BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rika Nurjanah, 2013

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. berlandaskan pada kurikulum satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan. masyarakat secara mandiri kelak di kemudian hari.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional bab I pasal (1), disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eva Agustina,2013

BAB I PENDAHULUAN. teknologi komunikasi dewasa ini, menuntut individu untuk memiliki berbagai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Heni Sri Wahyuni, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Sesuai dengan yang termuat dalam Undang-Undang Republik

BAB I PENDAHULUAN. bahwa pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inquiri ilmiah (Scientific

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nur Inayah, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan paparan mengenai pendidikan tersebut maka guru. mengembangkan seluruh potensi yang ada dalam dirinya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian diri, kepribadian kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang. diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Mella Pratiwi, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Atamik B, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. yang wajib dipelajari di Sekolah Dasar. Siswa akan dapat mempelajari diri

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip dasar pembelajaran IPA antara lain adalah prinsip keterlibatan, prinsip

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanty Tiarareja, 2013

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mengamati, menentukan subkompetensi, menggunakan alat dan

BAB I PENDAHULUAN. terlihat pada rendahnya kualitas pendidikan, dengan adanya kenyataan bahwa

sendiri dari hasil pengalaman belajarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan pengalaman peneliti mengajar IPA di MTs Negeri Jeketro,

BAB I PENDAHULUAN. tanggung jawab terhadap pembentukan sumber daya manusia yang unggul. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 19 ayat (1) tentang Standar Proses, pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) sebaiknya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja

Meningkatkan Hasil Belajar IPA Konsep Cahaya Melalui Pembelajaran Science-Edutainment Berbantuan Media Animasi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yaitu 19 orang siswa mendapat nilai di bawah 65 atau 47,5%. Sedangkan nilai

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia akan tetapi semua pihak, baik guru, orang tua, maupun siswa sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. mempersiapkan peserta didik mengikuti pendidikan menengah. Salah satu bidang

BAB II KAJIAN TEORI. Pembelajaran merupakan proses komunikasi du arah, mengajar dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan untuk mencapai Standar Kompetensi Kulusan (SKL). Selain

I. PENDAHULUAN. prasarana pendidikan, pengangkatan tenaga kependidikan sampai pengesahan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip saja tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan proses interaksi yang mendorong terjadinya belajar. Peran serta pendidikan mempunyai

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER OLEH MAHASISWA CALON GURU FISIKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia dibutuhkan. pendidikan, karena pendidikan merupakan wahana untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 1).

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dede Sofiatun,2013

A. Latar Belakang. Ratih Leni Herlina, 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sesuai dengan Undang-Undang Dasar RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional, lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Proses pendidikan berlangsung dalam suatu kegiatan sosial antara peserta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Widhi Anugrah Sukma Gemilang, 2013

BAB I PENDAHULUAN. pemikiran secara ilmiah. Hal ini sangat berguna untuk menciptakan siswa untuk

Penerapan Pendekatan Paikem Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Pokok Bahasan Energi dan Kegunaanya di Kelas IV SDN 4 Kamalu Tolitoli

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kualifikasi guru, penyempurnaan kurikulum, pengadaan buku dan alat

BAB I PENDAHULUAN. penjelasan dari peneliti saja. Pembelajaran tidak berhasil dengan baik,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya pendidik untuk membantu

I. PENDAHULUAN. sepanjang hayat (long life education). Hal ini sesuai dengan prinsip

BAB I PENDAHULUAN. yang terpenting dalam meningkatkan kualitas maupun kompetensi manusia, agar

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

I. PENDAHULUAN. Proses pembelajaran fisika seringkali dianggap susah oleh siswa karena cara

V. KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan kegiatan pembelajaran IPA dengan pendekatan pembelajaran

BAB I PENDAHULUAN. kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsipprinsip

2015 ANALISIS NILAI-NILAI KARAKTER, KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN PENGUASAAN KONSEP SISWA PADA TOPIK KOLOID MELALUI PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

BAB I PENDAHULUAN. diawasi agar terlaksana secara efektif dan efisien. Rusman (2012:4) mengemukakan proses

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Iva Sucianti, 2013

KOLABORASI MEDIA GAMBAR DAN MODEL PEMBELAJARAN BOTLE DANCE PADA MATERI PENINGGALAN SEJARAH

BAB I PENDAHULUAN. aspek kurikulum, dan aspek belajar mengajar (Majid, 2014: 86). Dari pernyataan

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Pembelajaran IPA IPA merupakan ilmu yang mempelajari tentang alam yang sesuai dengan kenyataan dan

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 2013, hlm Ismail, Strategi Pembelajaran Agama Islam Berbasis PAIKEM, Rasail Media Group, Semarang, 2008, hlm.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. pembelajaran. Karena itu guru harus dapat membuat suatu pengajaran menjadi

PENERAPAN PAIKEM PADA MATERI MENJELANG PROKLAMASI KEMERDEKAAN INDONESIA (Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar)

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui kegiatan interaksi dengan lingkungannya. Perubahan-perubahan

BAB I PENDAHULUAN. dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU SISDIKNAS 2003, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. hlm E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung: PT. Rosdakarya, 2010),

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Penerapan Pendekatan Inquiri untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran IPA di SDN Siumbatu

BAB I PENDAHULUAN. sains yang semula berasal dari bahasa Inggris science. Kata science sendiri berasal

MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN HASIL BELAJAR KELAS VII C SMP NEGERI 1 KUSAN HILIR DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA KONSEP EKOSISTEM

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatan mutu pendidikan pemerintah. mengeluarkan berbagai kebijakan. Salah satu kebijakannya adalah mengganti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB I PENDAHULUAN. V SDN 02 Jatiharjo, Jatipuro, Karanganyar. 1. Nilai ulangan Formatif banyak yang kurang memenuhi KKM.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Elis Juniarti Rahayu, 2013

BAB I PENDAHULUAN. teknologi memiliki peranan penting dalam memberikan pemahaman mengenai

PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPA SISWA MELALUI METODE DISCOVERY DI KELAS VI SEKOLAH DASAR NEGERI 16 PADANG

BAB I PENDAHULUAN. bahasa inggris Natural Sains secara singkat sering disebut Science. Natural

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang berkaitan dengan cara

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek yang berorientasi pada aktivitas siswa. Seperti yang dikemukakan pada Bab IV pasal 19 Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 mengemukakan bahwa: Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifivitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Dari peraturan pemerintah di atas bahwa pembelajaran tidak sekedar penyampaian pengetahuan dari guru ke siswa, akan tetapi dalam mengajar sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Dengan adanya rangsangan dari luar siswa termotivasi untuk belajar yang didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhannya, sehingga pembelajaran dapat berorientasi pada pencapaian tujuan. Agar tujuan dari pembelajaran dapat tercapai secara maksimal, maka guru perlu menciptakan atau mencari strategi yang tepat dengan keadaan sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa sehingga siswa mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Dengan demikian, diperlukan guru yang kreatif baik dalam meyiapkan kegiatan belajar maupun dalam proses pembelajaran berlangsung dengan mengaturnya agar menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh. Dari sana tercipta suasana pembelajaran yang kondusif, suasana pembelajaran yang menantang, dan mampu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan. Hal ini penting, karena dalam pembelajaran guru memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan, baik sebagai perencana, pelaksana, maupun evaluator pembelajaran. Dengan demikian kemampuan 1

2 professional guru dalam menciptakan pembelajaran yang berkualitas sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan secara keseluruhan. Dalam kegiatan pembelajaran, unsur yang penting adalah bagaimana guru dapat merangsang dan mengarahkan siswa dalam suasana belajar, yang pada dasarnya dapat mendorong siswa beraktivitas dalam pembelajaran secara penuh dalam rangka pencapaian hasil belajar secara optimal. Salah satu keberhasilan pendidikan dalam tataran level kelas adalah tatkala seorang guru mampu membangun motivasi belajar para siswanya yang ditandai dengan siswa ikut berpartisipasi aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan dalam pembelajaran. Hal ini senada dengan pernyataan yang diungkapkan Sanjaya (2010:30) bahwa siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik manakala ada dalam suasana yang menyenangkan, merasa aman dan bebas dari rasa takut. Sehingga motivasi dalam pembelajaran penting untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Jika siswa-siswa itu dapat terbangkitkan motivasi belajarnya, maka kesulitan dalam materi pelajaran dan proses pembelajaran yang diikutinya dapat teratasi, sehingga peserta didik akan menjalaninya dengan enjoy dan relax. Penciptaan suasana belajar yang menyenangkan akan membangkitkan minat belajar siswa, karena jika siswa belajar dalam keadaan tertekan maka siswa tidak akan dapat menyerap pembelajaran secara maksimal. Dengan suasana yang menyenanggkan, sehingga siswa dapat berkreasi secara bebas dalam mengembangkan imajinasinya dan kemampuan berpikir siswa dapat dipergunakan secara optimal. Sehingga dalam menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, suasana kelas perlu direncanakan dan dibangun sedemikian rupa dengan menggunakan model pembelajaran yang tepat dengan minat dan kebutuhan siswa agar siswa dapat berkembang secara optimal dalam mengembangkan kreativitasnya. Oleh karena itu, seharusnya dalam kegiatan pembelajaran, siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran berpusat pada siswa, guru berperan sebagai pembimbing, motivator dan fasilitator, sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung menjadi lebih hidup. Walaupun demikian, temuan peneliti dilapangan selama melakukan observasi langsung terhadap proses pembelajaran di kelas II SDN Pasir Wangi ketika

3 proses pembelajaran masih banyak siswa yang ribut dan mengerjakan aktivitas lainnya, sehingga siswa banyak yang kurang fokus. Hal ini juga terbukti dengan adanya siswa yang bolos setiap harinya. Dalam pembelajaran berlangsung banyak siswa yang cenderung pasif dalam pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran hanya sebagai penerima informasi apa yang disampaikan, kegiatannya hanya sekedar menerima informasi dan mencatat apa yang ditulis guru dipapan tulis. Dari sistem pembelajaran seperti itu, tidak melatih siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Sehingga, hasil ulangan pembelajaran sains siswa, yang tuntas KKM hanya 15 orang atau 50% dari yang berjumlah 30 orang. Kemampuan siswa pada pembelajaran sains belum berkembang secara optimal. Hal ini terlihat, ketika siswa mengerjakan soal sering bertanya, karena ketidaktahuan mereka dalam menjawab soal-soal yang diberikan. Kondisi tesebut merupakan permasalahan yang harus segera diatasi, karena apabila hasil belajar sains di kelas II rendah maka akan mendapatkan kesulitan dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari mereka. Pasalnya sains sangat erat kaitannya dengan lingkungan sekitar yang langsung berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Dalam KTSP IPA untuk SD/MI disebutkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa faktafakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar. Berdasarkan pengertian di atas dalam menerapkan pada kehidupan sehari-hari yang disesuikan dengan dunia anak sebagai pusat lingkungan dengan pemaknaan

4 secara menyeluruh yang berangkat dari hal yang bersifat kongkrit. Untuk itu guru dituntut untuk kreatif dalam mendesain model pembelajaran yang disenangi oleh anak dan bermakna bagi siswa sehingga siswa dapat menghubungkan konsep yang dipelajarinya dengan dunia anak dalam kehidupan sehari-hari secara holistik. Dengan demikian, siswa diharapkan dengan mudah memahami materi yang diberikan. Dalam mendesain model sesuai dengan permasalahan di atas, yaitu dengan penerapan PAIKEM Gembrot yang menekankan peserta didik baik secara individu maupun kelompok untuk aktif mencari, menggali dan menemukan konsep serta prinsip-prinsip secara holistik dan otentik. Oleh karena itu dalam pelaksanaan memerlukan sarana dan prasarana, bahan ajar, sumber belajar, serta pembelajaran pendukung yang cukup bagi proses pembelajaran. Prinsip holistik dan otentik sesuai dengn pengertian PAIKEM Gembrot yang merupakan gabungan anatarbidang kajian yang dalam pelaksanaanya tidak terpisah-pisah menjadi satu kesatuan dan keterpaduan. Hal ini memberikan implikasi terhadap guru yang mengajar di kelas. Menurut Depdiknas (2006), bahwa PAIKEM Gembrot memerlukan guru yang kreatif baik dalam kegiatan/pengalaman belajar bagi siswa juga dalam memilih kompetensi dari berbagai mata pelajaran dan mengaturnya agar pembelajaran menjadi lebih bermakna, menarik, menyenangkan dan utuh. (Ahmadi dan Amri: 2011:58). Suasana belajar yang menyenangkan akan membuat guru mampu menyampaikan materi pembelajaran dengan baik, di pihak lain siswa akan dapat menerima materi dengan senang, sehingga apa yang disampaikan oleh guru akan lebih cepat diterima siswa. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti peneliti mengajukan judul PENERAPAN PAIKEM GEMBROT UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SAINS DI KELAS II SEKOLAH DASAR. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, yang menjadi masalah dalam penelitian ini adalah apakah PAIKEM Gembrot dapat meningkatkan hasil belajar

5 sains di kelas II Sekolah Dasar? Dari permasalahan di atas penulis merumuskan masalah dengan pertanyaan sebagai berikut. 1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran melalui penerapan PAIKEM Gembrot di kelas II SDN Pasirwangi? 2. Bagaimanakah pelaksanaan pembelajaran melalui penerapan PAIKEM Gembrot di kelas II SDN Pasirwangi? 3. Bagaimankah peningkatan hasil belajar sains siswa melalui penerapan PAIKEM Gembrot di kelas II SDN Pasirwangi? C. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelian ini untuk memperoleh gambaran tentang penerapan PAIKEM Gembrot dapat meningkatkan hasil belajar sains di kelas II Sekolah Dasar. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah. 1. Memperoleh gambaran tentang perencanaan pembelajaran melalui PAIKEM Gembrot di kelas II SDN Pasirwangi. 2. Memperoleh gambaran tentang pelaksanaan pembelajaran melalui PAIKEM Gembrot di kelas II SDN Pasirwangi. 3. Memperoleh gambaran peningkatan hasil belajar sains siswa melalui penerapan PAIKEM Gembrot di kelas II SDN Pasirwangi. D. Manfaat Hasil Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Bagi siswa Dengan mendapatkan pengalaman penerapan PAIKEM Gembrot di kelas II siswa dapat meningkatkan pemahamannya pada pembelajaran sains dan menjadi pembelajaran yang partisipatif aktif, inovatif, kreatif, menyenagkan gembira dan berbobot sehingga siswa memperoleh pembelajaran yang holistik sesuai dengan tingat perkembangannya. 2. Bagi guru a. Memberikan gambaran penerapan PAIKEM Gembrot dalam meningkatkan hasil belajar sains di kelas II

6 b. Menjadikan penelitian ini sebagai referensi untuk dapat menerapkan PAIKEM Gembrot di kelas. 3. Bagi peneliti lain Memberikan suatu masukan yang diharapkan dapat dijadikan sebagai studi banding dan dasar pemikiran bagi timbulnya gagasan-gagasan baru dalam dunia pendidikan khususnya dalam mengembangkan pembelajaran sains di SD yang inovatif. 4. Bagi Sekolah SDN Pasirwangi dapat menjadikan hasil pebelitian ini sebagai bahan pertimbangan dalam menerapkan PAIKEM Gembrot dalam menerapkan pembelajaran di sekolah sebagai pendukung keberhasilan kegiatan pembelajaran. E. Hipotesis Tindakan Penerapan PAIKEM Gembrot dapat meningkatkan hasil belajar sains di kelas II-A SDN Pasirwangi. F. Definisi Operasional Berikut ini diuraikan variabel-variabel dalam penelitian ini, yaitu: 1. PAIKEM Gembrot Menurut Ahmadi dan Amri (2011:19) PAIKEM Gembrot merupakan suatu model pembelajaran yang memadukan beberapa materi pembelajaran dari berbagai standar kompetensi dan kompetensi dasar dari satu atau beberapa mata pelajaran. Jadi, PAIKEM Gembrot adalah bentuk pembelajaran yang menggunakan tema tertentu untuk mengaitkan antarisi mata pelajaran dengan mengaitkan kehidupan sehari-hari siswa dan menjadikan proses pembelajaran yang efektif dan menarik yang melibatkan siswa secara partisipatif, aktif, inovatif, kreatif, gembira dan berbobot sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. 2. Hasil Belajar

7 Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah mengikuti pembelajaran. Bloom dalam (Sudjana, 2010:22) mengklasifikasikan hasil belajar dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Pencapaian hasil belajar pada ranah kognitif dilihat dari hasil nilai evaluasi siswa kelas II SDN Pasirwangi pada tema lingkungan alam setelah melakukan pembelajaran dengan penerapan PAIKEM Gembrot. Pengukuran hasil belajar pada ranah afektif dan psikomotor diukur dengana menggunakan lembar obsrvavasi ketika siswa melakukan pengamatan dan permainan yang berpedoman pada LKS yang dilaporkan oleh observer. 3. Sains Sains berasal dari kata science yaitu istilah yang mengacu pada masalahmasalah kealaman (nature). Secara sederhana sains didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala alam. Sains juga merupakan bagian dari ilmu pengetahuan yang terdiri atas fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip dan teori-teori yang merupakan produk dari proses ilmiah. (Samatowa,U: 2007:19). Sains dalam penelitian ini adalah pembelajaran IPA yang disusun secara komprehensif dan terpadu yang bertemakan lingkungan alam. Dengan pendekatan tersebut diharapkan akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan.