTIKEL BAMBU BETUNG

SIFAT FISIS DAN MEKANIS LAMINASI BAMBU BETUNG (Dendrocalamus asper BACKER EX. HEYNE) PADA BERBAGAI JUMLAH LAPISAN DAN POSISI PENGUJIAN

PENGEMBANGAN PAPAN KOMPOSIT RAMAH LINGKUNGAN DARI BAMBU, FINIR DAN LOG CORE KAYU KARET (Hevea brasiliensis (Willd.Ex A.Juss.) Mull. Arg.

PENGAWETAN BAMBU TALANG SECARA SEDERHANA Preservation of Bamboo Talang in Simple Method

BAB III BAHAN DAN METODE

PEMBUATAN PRODUK BAMBU KOMPOSIT. 1. Dr. Ir. IM Sulastiningsih, M.Sc 2. Prof. Dr. Drs. Adi Santoso, M.Si 3. Dr. Krisdianto, S.Hut., M.

PENGARUH ELEVASI LAHAN DAN POSISI PELEPAH TERHADAP ANATOMI DAN SIFAT FISIK PADA FENOMENA PELEPAH SENGKLEH KELAPA SAWIT (Elaeis quineensis Jacq.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

KUAT LEKAT DAN PANJANG PENANAMAN TULANGAN BAMBU PETUNG DAN BAMBU TALI PADA BETON NORMAL

PENGERINGAN DAN PENGAWETAN KAYU KAMALAKA ASAL KALIMANTAN SELATAN. (Drying and Preservation of Kamalaka Wood from South Kalimantan)

Kandungan Kayu Gubal dan Teras pada Dolog dan Papan Gergajian. Manglid (Manglieta glauca Bl.))

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

OPTIMASI PEMANFAATAN SALAH SATU JENIS LESSER KNOWN SPECIES DARI SEGI SIFAT FISIS DAN SIFAT MEKANISNYA SKRIPSI OLEH: KRISDIANTO DAMANIK

SIFAT FISIS, MEKANIS DAN PEMESINAN KAYU RARU (Cotylelobium melanoxylon) SKRIPSI

Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan 3(1): 1-7 (2010)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Histogram kerapatan papan.

TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan diameternya mencapai 1 m. Bunga dan buahnya berupa tandan,

SIFAT FISIS-MEKANIS PAPAN PARTIKEL DARI KOMBINASI LIMBAH SHAVING KULIT SAMAK DAN SERAT KELAPA SAWIT DENGAN PERLAKUAN TEKANAN BERBEDA

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

Oleh/by : Ina Winarni, E. Suwardi & A. Marysofa ABSTRACT. Kemiri is multipurpose trees, where all parts of it such as stem, leaves, and fruit meat are

oleh/by: Krisdianto & Ginuk Sumarni 1 Abstract Teak wood (Tectona grandis L.f.) has been popularly used as furniture and

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB 3 HUBUNGAN ANTARA KAYU DAN AIR: PENYUSUTAN KAYU

Transkripsi:

PENGARUH UMUR, POSISI BATANG DAN TINGKAT KEKERINGAN TERHADAP SIFAT FISIK DAN KUALITAS PENGERINGAN BAMBU ANDONG Effect of Age, Position of stem and Dryness Level on Physical Properties and Drying Quality of Andong Bamboo Oleh/By: Saefudin 1, Efrida Basri 2 & Nurwati Hadjib 2 ABSTRACT The experiment aimed to know the effect of age, position of stem and dryness level on physical properties and drying quality of andong bamboo (Gigantochloa pseudoarundinacea). The physical properties tested were green moisture content, density and shrinkage degree in thickness (radial) and width (tangential) at 3 dryness levels of bamboo. The drying used was air drying method. The results revealed that the drying quality of 3-year old andong bamboo were not good or worse compared to those of 5-year old bamboo. Severe collapse and wrinkle occurred at that 3 year-age due to higher level bamboo shrinkage in both thickness and width direction of the culm. This was brought about by among others higher initial fresh moisture content, smaller portion of fascular bundles, and greater portion of parenchym cell at 3-year old bamboo. Key words : Andong bamboo, age, position of stem, dryness level, physical properties, drying quality. 1 Researcher at Biology Research Centre Indonesian Science Institute, Bogor 2 Researcher at The Centre for Forest Product Research and Development, Bogor

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh umur, posisi batang dan tingkat kekeringan terhadap sifat fisisk dan kualitas pengeringan bambu andong. Sifat fisik yang diuji dalam penelitian adalah kadar air segar, kerapatan dan penyusutan pada arah tebal dan lebar bilah batang pada tingkat kekeringan bambu. Metoda pengeringan yang digunakan adalah metoda pengeringan alami. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bambu andong utuh umur 3 tahun yang dikeringkan kualitasnya kurang baik dibandingkan dengan bambu yang berumur 5 tahun. Penyusutan dimensi pada bambu berumur 3 tahun, baik pada arah tebal maupun lebar bilah batang sangat tinggi, sehingga batang bambu yang dikeringkan menjadi keriput/kolap. Ini disebabkan pada bambu berumur 3 tahun, antara lain kadar air segar awal lebih tinggi, porsi berkas pembuluh lebih rendah, dan porsi parenkim lebih tinggi. Kata kunci : Bambu andong, umur, posisi batang, tingkat kekeringan, sifat fisik, kualitas pengeringan. 1 Peneliti pada Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Bogor 2 Peneliti pada Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor

I. PENDAHULUAN Bambu merupakan tanaman cepat tumbuh, berdaur pendek, dan harganya relatif lebih murah dibandingkan kayu. Dengan teknologi pengeringan dan pengawetan yang tepat, kualitas bambu dapat ditingkatkan antara lain menjadi lebih ringan, keawetannya meningkat, dan kekuatannya melebihi baja, sehingga sangat cocok untuk dipakai sebagai bahan konstruksi di daerah gempa (Anonim, 2007). Oleh karena itu pemanfaatan bambu untuk mengatasi defisit kayu yang belakangan ini sudah dirasakan oleh industri permebelan dan perumahan perlu digalakkan. Menurut Widjaja dkk (2004), Indonesia memiliki 154 jenis (10%) dari 1250-1500 jenis keanekaragaman bambu dunia. Dari 154 jenis tersebut, sekitar 131 jenis merupakan tumbuhan asli Indonesia. Salah satu di antara jenis asli tersebut yang umum ditanam penduduk di pedesaan atau tumbuh di hutan sekunder yaitu bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea). Jenis ini termasuk salah satu dari 12 jenis bambu yang dalam Konferensi Nasional tentang Strategi Penelitian Bambu di Indonesia tahun 1994 diusulkan untuk dapat dikembangkan menjadi produk komoditi ekspor (Widjaja dkk, 1994). Ukuran diameter batang bambu andong termasuk besar dengan tebal dinding mencapai 20 mm, sehingga untuk bahan baku mebel dan konstruksi dapat dipakai dalam bentuk bulat (bambu utuh) maupun dijadikan papan/balok lamina. Bambu yang baru ditebang kadar airnya sangat tinggi dan bervariasi menurut jenis, umur, musim pada waktu penebangan dan posisi batang (Liese, 1985; Basri dan Saefudin, 2006). Untuk mencapai kadar air keseimbangan dengan lingkungannya, bambu akan mengeluarkan air baik secara alami maupun melalui proses pengeringan. Selama proses pengeringan terjadi perubahan fisik bambu, antara lain terjadi penyusutan dan

kerapatannya meningkat. Pengetahuan tentang kerapatan bambu berguna untuk menetapkan tujuan penggunaannya, sedangkan penyusutan dimensi untuk bisa mendisain komponen bangunan atau mebel dari bambu sedemikian rupa sehingga tidak mengalami perubahan bentuk yang berlebihan karena perubahan suhu atau kelembaban. Tujuan penelitian adalah mengetahui pengaruh umur, posisi batang dan tingkat kekeringan terhadap sifat fisik dan kualitas pengeringan bambu andong. II. BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Jenis bambu yang diteliti adalah bambu andong (Gigantochloa pseudoarundinacea) dengan umur 3 dan 5 tahun yang diambil pada 2 posisi ketinggian, yaitu 50 cm dari tinggi batang pertama (bagian pangkal) dan berikutnya pada ketinggian batang 650 cm (bagian tengah), karena sampai ukuran tersebut diameter penampang batangnya relatif masih seragam. Bambu andong yang diteliti berasal dari Kebun Percobaan Pusat Penelitian Biologi, LIPI di Cibinong, Bogor. Penebangan bambu untuk keperluan penelitian dilakukan pada musim hujan. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain timbangan listrik, timbangan elektronik, jangka sorong (dial caliper), mistar ukur, dan oven memmert. B. Metode Sifat fisik yang diuji dalam penelitian ini adalah kadar air segar, kerapatan, dan penyusutan pada arah tebal dan lebar bilah batang. Untuk keperluan tersebut, dari setiap contoh uji bambu dibuat bilah dengan ukuran panjang 50 mm, lebar 23 mm, dan tebal

mengikuti tebal bambu. Hal ini dilakukan agar perubahan dimensi pada arah tebal (radial) dan lebar (tangensial) batang dapat diukur. Semua contoh uji setelah ditimbang berat awal dan diukur dimensi tebal dan lebarnya, dibagi menjadi 3 kelompok untuk dikeringkan pada suhu kamar (rata-rata 25 o C) sampai mencapai tingkat kekeringan 6% dan 12%. Untuk mendapatkan tingkat kekeringan 0%, maka contoh uji dikeringkan lagi pada suhu 103 o C sampai beratnya konstan. Selanjutnya semua contoh uji yang sudah kering ditimbang berat dan diukur dimensinya untuk mendapatkan nilai kerapatan dan penyusutan. Nilai kerapatan yang diuji adalah yang lazim digunakan dalam pemakaian, yaitu kerapatan yang didasarkan pada berat kering oven terhadap volume bambu segar (basic density) untuk tingkat kekeringan 0% dan kerapatan yang didasarkan pada berat kering udara terhadap volume kering udara (air dry density) untuk tingkat kekeringan 6% dan 12% (Anonim, 2001). Untuk mendapatkan data pengeringan, dibuat beberapa contoh uji bambu bulat dengan ukuran panjang 40 cm. Contoh-contoh uji tersebut ditimbang berat awal dan dikeringkan secara alami hingga mencapai kadar air 6% dan 12%, kemudian diamati pecah atau perubahan fisik seperti kolaps (mengeriput) untuk menetapkan kualitasnya dan dihitung lagi laju pengeringannya menggunakan rumus : L = KA. aw KA. akh W di mana : L = laju pengeringan (5/hari); KA.aw = kadar air awal (%); KA.akh = kadar air akhir (%); W = waktu (hari).

C. Analisis Data Untuk analisis data kadar air kayu segar digunakan rancangan percobaan acak tersarang (nested). Sebagai faktor utama adalah umur bambu (3 dan 5 tahun) dan posisi batang bambu (pangkal dan tengah) sebagai faktor kedua pada umur bambu yang sama. Sedangkan untuk analisis data kerapatan, penyusutan tebal dan laju pengeringan juga digunakan rancangan acak tersarang di mana sebagai faktor utama adalah umur bambu (A), faktor kedua adalah posisi batang bambu pada umur yang sama (B/A), dan faktor ketiga adalah tingkat kekeringan bambu (0%, 6%, dan 12%) pada posisi batang dan umur yang sama (C/B/A). Jumlah ulangan untuk setiap kombinasi perlakuan baik B/A ataupun C/B/A adalah sebanyak 3 kali. Jika masing-masing taraf faktor A, B/A, dan C/B/A berpengaruh nyata terhadap data yang diamati, maka penelaahan dilanjutkan dengan uji beda jarak Duncan (Steel dan Torrie, 1993). III. HASIL DAN PEMBAHASAN Data rata-rata pengamatan kadar air segar, kerapatan, penyusutan, dan laju pengeringan bambu andong pada umur 3 dan 5 tahun yang diambil dari bagian pangkal dan tengah batang, dapat dilihat dalam Tabel 1, 2 dan 3. Untuk dapat membandingkan data laju pengeringan bambu andong yang berbeda umur dan posisi batang, maka kadar air awal diambil kurang lebih sama satu terhadap lainnya yaitu 80%. Kadar air segar bambu andong dipengaruhi oleh umur dan posisi batang. Pada umur 3 tahun, kadar air bambu andong berkisar antara 164-202%. Kadar air bambu tersebut menurun secara drastis menjadi 80 100% dari pangkal ke atas pada umur 5 tahun. Dengan berkurangnya kadar air segar, kerapatan bambu meningkat (Tabel 1). Jika

dihubungkan dengan kandungan air segarnya, tampak ada korelasi negatif antara kandungan air segar bambu andong dengan tingkat kerapatan dasarnya (basic density), di mana pada umur 5 tahun nilai kadar air segar bambu andong sudah berkurang setengah dari nilai kadar air bambu umur 3 tahun. Bersamaan dengan menurunnya kadar air tersebut kerapatan dasarnya (pada tingkat kekeringan yang sama) naik dari pangkal ke atas batang hampir dua kali. Faktor utama yang menyebabkan kadar air segar bambu menurun dengan bertambahnya umur karena jaringan utama penyusun bambu yaitu parenkim yang berfungsi sebagai gudang nutrisi dan air menurun dari pangkal ke atas dengan bertambah tuanya bambu (Liese, 1985; Fangchun, 2000; Anonim, 2001). Selanjutnya kadar air segar/awal pada bambu bagian pangkal cenderung lebih tinggi dibandingkan pada bagian tengah (Tabel 1). Ini disebabkan bagian pangkal lebih dekat pada permukaan tanah dan akar bambu yang berfungsi antara lain menyerap air dan zat hara dari tanah. Sedangkan air pada bagian tengah sudah lebih banyak mengalami evapotranspirasi. Dibandingkan dengan nilai kadar air bambu tali atau bambu apus (Gigantochloa apus)pada umur, tempat tumbuh dan musim penebangan yang sama, kadar air bambu andong lebih tinggi. Kadar air bambu tali pada umur 3 tahun berkisar antara 100 161% dan umur 5 tahun berkisar antara 65 86% (Basri dan Saefudin, 2006). Kandungan air segar bambu andong kemungkinan dipengaruhi oleh tempat tumbuh, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap jenis bambu tersebut pada umur yang sama dari tempat tumbuh berbeda. Pada Tabel 1 dan 2 tampak adanya pengaruh tingkat kekeringan terhadap kerapatan dan penyusutan bambu, baik pada arah lebar maupun tebal bambu. Kerapatan

bambu menurun, sementara tingkat penyusutannya bertambah dengan berkurangnya kadar air karena pengeringan. Seperti halnya kadar air, kerapatan bambu juga dipengaruhi oleh umur, posisi batang serta tempat tumbuh, dan hal ini sangat erat hubungannya dengan sifat mekanis bambu (Espiloy, 1985 dan Fangchun, 2000). Kerapatan bambu meningkat dengan bertambahnya umur. Hal ini dapat dimengerti karena dengan bertambahnya umur, maka tingkat lignifikasi semakin intensif dan akibatnya tebal dinding sel ligno-selulosa bambu meningkat. Selanjutnya,. berbeda dengan kayu, tingkat penyusutan bambu lebih tinggi pada arah tebal dibandingkan arah lebarnya. Hal ini karena semakin ke dalam batang, berkas serat pada berkas pembuluh bambu semakin berkurang sehingga ikatan pembuluhnya kurang kokoh, serta porsi sel parenkim yang berdinding tipis (agak lunak) dan bukan merupakan serat ligno-selulosa (agak lebih kaku) semakin banyak yang mengakibatkan penyusutan pada arah tebal lebih besar dibandingkan arah lebar batang. Karena adanya perbedaan keragaman penyusutan antar kedua bagian tersebut mengakibatkan batang bambu dalam bentuk utuh (bambu bulat) mudah mengalami kerusakan seperti pecah, kolaps atau mengeriput sewaktu dikeringkan (Sharma and Mehra, 1970). Seperti halnya kayu, tingkat kekeringan bambu juga bergantung pada tujuan penggunaan karena berpengaruh nyata terhadap sifat kembang susut yang diakibatkan oleh fluktuasi suhu atau kelembaban lingkungan. Hasil penelitian terhadap bambu tali menunjukkan tingkat kekeringan bambu tersebut yang sesuai untuk penempatan di ruang berpendingin (air conditioner) atau untuk tujuan ekspor ke negara empat musim adalah 6% (Basri dan Saefudin, 2006). Pada tingkat kekeringan tersebut, kadar air keseimbangan bambu tali dengan udara lingkungannya berada pada level 9%, sehingga

memungkinkan produk bambu yang dihasilkan tidak pecah dan tidak mengalami delaminasi pada bambu lamina serta kerusakan pada komponen bangunan, seperti halnya ikatan beton dan tulang menjadi lepas. Berdasarkan hasil penelitian di Jepang, untuk mendapatkan konstruksi bangunan bambu yang tahan gempa sebaiknya bahan baku bambu dikeringkan sampai tingkat kekeringan di bawah 2% (Anonim, 2007). Bambu termasuk bahan berlignoselulosa yang mudah pecah dan berubah bentuk (mengeriput atau kolaps) sewaktu dikeringkan. Menurut Jayanetti and Follet (1998) dalam Morisco (2005), metode pengeringan alami lebih sesuai untuk mengeringkan bambu bulat karena kalau menggunakan kiln drying atau metode oven mengakibatkan bambu menjadi pecah atau berubah bentuk. Hal ini diakibatkan oleh perbedaan penyusutan yang tinggi antara bagian luar (kulit) dan bagian dalam (daging) bambu. Laju pengeringan bambu andong pada umur 3 tahun dengan metoda alami lebih tinggi dibandingkan umur 5 tahun, namun kualitasnya kurang baik, yaitu mengeriput. (Tabel 3). Bambu kering berkualitas hanya diperoleh pada contoh uji umur 5 tahun. Hal ini karena pada bambu umur 5 tahun jaringan pembuluhnya (vascular bundles) makin banyak sedangkan parenkim (parenchyma) berkurang, sehingga ikatan jaringan pembentuk bambu makin kokoh. Oleh karena itu faktor umur perlu dipertimbangkan dalam menetapkan bambu andong sebagai bahan konstruksi atau mebel.

Tabel 1. Kadar air segar dan kerapatan bambu andong pada 3 tingkat kekeringan Table 1. Green moisture content and density of andong bamboo at 3 dryness levels Umur, tahun Letak porsi batang Kadar air segar rata-rata Kerapatan pada tingkat kekeringan (Density at drying levels), gr/cm 3 (Age, (Position of (Average green MC=12% 1) MC=6% 1) MC=0% 2) years) stem portion) MC), % 3 Pangkal 202 0,6 0,56 0,33 (Bottom) Tengah 164 0,65 0,62 0,37 (Middle) 5 Pangkal 100 0,75 0,71 0,62 (Bottom) Tengah (Middle) 80 0,82 0,78 0,68 Keterangan (Remarks): MC= kadar air (moisture content); 1) Berdasarkan berat dan volume bambu pada kadar air tertentu (MC= 12% dan 6%)/Based on weight and volume of bamboo at pasheulas moisture contet (MC=12% and 6%); 2) Berdasarkan berat bambu kering oven dan volume bambu segar/based on oven dry weight of bamboo and volume of fresh bamboo

Tabel 2. Penyusutan bambu andong pada 3 tingkat kekeringan Table 2. Shrinkage of andong bamboo at 3 dryness levels Umur, tahun (Age, years) Letak porsi batang (Position of stem portion) 3 Pangkal (Bottom) Tengah (Middle) 5 Pangkal (Bottom) Tengah (Middle) Keterangan (Remarks) : Penyusutan pada tingkat kekeringan (Shrinkage at dryness levels) MC= 12% 1) MC=6% 1) MC=0% 2) Lb Tb Lb Tb Lb Tb 14,1 17,3 17,6 19,9 21,6 23,9 10,6 13,1 13,9 16,7 17,6 21,0 4,0 5,0 4,8 7,5 7,0 9,2 3,2 4,1 3,8 4,9 4,6 5,6 Lb = Lebar (Width) ; Tb = Tebal (Thickness); untuk MC, 1) dan 2), lihat Tabel 1 (for MC, 1) and 2), please refer to Table 1) Tabel 3. Laju pengeringan bambu andong pada 2 tingkat kekeringan 1 Table 3. Drying rate of andong bamboo at 2 dryness levels 1 Umur, tahun (Age, years) Letak porsi batang (Position of stem portion) 3 Pangkal (Bottom) Tengah (Middle) 5 Pangkal (Bottom) Tengah (Middle) Keterangan (Remarks): Laju pengeringan dari kadar air (Drying rate from MC.), %/hari (%/day) MC= 80% - 12% MC=80% - 6% Kualitas (Quality) 14,2 13,0 Kurang baik (Poor) 1 13,1 12,0 Kurang baik (Poor) 1 10,4 9,0 Baik (Good) 9,1 8,2 Baik (Good) 1) Mengeriput/kolaps (Wrinkle/collapse); MC = Kadar air (Moisture content)

Hasil uji sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa umur, posisi batang dan tingkat kekeringan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air segar, kerapatan, penyusutan arah tebal dan laju pengeringan bambu andong. Hasil uji lanjutan dengan uji beda jarak Duncan (Lampiran 2) menunjukkan bahwa pada tingkat kekeringan 12%, 6% dan 0%, antara umur 3 dan 5 tahun berpengaruh nyata terhadap kerapatan dan penyusutan. Namun pada umur yang sama, tingkat kekeringan 12% dan 6% tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata dalam kerapatan bambu andong. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 1. Terdapat hubungan yang erat antara umur, posisi batang dan tingkat kekeringan dengan kadar air segar, kerapatan, penyusutan dan pengeringan bambu andong. Namun untuk kerapatan, perbedaan tingkat kekeringan 12% dan 6% tidak nyata. 2. Ada korelasi antara kandungan air segar bambu andong dan tingkat kerapatan dasarnya (basic density) dengan kenaikan umur. Kadar air bambu andong umur 5 tahun, setengah dari kadar air umur 3 tahun yaitu dari 183% menjadi 90%. Demikian pula kerapatan dasar bambu andong dari umur 3 tahun ke umur 5 tahun meningkat dari 0,35 menjadi 0,65 (mendekati dua kalinya). 3. Penyusutan dimensi bambu andong pada arah tebal (radial) bilah lebih besar dibandingkan arah lebarnya (tangensial), bergantung pada tingkat kekeringannya. Semakin rendah tingkat kekeringan bambu, semakin besar besar penyusutannya. 4. Laju pengeringan bambu andong dengan metoda alami pada umur 3 tahun lebih tinggi dibandingkan umur 5 tahun, namun kualitasnya kurang baik. Pada umur 3 tahun, penyusutan dimensi baik pada arah tebal maupun lebar batang sangat besar,

sehingga batang bambu menjadi keriput/kolaps sewaktu pengeringan. Bambu andong kering berkualitas hanya diperoleh pada contoh uji umur 5 tahun. 5. Berdasarkan uraian pada butir (4), menunjukkan bahwa pada umur 3 tahun secara fisik bambu andong belum masak tebang. Oleh karena itu disarankan faktor umur perlu dipertimbangkan dalam menetapkan jenis bambu tersebut sebagai bahan konstruksi atau mebel. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2001. Cultivation and integrated utilization on bamboo in China: Structure and properties of bamboo timber. China National Bamboo Research Center.Hangzhou, P.R. China. pp. 56 72.. 2007. Bambu lebih kuat dibanding baja. Artikel dari http://www.bapeda.pemdadiy.go.id/detail.php.jenis. Diakses pada tanggal 10 Maret 2008. Basri, E. dan Saefudin. 2006. Sifat kembang-susut dan kadar air keseimbangan bambu tali (Gigantochloa apus kurtz) pada berbagai umur dan tingkat kekeringan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. 24 (3): 241-250. Pusat Litbang Hasil Hutan, Bogor. Espiloy, Z.B. 1985. Physico-mechanical properties and anatomical relationships of some Philippine bamboos. Proceeding of the International Bamboo Workshop Oct. 6 14, 1985. Hangzhou, People s Republic of China. pp. 257-264. Fangchun, Z. 2000. Selected works of bamboo research (Chinese translation into English by Chen Xinfang). The Bamboo Research Editorial Committee. Nanjing Forestry University, Nanjing China. Chapter XII-XIV: 95-125. Liese, W. 1985. Anatomy and properties of bamboo. Proceeding of the International Bamboo Workshop Oct. 6 14, 1985. Hangzhou, People s Republic of China. pp. 196-208. Morisco. 2005. Teknologi bambu. Bahan Kuliah Program Magister Teknologi Bahan Bangunan Universitas Gadjah Mada. hlm 26-34.

Sharma, S.N.; Mehra, M.I. 1970. Variation of specific gravity and tangential shrinkage in the wall thickness of bamboo and its possible influence on trend of the shrinkagemoisture content characteristics. Indian Forest Bulletin 259. 7 pp.. Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan prosedur statistik. Terjemahan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Widjaja, E. A. 2001. Identikit jenis-jenis bambu di Jawa. Seri Panduan Lapangan. Pusat Penelitian Biologi LIPI, Bogor. hlm 63-64. Widjaja, E. A., M.A. Rifai, B. Subiyanto dan D. Nandika. 1994. Strategi penelitian bambu Indonesia. Makalah yang disampaikan pada Sarasehan Penelitian Bambu Indonesia yang diselenggarakan oleh Puslitbang Fisika Terapan, Puslitbang Biologi LIPI, Yayasan Bambu Lingkungan Lestari dan Centre for International Forestry Research di Puspiptek Serpong tanggal 21-22 Juni, 1994. Yayasan Bambu Lingkungan Lestari, Bogor. hlm 10-15. Widjaja, E. A, N.W. Utami dan Saefudin. 2004. Buku panduan membudidayakan bambu. Pusat Penelitian Biologi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), Bogor. hlm 1-10.

Lampiran 1. Sidik ragam kadar air segar, kerapatan, penyusutan tebal, dan laju pengeringan bambu andong Appendix 1. Analysis of variance on green moisture content, density, thickness shrinkage, and drying rate of andong bamboo Parameter Sumber keragaman (Source Db JK (SS) KT (MS) F- hit (Parameter) 1. Kadar air segar (Green moisture content) 2. Kerapatan (Density) 3. Penyusutan tebal (Thickness shrinkage) 4.Laju pengeringan (Drying rate) of variance) (Df) Umur (Age), A 1 25854.1 25854.1 704.8982** Posisi (Position), B/A 1 2552.1 2552.1 69.58164** Galat (Residual) 9 330.1 36.67778 Total 11 28736.3 Umur (Age), A 1 0.3701 0.3701 2731.69** Posisi (Position), B/A 1 0.0303 0.0303 223.643** Tingkat kekeringan, C/B/A (Dryness level) 2 0.3225 Galat (Residual) 31 0.0042 0.00014 Total 35 0.7271 0.16125 1190.18** Umur (Age), A 1 1431 1431.361 12653.55** Posisi (Position), B/A 1 76.31 76.3111 674.6069** Tingkat kekeringan, C/B/A (Dryness level) 2 193.1 96.53335 853.3761** Galat (Rasidual) 31 3.507 0.113119 Total 35 1704 Umur (Age), A 1 94.8037 94.8037 2962.616** Posisi (Position), B/A 1 7.5975 7.5975 237.4219** Tingkat kekeringan, C/B/A (Dryness level) 1 8.385 8.385 262.0313** Galat (Residual) 20 0.64 0.032 Total 23 111.4262 Keterangan (Remarks): A = Umur bambu (Bamboo age); B/A = Posisi porsi batang bambu pada umur (A) yang sama/position of bamboo portion at the same age (A); C/B/A = Tingkat kekeringan pada posisi yang sama (B) dan umur yang sama (A)/Dryness level at the same position (B) and the same age (A); Db (Df)= Derajat bebas (Degree of freedom); Jk (SS)= Jumlah kuadrat (Sums of square); KT (MS)= Kuadrat tengah (Means of square); F-hit = F-hitung (F calculation)

Lampiran 2. Uji beda nyata Duncan terhadap rata-rata kerapatan dan penyusutan tebal bambu andong pada umur yang berbeda Appendix 2. Duncan s multiple range test on average density and thickness shringkage of andong bamboo at different age Umur, tahun Kerapatan (Density), gr/cm 3 Penyusutan (Shrinkage) (Age, years) 12% 6% 0% 12% 6% 0% 3 0.623a 0.592a 0.353b 15.18333a 18.26667b 22.48333c 5 0.785c 0.745c 0.647d 4.516667d 6.2e 7.383333f Keterangan (Remarks): Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf kecil yang sama arah mendatar tidak berbeda nyata (Mean values followed by the same letters in horizontal direction are not significantly different); a > b > c dan (and) c > d > e