Profesionalisme POPT dan Tantangan Pembangunan Pertanian

dokumen-dokumen yang mirip
PROFESIONALISME DAN PERAN PENYULUH PERIKANAN DALAM PEMBANGUNAN PELAKU UTAMA PERIKANAN YANG BERDAYA

Rencana Kinerja Tahunan 2013

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

5 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyuluh Pertanian Dalam UU RI No. 16 Tahun 2006 menyatakan bahwa penyuluhan pertanian dalam melaksanakan tugasnya

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

Dalam lingkungan Pemerintahan, setiap organisasi/skpd berkewajiban. misi tersebut. Simamora (1995) mengatakan bahwa sumber daya yang dimiliki

2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Luwu Timur dan Kabupaten Mamuju Utara di Provinsi Sulawesi Selatan (Lembaran Negara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

RENCANA KINERJA TAHUNAN TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. ternyata mendorong meningkatnya permintaan dan kosumsi komoditas-komoditas

Rencana Strategis Tahun

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 Pokok-pokok pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi pembangunan Tenaga Kerja Industri dan penggunaan konsultan Industri, pemanfaatan dan

BAB II VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PENYULUHAN DAN KEBERADAAN PENYULUH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BONE NOMOR 5 TAHUN 2010

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Pendidikan, Standardisasi dan Sertifikasi Profesi Pertanian. Tahun 2013

PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

Renstra BKP5K Tahun

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUARA ENIM NOMOR 5 TAHUN 2008

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

I. PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan aset yang mempunyai peranan penting

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

UU Nomor 16 Tahun 2006 Tentang SISTEM PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN (SP3K)

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KOORDINASI PENYULUHAN

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 VISI KABUPATEN BENGKULU TENGAH

BAB IV. VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

dan antar pemangku kepentingan pembangunan. Keseimbangan diartikan sebagai keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial,

Tujuan pembelajaran:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2009 TENTANG

I. PENDAHULUAN. tantangan, menyesuaikan diri dalam pola dan struktur produksi terhadap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tabel 5.1 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Kab. Minahasa Selatan MISI TUJUAN SASARAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

WALIKOTA BALIKPAPAN PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

-2- Mengingat : Pasal 20 dan Pasal 21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REP

TELAAHAN PENINGKATAN KAPASITAS PENYULUHAN PERIKANAN: TUGAS PUSAT ATAU TUGAS DAERAH?

BAB I PENDAHULUAN. Ketatnya persaingan dalam lapangan kerja menuntut lembaga pendidikan

RENCANA KERJA TAHUNAN (RKT) Pusat Penyuluhan Pertanian. Tahun 2013

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA. Nomor : 6 Tahun : 2011 Seri : D Nomor : 6 PERATURAN DAERAH KABUPATEN MALUKU TENGGARA NOMOR 6 TAHUN 2011

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi daerah dan nasional. Pertanian yang berkelanjutan

Semakin tinggi tingkat pendidikan petani akan semakin mudah bagi petani tersebut menyerap suatu inovasi atau teknologi, yang mana para anggotanya terd

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

PERAN PEREMPUAN DALAM PERKEMBANGAN INDUSTRI KECIL (Studi Kasus: Perempuan dalam Industri Batik di Kabupaten Banyumas) TUGAS AKHIR

2014/05/04 10:09 WIB - Kategori : Warta Penyuluhan, Artikel Penyuluhan GERAKAN BANGGA PENYULUH PERIKANAN

PENGANTAR. Ir. Suprapti

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ETIKA SOSIAL.

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB I PENDAHULUAN. diamati dan dikaji. Otonomi acap kali menjadi bahan perbincangan baik di

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

KATA PENGANTAR. Malang, Mei 2012 Ketua, Ir. Mulyo Nugroho Sarwoto, MSi NIP

PEDOMAN PENILAIAN BALAI PENYULUHAN KECAMATAN BERPRESTASI BAB I PENDAHULUAN

VI. RANCANGAN PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN MELALUI PENGEMBANGAN PETERNAKAN

BAB IV VISI, MISI DAN STRATEGI PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 61/Permentan/OT.140/11/2008 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBIAYAAN, PEMBINAAN, DAN PENGAWASAN PENYULUHAN PERTANIAN, PERIKANAN, DAN KEHUTANAN.

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BUPATI NGANJUK PERATURAN DAERAH KABUPATEN NGANJUK NOMOR 05 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI TEMANGGUNG PERATURAN BUPATI TEMANGGUNG NOMOR : 31 TAHUN 2009 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TEMANGGUNG,

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

I. PENDAHULUAN. Dalam rangka meningkatkan kontribusi sektor pertanian terhadap

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.42/Menhut-II/2012 TENTANG PENYULUH KEHUTANAN SWASTA DAN PENYULUH KEHUTANAN SWADAYA MASYARAKAT

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan diri, pendidikan merupakan upaya meningkatkan derajat. kompetensi dengan tujuan agar pesertanya adaptable

RENCANA INDUK PENGEMBANGAN (RIP)

BAB I PENDAHULUAN. wilayah tanah air Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI DESA, PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL, DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

TABEL KETERKAITAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV VISI MISI, TUJUAN, SASARAN STRATEGI DAN KEBIJAKAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LEMBATA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TABEL 6.1 STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

Transkripsi:

Profesionalisme POPT dan Tantangan Pembangunan Pertanian Oleh : Amaliah, S.P Pendahuluan Kita maklumi bersama bahwa tantangan SDM ke depan didalam pelaksanaan pekerjaan akan menjadi semakin kompleks dan sulit diterka perkembangannya, sistem dan kelembagaan pengembangan kompetensi memegang peran penting dalam upaya memenuhi kualitas dan produktivitas sesuai yang diharapkan. Tak pelak fenomena ini terjadi pada SDM Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT). POPT adalah salah satu komponen esensial dalam sistem penyuluhan pertanian. Fungsi dan peran POPT dalam sistem penyuluhan pertanian, yaitu: (1) memfasilitasi proses pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha, (2) mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya, (3) meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha, (4) membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik dan berkelanjutan, (5) membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha, (6) menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan, dan (7) melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama dan pelaku usaha secara berkelanjutan. Untuk melaksanakan fungsi dan peran tersebut, menuntut adanya peningkatan kompetensi POPT guna mewujudkan POPT yang profesional. Berkait dengan fenomena tantangan SDM tersebut, maka pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (UUSP3K) mengamanatkan bahwa pekerjaan

Penyuluh Pertanian merupakan profesi. Sehingga tuntutan untuk meningkatkat Profesional POPT sebagai bagian dari penyuluh pertanian merupakan salah satu langkah strategis untuk mewujudkan pengamanan produksi. Transformasi Struktural dan Tantangan Pembangunan Pertanian Secara makro, kebijakan dan program pembangunan pertanian ditetapkan dengan memperhatikan transformasi struktural yang terjadi dalam pembangunan nasional yang meliputi : (1) transformasi intersektoral, (2) transformasi spasial, (3) transformasi demografi, (4) transformasi institusional dan (5) transformasi tatakelola pembangunan. Transformasi intersektoral diawali dengan dominansi sektor pertanian hingga penurunan peran sektor pertanian dalam penciptaan Produk Domestik Bruto dan penurunan absolut jumlah tenaga kerja di sektor pertanian yang dikenal dengan Lewis Turning Point Theory. Kegagalan dalam transformasi intersektoral akan membawa suatu bangsa terperangkap dalam kerawanan pangan dan kemiskinan kronis (Sapto Husodo, 2012). Transformasi spasial berkaitan dengan perubahan lokasi, agglomerasi ekonomi, dan relasi geografis kegiatan ekonomi. Dalam konteks pembangunan nasional di Indonesia, transformasi spasial diwujudkan dengan telah disusunnya pendekatan pembangunan koridor ekonomi dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI). Tantangan dan peluang dinamika lingkungan strategis mendorong perlunya menetapkan misi pembangunan pertanian yang lebih tajam sebagai langkah strategis mewujudkan visi Sistem Pembangunan Pertanian Terpadu khususnya berkaitan dengan pengembangan sistem inovasi berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi maju, serta pengembangan SDM. Meningkatkan Profesionalisme POPT Sebagai Upaya Mewujudkan Keberhasilan Pengamanan Produksi Menurut Anoraga (1998), seorang profesional harus mampu memadukan unsur kemampuan teknis (kompetensi) dan kematangan etik, moral dan akal.

Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi profesional. Lebih lanjut dikemukakan bahwa, beberapa ciri profesionalisme, yaitu: (1) mengejar kesempurnaan hasil, (2) memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan, (3) sifat keteguhan dan ketabahan untuk mencapai hasil hingga tercapai, (4) mempunyai integritas tinggi, (5) memerlukan kebulatan pikiran dan perbuatan untuk mencapai efektivitas kerja yang tinggi. Senada dengan itu, Slamet et al. (1969) menyatakan bahwa profesionalisasi penyuluhan dapat dilakukan dengan mengacu kepada penerapan manajemen mutu terpadu, yakni pola manajemen penyuluhan yang memuat prosedur agar setiap orang dalam organisasi penyuluhan terus menerus memperbaiki jalan menuju sukses, dan dengan penuh semangat berpartisipasi dalam perbaikan pelaksanaan kerja. Penyuluhan dikatakan bermutu baik jika dapat memenuhi atau melebihi kebutuhan dan harapan pihak yang disuluh (sasaran). Agar penyuluhan dapat bermutu baik maka seluruh sumber daya harus dapat dipergunakan dengan baik, dan proses penyuluhan harus tetap berpegang pada falsafah dan prinsip penyuluhan. Berdasarkan pandangan tersebut diatas, maka ciri-ciri POPT yang professional adalah sebagai berikut: (a) mempunyai latar belakang keahlian dibidang pengendalian organisme pengganggu tanaman, (b) memahami betul posisi dan peranan dirinya sebagai pengendali organism pengganggu tanaman, (c) menguasai betul semua aspek yang berhubungan dengan pengendalian organisme pengganggu tanaman, (d) selalu mengejar kesempurnaan hasil melalui penerapan manajemen mutu terpadu dalam penyelenggaraan penyuluhan, (e) biasa belajar dan bekerja dengan penuh kesungguhan hati dan ketelitian, (f) mempunyai sifat teguh dan tabah serta tekad yang kuat untuk mencapai hasil, dan (g) mampu meyakinkan petani bahwa materi penyuluhan yang disampaikan akan membawa perbaikan bagi peningkatan produksi dan produktivitas usahataninya Peningkatan profesionalisme POPT harus dilihat sebagai proses antisipatif dalam rangka mengimbangi dinamika perubahan lingkungan strategis pembangunan pertanian termasuk sebagai upaya mewujudkan keberhasilan

pengamanan produksi. Saat ini untuk mewujudkan keberhasilan pengamanan produksi kita sedang menghadapi permasalahan penting berkaitan dengan penyuluhan pertanian yaitu terbatasnya jumlah POPT, minimnya sarana penyuluhan, rendahnya keterkaitan penyuluhan dengan aspek penelitian dan rendahnya insentif bagi POPT. Untuk itu diperlukan kebijakan-kebijakan antara lain meningkatkan jumlah tenaga POPT secara bertahap sehingga satu desa dilayani oleh satu orang POPT, pengembangan profesionalisme POPT, peningkatan fasilitas yang dibutuhkan POPT, dan peningkatan insentif bagi POPT. Saat ini profesi sebagai POPT belum diapresiasi sebagai sebuah profesi yang menjanjikan setara dengan profesi-profesi lain seperti dokter, akuntan, arsitek, bidan dan lain-lain. Demi untuk mewujudkan pengamanan produksi seharusnya POPT sebagai penyuluh pertanian layak dikembangkan menjadi sebuah profesi yang marketable dengan syarat: 1. Jasa POPT dalam proses penyuluhan telah dihargai oleh masyarakat konsumen mirip jasa konsultan, seperti yang terjadi di negara-negara maju. Meski demikian pemerintah tetap harus mengembangkan modelmodel penyuluhan pertanian sebagai public service yang diperuntukkan bagi petani-petani kecil yang tidak mampu membayar jasa konsultan. 2. Penyuluhan pertanian harus memiliki ruang lingkup kegiatan yang sangat komplek dan spesifik sehingga untuk dapat menguasainya seseorang harus memiliki kemampuan intelektual yang memadai dan harus menempuh pendidikan dan atau latihan khusus yang bersifat ekstensif. 3. Adanya standardisasi kompetensi POPT yang dirumuskan berdasarkan pada tuntutan kebutuhan konsumen. Seseorang yang telah memenuhi standar kompetensi tersebut akan mendapatkan sertifikat/lisensi untuk menjadi POPT yang profesional yang memiliki hak untuk memberikan layanan jasa penyuluhan pertanian kepada konsumen. 4. Adanya lembaga-lembaga pendidikan profesi penyuluhan pertanian yang menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai standar dan

lembaga sertifikasi profesi yang akan memberikan sertifikat kepada calon POPT. 5. Adanya asosiasi profesi POPT yang berwenang merumuskan standar kompetensi profesi POPT dan diakui sebagai wadah para POPT dalam mengembangkan profesionalismenya serta bebas dari kepentingankepentingan politis Penutup Kejayaan bangsa dimulai dari kesuksesan petaninya. Dibalik petani sukses, ada penyuluh pertanian yang tangguh dan andal. Keberhasilan itu tentu karena kesuksesan petani kita yang tak terlepas dari peran penting ujung tombak pembangunan pertanian Indonesia yaitu POPT, yang serta merta mendampingi, memberdayakan, dan menjadi fasilitator diseminasi teknologi dan inovasi bagi petani. Mau tak mau, dengan semakin meluasnya areal pertanian dan jumlah petani yang banyak, tingkat kebutuhan pertanian kita terhadap POPT yang kompeten dan profesional menjadi hal yang mutlak dan mendesak. POPT sebagai senjata mutakhir yang multifungsi dan serba bisa. Mulai dari memfasilitasi proses pembelajaran para petani, mengupayakan akses ke sumber informasi, teknologi, dan sumberdaya lainnya, meningkatkan kemampuan para petani terutama dalam hal pengendalian hama dan penyakit, sehingga petani petani berdaya saing tinggi, produktif, dan berkelanjutan di masa depan. POPT juga dituntut untuk dapat membantu menganalisis dan memecahkan masalah faktual secara mumpuni di lapangan. Tugas dan peran strategis POPT inilah yang menuntut mereka untuk bekerja lebih professional demi untuk mewujudkan keberhasilan pengamanan produksi. Daftar Pustaka Anoraga, P. 1998. Psikologi Kerja. Cet Ke-2. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sapto Husodo. 2012. Membangun Profesionalisme Penyuluh Pertanian Melalui Pendidikan Profesi. Portal Alumni STTP Magelang. Magelang Slamet, M., dan P.S. Asngari. 1969. Penyuluhan Peternakan. Jakarta: Dirjen Peternakan.