The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pneumonia adalah penyakit batuk pilek disertai nafas sesak atau nafas cepat,

BAB I PENDAHULUAN. Sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan fisik manusia

BAB I PENDAHULUAN. di paru-paru yang sering terjadi pada masa bayi dan anak-anak (Bindler dan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. saluran pernapasan sehingga menimbulkan tanda-tanda infeksi dalam. diklasifikasikan menjadi dua yaitu pneumonia dan non pneumonia.

BAB I PENDAHULUAN. mencakup 74% (115,3 juta) dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari. dan Indonesia (Rudan, 2008). World Health Organization

HUBUNGAN ANTARA KEBIASAAN MEROKOK ANGGOTA KELUARGA DAN PENGGUNAAN ANTI NYAMUK BAKAR DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI PUSKESMAS KOLONGAN

BAB I PENDAHULUAN. komplek dan heterogen yang disebabkan oleh berbagai etiologi dan dapat. berlangsung tidak lebih dari 14 hari (Depkes, 2008).

HUBUNGAN TINGKAT KESEHATAN RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA ANAK BALITA DI DESA LABUHAN KECAMATAN LABUHAN BADAS KABUPATEN SUMBAWA

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah infeksi akut yang

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme termasuk common cold, faringitis (radang

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Puskesmas Marisa Kec. Marisa merupakan salah satu dari 16 (enam belas)

BAB I LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN Rumah yang menjadi tempat tinggal dan tempat berlindung bagi para penghuninya merupakan salah satu alasan yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. balita di dunia, lebih banyak dibandingkan dengan penyakit lain seperti

BAB I PENDAHULUAN. karena adanya interaksi antara manusia dengan lingkungan. Terutama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

PHARMACONJurnal Ilmiah Farmasi UNSRAT Vol. 5 No. 2 MEI 2016 ISSN

BAB 1 : PENDAHULUAN. dalam kehidupannya. Millenium Development Goal Indicators merupakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. Balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia,

PENGGUNAAN BAHAN BAKAR DAN FAKTOR RISIKO KEJADIAN ISPA PADA BALITA DI KELURAHAN SIKUMANA ABSTRAK

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA

Salah satu upaya pencegahan pneumonia yang berhubungan dengan lingkungan adalah dengan menciptakan lingkungan hidup yang baik.

BAB 1 PENDAHULUAN. terbesar baik pada bayi maupun pada anak balita. 2 ISPA sering berada dalam daftar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular langsung yang

HUBUNGAN KONDISI FISIK RUMAH DAN KEPADATAN HUNIAN DENGAN KEJADIAN ISPA NON PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUNGAI PINANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 ISPA

BAB I PENDAHULUAN. disebut infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). ISPA merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Ilmiah STIKES U Budiyah Vol.1, No.2, Maret 2012

Kata Kunci: Kejadian ISPA, Tingkat Pendidikan Ibu, ASI Eksklusif, Status Imunisasi

KARAKTERISTIK FAKTOR RESIKO ISPA PADA ANAK USIA BALITA DI PUSKESMAS PEMBANTU KRAKITAN, BAYAT, KLATEN. Suyami, Sunyoto 1

BAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Gejala utama

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan. parenkim paru. Pengertian akut adalah infeksi yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN. lima tahun pada setiap tahunnya, sebanyak dua per tiga kematian tersebut

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA ISPA PADA BAYI (1-12 BULAN) DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAJABASA INDAH BANDAR LAMPUNG TAHUN 2013

Lingkungan Fisik Kamar Tidur dan Pneumonia pada Anak Balita di Puskesmas Kawalu Kota Tasikmalaya

BAB 1 PENDAHULUAN. terutama pada bagian perawatan anak (WHO, 2008). kematian balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20%

BAB I PENDAHULUAN. sampai dengan lima tahun. Pada usia ini otak mengalami pertumbuhan yang

BAB V PEMBAHASAN. kepadatan hunian tidak menunjukkan ada hubungan yang nyata.

HUBUNGAN FAKTOR KONDISI FISIK RUMAH DAN PERILAKU DENGAN INSIDEN PNEUMONIA PADA ANAK BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS YOSOMULYO KOTA METRO

HUBUNGAN PERAN ORANG TUA DALAM PENCEGAHAN PNEUMONIA DENGAN KEKAMBUHAN PNEUMONIA PADA BALITA DI PUSKESMAS SEI JINGAH BANJARMASIN

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium Tuberculosis. Penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. tingginya angka kesakitan dan angka kematian karena ISPA khususnya pneumonia,

7-13% kasus berat dan memerlukan perawatan rumah sakit. (2)

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara yang menandatangani Millenium

BAB 1 : PENDAHULUAN. peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup yang lebih baik pada

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN atau Indonesia Sehat 2025 disebutkan bahwa perilaku. yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan;

I. PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Menurut World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan laporan WHO (World Health Organisation) pada tahun 2014,

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado **Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi Manado

Ernawati 1 dan Achmad Farich 2 ABSTRAK

NASKAH PUBLIKASI. Disusun Oleh: Penta Hidayatussidiqah Ardin

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan mutu dan daya saing sumber daya manusia Indonesia.

HUBUNGAN SANITASI DASAR RUMAH DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI DESA BENA NUSA TENGGARA TIMUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat di dunia walaupun upaya pengendalian dengan strategi Directly

PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis paru merupakan penyakit menular yang menjadi masalah

BAB III METODE PENELITIAN. menggunakan pendekatan case control yaitu membandingkan antara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB I PENDAHULUAN. Pneumonia sering ditemukan pada anak balita,tetapi juga pada orang dewasa

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. telah menjadi masalah kesehatan internasional yang terjadi pada daerah tropis dan

BAB I PENDAHULUAN. Masa balita merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitan ini merupakan penelitian observasional analitik dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN. (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Wilayah Kerja. Poowo, Poowo Barat, Talango, dan Toto Selatan.

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

melebihi 40-70%, pencahayaan rumah secara alami atau buatan tidak dapat menerangi seluruh ruangan dan menyebabkan bakteri muncul dengan intensitas

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

Oleh : Yophi Nugraha, Inmy Rodiyatam ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 2,7% pada wanita atau 34,8% penduduk (sekitar 59,9 juta orang). 2 Hasil Riset

Summary HUBUNGAN SANITASI RUMAH DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS MARISA KECAMATAN MARISA KABUPATEN POHUWATO TAHUN 2012

GAMBARAN PRAKTIK/KEBIASAAN KELUARGA TERKAIT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI UPT PUSKESMAS SIGALUH 2 BANJARNEGARA

SKRIPSI. Disusun untuk Memenuhi salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah S 1 Kesehatan Masyarakat. Oleh: TRI NUR IDDAYAT J

BAB I PENDAHULUAN. TB (Mycobacterium Tuberculosis) (Depkes RI, 2011). Mycobacrterium tuberculosis

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

Sri Marisya Setiarni, Adi Heru Sutomo, Widodo Hariyono Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (2005) kematian balita disebabkan oleh Infeksi Saluran

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai spektrum penyakit dari tanpa gejala atau infeksi ringan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

BAB 1 PENDAHULUAN. (P2ISPA) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan upaya pencegahan serta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN DI PUSKESMAS CANDI LAMA KECAMATAN CANDISARI KOTA SEMARANG

HUBUNGAN LINGKUNGAN FISIK RUMAH DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS JATISAMPURNA KOTA BEKASI

Ratih Wahyu Susilo, Dwi Astuti, dan Noor Alis Setiyadi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai pandemik yang terlupakan atau the forgotten pandemic. Tidak

Transkripsi:

PENGARUH KESEHATAN LINGKUNGAN RUMAH TERHADAP KEJADIAN PNEUMONIA PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TAMBAKREJO KECAMATAN SIMOKERTO SURABAYA The Effect of House Environment on Pneumonia Incidence in Tambakrejo Health Center in Surabaya Siska Renny Elynda dan Lilis Sulistyorini Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga lilissulistyorini@ymail.com Abstrak: Based on Basic Health Research (Riset Kesehatan Dasar) in 2007, pneumonia was the second leading cause of death in under five years old children after diarrhea. The purpose of this research to analyze the effects of housing sanitation on the incidence of pneumonia in under five years old children which includes home component, home sanitation, and occupant behavior. This research was an analytical study with case-control approach. There were 35 cases of pneumonia in under five years old children and 35 samples of the control group who visited the Tambakrejo Public Health Center with another diseases. The statistical test was using chi square and logistic regression. Housing sanitation associated on the incidence of pneumonia in under five years old children (p < 0.05). Housing sanitation variables which include the home component, the home sanitation, and occupant behavior were associated with the incidence of pneumonia in under five years old children (p < 0.05). Housing sanitation variable influenced on the incidence of pneumonia in under five years old children (sig < 0.05). Housing sanitation variables which influenced on incidence of pneumonia in under five years old children was only occupant behavior (sig < 0.05) whereas the home component and the home sanitation had no effect (sig > 0.05). It is concluded that there was housing sanitation influenced on the incidence of pneumonia in under five years old children. It is suggested that there is an effort to improve the health of the home environment to reduce the risk of pneumonia in under five years old children. Keywords: pneumonia under five years old children, housing sanitation Abstrak: Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, pneumonia adalah penyebab kematian kedua pada balita setelah diare. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh kesehatan lingkungan rumah terhadap kejadian pneumonia pada balita. Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan metode kasus-kontrol. Subjek penelitian ini adalah 35 sampel kasus pneumonia balita yang pernah berobat ke Puskesmas Tambakrejo dan 35 sampel kontrol yang pernah berobat ke Puskesmas Tambakrejo dengan penyakit lain. Uji statistik yang digunakan adalah Chi square dan regresi logistik. Variabel kesehatan lingkungan rumah berhubungan terhadap kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05). Variabel pada kesehatan lingkungan rumah yang meliputi komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni memiliki hubungan terhadap kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05). Variabel kesehatan lingkungan rumah berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita (sig < 0,05). Variabel pada kesehatan lingkungan rumah yang berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita hanya perilaku penghuni (sig < 0,05) sedangkan komponen rumah dan sarana sanitasi tidak memiliki pengaruh (sig > 0,05). Kesimpulan yang dapat ditarik adalah kesehatan lingkungan rumah berpengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita. Disarankan agar ada upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan rumah untuk menurunkan risiko terjadinya pneumonia pada balita. Kata kunci: pneumonia balita, kesehatan lingkungan rumah PENDAHULUAN Ketersediaan lingkungan rumah yang sehat perlu diperhatikan karena dapat meminimalisasi penularan penyakit infeksi. Pneumonia merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang disebabkan oleh buruknya keadaan sanitasi lingkungan. Agar terhindar dari penularan penyakit dan kecelakaan di dalam rumah maka rumah yang sehat harus dibangun sedemikian rupa sehingga dapat melindungi penghuni dari kemungkinan terjadinya bahaya atau kecelakaan dan penularan penyakit (Azwar, 1996). Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia World Health Organization memperkirakan kematian balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19% atau berkisar 1,6 2,2 juta, di mana 126

S R Elynda dan L Sulistyorini, Pengaruh Kesehatan Lingkungan Rumah 127 sekitar 70%-nya terjadi di negara berkembang, terutama Afrika dan Asia Tenggara. Pneumonia merupakan pembunuh anak yang menyebabkan kematian lebih tinggi dibandingkan dengan total kematian akibat AIDS, malaria, dan campak. Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru (alveoli) biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk, demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI., 2002). Pneumonia adalah penyebab kematian kedua pada balita setelah diare yaitu sebesar 30.470 balita. Survei Demografi Kesehatan Indonesia menyatakan bahwa prevalensi pneumonia pada balita meningkat dari 7,6% pada tahun 2002 menjadi 11,2 persen pada tahun 2007. Provinsi Jawa timur memiliki prevalensi pneumonia pada balita yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Timur jumlah kasus pneumonia balita tahun 2009 sebesar 64.100 kasus, tahun 2010 mengalami kenaikan begitu tajam sebesar 76.745 kasus. Pada tahun 2011 jumlah kasus pneumonia balita menurun menjadi 75.721 kasus. Wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo pada tahun 2011 dan 2012 menempati urutan kedua untuk kasus pneumonia balita tertinggi di Kota Surabaya. Selama tiga periode berturut-turut yaitu pada tahun 2010, 2011, dan 2012 selalu mengalami peningkatan jumlah kasus pneumonia balita. Prevalensi Tahun 2010 meningkat menjadi 2,5% dengan 104 kasus, tahun 2011 meningkat menjadi 7,2% dengan 286 kasus, dan tahun 2012 masih mengalami peningkatan menjadi 8,26% dengan 358 kasus. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2012, wilayah Kecamatan Simokerto memiliki cakupan rumah sehat sebesar 79,27%. Dari seluruh jumlah rumah yang ada di Kecamatan Simokerto, sebesar 6.460 rumah yang diperiksa, 5.121 rumah termasuk dalam kategori sehat. Hal ini yang menyebabkan peneliti ingin mengetahui hubungan antara hasil penilaian kesehatan lingkungan rumah dengan kejadian pneumonia pada balita yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kesehatan lingkungan rumah terhadap kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo Kecamatan Simokerto Kota Surabaya. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan kasus kontrol. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret Mei 2013. Populasi penelitian adalah semua ibu yang mempunyai balita (1 59 bulan) yang berada di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo Kecamatan Simokerto Kota Surabaya Tahun 2012 2013. Sampel terbagi menjadi kelompok kasus dan kelompok kontrol. Responden untuk kelompok kasus adalah ibu di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo yang memiliki balita (1 59 bulan) yang berobat di Puskesmas Tambakrejo pada bulan September 2012 sampai dengan April 2013 dan didiagnosis menderita pneumonia oleh dokter atau paramedik yang terlatih. Balita tersebut menghuni rumah minimal 1 bulan sebelum didiagnosis pneumonia dan masih dihuni saat penelitian berlangsung. Sedangkan untuk kelompok kontrol adalah ibu yang memiliki balita (1 59 bulan) yang berobat di Puskesmas Tambakrejo pada bulan September 2012 sampai dengan April 2013 dan tidak menderita pneumonia sebelum maupun saat penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo. Balita tersebut menghuni rumah minimal 1 bulan dan masih dihuni saat penelitian berlangsung. Adapun untuk kelompok kasus diperoleh 35 orang demikian juga kelompok kontrol sebanyak 35 orang. Variabel yang diteliti adalah karakteristik balita (usia, jenis kelamin, berat badan saat lahir, pemberian ASI eksklusif hingga usia 4 bulan, dan status gizi), karakteristik responden (usia dan tingkat pendidikan), komponen rumah, sarana sanitasi, perilaku penghuni, dan status kesehatan lingkungan rumah. Untuk pengumpulan data primer digunakan lembar observasi penilaian kesehatan lingkungan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota di Jawa Timur jumlah kasus pneumonia balita tahun 2009 sebesar 64.100 kasus, tahun 2010 mengalami kenaikan begitu tajam sebesar 76.745 kasus. Pada tahun 2011 jumlah kasus pneumonia balita menurun

128 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 126 133 menjadi 75.721 kasus Rumah mengacu pada pedoman penilaian rumah sehat Ditjen PPM dan PL Depkes RI tahun 2002 dan telah dimodifikasi sesuai keperluan peneliti. Data disajikan dalam tabulasi silang dan diuji dengan chi square (α = 0,05) serta dilanjutkan dengan uji regresi logistik. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo Kecamatan Simokerto Kota Surabaya Kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo dapat dilihat berdasarkan karakteristik balita yang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan saat lahir, status gizi, dan pemberian ASI eksklusif hingga 4 bulan. Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui distribusi terbanyak kejadian pneumonia berkisar pada balita dengan kategori usia 13 24 bulan (45,7%) dengan jenis kelamin perempuan (51,4%) yang memiliki berat lahir non BBLR (88,6%) dan berstatus gizi baik (85,7%) namun tidak mendapatkan ASI eksklusif hingga 4 bulan (77,1%). Daya tahan tubuh balita yang masih muda lebih rendah bila dibandingkan dengan balita yang mempunyai umur lebih tua karena sistem kekebalan tubuh pada balita yang lebih tua sudah berfungsi secara maksimal. Pemberian ASI eksklusif hingga 4 bulan memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita yaitu p = 0,004 (p < α) dan OR = 5,06 (95% CI: 1,79 14,31) sedangkan variabel usia, jenis kelamin, berat badan saat lahir, dan status gizi pada balita tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian pneumonia Bakteri penyebab pneumonia memiliki masa inkubasi 7 14 hari dan kejadian pneumonia memerlukan waktu papar yang cukup dengan lingkungan rumah sehingga pneumonia banyak terjadi pada balita dengan kelompok umur 13 24 bulan. Baik balita kelompok kasus maupun kelompok kontrol sebagian besar berjenis kelamin perempuan dan memiliki berat lahir non BBLR serta memiliki status gizi yang baik. Balita kelompok kasus sebagian besar tidak mendapatkan ASI eksklusif hingga 4 bulan sedangkan sebagian besar kelompok kontrol mendapatkan ASI eksklusif hingga 4 bulan. Kurangnya ASI yang memadai dapat meningkatkan risiko kematian balita akibat pneumonia (Misnadiarly, 2008). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden pada kelompok kasus maupun kelompok kontrol berusia 18 37 tahun yaitu sebanyak 26 responden (74,3%) dan Tabel 1. Distribusi Karakteristik Balita pada Kelompok Kontrol dan Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo Tahun 2013 Karakteristik Balita Kelompok kontrol Kelompok kasus p Value OR Usia 1 12 bulan 11 31,4 6 17,1 0,098 1,27 13 24 bulan 9 25,8 16 45,7 (0,44 3,70) 25 36 bulan 6 17,1 4 11,4 37 48 bulan 4 11,4 8 22,9 > 48 bulan 5 14,3 1 2,9 Jenis kelamin Laki-laki 15 42,9 17 48,6 0,810 1,26 Perempuan 20 57,1 18 51,4 (0,44 3,60) Berat badan saat lahir Non BBLR 33 94,3 31 88,6 0,673 2,13 BBLR 2 5,7 4 11,4 (0,30 18,21) Status gizi Gizi baik 33 94,3 30 85,7 0,428 2,75 Gizi kurang 2 5,7 5 14,3 (0,42 22,33) Pemberian ASI eksklusif Ya 21 60,0 8 22,9 0,004 5,06 Tidak 14 40,0 27 77,1 (1,79 14,31)

S R Elynda dan L Sulistyorini, Pengaruh Kesehatan Lingkungan Rumah 129 sebagian kecil berusia 38 57 tahun yaitu sebanyak 9 responden (25,7%). Baik responden kelompok kasus maupun kelompok kontrol memiliki tingkat pendidikan tinggi, namun tingkat pendidikan rendah lebih banyak dimiliki oleh responden kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol. Tingkat pendidikan ibu yang rendah berhubungan juga dengan risiko kesehatan dan perilaku hidup sehat, tak terkecuali pada kejadian penyakit pneumonia. Pendidikan sangat berperan dalam menentukan sikap dan mengambil suatu keputusan yang cepat dan tepat dalam usaha pencegahan, usaha pengobatan, serta usaha rehabilitasi (Notoatmodjo, 2003). Sesuai pendapat bahwa tingkat pendidikan yang rendah akan dapat mempengaruhi daya terima dan pola pikir. Kejadian pneumonia pada balita yaitu p = 0,008 (p < α) dan OR = 9 (95% CI : 1,51 69,02) sedangkan variabel usia tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian pneumonia. Tabel 2. Distribusi Karakteristik Responden pada Kelompok Kontrol dan Kasus di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo Tahun 2013 Karakteristik responden Kelompok kontrol Kelompok kasus p Value OR Usia 18 37 tahun 26 74,3 26 74,3 1,000 1 38 57 tahun 9 25,7 9 25,7 (0,30 3,32) Tingkat pendidikan Rendah 2 5,7 10 28,6 0,008 9 Sedang 6 17,1 10 28,6 (1,51 69,02) Tinggi 27 77,1 15 42,6 Tabel 3. Hubungan Variabel Komponen Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Variabel Komponen Rumah OR (95% CI) p value Keeratan hubungan Langit-langit * Dinding 32,11 0,000 0,523 (3,9 261,2) Lantai 8,98 0,001 0,418 (2,31 34,91) Jendela kamar tidur 1,792 0,336 0,144 (0,69 4,65) Jendela ruang keluarga 2,346 0,002 0,384 (1,75 3,14) Ventilasi alami * Ventilasi buatan 3,18 0,614 0,123 (0,31 32,24) Lubang asap dapur 2,11 0.000 0,572 (0,70 6,40) Pencahayaan * Suhu 3,778 0,023 0,301 (1,30 10,9) Kelembapan 1,614 0,464 0,117 (0,61 4,23) Letak dapur * Kepadatan penghuni 7,22 0,000 0,457 (2,51 20,74) Keterangan: *=Tabel kontingensi > 2 2 dan nilai harapan < 5 lebih dari 20%

130 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 126 133 Hubungan Komponen Rumah, Sarana Sanitasi, dan Perilaku Penghuni dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo Komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni masing-masing terdiri dari beberapa variabel, kemudian akan dikategorikan menjadi dua kriteria yaitu sehat dan tidak sehat Hubungan komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Tambakrejo dapat dilihat pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa variabel komponen rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah dinding, lantai, jendela ruang keluarga, lubang asap dapur, suhu, dan kepadatan penghuni. Pada variabel jendela kamar tidur, ventilasi buatan, dan kelembapan memiliki nilai upper dan lower (95% CI) yang melewati 1 sehingga nilai OR tidak bermakna. Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar kelompok kasus memiliki komponen rumah tidak sehat (77,1%) sedangkan sebagian besar kelompok kontrol memiliki komponen rumah sehat (57,1%). Secara statistik juga diketahui adanya hubungan antara komponen rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05) serta OR = 4,5. Tabel 5 menunjukkan variabel sarana sanitasi yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah sarana pembuangan sampah. Secara statistik juga diketahui adanya hubungan antara komponen rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05) serta OR rumah dengan komponen rumah tidak sehat mempunyai risiko terkena pneumonia 4,5 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal di rumah dengan komponen rumah sehat. Hal ini berarti bahwa komponen rumah yang tidak sehat dapat menjadikan risiko terkena pneumonia pada anak balita, salah satunya adalah jendela. Menurut Azwar (1996) yang menyatakan bahwa dengan adanya jendela sebagai lubang angin maka di dalam ruangan tidak pengap dan dapat terhindar dari penularan ISPA yang disebabkan oleh virus dan bakteri. Tingkat pendidikan ibu yang rendah berhubungan juga dengan risiko kesehatan dan perilaku hidup sehat, tak terkecuali pada kejadian penyakit pneumonia. Pendidikan sangat berperan dalam menentukan sikap dan mengambil suatu keputusan yang cepat dan tepat dalam usaha pencegahan, usaha pengobatan, serta usaha rehabilitasi (Notoatmodjo, 2003). Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa sebagian besar kelompok kasus maupun kelompok kontrol memiliki sarana sanitasi sehat, namun rumah yang memiliki sarana sanitasi tidak sehat lebih banyak Tabel 4. Hubungan Kriteria Komponen Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Variabel Penelitian Kelompok Kontrol Kelompok Kasus p Value OR Komponen rumah Sehat 20 57,1 8 22,9 0,007 4,5 Tidak sehat 15 42,9 27 77,1 (1,6 12,66) Tabel 5. Hubungan Variabel Sarana Sanitasi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Variabel Sarana Sanitasi OR (95% CI) p Value Keeratan Hubungan Sarana air bersih * Sarana pembuangan kotoran * Sarana pembuangan air limbah * Sarana pembuangan sampah 16,91 0,000 0,514 (4,21 74,51) Keterangan: *=Tabel kontingensi > 2 2 dan nilai harapan < 5 lebih dari 20%

S R Elynda dan L Sulistyorini, Pengaruh Kesehatan Lingkungan Rumah 131 Tabel 6. Hubungan Kriteria Sarana Sanitasi dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Variabel Penelitian Kelompok kontrol Kelompok kasus p Value OR Sarana Sanitasi Sehat 33 94,3 26 72,3 0,049 5,7 Tidak sehat 2 5,7 9 25,7 (1,13 28,75) Tabel 7. Hubungan Variabel Perilaku Penghuni dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Perilaku Penghuni OR Keeratan p value (95% CI) hubungan Membuka jendela kamar pada pagi dan siang hari * Membuka jendela ruang keluarga pada pagi dan siang hari 17,33 0,000 0,537 (4,53 71,83) Membersihkan rumah dan halaman 25,50 0,000 0,476 (3,13 207,9) Merokok dalam ruangan 10,15 0,000 0,468 (2,80 39,30) Keberadaan balita di dapur saat memasak * Jenis bahan bakar untuk memasak * Penggunaan obat nyamuk bakar 10,07 0,028 0,299 (1,19 85,57) Pembakaran sampah di halaman - 0,114 0,246 Kebiasaan membuang sampah pada tempat sampah 3,5 0,000 0,655 (2,25 5,45) Keterangan: *=Tabel kontingensi > 2 2 dan nilai harapan < 5 lebih dari 20% -=Undefine pada kelompok kasus dibandingkan dengan kelompok kontrol. Secara statistik juga diketahui adanya hubungan antara sarana sanitasi dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05) serta OR = 5,7 yang berarti bahwa balita yang tinggal di rumah dengan sarana sanitasi tidak sehat mempunyai risiko terkena pneumonia 5,7 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal di rumah dengan sarana sanitasi sehat. Kurangnya udara segar yang masuk ke dalam ruangan dan kelembapan yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan risiko kejadian ISPA. Adanya pemasangan ventilasi rumah merupakan salah satu upaya untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA (Mukono, 1997). Pada umumnya sebagian besar sampel penelitian sudah memiliki sarana sanitasi yang sehat. Namun ada beberapa yang memiliki sarana sanitasi yang tidak sehat, sebagian besar dikarenakan tidak tersediaannya tempat pembuangan sampah dan penyediaan air bersih masih menggunakan sumur yang tidak memenuhi syarat kesehatan. Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negative bagi kesehatan, salah satunya adalah gangguan psikosomatis yang berupa sesak napas, insomnia, stress, dan lain-lain. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa syarat-syarat air yang sehat harus memenuhi syarat fisik, bakteriologis, dan kimia sehingga dapat terpenuhinya syaratsyarat kesehatan tidak akan terjadi penularan penyakit. Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa variabel komponen rumah yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah membuka jendela ruang keluarga pada pagi dan siang hari, membersihkan rumah dan halaman, merokok dalam ruangan, penggunaan obat nyamuk bakar, dan kebiasaan membuang sampah pada tempat sampah. Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa sebagian besar kelompok kasus memiliki perilaku

132 Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol. 7, No. 2 Januari 2014: 126 133 Tabel 8. Hubungan Kriteria Perilaku Penghuni dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Variabel Penelitian Kelompok kontrol Kelompok kasus p Value OR Perilaku Penghuni Sehat 18 51,4 3 8,6 0,000 11,29 Tidak sehat 17 48,6 32 91,4 (2,91-43,85) Tabel 9. Hubungan Status Kesehatan Lingkungan Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Status Kesehatan Kelompok kontrol Kelompok kasus p Value OR Lingkungan Rumah Sehat 26 74,3 5 14,3 0,000 17,33 Tidak sehat 9 25,7 30 85,7 (5,154-58,291) tidak sehat (91,4%) sedangkan sebagian besar kelompok kontrol memiliki perilaku sehat (51,4%). Secara statistik juga diketahui adanya hubungan antara perilaku penghuni dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05) serta OR = 11,29 yang berarti bahwa balita yang tinggal di rumah dengan perilaku penghuni tidak sehat mempunyai risiko terkena pneumonia 11,29 kali lebih besar dibandingkan balita yang tinggal di rumah dengan perilaku penghuni sehat. Perilaku merupakan salah satu contoh yang dapat mempengaruhi host. Perilaku dapat meningkatkan atau menurunkan kepekaan terhadap suatu penyakit, tentu saja perilaku yang buruk dapat menurunkan status kesehatan dari host tersebut (Mubarak dkk., 2009). Variabel perilaku penghuni memiliki signifikasi 0,000 (sig < α) dengan nilai Exp (B) = 0,089, sedangkan variabel komponen rumah dan sarana sanitasi tidak signifikan. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan balita yang memiliki rumah dengan perilaku penghuni tidak sehat akan mengalami pneumonia 11,24 (1/0,089) kali lebih besar dibandingkan dengan balita yang memiliki rumah dengan perilaku penghuni sehat. Hasil tersebut sesuai dengan teori dari Blum yang menyatakan bahwa status kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Perilaku memiliki proporsi 35% dan lingkungan memiliki proporsi 45% yang terbagi pada variabel komponen fisik rumah dan sarana sanitasi. Sehingga dapat diketahui bahwa perilaku memiliki proporsi yang lebih besar daripada komponen fisik rumah dan sarana sanitasi (Ditjen PPM dan PL, 2002). Hubungan Status Kesehatan Lingkungan Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Tambakrejo Berdasarkan Tabel 9 diketahui bahwa sebagian besar kelompok kasus memiliki lingkungan rumah tidak sehat (85,7%) sedangkan sebagian besar kelompok kontrol memiliki lingkungan rumah yang sehat (74,3%). Secara statistik juga diketahui adanya hubungan antara kesehatan lingkungan rumah dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05) serta OR = 17,33. Variabel status kesehatan lingkungan rumah menunjukkan bahwa status kesehatan lingkungan rumah memiliki signifikasi 0,000 (sig < α) dengan Exp(B) = 0,058. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kemungkinan balita yang memiliki lingkungan rumah tidak sehat akan mengalami pneumonia 17,24 (1/0,058) kali lebih besar jika dibandingkan dengan balita yang memiliki lingkungan rumah sehat. Hasil tersebut sesuai dengan pendapat bahwa penduduk yang tinggal di daerah pemukiman kumuh mempunyai kejadian penyakit menular dan kecelakaan dalam rumah yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tinggal di lingkungan pemukiman yang lebih baik (Keman, 2007).

S R Elynda dan L Sulistyorini, Pengaruh Kesehatan Lingkungan Rumah 133 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa variabel karakteristik balita yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah pemberian ASI eksklusif hingga 4 bulan (p < 0,05) sedangkan variabel usia, jenis kelamin, berat badan saat lahir, dan status gizi pada balita tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian pneumonia pada balita. Variabel karakteristik responden yang berhubungan dengan kejadian pneumonia pada balita adalah tingkat pendidikan responden (p<0,05) sedangkan variabel usia responden tidak memiliki hubungan yang bermakna terhadap kejadian pneumonia pada balita. Variabel komponen rumah, sarana sanitasi, dan perilaku penghuni sama-sama memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05), namun hanya variabel perilaku penghuni yang memiliki pengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita yaitu signifikasi 0,000 (sig < α) dengan nilai Exp (B) = 0,089. Variabel status kesehatan lingkungan rumah memiliki hubungan dengan kejadian pneumonia pada balita (p < 0,05). Variabel status kesehatan lingkungan rumah memiliki pengaruh terhadap kejadian pneumonia pada balita. DAFTAR PUSTAKA Azwar, A. 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Mutiara Sumber Widya. Ditjen PPM dan PL. 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah Sehat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Dinkes Kota Surabaya. 2012. Laporan Program P2 ISPA Dinas Kesehatan Kota Surabaya Tahun 2012. Surabaya: Bidang P2MK Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Keman, S. 2007. Enam Kebutuhan Fundamental Perumahan Sehat. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 3: 192. Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik dan Pneumonia Atypik Mycobacterium. Edisi I. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Mubarak, W., Iqbal dan Chayatin, N. 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta. Mukono. 1997. Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan. Surabaya: Airlangga University Press. Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsipprinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta. Puskesmas Tambakrejo. 2013. Profil Puskesmas. Surabaya.