BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO. sistem komunikasi dengan kabel [2]. Gelombang radio adalah radiasi energi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK. walaupun tidak ada medium dan terdiri dari medan listrik dan medan magnetik

Radio dan Medan Elektromagnetik

BAB II LANDASAN TEORI

DASAR TEKNIK TELEKOMUNIKASI

BAB II TEORI DASAR. Propagasi gelombang adalah suatu proses perambatan gelombang. elektromagnetik dengan media ruang hampa. Antenna pemancar memang

BAB IV KOMUNIKASI RADIO DALAM SISTEM TRANSMISI DATA DENGAN MENGGUNAKAN KABEL PILOT

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. broadband seperti high speed internet, digital video, audio broadcasting dan

LINK BUDGET. Ref : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

Materi II TEORI DASAR ANTENNA

PERHITUNGAN PATHLOSS TEKNOLOGI 4G

BAB II TEORI DASAR ANTENA DAN PROPAGASI GELOMBANG RADIO

Sistem Transmisi Telekomunikasi. Kuliah 6 Jalur Gelombang Mikro

Telekomunikasi Radio. Syah Alam, M.T Teknik Elektro STTI Jakarta

ANALISIS LINK BUDGET PADA PEMBANGUNAN BTS ROOFTOP CEMARA IV SISTEM TELEKOMUNIKASI SELULER BERBASIS GSM

TEKNOLOGI WiMAX untuk Komunikasi Digital Nirkabel Bidang

BAB I PENDAHULUAN. ke lokasi B data bisa dikirim dan diterima melalui media wireless, atau dari suatu

BAB III PERENCANAAN MINILINK ERICSSON

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNIK TELEKOMUNIKASI DASAR. Kuliah 9 Komunikasi Radio

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNIK FREKUENSI TINGGI DAN GELOMBANG MIKRO

ATMOSPHERIC EFFECTS ON PROPAGATION

Perencanaan Transmisi. Pengajar Muhammad Febrianto

BAB II TEORI DASAR. tracking untuk mengarahkan antena. Sistem tracking adalah suatu sistem yang

ANALISA INTERFERENSI CO-CHANNEL PADA SISTEM KOMUNIKASI LMDS

BAB II LANDASAN TEORI

ELECTROMAGNETIC WAVE AND ITS CHARACTERISTICS

PERHITUNGAN REDAMAN HUJAN PADA KANAL GELOMBANG MILIMETER UNTUK DAERAH MEDAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PROPAGASI GELOMBANG RADIO GSM. Saluran transmisi antara pemancar ( Transmitter / Tx ) dan penerima

TEORI MAXWELL Maxwell Maxwell Tahun 1864

BAB II PEMODELAN PROPAGASI. Kondisi komunikasi seluler sulit diprediksi, karena bergerak dari satu sel

PRODI D3 TEKNIK TELEKOMUNIKASI 2014 YUYUN SITI ROHMAH, ST., MT

MEDIA TRANSMISI. Sumber: Bab 4 Data & Computer Communications William Stallings. Program Studi Teknik Telekomunikasi Sekolah Tinggi Teknologi Telkom

Bab 7. Penutup Kesimpulan

BAB II SALURAN TRANSMISI

Kata Kunci : Radio Link, Pathloss, Received Signal Level (RSL)

Transmisi Signal Wireless. Pertemuan IV

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PROPAGASI UMUM PEMBAGIAN BAND FREKUENSI RADIO

Kinerja Sistem Komunikasi Satelit Ka-Band Menggunakan Site Diversity di Daerah Tropis

Propagasi gelombang radio atau gelombang elektromagnetik dipengaruhi oleh banyak faktor dalam bentuk yang sangat kompleks kondisi yang sangat

BAB III PRINSIP DASAR MODEL PROPAGASI

KEGIATAN BELAJAR 2. FREKUENSI GELOMBANG RADIO PADA APLIKASI SISTEM TELEKOMUNIKASI

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN ADAPTIVE CODED MODULATION DAN SELECTION COMBINING UNTUK MITIGASI PENGARUH REDAMAN HUJAN DAN INTERFERENSI PADA SISTEM LMDS

BAB III PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

SIMULASI LINK BUDGET PADA KOMUNIKASI SELULAR DI DAERAH URBAN DENGAN METODE WALFISCH IKEGAMI

PROPAGASI. REFF : Freeman FAKULTAS TEKNIK ELEKTRO

Sifat gelombang elektromagnetik. Pantulan (Refleksi) Pembiasan (Refraksi) Pembelokan (Difraksi) Hamburan (Scattering) P o l a r i s a s i

Dasar- dasar Penyiaran

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Pengertian Judul

Konsep Propagasi Gelombang EM dan Link Budget

Sinyal analog. Amplitudo : ukuran tinggi rendah tegangan Frekuensi : jumlah gelombang dalam 1 detik Phase : besar sudut dari sinyal analog

LEMBARAN SOAL. Mata Pelajaran : FISIKA Sat. Pendidikan : SMA/MA Kelas / Program : XII ( DUA BELAS )

Program Studi S1 - Teknik Telekomunikasi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Telkom BANDUNG, 2012

PEMANCAR&PENERIMA RADIO

BAB II PROPAGASI GELOMBANG MENENGAH

I. PENDAHULUAN TNI AU. LATAR BELAKANG Perkembangan Teknologi Komunikasi. Wireless : bandwidth lebih lebar. Kebutuhan Sarana Komunikasi VHF UHF SBM

BAB II DASAR TEORI. cara menitipkan -nya pada suatu gelombang pembawa (carrier). Proses ini

BAB II KANAL WIRELESS DAN DIVERSITAS

PENGUKURAN DAN PEMODELAN KONSTANTA DIELEKTRIK AIR HUJAN PADA FREKUENSI GELOMBANG MIKRO

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Hasil Perhitungan Link Budget

BAB II LANDASAN TEORI. objek yang terdeteksi. Pada mulanya radar digunakan sebagai salah satu alat

Pertemuan 9 SISTEM ANTENA. DAHLAN ABDULLAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KOMUNIKASI DATA ST014 Komunikasi data nirkabel dan topologi jaringan

Dasar Sistem Transmisi

BAB II DASAR TEORI. atau gedung. Dengan performa dan keamanan yang dapat diandalkan,

PENGUKURAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK BEBAS PADA AREA URBAN DAN RURAL

Media Transmisi Jaringan

BAB III SISTEM JARINGAN TRANSMISI RADIO GELOMBANG MIKRO PADA KOMUNIKASI SELULER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TEORI DASAR ANTENA. Dilihat dari latar belakang telekomunikasi berupa komunikasi wireless,

BAB II JARINGAN MICROWAVE

2. TINJAUAN PUSTAKA. dapat dievaluasi, sistem ini menggunakan sistem komunikasi (Carden, et al,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Antiremed Kelas 12 Fisika

PROPAGASI. Oleh : Sunarto YB0USJ

2.1. KONSEP PENGUATAN DAYA (LOSS DAN DECIBELL)

Analisa Perencanaan Power Link Budget untuk Radio Microwave Point to Point Frekuensi 7 GHz (Studi Kasus : Semarang)

BAB II DASAR TEORI. Gelombang didefinisikan sebagai getaran atau gangguan yang merambat.

TEKNIK DIVERSITAS. Sistem Transmisi

Spektrum elektromagnetik. Frekuensi radio

SISTEM LMDS, LAYANAN BROADBAND WIRELESS PADA FREKUENSI GHz.

BESAR DAN UKURAN KINERJA TELEKOMUNIKASI

Menyebutkan prinsip umum sinyal bicara dan musik Mengetahui Distorsi Mengetahui tentang tranmisi informasi Mengetahui tentang kapasitas kanal

KOMUNIKASI DATA Data, Sinyal & Media Transmisi. Oleh: Fahrudin Mukti Wibowo, S.Kom., M.Eng

DASAR TELEKOMUNIKASI. Kholistianingsih, S.T., M.Eng

BAB II KOMUNIKASI SELULER INDOOR. dalam gedung untuk mendukung sistem luar gedung (makrosel dan mikrosel

GELOMBANG ELEKTROMAGNETIKA

Bab I Pendahuluan 1 BAB I PENDAHULUAN

BAB IV ANALISA PERFORMANSI BWA

KARAKTERISASI KANAL PROPAGASI VHF BERGERAK DI ATAS PERMUKAAN LAUT

ANALISIS KINERJA JARINGAN FTTH (FIBER TO THE HOME) DI JALAN LOTUS PERUMAHAN CEMARA ASRI MEDAN

Spektrum Frekuensi Extremely Low Frequency (ELF) Super Low Frequency (SLF) Very Low Frequency (VLF)

III. METODE PENELITIAN

- S. Indriani Lestariningati, M.T- Week 3 TERMINAL-TERMINAL TELEKOMUNIKASI

BAB 10 ULTRA HIGH FREQUENCY ANTENNA. Mahasiswa mampu menjelaskan secara lisan/tertulis mengenai jenis-jenis frekuensi untuk

Transkripsi:

BAB II PROPAGASI GELOMBANG RADIO 2.1 Pendahuluan Pengggunaan gelombang radio sebagai pembawa sinyal komunikasi multimedia didasarkan pada fleksibilitas sistem komunikasi radio dibandingkan sistem komunikasi dengan kabel [2]. Gelombang radio adalah radiasi energi (radiasi elektromagnetik) yang berpropagasi pada kecepatan cahaya (186 mil atau 300.000.000 meter/detik) [3]. Gelombang ini merambat atau berpropagasi melalui udara dari antena pemancar ke antena penerima yang jaraknya bisa mencapai beberapa kilometer, bahkan ratusan sampai ribuan kilometer. Gelombang radio tersebut terdiri dari garis-garis gaya listrik (E) dan garis-garis gaya magnet (H). Susunan dari garis-garis gaya listrik dan garis-garis gaya magnet yang terdapat dalam gelombang radio disebut Transverse Electromagnetics (TEM), dan susunan garis gaya tersebut adalah [4] : 1. Garis gaya listrik (E) tegak lurus garis gaya magnet (H) 2. Garis gaya listrik (E) tegak lurus arah rambatan 3. Kumpulan garis-garis gaya yang terbanyak merupakan harga kuat medan maksimum. Gambaran dari suatu gelombang elektromagnetik bidang XYZ dapat dilihat pada Gambar 2.1. 6

Gambar 2.1 Gelombang elektromagnetik Dari Gambar 2.1 dapat diketahui bahwa gelombang radio selalu mempunyai : 1. Kuat medan listrik (E) dan kuat medan magnet (H) 2. Arah rambatan 3. Panjang gelombang 4. Polarisasi Polarisasi gelombang radio adalah arah dari garis gaya listrik (E). Macam macam polarisasi gelombang radio adalah: 1. Polarisasi linier yaitu: bila arah garis gaya listriknya merupakan garis lurus. Polarisasi ini terbagi menjadi dua: a. Polarisasi linier vertikal, yaitu bila arah garis gaya listriknya tegak lurus terhadap permukaan bumi/tanah. b. Polarisasi linier horizontal, yaitu bila arah garis gaya listriknya sejajar terhadap permukaan tanah/bumi. 7

Gambar 2.2 Polarisasi gelombang radio 2. Polarisasi non linier yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar. Polarisasi ini terbagi menjadi dua : a. Polarisasi non linier positif, yaitu bla arah garis gaya listriknya melingkar searah jarum jam. b. Polarisasi non linier negatif, yaitu bila arah garis gaya listriknya melingkar berlawanan arah jarum jam 2.2 Spektrum Gelombang Elektromagnetik Spektrum gelombang elektromagnetik dapat dikelompokkan berdasarkan rentang frekuensi dan panjang gelombang. Tabel 1.1 menunjukkan pengelompokan pita frekuensi yang umum digunakan berdasarkan rentang frekuensi dan panjang gelombang [5]. 8

Tabel 1.1 Pita-pita frekuensi Pita Rentang frekuensi Panjang gelombang ELF (Extremely low frequency) 30 300 Hz 10.000 1000 km VF (voice frequency) 300-3000 Hz 1000 100 km VLF (very low frequency) 3 30 KHz 100 10 km LF (low frequency) 30 300 KHz 10 1 km MF (medium frequency) 300 3000 KHz 1000 100 m HF (high frequency) 3 30 MHz 100 10 m VHF (very high frequency) 30 300 MHz 10 1 m UHF (ultra high frequency) 300 3000 MHz 100 10 cm SHF (super high frequency) 3 30 GHz 10 1 cm EHF (extremely high frequency) 30 300 GHz 10 1 mm Inframerah 300 GHz 400 THz 1 mm 770 nm Lebar pita frekuensi yang digunakan untuk gelombang mikro dan milimeter adalah dari 500 MHz 300 GHz. Namun yang telah diberikan nama secara internasional adalah pada rentang 500 MHz 40 GHz seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 [6]. 9

Tabel 1.2 Pita frekuensi gelombang mikro Frekuensi Penamaan pita gelombang mikro Old New 500-1000 MHz VHF C 1 2 GHz L D 2-3 GHz S E 3 4 GHz S F 4 6 GHz C G 6 8 GHz C H 8 10 GHz X I 10 12.4 GHz X J 12.4 18 GHz Ku J 18 20 GHz K J 20 2.5 Ghz K K 26.5 40 GHz Ka K Hubungan antara panjang gelombang dan frekuensi dinyatakan sebagai berikut [4]: λ = c/f (2.1) dimana : λ = panjang gelombang (m) f = Frekuensi (Hz) c = Kecepatan gelombang radio di udara (m/detik) = 3x10 8 10

2.3 Mekanisme Dasar Perambatan Gelombang Elektromagnetik Ada beberapa mekanisme dasar perambatan gelombang elektromagnetik yang dikenal antara lain refleksi, scattering, refraksi, dan difraksi. 2.3.1 Refleksi (Pemantulan) Refleksi terjadi ketika gelombang elektromagnetik mengenai obyek yang memiliki dimensi lebih besar dibandingkan dengan panjang gelombang sinyal dari pemancar gelombang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.3. Refleksi terjadi pada permukaan bumi, bangunan, tembok, dan penghalang yang lain. Ketika gelombang radio mengenai bahan dielektrik sempurna, sebagian dari energinya ditransmisikan ke medium kedua, dan sebagian lagi dipantulkan kembali ke medium pertama sehingga tidak ada kehilangan energi karena penyerapan. Jika medium kedua adalah konduktor yang sempurna, maka semua energinya terpantul kembali ke medium pertama tanpa kehilangan energi. Gambar 2.3 Refleksi (pemantulan) Gelombang Elektromagnetik [7] 11

2.3.2 Scattering (Hamburan/Penyebaran) Scattering terjadi ketika medium dimana gelombang merambat mengandung obyek yang lebih kecil dibandingkan dengan panjang sinyal gelombang tersebut dan jumlah obyek perunit volume sangat besar. Gelombang tersebar dihasilkan dari permukaan kasar, benda kecil, atau obyek seperti tiang lampu dan pohon seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. Gambar 2.4 Scattering (hamburan) Gelombang Elektromagnetik [7] 2.3.3 Refraksi (Pembiasan) Refraksi digambarkan sebagai pembelokan gelombang radio yang melewati medium yang memiliki kepadatan yang berbeda. Dalam ruang hampa udara, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan sekitar 300.000 km/detik. Ini adalah nilai konstan c, yang umum disebut dengan kecepatan cahaya tetapi sebenarnya merujuk kepada kecepatan cahaya dalam ruang hampa. Dalam udara, air, gelas, dan media transparan, gelombang elektromagnetik merambat pada kecepatan yang lebih rendah dari c. Ketika suatu gelombang elektromagnetik merambat dari satu medium ke medium lain dengan kepadatan berbeda maka kecepatannya akan berubah. 12

Akibatnya adalah pembelokan arah gelombang pada batas kedua medium tersebut. Jika merambat dari medium yang kurang padat ke medium yang lebih padat, maka gelombang akan membelok ke arah medium yang lebih padat seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5. Gambar 2.5 Refraksi (Pembiasan) [7] 2.3.4 Difraksi (Lenturan) Difraksi terjadi ketika garis edar radio antara pengirim dan penerima dihambat oleh permukaan yang tajam atau dengan kata lain kasar seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.6. Pada frekuensi tinggi, difraksi tergantung pada ukuran objek yang menghambat, amplitudo, fase, dan polarisasi dari gelombang pada titik difraksi. Gambar 2.6 Difraksi (Lenturan) [7] 13

2.4 Sistem Komunikasi Gelombang Milimeter 2.4.1 Pendahuluan Sistem komunikasi gelombang milimeter dapat diterapkan untuk jaringan transmisi (backbone atau backhaul) berupa lintasan point-point antara dua node dalam sebuah jaringan, misal antara dua BTS, atau untuk jaringan akses nirkabel bagi pelanggan ke suatu layanan pita lebar, seperti akses internet. Gambar 2.7 memberikan ilustrasi implementasi jaringan akses nirkabel milimeter untuk terminal pelanggan yang terpasang di gedung perkantoran, pusat perbelanjaan, maupun perumahan. Antena BTS tidak selalu memerlukan menara, tetapi dapat juga dipasang pada dinding luar atau atap gedung bertingkat. Gambar 2.7 Ilustrasi jaringan akses nirkabel pita lebar [2] 14

Jaringan akses gelombang milimeter juga dapat diimplementasikan di dalam gedung untuk menyediakan akses intranet dan internet pita lebar bagi pengguna layanan multimedia. Bagi suatu jaringan akses nirkabel yang beroperasi pada gelombang milimeter, biasanya dalam rentang 20 60 GHz, kendala dan tantangan terbesar muncul dari karakteristik propagasi gelombang. Redaman lintasan yang besar, rugi-rugi pantulan dan difraksi yang tinggi, serta efek penghaburan oleh hujan merupakan faktor-faktor kendala alami yang perlu diatasi. 2.4.2 Propagasi Gelombang Milimeter Karena frekuensinya relatif sangat tinggi, yaitu dalam rentang 20 60 GHz, ekivalen dengan panjang gelombang dalam rentang 0.5 1.5 cm, maka beberapa mekanisme propagasi gelombang milimeter radio menjadi dominan. Panjang gelombang yang relatif kecil menyebabkan hampir semua benda memberikan pengaruh signifikan. Mulai dari dinding tembok, kerangka logam, jalinan kawat kasa, dedaunan basah, sampai titik hujan, semuanya menyebabkan pemantulan, penghamburan, ataupun difraksi gelombang. Oleh sebab itu, agar suatu gelombang milimeter dapat merambat tanpa adanya perubahan arah atau kerapatan daya selain yang disebabkan oleh proses radiasi gelombang ke segala arah, maka elipsoida zona Fresnel pertama dengan antena pemancar dan antena penerima sebagai kedua fokusnya tidak boleh ditempati oleh obyek-obyek seperti gedung, tiang, pohon, dan sebagainya. Jari-jari zona Fresnel pertama F 1, yaitu jarak tegak lurus antara garis penghubung kedua antena dengan permukaan elipsoida zona Fresnel pertama, 15

dapat dihitung dengan persamaan umum untuk jari-jari Fresnel [4] : (2.2) dimana : F 1 = radius daerah Fresnel pertama (m) f = frekuensi kerja (GHz) d 1 = jarak antara Tx dengan halangan (km) d 2 = jarak antara Rx dengan halangan (km) d = d 1 + d 2 = jarak antara Tx dan Rx (km) Untuk daerah Fresnel pertama di tengah lintasan d = d 1 + d 2, dan d 1 = d 2 =1/2 d, sehingga: (2.3) Di daerah yang dekat dengan antena, misal d 1 dari antena : (2.4) Gambar 2.8 Pemetaan daerah-daerah Fresnel Sedangkan untuk radius daerah Fresnel kedua, daerah Fresnel ketiga, dan seterusnya seperti ditunjukkan pada Gambar 2.7, dinyatakan dengan rumusan 16

berikut: (2.5) Atau secara singkat dinyatakan: (2.6) dimana F 1 = radius daerah Fresnel pertama (m) n = 1,2,3,.. Jika zona Fresnel pertama terbebas dari obyek pengganggu, maka lintasan radio antara pemancar dan penerima dapat dianggap sebagai lintasan line of sight atau LOS. Namun, apabila sebuah obyek terdapat di dalam zona Fresnel pertama, maka gelombang radio akan mulai mengalami efek difraksi. Jika obyek menghalangi separuh penampang zona Fresnel pertama maka hanya separuh intensitas medan elektromagnetik yang sampai pada penerima sehingga hanya seperempat daya gelombang yang terdeteksi oleh penerima dibandingkan kondisi ruang bebas [2]. Efek penurunan daya ini akan semakin signifikan ketika seluruh zona Fresnel pertama mulai tertutup oleh obyek, bahkan lebih parah lagi ketika jari-jari penampang obyek penghalang jauh lebih besar dibandingkan jari-jari zona fresnel pertama. Besarnya redaman yang terjadi akibat difraksi dapat diperkirakan dengan mengasumsikan bawa obyek penghalang berbentuk seperti layar. Difraksi yang terjadi dapat digambarkan seperti pembelokan gelombang radio pada titik-titik di sepanjang tepi layar, dalam literatur sering disebut sebagai knife-edge diffraction 17

(KED). Jadi, pada sistem komunikasi gelombang milimeter, kondis LOS adalah syarat mutlak [2]. Untuk sistem nirkabel gelombang milimeter yang bekerja di luar gedung, hujan juga memberikan masalah tersendiri dan merupakan salah satu tantangan terbesar bagi implementasi di daerah tropis dengan curah hujan yang sangat besar. Efek peredaman hujan terhadap gelombang radio mulai pada frekuensi di atas 10 GHz, ekivalen dengan panjang gelombang kurang dari 3 cm. Untuk gelombang radio dengan panjang gelombang dalam rentang tersebut, efek penghamburan oleh titik-titik hujan yang berdiameter maksimum sekitar 6 mm mulai terasa. Redaman hujan yang disebabkan oleh hamburan titik-titik hujan yang jatuh tersebar dalam ruang berbentuk kubus berukuran 1 m 3 biasa dinyatakan dalam bentuk redaman spesifik γ atau Y yaitu redaman dalam db per satuan jarak dalam km. Dengan demikian redaman hujan total sepanjang suatu lintasan radio dapat dihitung sebagai berikut [2]: A= db (2.7) dengan l menyatakan posisi dalam kilometer sepanjang lintasan yang menghubungkan antena pemancar dan penerima, sedangkan L menyatakan panjang lintasan dalam km. Berdasarkan penjabaran di atas, redaman total dalam db yang terjadi sepanjang suatu lintasan radio secara umum dapat dituliskan sebagai berikut [2]: L tot = L fs + L dif + A db (2.8) Sedangkan daya yang diterima dalam skala decibel (dbm atau dbw) adalah [1]: P R = P T + G T + G R L tot dbm (2.9) 18

Formulasi yang lengkap untuk persamaan (2.9) harus melibatkan pula rugi-rugi transmisi, konektor, ketidaktepatan arah antena dan sebagainya. 2.5 Intensitas Hujan dan Redaman Hujan 2.5.1 Pendahuluan Redaman pada sistem komunikasi yang menggunakan gelombang radio pada frekuensi gelombang mikro dan milimeter redaman merupakan efek yang paling berpengaruh pada sistem komunikasi yang mana dengan semakin tinggi frekuensi yang digunakan maka redaman yang ditimbulkan semakin besar. Redaman tersebut dapat berasal dari rugi-rugi free space dan zat-zat yang terdapat pada atmosfer seperti oksigen, uap air, awan kabut, salju, dan hujan yang dapat menurunkan performansi sistem komunikasi [8]. 2.5.2 Intensitas Hujan Hujan merupakan fenomena yang menjadi bagian dari siklus air yang berlangsung secara alamiah. Sebagai akibat dari penguapan air di permukaan bumi, uap yang terkumpul bersama-sama pada ketinggian tertentu akan mengalamai kondensasi dan jatuh kembali ke permukaan bumi sebagai hujan. Berdasarkan proses terjadinya hujan, terdapat beberapa kategori penting dari hujan. Masing-masing memiliki karakteristik intensitas, ruang, dan waktu yang berbeda yang berpengaruh terhadap kinerja sistem komunikasi gelombang milimeter. Jenis-jenis hujan tersebut adalah: 1. Hujan stratiform, yaitu hujan yang berawal dari lapisan-lapisan bentangan awan stratus yang terbentuk dengan terangkatnya uap air atau kabut dari 19

permukaan. Hujan stratiform ditandai oleh hujan merata dengan rentang waktu dan ruang yang luas dengan intensitas hujan rendah sampai sedang, dapat berlangsung sangat lama pada daerah yang luas. 2. Hujan konvektif diawali oleh awan konvektif atau cumulus yang umumnya memiliki dimensi vertikal yang besar dengan batas horizontal yang jelas, terjadi karena naiknya udara hangat sampai pada ketinggian udara yang cukup dingin sehingga terjadi kondensasi melalui proses konveksi. Jika awan cumulus mencapai ketinggian titik beku air, maka hujan lokal dengan rentang waktu dan ruang yang sempit, namun memiliki intensitas yang relatif tinggi. Hujan stratiform dapat terjadi bersamaan dengan hujan pada wilayah yang bersambungan. 3. Hujan orografis adalah hujan yang terjadi di daerah pegunungan yang perlu dibedakan dari dua jenis hujan lainnya karena proses kejadiannya yang berbeda. Angin membawa uap air dari dataran rendah naik ke atas gunung sehingga terjadi proses pendinginan adiabatik, kondensasi, dan akhirnya hujan. Berbagai besaran yang mengkuantifikasi fenomena hujan sangat terkait dengan distribusi ukuran titik hujan. Jika diasumsikan bahwa buir titik hujan berbentuk bola sempurna, maka volume bola titik hujan dapat dinyatakan oleh diameternya. Distribusi diameter titik hujan (DSD atau drop size distribution) menyatakan jumlah titik-titik hujan yang memiliki diameter (mm) di dalam suatu rentang tertentu per m 3 volume ruang yang diamati, sehingga seringkali dinyatakan dalam satuan butir/m 3 mm. 20

Setelah melalui tahap pembentukan titik hujan, ukuran titik-titik hujan yang jatuh ditentukan oleh proses menyatunya titik-titik hujan menjadi titik hujan tunggal yang berukuran lebih besar, serta pecahnya titik hujan berukuran besar yang tidak stabil menjadi titik-titik hujan yang berukuran lebih kecil. Butir titik hujan mulai tidak stabil dan akan pecah menjadi butir-butir yang lebih kecil ketika diameternya mencapai sekitar 6 mm [9]. Beberapa besaran penting yang mengkuantifikasi sebuah peristiwa hujan di antaranya adalah intensitas hujan atau curah hujan, kandungan air, faktor reflektifitas radar, dan redaman gelombang radio. Dua besaran yang sering dibahas secara umum adalah intensitas hujan dan redaman gelombang radio. Intensitas hujan atau curah hujan menyatakan ketinggian air yang terkumpul akibat hujan per satuan waktu, biasanya dinyatakan dalam mm/jam. Dengan asumsi bahwa titik titik hujan tersebar dalam ruang secara seragam, besarnya curah hujan tidak tergantung kepada luas permukaan datar untuk menampung air hujan. Intensitas hujan R (mm/jam) pada suau titik lokasi pada suatu saat tertentu dapat diperoleh dari DSD yang terukur di tempat dan waktu tersebut dengan persamaan berikut [2]: R = 6 x 10-4 π v(d) ( ) (2.13) dengan v(d) menyatakan kecepatan jatuh titik hujan dengan diameter ekivalen sebesar D mm [2]: 28D 2 D 0.075 mm 4.5D 0.18 0.075 mm < D 0.5 mm v(d) = 4.0 + 0.07 0.5 mm < D 1.0 mm (2.14) -0.425 + 3.695D + 0.8 1.0 mm < D 3.6 mm 21

Variasi curah hujan terjadi pada beberapa dimensi. Pertama, pada sebuah peristiwa hujan, curah hujan berubah terhadap waktu dalam orde menit atau jam. Demikian pula frekuensi terjadinya hujan beserta tingkat intensitas hujan bergantung kepada musim. Kedua, curah hujan juga bervariasi dlam ruang, baik vertikal maupun horizontal. Secara horizontal, terdapat variasi skala kecil, menengah, dan besar. Variasi skala kecil terjadi dalam radius beberapa kilometer, terlihat terutama pada hujan konvektif yang lebat, bersifat lokal, dan berlangsung relatif singkat. Sedangkan jenis hujan stratiform cenderung memiliki curah hujan yang relatif kecil dengan jangka waktu yang lama. Variasi skala kecil ini dimanfaatkan untuk menerapka teknik diversity untuk mengatasi efek peredaman hujan yang dapat merusak kualitas sinyal. Variasi skala menengah terjadi pada kawasan yang berorde beberapa puluh atau ratus kilometer, di mana korelasi kejadian hujan antar dua wilayah cukup kecil. Variasi skala menengah biasanya dimanfaatkan untuk menerapkan teknik site diversity pada sistem komunikasi satelit pita Ka dan Ku. Sedangkan variasi skala besar terjadi secara global akibat perbedaan iklim. Sebagai contoh, wilayah Indonesia yang beriklim tropis maritime cenderung beriklim basah yang ditandai oleh seringnya terjadi hujan lebat, sangat berbeda dengan daerah subtropis dan sekitar kutub yang memiliki curah hujan lebih rendah. Sifat daerah tropis maritim dengan curah hujan tinggi inilah yang mendasari perlunya dirancang metode khusus untuk menjaga kinerja sistem komunikasi nirkabel gelombang milimeter. 22

2.5.3 Redaman Hujan Peredaman gelombang radio oleh hujan atau sering disebut redaman hujan, adalah besarnya rasio daya yang sampai di penerima pada kondisi cuaca cerah dan pada kondisi hujan. Redaman hujan dalam desibel yang terjadi pada lintasan sepanjang 1 km, dengan asumsi intensitas hujan yang seragam sepanjang lintasan tersebut, disebut sebagai redaman spesifik. Redaman spesifik Y (db/km) merupakan nilai yang berlaku pada suatu titik lokasi tertentu pada suatu waktu tertentu pula dan dapat dikaitkan dengan DSD pada titik tersebut sebagai berikut [2]: Y V/H = ( ) Im [ ( )] ( ) dd (2.15) dengan λ menyatakan panjang gelombang dalam meter, f V/H (D) menyatakan forward scattering amplitude dalam satuan meter untuk butir titik hujan dengan diameter ekivalen D mm, Im [.] menyatakan bagian imajiner dari argumen, sedangkan subskrip V atau H menyakan polarisasi gelombang radio. Karakterisitik statistik curah hujan pada suatu wilayah tertentu tergambar dari fungsi distribusi kumulati (CDF atau cumulative distribution function) atau komplemennya (CCDF atau complementary cumulative distribution function). Fungsi distribusi tersebut biasanya diperoleh dari hasil pengukuran selama beberapa tahun. Dari kurva CCDF yang dinyatakan dalam grafik semilogaritmik dapat diperoleh estimasi persentil ke p, R p, yang didefinisikan sebagai berikut [2]: Pr (R > Rp) = p % (2.16) Persentil untuk nilai-nilai p tertentu biasa dipakai dalam estimasi persentil redaman hujan untuk desain sistem komunikasi. 23

Pada sistem komunikasi dengan menggunakan gelombang radio dengan frekuensi di atas 10 GHz redaman yang disebabkan oleh partikel-partikel di udara sangat berpengaruh adalah redaman yang disebabkan oleh hujan dan salju. Untuk daerah tropis yang mempunyai curah hujan tinggi maka redaman yang sangat berpengaruh adalah redaman disebabkan oleh hujan atau disebut dengan redaman hujan. Pada sistem transmisi pada kondisi hujan, antena transmitter akan memancarkan elektromagnetik yang bertabrakan dengan titik hujan sehingga akan terjadi beberapa fenomena seperti redaman, depolarisasi gelombang dan scattering. Fenomena tersebut mempunyai efek yang dapat menurunkan performansi sistem komunikasi atau mengurangi kualitas dari komunikasi. Hal ini disebabkan karena adanya absorbsi dan scattering atau hamburan oleh titik hujan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Gambar 2.9 Hamburan oleh titik hujan Semakin besar intensitas hujan, semakin banyak pula butir-butir titik hujan yang berpotensi menghamburkan dan menyerap gelombang elektromagnetik pada pita milimeter. Untuk mendesain sistem komunikasi yang lebih reliable atau 24

sistem yang tahan terhadap efek redaman hujan maka perlu untuk mengetahui parameter-parameter dari hujan sehingga dapat mengkompensasi redaman hujan. Redaman spesifik adalah redaman yang terjadi pada satu titik pada ruang sepanjang lintasan dengan hubungan antara redaman spesifik Y (db/km) dan curah hujan R (mm/h) sebagai fungsi frekuensi dengan menggunakan persamaan (2.23) berikut [10]: Y((x) = ar b (x), (2.10 dengan : a dan b = parameter yang tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang radio. Redaman hujan pada lintasan dari suatu lintasan propagasi dengan panjang L (km) dapat dinyatakan [10]: A= ( ), (2.11) dengan: A = redaman hujan (db) R(z) = curah hujan (mm/h) pada suatu titik a dan b = parameter yang tergantung pada polarisasi dan frekuensi gelombang radio Nilai parameter a dan b ditunjukkan pada Tabel 1.3 [11]. 25

Tabel 1.3 Parameter k dan α terhadap frekuensi dan polarisasi Frequency (GHz) k H k V α H α V 1 2 4 6 7 8 10 12 15 20 25 30 35 40 45 50 60 70 80 90 100 120 150 200 300 400 0.0000387 0.000154 0.000650 0.00175 0.00301 0.00454 0.0101 0.0188 0.0367 0.0751 0.124 0.187 0.263 0.350 0.442 0.536 0.707 0.851 0.975 1.06 1.12 1.18 1.31 1.45 1.36 1.32 0.0000352 0.000138 0.000591 0.00155 0.00265 0.00395 0.00887 0.0168 0.0335 0.0691 0.113 0.167 0.233 0.310 0.393 0.479 0.642 0.784 0.906 0.999 1.06 1.13 1.27 1.42 1.35 1.31 0.912 0.963 1.121 1.308 1.332 1.327 1.276 1.217 1.154 1.099 1.061 1.021 0.979 0.939 0.903 0.873 0.826 0.793 0.769 0.753 0.743 0.731 0.710 0.689 0.688 0.683 0.880 0.923 1.075 1.265 1.312 1.310 1.264 1.200 1.128 1.065 1.030 1.000 0.963 0.929 0.897 0.868 0.824 0.793 0.769 0.754 0.744 0.732 0.711 0.690 0.689 0.684 2.6 Sistem Komunikasi Yang Menggunakan Kanal Gelombang Milimeter 2.6.1 Local Multipoint Distribution Service (LMDS) Local Multipoint Distribution Service (LMDS) adalah sistem komunikasi Wireless broadband point-to-multipoint communication yang beroperasi pada frekuensi sekitar 28 GHz sampai 31 GHz (tetapi di Eropa bisa mencapai 40 GHz) yang dapat membawa informasi video, suara dan data dengan pemanfaatan lebar pita frekuensi sekitar 1 GHz [12]. Untuk penggunaan frekuensi LMDS tergantung standar pada tiap negara. Sistem LMDS menggunakan sistem seluler untuk arsitektur jaringannya dengan sisi penerimanya tetap, tidak bergerak seperti pada 26

system mobile communication. Untuk bandwidth LMDS dialokasikan untuk mengirimkan layanan broadband dengan konfigurasi point-to-point atau point-tomultipoint yang digunakan untuk pelanggan perumahan maupun komersial [11]. Penggunaan frekuensi yang relatif sangat tinggi yaitu pada pita gelombang milimeter kondisi line of sight (LOS) harus dipenuhi sehingga pada sistem komunikasi LMDS sel yang terlingkupi pada umumnya berjarak sekitar 1 5 km. Jarak tempuhnya yang terbatas ini pada umumnya disebabkan karakteristik propagasi sinyal pada frekuensi tinggi mengalami banyak redaman, akibatnya sangat rentan terhadap kondisi lingkungan, terutama akibat hujan. Besarnya alokasi spektrum yang digunakan memampukan sistem LMDS untuk mendukung layanan-layanan broadband. Jenis layanan yang disediakan oleh sistem LMDS antara lain [13] : 1. Layanan Data Berkecepatan Tinggi. a. Peer to peer (Symetric) services b. Client/server (asymetric) services Jaringan bisa terbentuk sendiri atau umum. Kecepatan data downstream biasanya 15 Mbps sampai 55 Mbps, sedangkan kecepatan upstream dari 64 Kbps sampai 44 Mbps. 2. Layanan suara atau telepon. Kecepatan dari layanan telepon adalah pada ISDN, E1, dan E3. 4. Layanan video. 5. Video on demand. 6. Interaktif video, seperti video conference. 27

7. Broadcast video, yang dapat disediakan dalam bentuk analog (PAL) maupun digital (MPEG). Pada Gambar 2.9 ditunjukkan layanan-layanan yang disediakan oleh LMDS. Gambar 2.10 Arsitektur Sistem LMDS [12] Untuk membangun sebuah sistem LMDS perlu diperhatikan beberapa parameter. Parameter ini dapat digunakan sebagai acuan dalam pembangunan sistem yang nyata. Adapun parameter tersebut adalah seperti prediksi pelanggan, link budget berupa redaman, kualitas transmisi, daya pancar, level sinyal terima, EIRP dan site planning [13]. Pada perhitungan link budget LMDS rugi-rugi lintasan (redaman) tidak hanya disebabkan oleh rugi-rugi ruang bebas melainkan telah dipengaruhi oleh redaman hujan dan penyerapan oleh gas seperti yang ditunjukkan pada persamaan (2.12) [13]. Hal ini disebabkan karena pada penggunaan frekuensi di atas 10 GHz terjadi efek scattering dan absorbtion yang disebabkan oleh partikel hujan sehingga dapat menurunkan kualitas komunikasi. 28

P T = C/N - G T - G R 204 + L TX + L RX + L FS + L hujan + NF +10 log BW + FM (2.12) P T = Daya pancar L TX = Redaman saluran pada pemancar L RX = Redaman saluran pada penerima L FS = Redaman lintasan (redaman ruang bebas) L hujan = Redaman hujan G T = Gain pada pemancar G R = Gain pada penerima C/N = Nilai perbandingan antara sinyal yang diterima dengan noise yang diterima. FM = Fading Margin. 2.6.2 Komunikasi Point to Point LTE Long Term Evolution (LTE) adalah sebuah nama yang diberikan kepada suatu proyek dalam The Third Generation Partnership Project (3GPP) untuk mengembangkan standar komunikasi bergerak Universal Mobile Telecommunication System (UMTS) dalam mengatasi kebutuhan mendatang. Menurut standar, LTE memberikan kecepatan uplink hingga 50 megabit per detik (Mbps) dan kecepatan downlink hingga 100 Mbps [14]. Perhitungan link budget LTE ada beberapa jenis antara lain link budget uplink, link budget downlink dan link budget point to point. Perhitungan link budget yang telah memperhitungkan nilai redaman hujan sepanjang link dan arah link adalah link budget point to point. 29

Pada teknologi LTE yang dimaksud dengan komunikasi point to point adalah komunikasi antara dua enode-b. Parameter yang digunakan pada komunikasi point to point ini adalah sebagai berikut [14] : 1. Lokasi enodeb 2. Frekuensi kerja yaitu : 8GHz, 13GHz, 15GHz dan 22GHz 3. Jarak antar enode-b 4. Penguatan Antena (db) 5. EIRP 6. Rugi rugi lintasan 7. Free Space Loss (db) 8. Redaman Hujan (db) 9. Receive Signal Level RSL (dbm) 10. Fresnel Zone Adapun parameter masukan dan keluaran perhitungan link budget pada komunikasi point to point LTE dapat dilihat pada Lampiran D. 30