KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER

dokumen-dokumen yang mirip
Ilmu Pengetahuan Alam. Bioteknologi. Kelas IX L/O/G/O

PENDAHULUAN Latar Belakang

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

I. PENDAHULUAN. Sapi Pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang populasinya

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Kebutuhan daging di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat

BIOTEKNOLOGI BERASAL 2 KATA YAITU BIOS = HIDUP, TEKNOLOGI DAN LOGOS = ILMU ILMU YANG MEMPELAJARI MENGENAI BAGAIMANA CARA MEMANFAATKAN MAKHLUK HIDUP

Bioteknologi berasal 2 kata yaitu Bios = hidup, Teknologi dan Logos = ilmu Ilmu yang mempelajari mengenai bagaimana cara memanfaatkan makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

I. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing

REKAYASA GENETIK DAN PERKEMBANGAN BIOTEKNOLOGI DI BIDANG PETERNAKAN

Bioteknologi, Peran dan Aplikasinya

LEMBAR KERJA KEGIATAN 8.3

APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI APLIKASI BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG FARMASI

I. PENDAHULUAN. dan siap untuk dimakan disebut makanan. Makanan adalah bahan pangan

BAB VI TEKNOLOGI REPRODUKSI

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN

Pengertian Bioteknologi. Pemanfaatan organisme hidup untuk menghasilkan produk dan jasa yang bermanfaat bagi manusia

PENDAHULUAN. yang sangat penting untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Keberhasilan Pembangunan Peternakan di Kabupaten Bangka Barat. dalam arti yang luas dan melalui pendekatan yang menyeluruh dan integratif dengan

BAB I. PENDAHULUAN A.

TERNAK PERAH SEBAGAI PRODUSEN SUSU

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur an surat Al-Mu minun ayat 21 yang

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN IPA BAB XII BIOTEKNOLOGI

DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER

BIO306. Prinsip Bioteknologi

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

Pelabelan Pangan Produk Rekayasa Genetik

BAB I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan

I PENDAHULUAN. berasal dari daerah Gangga, Jumna, dan Cambal di India. Pemeliharaan ternak

Berikut ini beberapa manfaat dan dampak positif perkembangan ilmu biologi :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2009 TENTANG PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGERTIAN BIOTEKNOLOGI

Bidang Kajian Bioteknologi

Ruang lingkup dan perkembangan bioteknologi tanah

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

PENDAHULUAN. Latar Belakang. yang sangat besar. Hal ini dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN. Perkembangan peternakan mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

BAB I PENDAHULUAN. 2012). Sapi berasal dari famili Bovida, seperti halnya bison, banteng, kerbau

Dr. Refli., MSc Jurusan Biologi FST UNDANA ALASAN MELAKUKAN

I. PENDAHULUAN. perunggasan merupakan salah satu penyumbang sumber pangan hewani yang

BIOTEKNOLOGI PETA KONSEP DEFINISI BIOTEKNOLOGI. Kultur In vitro Rekayasa Genetika. Penerapan Bioteknologi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Fatia Indrianti,2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 1992 TENTANG OBAT HEWAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Majalah INFO ISSN : Edisi XVI, Nomor 2, Juni 2014

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. sangat besar untuk memenuhi kebutuhan daging di tingkat nasional. Kenyataan

I. PENDAHULUAN. hasil produksi pengembangan ayam broiler akan semakin tinggi.

I. PENDAHULUAN. memproduksi dan meningkatkan produktivitas peternakan. Terkandung di

PENDAHULUAN. Buku Pustaka. Penilaian MKA Bioteknologi Pertanian 9/16/2012. Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 1

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. sekaligus dapat memberdayakan ekonomi rakyat terutama di pedesaan.

BIOPROSES 3 SKS. By: KUSNADI,MSI.

BIOTEKNOLOGI DASAR. By Seprianto S.Pi, M.Si

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu peternakan. Pakan

SMP kelas 9 - BIOLOGI BAB 7. Peran Bioteknologi dalam Mendukung Kelangsungan Hidup ManusiaLatihan Soal 7.4

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

BAB I PENDAHULUAN. kandungan berbagai asam amino, DHA dan unsur-unsur lainnya yang dibutuhkan

MAKALAH BIOTEKNOLOGI PETERNAKAN PENINGKATAN POPULASI DAN MUTU GENETIK SAPI DENGAN TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO. DOSEN PENGAMPU Drh.

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah

DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Protein berperan penting untuk perkembangan kecerdasan otak,

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

I. PENDAHULUAN. limbah-limbah pasar dan agroindustri. Salah satu cara untuk mengatasi

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Latar Belakang. pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan bahan makanan semakin

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan masalah yang mendasar dalam suatu usaha peternakan. Minat

I. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi

Ilmu Kealaman Dasar (IAD) Perkembangan Teknologi. Pertemuan ke-9,10

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Pemuliaan Tanaman dan Hewan

KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

Pemamfaatan jerami padi fermentasi dengan menggunakan teknologi. pengepresan Jerami sebagai sumber pakan sapi untuk meningkatkan

OPERASIONAL PROGRAM TEROBOSAN MENUJU KECUKUPAN DAGING SAPI TAHUN 2005

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

Dalam Konteks Pendalaman Materi Ajar di Sekolah. Adi Rahmat Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI

Kisi-Kisi Uji Kompetensi Awal Program Studi Keahlian Agribisnis Produksi Ternak

PENDAHULUAN Latar Belakang

UMUR SAPIH OPTIMAL PADA SAPI POTONG

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

BIODIVERSITY & BIOSAFETY Ir. Sri Sumarsih, MP. Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.

PENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pendek, yaitu pada umur 4-5 minggu berat badannya dapat mencapai 1,2-1,9 kg

Ruang lingkup kegiatan Laboratorium Balai Penelitian Ternak sebagai berikut :

Sejarah Perkembangan Bioteknologi

BAB I PENDAHULUAN. khususnya daging sapi dari tahun ke tahun di Indonesia mengalami peningkatan

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

PENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh

TEKNOLOGI JERAMI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN TERNAK Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si Widyaiswara Muda

Transkripsi:

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PETERNAKAN DITINJAU DARI ASPEK BIOLOGI MOLEKULER H. Sofjan Sudardjad D. Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan Jl.Harsono RM. No. 3 Gedung C Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12550 PENDAHULUAN Salah satu misi penting Pembangunan Peternakan adalah penyediaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) yang cukup, baik secara kuantitas maupun kualitas untuk memenuhi kebutuhan dan konsumsi masyarakat. Oleh karena itu Pembangunan Peternakan merupakan bagian dari upaya perwujudan Ketahanan Pangan Nasional. Di dalam Undang-Undang No. 7 tahun 1996, Ketahanan Pangan didefinisikan selain sebagai kondisi terpenuhinya pangan (pangan yang cukup, baik jumlah dan mutunya), tetapi juga harus aman, murah dan terjangkau. Pangan produk hewani rekayasa genetik selama ini telah banyak kita manfaatkan sejauh produk rekayasa genetik tersebut telah terbukti aman untuk manusia dan lingkungan. Rekayasa genetik pangan produk hewani dapat berupa daging, telur dan susu serta produk-produk ikutannya. Rekayasa genetik pada dasarnya adalah bagian dari bioteknologi atau teknologi maju yang dijadikan wahana peningkatan kualitas SDM suatu bangsa yang akan menentukan masa depan bangsa dan negeri itu. Dengan bioteknologi modern, kita dapat mentransformasikan informasi genetik dari satu jenis makhluk hidup lainnya yang fungsinya agar bisa meningkatkan kualitas hidup umat manusia. Rekayasa genetik pangan produk hewani paling tidak akan memiliki 2 dampak penting, pertama, meningkatnya efisiensi dan produksi untuk pemenuhan konsumsi manusia, dan kedua adalah penyediaan pangan hewani akan bermanfaat untuk faktor kualitas SDM, karena pada dasarnya pangan hewani mengandung asam amino essensial yang sifatnya irreversible. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2002 konsumsi daging penduduk Indonesia adalah 5,25 kg/kap/tahun, telur 5,55 kg/kap/ tahun dan susu 1,28 kg/kap/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi protein hewani asal ternak di Indonesia terendah di Asia, dan baru sekitar 4,61 gram/kap/hari atau sekitar 77 persen dari yang dianjurkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (LIPI) sesuai dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yaitu ratarata sebesar 6 gram/kap/hari. Dengan demikian peluang peningkatan pangan produksi hewani tersebut masih cukup besar. Namun dalam pelaksanaannya di lapangan tidak harus mengorbankan pendapatan petani, karena pada dasarnya 187

peningkatan produksi sebagai bagian dari sistem agribisnis berbasis peternakan adalah untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani. Sehingga rekayasa genetik pangan produk hewani dipetik manfaat yang sebesar-besarnya oleh para peternak, bukan semata-mata oleh swasta besar atau hanya untuk kepentingan konsumen. Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 1 No. 3, September 2003 : 187-191 188 PERKEMBANGAN BIOLOGI MOLEKULER (BIOTEKNOLOGI) Pada dasarnya secara selektif bioteknologi terdiri dari bioteknologi konvensional dan bioteknologi mutakhir. Bioteknologi konvensional merupakan proses rekayasa teknologi yang masih terbatas pada mikroba sel yang menyentuh bagian luarnya saja, seperti proses fermentasi dan produksi vaksin. Sedangkan bioteknologi mutakhir, proses rekayasanya telah menyentuh struktur sel bagian dalam (merupakan rekayasa genetik), seperti manipulasi struktur sel, antibodi monoklonal dan kultur sel, atau kultur jaringan. Beberapa pengertian tentang bioteknologi peternakan sudah dirumuskan, antara lain didefinisikan bahwa bioteknologi peternakan adalah pemanfaatan proses biologis melalui rekayasa genetik dan rekayasa proses untuk menghasilkan ternak dan produk peternakan yang berkualitas. Sedang menurut Soehadji (1995), bioteknologi adalah suatu penerapan biosains dan teknologi, yang menyangkut aplikasi organisme hidup atau komponen subselulernya untuk menghasilkan produk dan jasa serta pengelolaan lingkungan. Bioteknologi di dunia pada saat ini perkembangannya sangat pesat. Bioteknologi telah diaplikasikan di berbagai bidang antara lain : bidang kedokteran, pertanian, peternakan dan bidang-bidang lainnya, bahkan pada bidang pertahanan keamanan (persenjataan). Di Indones ia dan negara yang sedang berkembang lainnya, aplikasi bioteknologi masih terbatas dan masih harus digali dan dikembangkan terutama bioteknologi generasi baru yang didasarkan pada prinsip-prinsip bioteknologi molekuler dan rekayasa genetik. Agar tidak terlalu jauh ketinggalan dengan negara lain mengenai pengembangan dan aplikasi bioteknologi ini, maka di bidang peternakan sedang dilakukan pengendalian dan rintisan aplikasi yang perlu mendapat dukungan penelitian. Aplikasi bioteknologi di bidang peternakan yang sedang digarap meliputi tiga bidang utama, yaitu: 1. Bioteknologi reproduksi yang terdiri dari inseminasi buatan, embryo transfer, dan rekayasa genetik yang meliputi 19 jenis hewan/ternak yang perlu dikembangkan. 2. Bioteknologi pakan ternak yang terdiri dari bioteknologi pakan hijauan dan konsentrat. 3. Bioteknologi/biologi molekuler di bidang kesehatan hewan dan produksi ternak yaitu bahan vaksin dan bahan obat (antibiotik, probiotik, immunoregulator hormon dan lainnya).

KEBIJAKAN PENGEMBANGAN BIOLOGI MOLEKULER Bioteknologi Reproduksi Dalam hal bioteknologi reproduksi akan dikembangkan inseminasi buatan (IB), Embrio Transfer (ET) dan bibit ternak. Untuk IB akan lebih dikembangkan ke arah sexing sperma untuk memenuhi permintaan lahirnya jenis kelamin tertentu, misalnya untuk sapi perah jenis kelamin betina lebih diminati daripada anak jantan, dan untuk sapi potong kelahiran anak jantan lebih diharapkan. Selain itu IB akan dikembangkan kemungkinannya pada ternak-ternak lainnya selain sapi. Seiring dengan itu akan dimanfaatkan monoclonal antibody untuk teknik diagnosa dini kebuntingan. Untuk ET yang merupakan generasi II bioteknologi reproduksi diarahkan pada pengembangan generasi berikutnya yang meliputi embryo splitting dan cloning, embryo sexing dan transgenic. Untuk itu perlu dikembangkan teknik-teknik superovulasi, sinkronisasi birahi, koleksi ova dari Rumah Potong Hewan, invitrofertilizzation dan lain sebagainya. Untuk bibit ternak (breeding) akan dikombinasikan metoda dan program konvensional dengan bioteknologi genetika molekuler, seperti teknik DNA rekombinan, sehingga perbaikan mutu genetik dapat dipercepat. Generasi selanjutnya dari teknologi ini adalah pemindahan gene (gene transfer). Bioteknologi Pakan Ternak Bioteknologi pakan ternak mencakup hijauan makanan ternak (HMT) dan pakan konsentrat. Untuk HMT sasarannya adalah pemanfaatan limbah pertanian, antara lain manipulasi mikroba rumen dengan memanfaatkan gene selulosa dalam mikroba untuk menghasilkan enzim selulase, pemecah selulosa menjadi gula dan lignin. Dengan demikian kualitas pakan akan lebih meningkat kadar proteinnya dan menurunkan serat kasar. Sedangkan pakan konsentrat diantaranya adalah penggunaan Bovine Somato Tropin (BST) sebagai pemacu tumbuh ( growth promotor) dan pemakaian zat bela agonis buatan. Walaupun demikian perlu dipikirkan pelarangan akibat dampak penggunaan BST dan bela agonis. Bioteknologi Molekuler di Bidang Kesehatan Hewan Pada ruang lingkup ini adalah bahan vaksin, bahan diagnostik dan obatobatan. Bahan vaksin pemikirannya akan diarahkan pembuatannya tidak dari agen penyakit, tetapi dengan bioteknologi molekuler melalui berbagai metoda dan teknik, yaitu rekombinan DNA, antibody monoclonal dan peptida sintetik. Untuk bahan diagnostik akan dikembangkan suatu upaya diagnosa penyakit infeksi dengan antibody monoclonal dan hibridisasi asam inti. Demikian juga untuk diagnosa kebuntingan. Untuk bahan obat-obatan terkait dengan bioteknologi sistem kekebalan melalui immunomodulator dengan teknik cloning rekombinan 189

DNA. Hormon reproduksi dan pertumbuhan dengan antara lain teknologi syntesa peptida, dan teknologi murine hybridoma monoclonal antibodies. BIOSAFETY Produk-produk biologik ini beragam bentuk dan asalnya, seperti berupa molekul-molekul makhluk hidup, antibodies yang berasal dari mencit, dan ada yang dalam bentuk polypeptida dengan berat molekul kecil (seperti glucagons dengan 29 asam amino) atau bermolekul besar (erythropoeitin dengan asam amino lebih dari 500 buah) dihasilkan dengan teknologi rekombinan DNA yang mengandalkan peran Echerichia coli, Sacharomyces cervicae, menggunakan biakan sel dan cairan asites dari mencit. Oleh karena itu, produk-produk bioteknologi baru tidak menutup kemungkinan dapat menimbulkan efek-efek sampingan yang merugikan. Untuk menjamin keselamatan penggunaan maka produk-produk bioteknologi baru harus dievaluasi dengan seksama. Pengawasan kualitas (quality control) biasanya dilakukan terhadap kemungkinan terbentuknya antigen baru (neoantigen), kontaminasi dengan mikroorganisme, fragmen-fragmen DNA, pyrogen dan sel-sel yang bersifat oncogenik (karena penggunaan sel-sel mamalia untuk produksi memerlukan sel-sel tumor dan vektor virus). Bahaya yang mungkin timbul tidak saja terdapat pada produk yang dihasilkan, tetapi juga harus diperhatikan bahaya yang ditimbulkan oleh organisme yang digunakan dan dari organisme setelah dilakukan manipulasi genetik sebelum dilakukan pemeriksaan produknya sendiri. Pemantauan atau pengecekan terhadap bahaya yang mungkin timbul dari organisme dan prosesnya biasa disebut penentuan bahaya yang dikandung (hazard assessment) sedangkan pengecekan produknya sendiri biasa disebut penentuan keamanan produk (safety assessment). Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 1 No. 3, September 2003 : 187-191 190 BIOETIKA Dalam bioteknologi, isu mengenai bioetika memerlukan perhatian penting, karena dapat menjadi isu politis. Hal ini dimungkinkan karena rekayasa DNA dapat saja memberikan alternatif yang tak terbatas terhadap kemungkinan dibuatnya makhluk hidup dengan karakter baru. Dengan demikain kemungkinan timbulnya individu-individu baru dan dampaknya memerlukan pertimbanganpertimbangan etika dalam suatu rumusan bioetika yang disepakati bersama. Namun karena keterbatasan kita dalam pemecahan masalah dan dampak dari bioteknologi tersebut, diperlukan kompromi-kompromi. Dengan demikian aplikasi bioetika di masyarakat mau tidak mau harus mempertimbangkan keuntungan yang mungkin diperoleh untuk kesejahteraan umat. Dan akhirnya kita menerima produk bioteknologi tersebut.

Namun demikian di tingkat nasional hendaknya ada Komisi Bioetika yang dapat memberikan fatwa yang obyektif tentang manfaat atau dampak pemanfaatan bioteknologi tersebut untuk kesejahteraan manusia. Komisi Etika Nasional ini mempunyai networking yang harus kredibel dengan pakar, Lembaga Penelitian dan Masyarakat. 191