BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN

dokumen-dokumen yang mirip
Pemetaan Kinerja Pendapatan Asli Daerah dan Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Jambi

BAB III METODE PENELITIAN

BAB V PENUTUP. dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: tertinggi adalah Kabupaten Sleman yaitu sebesar Rp ,

Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Kota Jambi. Oleh:

BAB III METODE PENELITIAN. tersebut menggunakan rasio keuangan. Antara lain untuk kinerja keuangan

I. PENDAHULUAN. berdasarkan pertimbangan kemampuan daerah. Tujuannya adalah memungkinkan

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

BAB I PENDAHULUAN. 22 Tahun 1999 yang diubah dalam Undang-Undang No. 32 Tahun tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 yang

EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAERAH SE KARESIDENAN PEKALONGAN TAHUN

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang.

BAB I PENDAHULUAN. tuntutan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah, salah satunya. menjelaskan bahwa pemerintah daerah menyelenggarakan urusan

BAB I PENDAHULUAN. (Otda) adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus

BAB I PENDAHULUAN. yang bukan merupakan negara kapitalis maupun sosialis, melainkan negara

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. diambil adalah Kabupaten/ Kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

BAB III METODE PENELITIAN. mengambil lokasi di Kabupaten Brebes dan Pemalang dengan data yang

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Depan Halaman Judul... Halaman Pengesahan Skripsi... Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Gambar... Daftar Lampiran...

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN/KOTA DI JAWA TENGAH PERIODE

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah yang dititikberatkan pada daerah. kabupaten dan kota dimulai dengan adanya penyerahan sejumlah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN KLATEN DILIHAT DARI PENDAPATAN DAERAH PADA APBD

BAB II KAJIAN PUSTAKA,PENELITIAN TERDAHULU DAN RERANGKA PEMIKIRAN..Sub bab tersebut masing-masing akan diuraiakan sebagai berikut.

KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN TABALONG DALAM OTONOMI DAERAH

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

II. TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA ANGGARAN DAN REALISASI PADA APBD KOTA TANGERANG TAHUN ANGGARAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN. Pertumbuhan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Tangerang tahun 2008

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Pelaksanaan Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang. dan Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

BAB II LANDASAN TEORI. 2.1 Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan yang diperoleh dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II KAJIAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam konteks pembangunan, bangsa Indonesia sejak lama telah

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH SEBAGAI PENILAIAN KINERJA (Studi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Semarang)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Era reformasi memberikan kesempatan untuk melakukan perubahan pada

BAB I PENDAHULUAN. Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB III METODE PENELITIAN. Buleleng (4) Kab. Gianyar (5) Kab. Jembrana (6) Kab. Karangasem (7) Kab. Klungkung (8) Kab. Tabanan (9) Kota Denpasar.

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

I. PENDAHULUAN. Lampung Selatan merupakan pusat kota dan ibukota kabupaten. Pembangunan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. daerah. Adanya otonomi daerah diharapkan masing-masing daerah dapat mandiri

BAB III METODE PENELITIAN. menjelaskan sesuatu melalui sebuah penelitian (Ulum dan Juanda, 2016).

BAB 1 PENDAHULUAN. antarsusunan pemerintahan. Otonomi daerah pada hakekatnya adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PADA DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH (DPKAD) KOTA SEMARANG TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. No.22 tahun 1999 dan Undang-undang No.25 tahun 1999 yang. No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat

ANALISIS KINERJA KEUANGAN DAERAH DAN TINGKAT KEMANDIRIAN DAERAH DI KABUPATEN MAGETAN (TAHUN ANGGARAN )

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH BOJONEGORO DAN JOMBANG TAHUN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Otonomi Daerah Istilah otonomi secara etimologi berasal dari bahasa/kata latin yaitu

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi telah membawa perubahan yang signifikan terhadap pola

Lampiran 1. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten/Kota Provinsi Lampung Tahun (Juta Rupiah).

BAB III METODE PENELITIAN. Daerah termasuk didalamnya sumber penerimaan asli pada penerimaan PAD

: Shella Vida Aprilianty NPM : Fakultas /Jurusan : Ekonomi /Akuntansi Dosen Pembimbing : Dr. Masodah Wibisono SE.,MMSI

BAB I PENDAHULUAN. oleh rakyat (Halim dan Mujib 2009, 25). Pelimpahan wewenang dan tanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan rakyat, termasuk kewenangan untuk melakukan pengelolaan

ANALISIS KONTRIBUSI PENERIMAAN PAJAK DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA PEMATANGSIANTAR. Calen (Politeknik Bisnis Indonesia) Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Desentralisasi merupakan salah satu perwujudan dari pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. bertumpu pada penerimaan asli daerah. Kemandirian pembangunan baik di tingkat

DAFTAR ISI. 1.2 Rumusan Masalah Maksud dan Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian...

BAB I PENDAHULUAN. bernegara di Republik Indonesia. Salah satu dari sekian banyak reformasi yang

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/PMK.07/2014 TENTANG PETA KAPASITAS FISKAL DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Dampak yang dialami oleh

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada Provinsi Lampung dengan menggunakan data

III. METODE PENELITIAN. menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi atau dinas terkait.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU. Afriyanto 1, Weni Astuti 2 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001,

I. PENDAHULUAN. Kegiatan pembangunan yang dilaksanakan oleh setiap daerah adalah bertujuan

BAB IV METODA PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah telah melakukan reformasi di bidang pemerintahan daerah dan

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN SAROLANGUN TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang rendah dan cenderung mengalami tekanan fiskal yang lebih kuat,

PETA KEMAMPUAN KEUANGAN PROVINSI DALAM ERA OTONOMI DAERAH:

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN BLORA (STUDI KASUS PADA DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KABUPATEN BLORA TAHUN

BAB I PENDAHULUAN. suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Karena pembangunan daerah merupakan salah satu indikator atau penunjang dari

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah direvisi menjadi Undang-

Lampiran 1 STRUKTUR ORGANISASI DPPKAD KABUPATEN GRESIK

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH DI KOTA TARAKAN TAHUN

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DAN TREND PADA PEMERINTAH KABUPATEN BULELENG TAHUN ANGGARAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana yang telah ditetapkan pada Undang-Undang No 32 Tahun

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. angka rasio rata-ratanya adalah 8.79 % masih berada diantara 0 %-25 %

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA KEUANGAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO APBD

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

V. SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil analisis penelitian, kesimpulan yang didapat adalah :

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

Transkripsi:

BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder yang mengambil lokasi di Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data yang telah disusun oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan, dan Aset Daerah (DPPKAD), meliputi data perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN tahun 2014. B. Jenis dan Sumber Data Seperti yang telah dikemukakan di atas, data yang digunakan dalam penelitian ini dikategorikan sebagai data sekunder yang diperoleh dari beberapa sumber dengan mengambil data statistik yang sudah ada serta dokumen-dokumen lain yang terkait dan diperlukan. Adapun data yang diperlukan tersebut antara lain: 1. Data Target dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN yang diperoleh dari Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN Tahun 2014. (DPPKAD Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN) 2. Data Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN yang diperoleh dari Perhitungan Anggaran 44

45 Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN Tahun 2013 (DPPKAD Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN) 3. Data Realisasi Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah yang diperoleh dari Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2014. 4. Data gambaran umum Kawasan SUBOSUKAWONOSRATEN yang diperoleh dari Badan Pusat statistik. C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ini menggunakan beberapa indikator beserta variabelvariabel guna melihat kondisi keuangan daerah suatu Kabupaten/Kota. Definisi operasional masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan ditetapkan dengan peraturan daerah, dinyatakan dalam rupiah (Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 17). 2. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan, dinyatakan dalam rupiah (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 13).

46 3. Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dinyatakan dalam rupiah (Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 18). 4. Pendapatan transfer adalah pendapatan yang berasal dari entitas pelaporan dari, seperti pemerintah pusat atau daerah otonom lain dalam rangka perimbangan keuangan, dinyatakan dalam rupiah (Widya, 2013). 5. Belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan, dinyatakan dalam rupiah (Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 pasal 1 ayat 16). 6. Kemandirian keuangan daerah (Otonomi Fiskal) menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam mmbiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah, dinyatakan dalam persen (Abdul Halim, 2004). 7. Ketergantungan daerah menggambarkan tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap alokasi dana bantuan dari pemeritah pusat memperlihatkan kesiapan daerah dalam menggali sumber dana potensi lokal yang terkandung di dalamnya, dinyatakan dalam persen.

47 D. Teknik Analisis Data Sesuai dengan penelitian yang dilakukan maka teknik analisa data yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif yaitu melakukan perhitunganperhitungan terhadap data keuangan yang diperoleh untuk memecahkan masalah yang ada sesuai dengan tujuan penelitian. Adapun tolok ukur yang akan digunanakan dalam teknik analisis ini adalah: 1. Pemetaan Kinerja PAD Untuk mengetahui posisi daerah SUBOSUKAWONOSRATEN pada pemetaan Kinerja PAD melalui metode kuadran diperlukan pengukuran pertumbuhan PAD dan kontribusinya terhadap APBD. Masing-masing kuadran ditentukan oleh besaran nilai growth dan share. Dengan nilai growth dan share maka masing-masing daerah dapat diketahui posisinya (pada kuadran berapa). Perumusan selengkapnya dapat dijelaskan sebagai berikut: a.... (3.1) b..... (3.2) Keterangan: = Pendapatan Asli Daerah t tahun = Pendapatan Asli Daerah t tahun = Pendapatan Asli Daerah t tahun-1 Kondisi di masing- masing kuadran dijelaskan pada tabel 3.1

48 Berikut adalah peta kinerja PAD berdasarkan metode kuadran: Rerata Share Share: Tinggi Kuadran III Growth: Rendah Share: Tinggi Kuadran I Growth: Tinggi Rerata Share: Rendah Kuadran IV Growth: Rendah Share: Rendah Kuadran II Growth: Tinggi 0 Gambar 3.1 Peta Kemampuan Keuangan Berdasarkan Metode Kuadran Sumber: Basri (2013:82) Growth (%)

49 Kuandran Tabel 3.1 Klasifikasi Status Kinerja PAD Melalui Metode Kudran Kondisi (1) (2) I Kondisi paling ideal. PAD mengambil peran besar dalam APBD dan daerah punya kemampuan mengembangkan potensi lokal. Kondisi ini ditunjukan dengan besarnya nilai share disertai nilai growth yang tinggi. II Kondisi ini belum ideal, tapi daerah punya kemampuan mengembangkan potensi lokal sehingga PAD berpeluang memiliki peran besar dalam APBD. Sumbangan PAD terhadap APBD masih rendah namun pertumbuhan (growth) PAD tinggi. III Kondisi ini belum ideal. Peran PAD yang besar dalam APBD punya peluang mengecil karena pertumbuhan PADnya kecil. Di sini sumbangan PAD terhadap APBD tinggi, namun pertumbuhan PAD rendah. IV Kondisi ini paling tidak ideal. PAD belum mengambil peran yang besar dalam APBD dan daerah belum punya kemampuan mengembangkan potensi lokal. Sumbangan PAD terhadap APBD rendah dan pertumbuhan PAD rendah. Sumber: Basri (2013:82) 2. Kemampuan Keuangan Daerah Untuk mengetahui tingkat kemampuan keuangan daerah SUBOSUKAWONOSRATEN maka digunakan beberapa indikator kemampuan keuangan daerah yang terdiri dari: a. Rasio Efektivitas PAD Rasio Efektivitas PAD menunjukkan kemampuan pemerintahan daerah dalam merealisasikan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang direncanakan dibandingkan dengan target yang ditetapkan daerah (Halim, 2004: 128). Semakin tinggi Rasio Efektivitas PAD, maka semakin baik kinerja pemerintah daerah.

50.. (3.3) Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal 100%. Namun, semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah semakin baik. Kriteria Rasio Efektivitas PAD menurut Mahsun (2009), adalah: 1) Jika diperoleh nilai kurang dari 100% ( x < 100%) berarti tidak efektif 2) Jika diperoleh nilai sama dengan 100% (x = 100%) berarti efektivitas berimbang. 3) Jika diperoleh nilai lebih dari 100% (x > 100%) berarti efektif. b. Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) Indeks Kemampuan Keuangan merupakan rata-rata hitung dari indeks pertumbuhan (growth), Indeks Elastisitas, dan Indeks Share. Untuk menyusun indeks ketiga komponen tersebut, ditetapkan nilai maksimum dan minimum dari masing-masing komponen. Dalam menyusun indeks untuk setiap komponen IKK, dilakukan langkahlangkah sebagai berikut (Bappenas: 2003) : 1) Perhitungan dan Analisis Kinerja PAD melalui ukuran Share, Growth, dan Elastisitas....... (3.4)........ (3.5)

51 Elastisitas....... (3.6) Keterangan: = Pendapatan Asli Daerah t tahun = Pendapatan Asli Daerah t tahun = Pendapatan Asli Daerah t tahun-1 2) Menyusun Indeks untuk setiap komponen (3.7) Berdasarkan persamaan di atas, maka persamaan IKK dapat dirumuskan sebagai berikut:...... (3.8) Keterangan: IKK = Indeks Kemampuan Keuangan =Indeks Pertumbuhan PAD =Indeks Elastisitas Belanja Langsung terhadap PAD =Indeks Share PAD terhadap APBD 3) Menyusun Peta Kemampuan Keuangan berdasarkan IKK Nilai IKK kabupaten/kota diurutkan mulai dari yang mempunyai kemampuan keuangan terbesar, mempunyai kemampuan keuangan sedang, dan mempunyai kemampuan keuangan rendah.

52 Tabel 3.2 Kriteria Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah Indeks Kemampuan Keuangan Klasifikasi (1) (2) 0,00 0,33 Rendah 0,34 0,43 Sedang 0,44 1,00 Tinggi Sumber: Susanto (2014: 25) c. Tingkat Kemandirian Daerah (TKD) Tingkat kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Semakin tinggi rasio ini berarti tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak ekstern (terutama pemerintah pusat dan propinsi) semakin rendah, demikian pula sebaliknya. Rasio ini juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari PAD (Halim, 2004:128).yang dapat diformulasikan sebagai berikut. rumus : Tingkat kemandirian daerah diukur dengan menggunakan x 100. (3.9)

53 Menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah total penerimaan transfer terdiri dari (Sujarweni 2015: 96); PENDAPATAN TRANSFER Transfer Pemerintah Pusat-Dana Perimbangan xxx xxx Dana Alokasi Umum xxx xxx Dana Alokasi Khusus xxx xxx Dana Bagi Hasil Pajak xxx xxx Dana Bagi Hasil Bukan Pajak xxx xxx Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat xxxx xxxx Transfer Pemerintah Pusat Lainya Dana Otonomi Khusus xxx xxx Dana Penyesuaian xxx xxx Jumlah Pendapatn Transfer Lainya xxxx xxxx Jumlah Pendapatan Transfer Pemerintah Pusat Transfer Pemerintah Provinsi Pendapatan Bagi Hasil Pajak xxx xxx Pendapatan Bagi Hasil Lainnya xxx xxx Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi xxxx xxxx Total Pendapatan Transfer xxxx xxxx d. Pola Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Basri (2013: 83) mengemukakan pola hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah yaitu: 1). Instruktif; 2). Konsultatif; 3). Partisipatif; 4). Deligatif.

54 Bertolak dari teori tersebut, sebagai pedoman dalam melihat pola hubungan dengan kemampuan daerah (dari sisi keuangan) diberikan sebagai berikut : Tabel 3.3 Pola Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah Rasio Kemandirian Kemampuan Keuangan Tingkat Kemandirian Pola Hubungan (1) (2) (3) (4) 25 Rendah sekali Tidak Mampu Instruktif 26 50 Rendah Kurang Mandiri Konsultatif 51 75 Sedang Cukup Mandiri Partisipatif 76-100 Tinggi Sudah Mandiri Deligatif Sumber: Basri (2013,83) e. Tingkat Ketergantungan Daerah (TKtD) Tingkat ketergantungan daerah diukur dengan menggunakan rumus (Basri 2013:83) : x 100... (3.10) Keterangan: TKtD PT TPD = Tingkat ketergantungan daerah = Pendapatan transfer = Total penerimaan daerah Selanjutnya tingkat ketergantungan daerah ini diklasifikasi sebagai berikut:

55 Rasio (%) Tabel 3.4 Tingkat Ketergantungan Daerah Kesimpulan (1) (2) 25 Ketergantungan fiskal dinyatakan sangat kecil berarti kinerja anggaran sangat baik. 26 50 Ketergantungan fiskal dinyatakan cukup baik, yang berarti kinerja anggaran cukup baik. 51 75 Ketergantungan fiskal dinyatakan cukup besar yang berarti kinerja anggaran kurang baik. 76-100 Ketergantungan fiskal dinyatakan sangat besar yang berarti kinerja anggaran sangat buruk sekali. Sumber: Basri (2013,83) f. Peta Kemampuan Keuangan Daerah Pemetaan kemampuan keuangan daerah, menggunakan dua indikator yaitu tingkat kemandirian daerah dan tingkat ketergantungan daerah, yang diklasifika-sikan sebagai berikut (Basri 2013: 83); Tabel 3.4 Peta Kemampuan Keuangan Daerah Uraian TKtDi > TKtD TKtDi < TKtD TKDi > TKD TKDi < TKD Wilayah mandiri dengan tingkat Ketergantungan tinggi Wilayah belum mandiri dan tingkat Sumber: (Basri 2013:83) Keterangan; ketergantungan tinggi. TKDi = Tingkat kemandirian daerah i TKtDi = Tingkat ketergantungan daerah i TKD = rata-rata tingkat kemandirian daerah Wilayah Mandiri dengan tingkat ketergantungan rendah Wilayah belum Mandiri dan tingkat Ketergantungan rendah. TKtD = rata-rata tingkat ketergantungan daerah