BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II LANDASAN TEORI SUNGAI DAN PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

PROSES DAN TIPE PASANG SURUT

KATA PENGANTAR. studi pada Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

STUDI KARAKTERISTIK MUARA SUNGAI BELAWAN SUMATERA UTARA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Arus. Pergerakkan horizontal massa air. Penyebab

BAB III 3. METODOLOGI

PENGANTAR OCEANOGRAFI. Disusun Oleh : ARINI QURRATA A YUN H

PEMODELAN ARUS PASANG SURUT DAN SEDIMEN MELAYANG DI MUARA SUNGAI BELAWAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

2. TINJAUAN PUSTAKA. utara. Kawasan pesisir sepanjang perairan Pemaron merupakan kawasan pantai

Analisis Angkutan dan Distribusi Sedimen Melayang Di Sungai Kapuas Pontianak Kalimantan Barat pada musim kemarau

BAB 6 MODEL TRANSPOR SEDIMEN DUA DIMENSI

Analisis Pengaruh Pola Arus dan Laju Sedimentasi Terhadap Perubahan

Pengertian Pasang Surut

BAB II STUDI LITERATUR

BAB III ANGIN, PASANG SURUT DAN GELOMBANG

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2. TINJAUAN PUSTAKA. Letak geografis Perairan Teluk Bone berbatasan dengan Provinsi Sulawesi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut pasang rendah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENDAHULUAN. Laut yang mengelilingi pulau-pulau di Indonesia membuat banyak terbentuknya

BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH. curah hujan ini sangat penting untuk perencanaan seperti debit banjir rencana.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN I-1

PERSYARATAN JARINGAN DRAINASE

KARAKTERISTIK PASANG SURUT DI PERAIRAN KALIANGET KEBUPATEN SUMENEP

KONDISI UMUM BANJARMASIN

Cetakan I, Agustus 2014 Diterbitkan oleh: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Pattimura

II TINJAUAN PUSTAKA Pas Pa ang Surut Teor 1 Te Pembentukan Pasut a. Teor i Kesetimbangan

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS TRANSPORT SEDIMEN DI MUARA SUNGAI SERUT KOTA BENGKULU ANALYSIS OF SEDIMENT TRANSPORT AT SERUT ESTUARY IN BENGKULU CITY

II. TINJAUAN PUSTAKA. Angin adalah massa udara yang bergerak. Angin dapat bergerak secara horizontal

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

PEMODELAN PREDIKSI ALIRAN POLUTAN KALI SURABAYA

BAB II SURVEI LOKASI UNTUK PELETAKAN ANJUNGAN EKSPLORASI MINYAK LEPAS PANTAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HIDROSFER I. Tujuan Pembelajaran

BAB V RENCANA PENANGANAN

9. Dari gambar berikut, turunkan suatu rumus yang dikenal dengan rumus Darcy.

Stadia Sungai. Daerah Aliran Sungai (DAS)

I. PENDAHULUAN II. TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN Latar Belakang

STUDI KARAKTERISTIK FISIK MUARA SUNGAI BATANG NATAL KABUPATEN MANDAILING NATAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Berikut ini beberapa pengertian yang berkaitan dengan judul yang diangkat oleh

BAB 2 DATA DAN METODA

BAB III PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN DATA

ANALISA LAJU SEDIMENTASI DI MUARA SUNGAI CILAUTEUREUN GARUT

BAB II. Tinjauan Pustaka

I. PENDAHULUAN. angin bertiup dari arah Utara Barat Laut dan membawa banyak uap air dan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

Jurnal Ilmiah Platax Vol. 1:(3), Mei 2013 ISSN:

2016 EVALUASI LAJU INFILTRASI DI KAWASAN DAS CIBEUREUM BANDUNG

BAB IV PEMODELAN DAN ANALISIS

Analisis Pola Sirkulasi Arus di Perairan Pantai Sungai Duri Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat Suandi a, Muh. Ishak Jumarang a *, Apriansyah b

MATA KULIAH: PENGELOLAAN LAHAN PASUT DAN LEBAK SUB POKOK BAHASAN: KARAKTERISTIK LAHAN PASUT DAN LEBAK DARI SEGI ASPEK HIDROLOGI.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

Hidrometri Hidrometri merupakan ilmu pengetahuan tentang cara-cara pengukuran dan pengolahan data unsur-unsur aliran. Pada bab ini akan diberikan urai

ANALISIS DATA ARUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI BANYUASIN PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALYSIS OF FLOW DATA ON ESTUARINE BANYUASIN RIVER IN SOUTH SUMATERA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rancu pemakaiannya, yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Penjelasan mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN Permasalahan

BAB V ANALISIS HIDROLIKA DAN PERHITUNGANNYA

STRUKTUR BUMI. Bumi, Tata Surya dan Angkasa Luar

KAJIAN PENGARUH PEMBANGUNAN JETTY TERHADAP KAPASITAS SUNGAI MUARA WAY KURIPAN KOTA BANDAR LAMPUNG TESIS

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

K 1. h = 0,75 H. y x. O d K 2

STUDI PENENTUAN DRAFT DAN LEBAR IDEAL KAPAL TERHADAP ALUR PELAYARAN (Studi Kasus: Alur Pelayaran Barat Surabaya)

ANALISIS PASANG SURUT PERAIRAN MUARA SUNGAI MESJID DUMAI ABSTRACT. Keywords: Tidal range, harmonic analyze, Formzahl constant

Jurnal KELAUTAN, Volume 2, No.1 April 2009 ISSN :

ANALISIS TRANSPOR SEDIMEN MENYUSUR PANTAI DENGAN MENGGUNAKAN METODE GRAFIS PADA PELABUHAN PERIKANAN TANJUNG ADIKARTA

NASKAH SEMINAR TUGAS AKHIR SIMULASI 2-DIMENSI TRANSPOR SEDIMEN DI SUNGAI MESUJI PROVINSI LAMPUNG

PENDAHULUAN. I.2 Tujuan

1. (25 poin) Sebuah bola kecil bermassa m ditembakkan dari atas sebuah tembok dengan ketinggian H (jari-jari bola R jauh lebih kecil dibandingkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

2. TINJAUAN PUSTAKA Letak geografis, administratif dan luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI TRANSPOR SEDIMEN LITHOGENEUS DI PERAIRAN MUARA SUNGAI DUMAI PROVINSI RIAU. Oleh

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pemodelan Hidrodinamika Arus dan Pasut Di Muara Gembong

III HASIL DAN DISKUSI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

III-11. Gambar III.13 Pengukuran arus transek pada kondisi menuju surut

STUDI PENGUKURAN KECEPATAN ALIRAN PADA SUNGAI PASANG SURUT

JURNAL OSEANOGRAFI. Volume 5, Nomor 1, Tahun 2016, Halaman Online di :

HIDROSFER. Lili Somantri,S.Pd Dosen Jurusan Pendidikan Geografi UPI

Pengendalian Banjir Sungai

3.1 Metode Identifikasi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Samudera, Danau atau Laut, atau ke Sungai yang lain. Pada beberapa

ANALISIS LAJU SEDIMENTASI DI PERAIRAN MUARA SUNGAI WARIDIN KABUPATEN KENDAL

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Muara Sungai Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau dibagian mulut sungai (river mouth) dan estuari. Mulut sungai adalah bagian paling hilir dari muara sungai yang langsung bertemu dengan laut, sedangkan estuari adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut. Pengaruh pasang surut terhadap sirkulasi aliran (kecepatan, debit, profil muka air, intrusi air asin) di estuari dapat sampai jauh ke hulu sungai, tergantung pada tinggi pasang surut, debit sungai dan karakteristik estuari (tampang aliran, kekasaran dinding, dan sebagainya). Muara sungai berfungsi sebagai pengeluaran/ pembuangan debit sungai terutama pada waktu banjir ke arah laut. Karena letaknya yang di ujung hilir, maka debit aliran di muara adalah lebih besar dibanding pada penampang sungai disebelah hulu. Selain itu, muara sungai juga harus melewatkan debit yang ditimbulkan oleh pasang surut yang bisa lebih besar dari debit sungai. Sesuai dengan fungsinya tersebut, muara sungai harus cukup lebar dan dalam. Permasalahan yang sering dijumpai adalah banyaknya endapan di muara sungai sehingga tampang alirannya kecil, yang dapat mengganggu pembuangan debit sungai ke laut. Ketidaklancaran pembuangan tersebut dapat mengakibatkan banjir didaerah sebelah hulu muara (Triadmodjo, 1999). 6

2.1.1 Jenis-Jenis Muara Sungai Muara sungai dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan faktor dominan yang mempengaruhinya. Ketiga faktor tersebut adalah gelombang, debit sungai, dan pasang surut (Nur Yuwono dalam Triadmodjo 1999). Ketiga faktor tersebut akan berperan secara bersamaan dalam suatu muara, hanya saja salah satu yang akan mendominasi. A. Muara yang Didominasi Gelombang Laut Gelombang laut yang besar dapat menyebabkan transportasi sedimen dari laut menuju muara dan menyebabkan endapan. Apabila debit sungai kecil kecepatan arus tidak mampu mengerosi endapan tersebut sehingga muara sungai benar-benar akan tertutupi sedimen. Permasalahan akan timbul pada musim hujan, debit banjir dari daerah aliran sungai tidak dengan lancar dapat dialirkan menuju laut. Akibatnya, banjir dapat terjadi di daerah sebelah hulu muara baik itu permukiman ataupun persawahan. Jika debit sungai sepanjang tahun cukup besar, kecepatan arus dapat mengerosi endapan tersebut, sehingga mulut sungai selalu terbuka. B. Muara yang Didominasi Debit Sungai Muara dengan jenis ini terjadi pada sungai yang debit sepanjang tahunnya cukup besar sedangkan gelombang lautnya relatif lebih kecil. Sungai dengan debit besar tentunya membawa angkutan sedimen yang lebih besar dari hulunya. Ketika sampai pada muara, sedimen yang terendap merupakan sedimen dengan suspensi partikel yang sangat kecil, yaitu dalam beberap mikron. Sifat-sifat sedimen ini lebih tergantung pada gaya-gaya permukaan dari pada gaya berat, yang berupa gaya tarik-menarik dan tolak menolak. Mulai salinitas air sekitar 1 sampai 3 o /oo, 7

gaya tolak menolak antara partikel berkurang dan partikel-partikel tersebut akan bergabung membentuk flokon dengan diameter jauh lebih besar dari partikel individu (Triatmodjo, 1999). Bersatunya partikel tersebut juga dibarengi kecepatan endap yang meningkat tajam. Pada saat terjadi surut, sedimen akan terdorong ke muara dan terdorong ke laut. Selama periode titik balik kecepatan aliran kecil, sebagian suspensi mengendap. Saat berikutnya air mulai pasang, kecepatan aliran bertambah besar dan sebagian suspensi dari laut masuk kembali ke sungai bertemu dengan sedimen yang berasal dari hulu. Dialur sungai, terutama pada waktu air surut kecepatan aliran besar, sehingga sebagian sedimen yang telah diendapkan tererosi kembali. Tetapi didepan muara aliran telah menyebar, kecepatan aliran lebih kecil sehingga tidak mampu mengerosi semua sedimen yang telah diedapkan. Dengan demikian dalam satu siklus pasang surut jumlah sedimen yang mengendap jauh lebih banyak dari yang tererosi, sehingga terjadi pengendapan didepan mulut sungai. Proses tersebut terjadi terus-menerus sehingga muara sungai akan maju ke arah laut membentuk delta. C. Muara yang Didominasi Pasang Surut Pada muara yang mengalami pasang yang cukup tinggi, air laut akan masuk ke sungai dengan volume yang cukup besar. Air tersebut akan berakumulasi dengan air dari hulu sungai. Pada waktu surut, volume air yang sangat besar itu mengalir keluar dalam periode waktu tertentu yang tergantung pada tipe pasang surut. Dengan demikian, kecepatan arus selama air surut tersebut besar dan cukup potensial untuk membentuk muara sungai. Muara sungai ini berbentuk seperti lonceng. 8

2.2 Estuari Estuari dibentuk oleh kenaikan air laut yang dipengaruhi oleh glasiasiasi atau umur es (Woodroffe dalam Hardisty, 2007), dan interaksi nonlinear dari pasang, arus, garam, air, dan sedimen (Hardisty, 2007). Sirkulasi aliran diestuari dipengaruhi oleh sifat-sifat morfologi estuari, pasang surut dan debit aliran dari hulu (debit sungai). Sirkulasi aliran tersebut meliputi penjalaran gelombang pasang surut, pencampuran antara air tawar dan air asin, gerak sedimen, polutan (biologi, kimiawi dan fisis) dan sebagainya. Debit sungai dan perubahan musimnya adalah salah satu dari parameter penting dalam sirkulasi di estuari. Debit sungai tergantung pada karakteristik hidrologi dan daerah aliran sungai. Daerah aliran sungai yang baik (hutan yang masih terjaga) memberikan debit aliran yang relatif konstan sepanjang tahun. Sedang jika kondisinya jelek variasi debit antara musim basah dan kering sangat besar. Hidrograf diujung hulu estuari merupakan fungsi waktu dengan arah aliran selalu ke hilir (menuju ke laut). Pada musim hujan debit aliran besar sementara pada musim kemarau kecil. Pada umumnya debit sungai jauh lebih kecil dari pada debit yang ditimbulkan oleh pengaruh pasang surut. Pengaruh debit aliran lebih dominan bagian hulu estuari disbanding dengan bagian hilir. Pada waktu banjir debit sungai mendorong polutan (garam, sedimen dan sebagainya) ke laut sehingga batas intrusi air asin dan kekeruhan terdorong lebih ke hilir sedang pada debit kecil polutan bergerak lebih ke hulu. 9

Menurut Hardisty, 2007 ada lima tahapan dalam proses pembentukan estuari yaitu: 1. Bathimetri: sebuah mulut sungai digenangi oleh air laut ketika air laut mengalami kenaikan sesudah kebangkitan periode glasial berdasarkan tiga bentuk dimensi. 2. Pasang: laut mengalami pasang surut. Pada saat pasang, air laut mengalir kedalam mulut sungai membuat estuari mengandung garam, sedangkan pada saat surut air kembali ke laut membuat kadar garam menjadi berkurang. 3. Arus: aliran masuk, aliran keluar dan pencampuran dari air laut dengan air daratan menghasilkan air baru dan arus pasang didalam estuari. 4. Temperatur dan salinitas: perpindahan panas arus pasang dan garam didalam estuari beraasal dari proses adveksi dan difusi. 5. Partikel/ sedimen: partikel padat juga tererosi, terbawa, dan terdeposisi menyebabkan bathimetri berubah dan memberikan pengaruh pada pasang surut, arus, dan proses pengangkutan. 2.2.1 Bathimetri Bathimetri adalah bentuk/ peta tiga dimensi dari suatu kawasan estuari. Estuari merupakan kawasan bagian muara yang umunya digunakan untuk kegiatan pelayaran dan perkapalan yang selalu di tinjau secara rutin dan berkesinambungan. Peta bathimetri menggambarkan serta memaparkan komponen-komponen pokok estuari seperti kedalaman, lebar dan peta kontur. 10

A. Lebar dan Kedalaman sebagai Fungsi Jarak Seorang ilmuan Inggris bernama Prandle (1986) menyatakan bahwa lebar dan kedalaman sebuah estuari dapat ditentukan dengan melakukan pendekatan fungsi terhadap jarak. dan ( )... (2.1) ( ).. (2.2) = lebar estuari dititik x (m) = lebar estuari tepat dimulut muara (m) = kedalaman estuari dititik x (m) = kedalaman estuari di titik x (m) x = jarak titik dari mulut muara (m) λ = dimensi horizontal dari panjang kawasan estuari (m) m & n = koefisien dari percobaan Prandel (1986) Tabel 2.1: Koefisien estuari Prandle. Muara Panjang n m Muara Panjang n m (km) (km) Fraser 135-0,7 0,7 Miramichi 55 2,7 0 Rotterdam 99 0 0 Bay of Fundy 635 1,5 1,0 Hudson 248 0,7 0,4 Thames 95 2,3 0,7 Potomac 184 1,0 0,4 Bristol Channel 623 1,7 1,2 Delaware 214 2,1 0,3 St Lawrence 418 1,5 1,9 11

B. Lebar dan Kedalaman sebagai Fungsi Eksponensial Jarak Dyer (1986) mencatat bahwa banyak estuari yang menunjukkan sebuah fungsi eksponensial antara jarak, kedalaman, dan area cross section dengan jarak dari hulunya. Dengan cara yang sama Prandle (1986) menggantikan persamaan 2.1 dan 2.2 menjadi.... (2.3) dan... (2.4) = lebar estuari dititik x (m) = lebar estuari tepat dimulut muara (m) = kedalaman estuari di titik x (m) = kedalaman estuari tepat dimulut muara (m) x = jarak titik dari mulut muara (m) sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh wright et al. (1973)..... (2.5) dan..... (2.6) L = panjang estuari (m) a = koefisien lebar muara b = koefisien kedalaman muara 12

2.2.2 Pasang Surut Pasang surut adalah fluktuasi muka air laut karena adanya gaya tarik benda-benda dilangit, terutama matahari dan bulan terhadap massa air laut di bumi. Meskipun massa bulan jauh lebih kecil dari massa matahari, tetapi karena jaraknya terhadap bumi jauh lebih dekat, maka pengaruh gaya tarik bulan terhadap bumi lebih besar daripada pengaruh gaya tarik matahari. Gaya tarik bulan yang mempengaruhi pasang surut adalah 2,2 kali lebih besar daripada gaya tarik matahari (Triadmodjo, 1999). A. Tipe Pasang Surut Perbedaan lokasi menyebabkan adanya perbedaan pasang surut diberbagai daerah. Ada yang mengalami satu hingga dua kali pasang surut dalam sehari. Pada umumnya pasang surut di berbagai daerah dapat dibedakan dalam empat tipe, yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis campuran. 1. Pasang Harian Ganda (semidiurnal tide) Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut dengan tinggi yang hampir sama dan pasang surut terjadi secara berurutan dan teratur. Periode pasang surut rata-rata adalah 12 jam 24 menit. 2. Pasang Harian Tunggal (diurnal tide) Dalam satu kali terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut. Periode pasang surut rata-rata adalah 24 jam 50 menit. 13

3. Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Ganda (mixed tide prevailing semidiurnal) Dalam satu hari terjadi dua kali air pasang dan dua kali air surut, tetapi tinggi periodenya berbeda. 4. Pasang Surut Campuran Condong ke Harian Tunggal (mixed tide prevailing diurnal) Dalam satu hari terjadi satu kali air pasang dan satu kali air surut, tetapi terkadang dalam sementara waktu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan tinggi dan periode yang sangat berbeda. Perbedaan dari ketiga tipe tersebut akan ditunjukkan di gambar 2.1. Gambar 2.1: Tipe pasang surut (Triadmodjo, 1999) B. Kurva Pasang Surut Tinggi pasang surut adalah jarak vertikal antara air tinggi (puncak air pasang) dan air terendah (lembah air surut) yang berurutan. Periode pasang surut adalah waktu yang diperlukan dari posisi muka air pada muka air rerata ke posisi 14

yang sama berikutnya. Periode muka air naik disebut pasang, sedang pada saat air turun disebut surut. Variasi muka air menimbulkan arus yang disebut dengan arus pasang surut, yang mengangkut massa air dalam jumlah sangat besar. Arus pasang terjadi pada waktu periode pasang dan arus surut terjadi pada periode air surut. Titik balik (slack) adalah saat arus berbalik antara arus pasang dan arus surut. Titik balik ini bisa terjadi pada saat muka air tertinggi dan muka air terendah. Pada saat tersebut kecepatan arus adalah nol. Gambar 2.2: Kurva pasang surut C. Pembangkit Pasang Surut Berdasarkan hukum Newton tentang gravitasi terdapat hubungan gaya tarik-menarik antara bumi, bulan dan matahari. Hal ini menyebabkan bumi bulan menjadi satu sistem kesatuan yang berotasi bersama-sama terhadap sumbu perputaran bersama (common axis of revolution). Sumbu ini terletak pada jarak 2.900 km dari pusat bumi. Dengan adanya perputaran tersebut maka terjadi gaya sentrifugal (Fc) dengan arah keluar/ menjauhi sumbu perputaran bersama. Selain itu, setiap lokasi dibumi juga mengalami gravitasi (Fg). Pada sumbu bumi gaya 15

gravitasi dan sentrifugal adalah seimbang. Air (laut) yang berada pada sisi bumi yang terjauh dari bulan akan mengalami gaya sentrifugal yang lebih besar dari gaya gravitasi bulan, (Fc > Fg). Sehingga resultannya keluar dan permukaan air tertarik keluar, sedangkan pada belahan bumi yang terdekat dengan bulan, Fg > Fc resultannya juga keluar (ke arah bulan) dan permukaan air tertarik kearah bulan. Oleh karena itu, permukaan air berubah menjadi bentuk ellipsoida. Keadaan serupa juga terjadi pada sistem bumi-matahari. Dengan demikian pasang surut yang terjadi adalah gabungan dari pengaruh gaya tarik bulan dan matahari. Gambar 2.3: Gaya pembangkit pasang surut Pemaparan tersebut dengan asumsi bahwa bumi dikelilingi oleh laut secara merata. Pada kenyataannya dipermukaan bumi terdapat pulau-pulau dan benuabenua. Selain itu dasar laut juga tidak rata, karena adanya palung yang dalam, perairan dangkal, selat, teluk, gunung bawah laut dan sebagainya. Hal ini menyebabkan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dari kondisi yang ideal 16

dan dapat menimbulkan ciri-ciri pasang surut yang berbeda dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Selain itu, kedudukan bulan dan matahari juga selalu berubah terhadap bumi, sehingga tinggi pasang surut tidak konstan dalam satu periode panjang (satu bulan). D. Pasang Surut Muara Sungai Pugh (2004) menggambarkan ramalan pasang surut akibat gaya tarik matahari (solar) dan gaya tarik bulan (lunar) dalam persamaan: h S2 (t) = A S2 sin(2πt/t S2 ).(2.7) dan h M2 (t) = A M2 sin(2πt/t M2 ).(2.8) kedalaman air yang sebenarnya tiap waktu h(t) adalah penjumlahan numerik dari kedalaman yang sesuai dengan datum, DT. h(t) = h S2 (t) + h M2 (t) + DT...(2.9) h(t) = kedalaman air total pada waktu t (m) h S2 (t), h M2 (t) = kedalaman air akibat pengaruh matahari (solar semidiurnal) dan bulan (lunar semidiurnal) pada waktu t (m) t = waktu (jam) A S2, A M2 = amplitudo pasang surut pengaruh matahari dan bulan (m) 2π = sudut rotasi bulan terhadap bumi dan bumi terhadap matahari T S2, T M2 = periode pasang surut akibat matahari (solar) (12 jam) dan bulan (lunar) (12,42 jam) DT = kedalaman air, Wx (m). 17

Saat memasuki muara sungai, air menjadi dangkal dan gelombang pasang terlihat menjadi asimetri karena memasuki daerah hulu. Penjelasan asimetri tersebut karena adanya gesekan antara gelombang dengan kedalaman air (Pugh dalam Hardisty, 2007). (2.10) c = kecepatan pasang surut (m/det) g = percepatan gravitasi (9.81m/det 2 ) h = kedalaman air, Dx (m) Panjang dari gelombang pasang adalah hasil dari perkalian kecepatan dan periode pasang surut. λ T = c T.(2.11) λ T = panjang dari gelombang pasang (m) T = periode pasang surut (jam) Dengan demikian, kecepatan dan panjang gelombang akan berkurang, karena pasang berpindah dari laut yang dalam ke dalam perairan dangkal. Hasilnya adalah muara sungai berada pada puncak air yang lebih dalam. kasus yang sederhana untuk komponen pasut M 4, Pugh (2004) menunjukkan bahwa komponen pasut M 4 termasuk ke dalam kategori overtide, yaitu komponen pasut yang lajunya 2 kali laju komponen M 2. overtide adalah sebuah komponen pasut harmonik (arus pasut) lajunya merupakan perkalian eksak dari laju suatu komponen dasar pasut yang dibangkitkan dari gaya pembangkit pasang surut. 18

Biasanya overtide ini muncul atau dominan di perairan dangkal dan bentuk amplitudonya. A M4 = (2.12) A M4 = amplitudo seperempat pasut diurnal (lunar quarter diurnal) (m) x = jarak titik dari mulut muara (m) T M4 = periode pasut lunar quarter diurnal (6.21 jam) Dengan demikian, Amplitudo M 4 akan bertambah seiring bertambahnya jarak disepanjang saluran. Amplitudo dari quarter-diurnal juga bertambah jika kedalaman saluran tersebut kecil, dan sebagai luas dari komponen semidiurnal. Oleh karena itu, ketinggian pasang surut komponen M 4 adalah : h M4 (t) = A M4 sin(2πt/t M4 ). (2.13) h M4 (t) = kedalaman air akibat pengaruh pembangkit pasang surut, seperampat pasut diurnal ( lunar quarter-diurnal ) pada waktu t (m) Kedalaman air yang sebenarnya adalah penggabungan dari kedalaman pada lunar semidiurnal, solar semidiurnal dan lunar quarter-diurnal pada waktu t dan dikalkulasikan dengan kedalaman datum, seperti persamaan berikut : h(t) = h S2 (t) + h M2 (t) +h M4 (t) + DT = A S2 sin( ) + A M2 sin( ) + sin( ) + DT...(2.14) 19