BAB I PENDAHULUAN. Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. yang rendah menyebabkan keadaan yang menguntungkan bagi pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. yang merupakan suatu kondisi kekambuhan pada kulit kepala dan berpengaruh

BAB 1 PENDAHULUAN. kronik yang sering ditemukan (Kurniati, 2003). Biasanya terjadi di daerah yang

BAB III METODE PENELITIAN. Desain penelitian adalah metode observasional analitik dengan pendekatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan hidup manusia dan

BAB I PENDAHULUAN. yang disebabkan oleh berbagai faktor dengan gambaran klinis yang khas

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kebersihan terutama pada kehidupan sehari hari. Dalam aktivitas yang relatif

Pengaruh Minyak Buah Pisang (Musa Paradisiaca L.) Terhadap Pengurangan Ketombe pada Kulit Kepala

Pemakaian Jilbab Tidak Berhubungan Dengan Terjadinya Dermatitis Seboroik: Studi Crossectional

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Mikosis adalah infeksi jamur. 1 Dermatomikosis adalah penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. Akne vulgaris (AV) atau jerawat merupakan suatu penyakit. keradangan kronis dari folikel pilosebasea yang ditandai dengan

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. punggung bagian atas. Jerawat terjadi karena pori-pori kulit. terbuka dan tersumbat dengan minyak, sel-sel kulit mati, infeksi

BAB I PENDAHULUAN. merupakan penyakit kulit yang melibatkan unit pilosebasea ditandai. Indonesia, menurut catatan Kelompok Studi Dermatologi Kosmetika

BAB I PENDAHULUAN. Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel

BAB I PENDAHULUAN. pleomorfik, komedo, papul, pustul, dan nodul. (Zaenglein dkk, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Penampilan bagi remaja dan dewasa muda merupakan salah satu faktor

BAB I PENDAHULUAN. adanya disfungsi fungsi sawar kulit adalah dermatitis atopik (DA). Penderita DA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. biak dan ekosistem di vagina terganggu sehingga menimbulkan bau tidak sedap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. masyarakatnya, terutama pada kaum perempuan. Sebagian besar kaum perempuan

BAB I PENDAHULUAN. vulgaris disertai dengan suatu variasi pleomorfik dari lesi, yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan bagian integral dalam perubahan pembangunan.

BAB 1 PENDAHULUAN. dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono

BAB I PENDAHULUAN. sebasea yang dapat dialami oleh semua usia dengan gambaran klinis yang bervariasi antara

BAB I PENDAHULUAN. jerawat atau akne (Yuindartanto, 2009). Akne vulgaris merupakan suatu

DEFINISI Ketombe (juga disebut sindap dan kelemumur; dengan nama ilmiah Pityriasis capitis) adalah pengelupasan kulit mati berlebihan di kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. pilosebasea yang ditandai adanya komedo, papul, pustul, nodus dan kista dengan

I. PENDAHULUAN. Personal hygiene adalah cara perawatan diri manusia untuk memelihara

The Correlation between Cosmetics Usage to Acne Vulgaris in Female Student in FKIK Muhammadiyah University of Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN. Menurut data International Labour Organization (ILO) tahun 2012, angka

BAB V PEMBAHASAN. 25 orang (39.1%) yang mengalami jerawat berat. Hasil observasi yang

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dijumpai, memiliki karakteristik kemerahan dan skuama, terjadi di. daerah yang kaya akan kelenjar sebasea, seperti di wajah, kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. mengenal usia. Keputihan juga dapat menimbulkan rasa tidak nyaman yang dapat

SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh tingkat

Jerawat biasanya muncul di wajah, leher, bahu, dada, punggung dan bahu, dan maaf ada juga di daerah pantat.

BAB I PENDAHULUAN. klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papula, vesikel, skuama) dan

I. PENDAHULUAN. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 432

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengambil peran yang cukup besar daripada ayah terutama pada. perkembangan anak perempuan, karena kesamaan gender dan

BAB 1 PENDAHULUAN. polisebasea yang umumnya terjadi pada masa remaja dan dapat sembuh sendiri

BAB. I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Permasalahan. menerima ilmu kemudian menyebarkannya. Kaum muslimin (pria) wajib

BAB I PENDAHULUAN. xerosis yang akan menyebabkan berkurangnya elastisitas kulit sehingga lapisan

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Psoriasis adalah salah satu penyakit kulit termasuk dalam kelompok

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran gas, perlindungan terhadap patogen, dan memiliki fungsi barrier untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit kulit akibat kerja merupakan peradangan kulit yang disebabkan

BAB 1 PENDAHULUAN. mutasi sel normal. Adanya pertumbuhan sel neoplasma ini ditandai dengan

NUR SIDIK CAHYONO AKTIVITAS ANTIFUNGI EKSTRAK ETANOL BIJI JARAK, DAUN URANG-ARING DAN KOMBINASINYA TERHADAP MALASSEZIA SP. SERTA EFEK IRITASINYA

HUBUNGAN LAMA PENGGUNAAN KRIM MALAM TERHADAP PENIPISAN KULIT WAJAH SKRIPSI

Aneka kebiasaan turun temurun perawatan bayi

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

Diabetes tipe 1- Gejala, penyebab, dan pengobatannya

BAB 1 PENDAHULUAN. dokter bagian Telinga Hidung Tenggorok (THT) (Bashirudin et al, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saat ini para orang tua belum menyadari bahwa menjaga kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. berupa lendir jernih, tidak berwarna dan tidak berbau busuk (Putu, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. Keputihan (leukorhea, white discharge atau flouralbus) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Definisi klinis rinitis alergi adalah penyakit. simptomatik pada hidung yang dicetuskan oleh reaksi

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LatarBelakang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa yang

KESEHATAN KULIT RAMBUT DAN KUKU

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, seseorang paling tepat dan murah apabila tidak menunggu

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tampil cantik merupakan dambaan setiap orang terlebih lagi kaum wanita.

BAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. golongan lipida. Orang menganggap kolesterol merupakan satu-satunya lemak

BAB I PENDAHULUAN. Minyak canola (Brasicca napus L.) adalahminyak yang berasal dari biji

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan kerja serta terlindung dari penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. menduduki peringkat teratas dan sebagai penyebab kematian tertinggi

BAB I PENDAHULUAN. zat atau substasi normal di urin menjadi sangat tinggi konsentrasinya. 1 Penyakit

BAB I PENDAHULUAN. yaitu kecantikan ragawi dan juga inner beauty atau kecantikan dari dalam.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pada masa remaja bisa meningkat terutama dalam bidang repoduksi dikarenakan

METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai

PENGARUH PEMANFAATAN JERUK NIPIS TERHADAP PENYEMBUHAN KETOMBE KERING DI KULIT KEPALA RAHMADANI

BAB 1 PENDAHULUAN. contohnya wajah dan leher (Wolff et al., 2008). Lesi melasma ditandai oleh

HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE, USIA, DAN JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITIS DI PUSKESMAS GLOBAL TIBAWA KABUPATEN GORONTALO

BAB 1 PENDAHULUAN. kognitif, moral, maupun sosial (Mahfiana&Yuliani,2009:1). Pada masa ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Latar Belakang Obyek

BAB I PENDAHULUAN. sangat cepat. Perubahan dari bentuk tubuh kanak-kanak pada umumnya ke

BAB I PENDAHULUAN. Akne atau jerawat merupakan penyakit kulit yang terjadi akibat peradangan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Sebaran usia mahasiswi yang menggunakan kosmetik

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN PENDERITA JERAWAT UNTUK MELAKUKAN HIGIENE KULIT DI POLI KULIT DAN KELAMIN RS SINT CAROLUS

BAB 1 PENDAHULUAN. Otomikosis atau otitis eksterna jamur sering melibatkan pinna dan meatus

PENGARUH PEMANFAATAN BUAH MENGKUDU (Morindacitrifolia L) TERHADAP PENYEMBUHAN KETOMBE KERING TETI SUSANTI

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Masa remaja sering disebut dengan masa pubertas. Dimana masa

Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

BAB 1 PENDAHULUAN. papul, pustul, nodul dan kista di area predileksinya yang biasanya pada

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Di seluruh dunia, lebih dari 1,8 miliar. penduduknya berusia tahun dan 90% diantaranya

Obat Luka Diabetes Pada Penanganan Komplikasi Diabetes

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap ahli kesehatan khususnya dokter seharusnya sudah

BAB 1 PENDAHULUAN. proses) yang dimiliki oleh remaja baik secara fisik, mental, emosional dan

BAB I PENDAHULUAN. Pasien dapat mengalami keluhan gatal, nyeri, dan atau penyakit kuku serta artritis

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Rambut merupakan mahkota bagi setiap orang. Masalah kulit kepala sering dianggap sebagai hal ringan, padahal bagi penderitanya dapat mengurangi penampilan atau daya tarik dan membuat seseorang tidak percaya diri akibat kotornya rambut apabila disertai rasa gatal yang mengganggu (Naturakos- BPOM RI, 2009). Salah satu masalah pada kulit kepala seperti ketombe terjadi hampir pada separuh penduduk di usia pubertas tanpa memandang jenis kelamin dan sosial budayanya. Tidak ada penduduk di setiap wilayah geografis yang bebas tanpa dipengaruhi oleh ketombe dalam kehidupan mereka (Ranganathan dkk, 2010). Menurut Al-Iraqi (2010) setidaknya ada 60% dari total populasi penduduk Amerika dan Eropa mengalami masalah ketombe. Ketombe merupakan suatu kondisi kelainan pada kulit yang sangat umum terjadi, sehingga dikatakan bahwa semua orang pernah mengalaminya, terutama di daerah tropis dan bertemperatur tinggi seperti Indonesia (Wolff, Klaus dkk. 2005). Ketombe sering dikeluhkan pada masa remaja dan dewasa serta relatif

2 jarang dan ringan pada anak anak. Insiden dan tingkat keparahan mencapai puncak pada usia 20 tahun dan mulai menurun setelah usia 50 tahun. Umumnya lebih banyak pada pria dibanding wanita (Wolff, Klaus dkk. 2008). Ketombe pada umumnya ditandai dengan adanya serpihan kulit kepala di rambut dan sering disertai dengan rasa gatal. Ketombe dianggap sebagai bentuk ringan dari dermatitis seboroik yang ditandai dengan skuama halus sampai kasar yang berwarna putih kekuningan berjumlah banyak (Djuanda, 2007). Pada ketombe didapati perubahan pada sel stratum korneum epidermis dengan ditemukannya hiperproliferasi berlebihan, lipid interseluler dan intraseluler yang berlebihan, serta parakeratosis yang menimbulkan skuama halus, kering, berlapis-lapis, sering mengelupas sendiri, serta rasa gatal (Turner dkk. 2012). Terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ketombe, antara lain peningkatan produksi sebum pada kelenjar sebasea, faktor kerentanan individu, faktor lingkungan (suhu dan kelembaban lingkungan), stress, dan pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale. yang berlebihan di kulit kepala sehingga menyebabkan kepala berskuama (Aprilia, 2010). Pityrosporum ovale adalah mikroflora normal yang terdapat pada kulit kepala yang erat kaitannya dengan kejadian ketombe. Pityrosporum ovale dapat menyebabkan kondisi kulit kepala mengelupas seperti sisik atau yang disebut ketombe. Kondisi seperti ini mempengaruhi pada 30-95% dari manusia (Xu,

3 J. dkk,. 2007). Pada kulit kepala yang menderita ketombe terjadi peningkatan jumlah Pityrosporum ovale sebanyak 1,5 sampai 2 kali dari jumlah normal(park, Hee Kuk. dkk,. 2011). Lebih lanjut Ervianti (2006) menjelaskan bahwa jamur Malassezia (P. Ovale) yang terdapat pada kulit kepala dengan kecepatan pertumbuhan normal kurang dari 47%, akan tetapi jika ada faktor pemicu yang mengganggu keseimbangan flora normal pada kulit kepala maka akan terjadi peningkatan kecepatan pertumbuhan jamur Malassezia yang dapat mencapai 74%, tentu akan merusak pertumbuhan rambut dan mengganggu kesehatan kulit kepala secara umum. Peningkatan kolonisasi Pityrosporum ovale juga dipengaruhi oleh peningkatan sebum dari kelenjar sebasea di usia pubertas (Dawson, Thomas, dkk,. 2007). Salah satu faktor penyebab munculnya ketombe adalah kelembaban (Siregar, 2004). Pemakaian jilbab erat dengan kelembaban pada kulit kepala. Bagi wanita berjilbab, rambut merupakan salah satu aurat yang harus ditutupi. Jilbab adalah pakaian luar yang menutupi segenap anggota badan, dari kepala hingga kaki perempuan dewasa. Sementara di Indonesia, masyarakat lebih mengartikan sebagai penutup kepala (Elqorni, 2005). Sesuai Surat Al Ahzab ayat 59, setiap wanita muslimah telah diperintahkan untuk menutup auratnya Hai nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ( Q. S. Al Ahzab ayat 59). Terdapat

4 beberapa permasalahan yang dialami wanita berjilbab yaitu rambut rontok, mudah patah, lepek, berminyak dan berketombe (Said, 2009). Penelitian yang dilakukan Kurniati dkk dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 2001 terhadap sekelompok mahasiswa menunjukkan bahwa 37% mahasiswa yang berjilbab berketombe dan 25% yang tidak berjilbab berketombe, dan 38% mahasiswa baik berjilbab maupun tidak berjilbab, tidak berketombe (Sari, 2004). Pada tahun 2010 Asrina dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung juga melakukan penelitian yang sama dan didapatkan hasil bahwa dari 96 sampel yang berketombe lebih banyak 60,61% responden yang menggunakan jilbab, sedangkan yang tidak berketombe lebih banyak 56,09% responden yang tidak menggunakan jilbab. Sedangkan penelitian lain yang dilakukan Fathony dari Fakultas Kedokteran Universitas Muhhamadiyah Surakarta tahun 2012 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna kejadian ketombe pada siswi berjilbab dibandingkan siswi tidak berjilbab dengan nilai hasil uji p= 0,607 (> 0,05). Berdasarkan hasil pra survei di SMA Negeri 9 Bandar Lampung, mayoritas siswi SMA Negeri 9 Bandar Lampung beragama islam dengan jumlah pemakai jilbab yang relatif banyak. Selain itu, siswi di SMA Negeri 9 Bandar Lampung ini termasuk kedalam usia remaja di mana saat usia remaja, produksi kelenjar minyak akan meningkat pada usia tersebut dan belum adanya penelitian yang jelas mengenai pemakaian jilbab dengan terjadinya ketombe, sehingga peneliti tertarik untuk mempelajari tingkat perbandingan

5 kejadian ketombe pada pemakai jilbab dan bukan pemakai jilbab pada siswi SMA Negeri 9 Bandar Lampung. 1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalah penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan kejadian ketombe pada siswi berjilbab dibandingkan siswi tidak berjilbab di SMA Negeri 9 Bandar Lampung? 1.3 Tujuan penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui apakah ada perbedaan kejadian ketombe pada siswi berjilbab dibandingkan siswi tidak berjilbab di SMA Negeri 9 Bandar Lampung. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui kejadian ketombe pada siswi berjilbab dan tidak berjilbab. b. Mengetahui dan menganalisis pengaruh penggunaan jilbab terhadap kejadian ketombe.

6 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Bagi peneliti : dengan adanya penelitian ini, peneliti dapat menerapkan ilmu yang telah di dapat pada perkuliahan selama di kampus. 1.4.2 Bagi institusi pendidikan : penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk melatih mahasiswa lain dalam melakukan penelitian berdasarkan ilmu yang telah didapatkan selama perkuliahan khususnya mengenai ketombe. 1.4.3 Bagi masyarakat : hasil penelitian diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai hubungan penggunaan jilbab terhadap kejadian ketombe, khususnya para pemakai jilbab. 1.4.4 Bagi peneliti lain : hasil penelitian dapat digunakan sebagai acuan dan bahan referensi untuk penelitian selanjutnya dalam pengembangan penelitian ketombe.

7 1.5 Kerangka Teori - Iklim dan cuaca - Penggunaan jilbab - Makanan berlemak tinggi - strees - usia - jenis kelamin - higiene kulit - obat-obatan - hormon - Genetik - Daya tahan tubuh seseorang Suhu dan kelembaban Kadar sebum P. Ovale yang meningkat Iritasi mekanis dan kimiawi Kejadian Ketombe Gambar 1. Diagram kerangka teori faktor pemicu kejadian ketombe. Sebenarnya sampai saat ini masih belum ada kesepakatan mengenai teori yang pasti tentang etiopatogenesis dari ketombe, namun terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian ketombe, antara lain peningkatan produksi sebum pada kelenjar sebasea, faktor kerentanan individu, faktor lingkungan (suhu dan kelembaban lingkungan), stress, dan pertumbuhan jamur Pityrosporum ovale yang berlebihan di kulit kepala sehingga menyebabkan kepala berskuama (Aprilia, 2010).

8 Ketombe disebabkan oleh Pityrosporum ovale jamur lipofilik yang merupakan flora normal di kulit kepala, genus Malasseizia. Pada penderita ketombe jumlah Pityrosporum ovale meningkat. Diduga patogenesis Pityrosporum ovale dalam menyebabkan ketombe adalah melalui mekanisme imunologis yang menstimulasi respon inflamasi dengan cara memproduksi lipase dan peroksidasi asam lemak bebas tak jenuh dan trigliserida yang merangsang hiperprolifersi sel-sel epidermis sehingga menimbulkan serpihan-serpihan ketombe (Juliansyah, 2013). Peningkatan jamur Pityrosporum ovale sebagai flora normal kulit dapat dipicu oleh berbagai keadaan tertentu seperti suhu, kelembaban, kadar minyak yang tinggi, dan penurunan faktor imunitas yang dapat memicu pertumbuhan jamur ini sehingga menimbulkan masalah ketombe (Naturakos-BPOM RI,2009). Suhu dan kelembaban sangat mempengaruhi terhadap kejadian ketombe terlebih pada para pengguna jilbab. Bagi pengguna jilbab rambut adalah mahkota yang harus ditutupi. Rambut yang ditutupi oleh jilbab rentan mengalami masalah apalagi bagi kaum muslimin yang berada di iklim tropis seperti Indonesia. Hal ini disebabkan akibat menurunnya pasokan udara yang mengalir di kulit kepala dan rambut pada wanita berjilbab. Pada penggunaan jilbab kulit kepala mudah berminyak akibat pengaruh kelembaban pada kulit kepala di mana

9 suhu dan kelembaban rendah akan memperburuk ketombe, tetapi peningkatan suhu dan kelembaban pun meningkatkan risiko terjadinya ketombe (Juliansyah, 2013). 1.6 Kerangka Konsep Berjilbab dan Tidak berjilbab ( Variabel Independen ) Meningkatkan Gambar 2. Diagram kerangka Konsep Kejadian ketombe ( Variabel Dependen ) 1.7 Hipotesis Terdapat perbedaan tingkat kejadian ketombe pada siswi berjilbab dan tidak berjilbab di SMA Negeri 9 Bandar Lampung