BAB II KAJIAN PUSTAKA,PENELITIAN TERDAHULU DAN RERANGKA PEMIKIRAN..Sub bab tersebut masing-masing akan diuraiakan sebagai berikut.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA,PENELITIAN TERDAHULU DAN RERANGKA PEMIKIRAN..Sub bab tersebut masing-masing akan diuraiakan sebagai berikut."

Transkripsi

1 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA,PENELITIAN TERDAHULU DAN RERANGKA PEMIKIRAN Bab ini akan membahas landasan teori yang digunakan dalam penelitian, Penelitian terdahulu, dan Kerangka pemikiran dari penelitian.sub bab tersebut masing-masing akan diuraiakan sebagai berikut. A. Kajian Pustaka Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Pengertian Manajemen Keuangan, Manfaat Manajemen Keuangan, Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah, Laporan Keuangan, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, Analisis Laporan Keuangan, Manfaat Analisis Laporan Keuangan. Masing-masing landasan teori akan dipaparkan sebagai berikut. 1. Pengertian Manajemen Keuangan Perkembangan manajemen keuangan dimulai sekitar awal abad 19. Sekitar tahun 1990-an istilah manajemen keuangan mulai muncul sebagai suatu bidang ilmu yang terpisah dari ilmu-ilmu lainnya. Pada awal munculnya, manajemen keuangan menekankan diri pada aspekaspek hukum yang biasanya muncul diperusahaan. Aspek hukum tersebut misalnya tentang masalah merger, akuisisi, perluasan perusahaan, pembentukan perusahaan baru, tata cara go publik dan penjualan surat-surat berharga. Manajemen Keuangan adalah 12

2 13 merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan, dan mengendalikan pencairan dana dengan biaya yang serendah-rendahnya dan menggunakan secara efektif dan efisien untuk kegiatan operasi organisasi. Tujuannya adalah untuk memaksimumkan kekayaan organisasi, khususnya organisasi perusahaan atau organisasi bisnis. Untuk merencana, mengelola, dan mengendalikan keuangan dikelola oleh bagian akunting, yang disajikan dalam bentuk laporan akunting atau laporan keuangan (Agus Harjito dan Martono, 2011). Untuk mengukur Kinerja perusahaan dapat di ukur dari laporan keuangan yang diterbitkan. Tetapi membaca laporan keuangan saja belum dapat menggambarkan kinerja perusahaan yang lebih terinci. Untuk mengetahui lebih rinci kondisi perusahaan atau kinerja keuangan perusahaan dapat dilakukan dengan membandingkan antara elemenelemen yang ada di dalam laporan keuangan, baik antara elemen aktiva dan pasiva (di neraca) ataupun antara elemen di Neraca dan elemen di Laporan Rugi Laba. Perbandingan elemen-elemen laporan keuangan tersebut biasa juga disebut dengan Rasio Keuangan. 2. Manfaat Manajemen Keuangan Manajemen keuangan sebagai aktivitas memperoleh dana, menggunakan dana dan mengelola aset secara efisien membutuhkan beberapa tujuan atau sasaran (Agus Harjito dan Martono, 2011). Manajemen Keuangan memiliki beberapa fungsi antara lain adalah:

3 14 1. Sudut pandang organisasi fungsi manajemen keuangan menyajikan sumber dan penggunaan dana; 2. Hubungannya dengan ilmu ekonomi fungsi manajemen keuangan menyajikan penggunaan dana secara efisien dan output yang optimum; 3. Hubungannya dengan akuntansi fungsi manajemen keuangan menganalisis laporan keuangan akuntansi dari berbagai sudut pandang; 4. Aktivitas-aktivitas kunci manajer keuangan, menyajikan analisis keuangan dan perecanaan, membuat keputusankeputusan investasi, dan membuat keputusan-keputusan pembiayaan; 5. Peranan manajer keuangan dalam manajemen kualitas total dengan menyediakan informasi keuangan bagi manajemen untuk mengambil keputusan dalam hal perbaikan kualitas secara terus-menerus. 3. Pengukuran Kinerja Pemerintah Daerah a. Pengertian Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja sangat penting dilakukan untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan kepada publik yang lebih baik (Abdul Halim, 2007). Akuntabilitas menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan efektif. Pusat pertanggungjawaban berperan penting

4 15 untuk menciptakan indikator kinerja sebagai dasar untuk menilai kinerja. Pengukuran kinerja adalah salah satu cara untuk mempertahankan prestasi berbagai pekerjaan dan pelayanan yang dilakukan pemerintah. Pengukuran kinerja membantu pejabat Pemerintah Daerah untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan. Tidak hanya itu, pengukuran kinerja juga membantu untuk mengevaluasi apakah tingkat pelayanan pemerintah setara dengan uang yang mereka keluarkan untuk pelayanan-pelayanan tersebut. b. Manfaat Pengukuran Kinerja Tujuan sistem pengukuran kinerja menurut (Ihyahul Ulum, 2009), antara lain adalah sebagai berikut: 1) Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen; 2) Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan; 3) Untuk memonitor dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkan dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja; 4) Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara Objektif atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati;

5 16 5) Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi; 6) Membantu mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi; 7) Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah; 8) Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara Objektif. 4. Laporan Keuangan a. Pengertian Laporan Keuangan Salah satu alat penting dalam menjalankan dan melaksanakan fungsi analisis laporan keuangan adalah laporan keuangan. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 1 Revisi Tahun 2009, laporan keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan. Menurut Yani (2009:347), keuangan daerah merupakan semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut. Komponen laporan keuangan yang

6 17 lengkap berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 1 Revisi Tahun 2009 adalah sebagai berikut: 1) Neraca atau Laporan posisi keuangan pada akhir periode.laporan posisi keuangan minimal mencakup penyajian jumlah pos-pos berikut: a) Aset tetap; b) Properti investasi; c) Aset tidak berwujud; d) Aset keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan pada (e), (h) dan (i)); e) Investasi dengan menggunakan metode ekuitas; f) Aset biolojik; g) Persediaan; h) Piutang dagang dan piutang lainnya; i) Kas dan setara kas; j) Total aset yang diklasifikasikan sebagai aset yang dimiliki untuk dijual dan aset yang termasuk dalam kelompok lepasan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual; k) Utang dagang dan terutang lainnya; l) Kewajiban diestimasi; m) Laibilitas keuangan (tidak termasuk jumlah yang disajikan dalam (k) dan (l)); n) Laibilitas dan aset untuk pajak kini;

7 18 o) Laibilitas dan aset pajak tangguhan; p) Laibilitas yang termasuk dalam kelompok yang dilepaskan yang diklasifikasikan sebagai yang dimiliki untuk dijual; q) Kepentingan non-pengendali, disajikan sebagai bagian dari ekuitas; dan r) Modal saham dan cadangan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk. 2) Laporan laba rugi komprehensif Entitas menyajikan seluruh pos pendapatan dan beban yang diakui dalam satu periode: a) Dalam bentuk satu laporan laba rugi komprehensif, atau b) Dalam bentuk dua laporan: i) Laporan yang menunjukkan komponen laba rugi (laporan laba rugi terpisah); dan ii) Laporan yang dimulai dengan laba rugi dan menunjukkan komponen pendapatan komprehensif lain (laporan pendapatan komprehensif). Laporan laba rugi komprehensif, sekurang-kurangnya mencakup penyajian jumlah pos-pos berikut selama suatu periode: a) Pendapatan; b) Biaya keuangan; c) Bagian laba rugi dari entitas asosiasi dan joint ventures yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas; d) Beban pajak;

8 19 e) Suatu jumlah tunggal yang mencakup total dari; i) Laba rugi setelah pajak dari operasi yang dihentikan; ii) Keuntungan atau kerugian setelah pajak yang diakui dengan pengukuran nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual atau dari pelepasan aset atau kelompok yang dilepaskan dalam rangka operasi yang dihentikan; f) Laba rugi; g) Setiap komponen dari pendapatan komprehensif lain yang diklasifikasikan sesuai dengan sifatnya (selain jumlah dalam huruf (h)); h) Bagian pendapatan komprehensif lain dari entitas asosiasi dan joint ventures yang dicatat dengan menggunakan metode ekuitas; dan i) Total laba rugi komprehensif. 3) Laporan perubahan ekuitas. Entitas menyajikan laporan perubahan ekuitas yang menunjukkan: a) Total laba rugi komprehensif selama suatu periode, yang menunjukkan secara terpisah total jumlah yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk dan kepada kepentingan non-pengendali; b) Untuk tiap komponen ekuitas, pengaruh penerapan retrospektif atau penyajian kembali secara retrospektif;

9 20 c) Untuk setiap komponen ekuitas, rekonsiliasi antara jumlah tercatat pada awal dan akhir periode, secara terpisah mengungkapkan masing-masing perubahan yang timbul dari: i) Laba rugi; ii) Masing-masing pos pendapatan komprehensif lain; dan iii) Transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik, yang menunjukkan secara terpisah kontribusi dari pemilik dan distribusi kepada pemilik dan perubahan hak kepemilikan pada entitas anak yang tidak menyebabkan hilang pengendalian. 4) Laporan arus kas Informasi arus kas memberikan dasar bagi pengguna laporan keuangan untuk menilai kemampuan entitas dalam menghasilkan kas dan setara kas dan kebutuhan entitas dalam menggunakan arus kas tersebut. 5) Catatan atas laporan keuangan berisi informasi tambahan atas apa yang disajikan dalam laporan posisi keuangan, laporan pendapatan komprehensif, laporan laba rugi terpisah (jika disajikan), laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas. Struktur catatan atas laporan keuangan adalah sebagai berikut: a) Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan akuntansi tertentu; b) Mengungkapkan informasi yang disyaratkan SAK yang tidak disajikan di bagian manapun dalam laporan keuangan; dan

10 21 c) Memberikan informasi yang tidak disajikan di bagian manapun dalam laporan keuangan, tetapi informasi tersebut relevan untuk memahami laporan keuangan. 6) Laporan posisi keuangan awal periode komparatif sajian akibat penerapan retrospektif, penyajian kembali, atau reklasifikasi pospos laporan keuangan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, komponen pokok laporan keuangan Pemerintah Pusat/ Daerah terdiri dari: 1) Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi, dan pemakaian sumber daya ekonomi yang dikelola oleh Pemerintah Pusat/Daerah, yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dan realisasinya dalam satu periode pelaporan. 2) Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas pelaporan mengenai aset kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 3) Laporan Arus Kas Laporan Arus Kas menyajikan informasi kas sehubungan dengan aktivitas operasional, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan transaksi non anggaran yang

11 22 menggambarkan saldo awal, penerimaan, pengeluaran, dan saldo akhir kas Pemerintah Pusat/Daerah selama periode tertentu. 4) Catatan Atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan naratif atau rincian dari angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. b. Peranan Pelaporan Keuangan Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, laporan keuangan disusun untuk memberikan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan transaksi selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi entitas pelaporan, dan membantu menentukan ketaatan terhadap perundang-undangan. Suatu entitas pelaporan wajib melaporkan upaya-upaya yang telah dilakukan serta hasil yang telah dicapai pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan: 1) Akuntabilitas Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta

12 23 Pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik. 2) Manajemen Membantu mengevaluasi pelaksanaan kegiatan suatu entitas pelaporan dalam periode pelaporan. 3) Transparansi Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat. 4) Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity) Membantu mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode pelaporan untuk membiayai pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut. c. Tujuan Pelaporan Keuangan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan pemanfaatan bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik ekonomi, sosial, maupun politik dengan: 1) Menyediakan informasi mengenai kecukupan penerimaan periode berjalan untuk membiayai seluruh pengeluaran; 2) Menyediakan informasi tentang sumber, alokasi, dan penggunaan

13 24 sumber daya keuangan; 3) Menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan serta hasil yang telah dicapai; 4) Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi entitas pelaporan berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya; 5) Menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan entitas pelaporan, apakah mengalami kenaikan atau penurunan, akibat dari kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan. 5. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah a. Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah daftar yang memuat rincian penerimaan daerah dan pengeluaran/belanja daerah selama satu tahun Menurut Halim (2007:20). APBD adalah suatu anggaran daerah. APBD memiliki unsur-unsur sebagai berikut : 1. Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya secara rinci; 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan; 3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; 4. Periode anggaran, biasanya satu tahun. Struktur APBD terdiri atas tiga komponen utama,yaitu:

14 25 a. Pendapatan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan, dan pendapatan lainlain daerah yang sah. b. Belanja dibagi ke dalam empat bagian, yaitu belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Belanja aparatur dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi tiga, yaitu belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal. c. Pembiayaan Pos pembiayaan merupakan alokasi surplus atau sumber penutupan defisit anggaran. Pembiayaan dikelompokkan menurut sumber-sumber pembiayaan, yaitu sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Untuk bisa menjalankan tugas-tugas dan fungsi-fungsi yang dimilikinya pemerintah daerah dilengkapi dengan seperangkat kemampuan pembiayaan dimana menurut pasal 55 UU. No. 5 / tahun 1974, sumber pembiayaan pemerintah daerah terdiri dari tiga komponen besar yaitu; 1). Pendapatan asli daerah yang meliputi: a. Pajak daerah;

15 26 b. Retribusi daerah, termasuk hasil dari pelayanan Badan Layanan Umum (BLU) Daerah; c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah 2). Pendapatan yang berasal dari pusat meliputi: a. Sumbangan dari pemerintah; b.sumbangan-sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan; c. Lain-lain pendapatan daerah yang sah diantara ketiga komponen sumber pendapatan tersebut, komponen kedua yaitu pendapatan yang berasal dari pusat merupakan cerminan atau indikator dari ketergantungan pendanaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Di samping itu besarnya dana dari pusat tersebut juga membawa konsekuensi kebijakan proyek pemerintah pusat yang secara fisik implementasinya itu berada di daerah. Sehingga ada beberapa proyek pemerintah pusat melalui APBN tetapi dana itu juga masuk di dalam anggaran pemerintah daerah (APBD).

16 27 b. Prinsip dan Kebijakan Penyusunan APBD Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2015, prinsip dan kebijakan penyusunan APBD antara lain: 1) Prinsip Penyusunan APBD Penyusunan APBD didasarkan prinsip sebagai berikut: a) Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan urusan dan kewenangannya; b) Tepat waktu, sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; c) Transparan, untuk memudahkan masyarakat mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD; d) Partisipatif, dengan melibatkan masyarakat; e) Memperhatikan asas keadilan dan kepatutan; f) Tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya. 2) Kebijakan Penyusunan APBD Kebijakan penyusunan APBD terkait dengan Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan Daerah adalah sebagai berikut: a) Pendapatan Daerah

17 28 Pendapatan daerah yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dan memiliki kepastian serta dasar hukum penerimaannya. a) Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penganggaran Pendapatan Daerah yang bersumber dari PAD memperhatikan hal-hal sebagai berikut: i) Penganggaran Pajak Daerah dan Retribusi Daerah; ii) Penganggaran Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah; iii) Penganggaran Lain-lain PAD Yang Sah. b) Dana Perimbangan Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari dana perimbangan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: i) Penganggaran Dana Bagi Hasil (DBH); ii) Penganggaran Dana Alokasi Umum (DAU); iii) Penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK). c) Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang Sah Penganggaran pendapatan daerah yang bersumber dari Lain- Lain Pendapatan Daerah Yang Sah memperhatikan hal-hal sebagai berikut: i) Penganggaran Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS); ii) Penganggaran Tunjangan Profesi Guru (TPG); iii) Penganggaran Dana Otonomi Khusus;

18 29 iv) Penganggaran Dana Insentif Daerah (DID); v) Pendapatan yang diperuntukan bagi desa dan desa adat yang bersumber dari APBN dalam rangka membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan; vi) Penganggaran Dana Transfer lainnya; vii) Penganggaran pendapatan kabupaten/kota yang bersumber dari Bagi Hasil Pajak Daerah yang diterima dari pemerintah provinsi didasarkan pada alokasi belanja Bagi Hasil Pajak Daerah dari pemerintah provinsi; viii) Pendapatan daerah yang bersumber dari bantuan keuangan, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus yang diterima dari pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota lainnya dianggarkan dalam APBD penerima bantuan, sepanjang sudah dianggarkan dalam APBD pemberi bantuan; ix) Penganggaran pendapatan hibah yang bersumber dari pemerintah, Pemerintah Daerah lainnya atau pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri/luar negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan

19 30 kewajiban pihak ketiga atau pemberi hibah, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian pendapatan dimaksud; x) Penganggaran pendapatan yang bersumber dari sumbangan pihak ketiga, baik dari badan, lembaga, organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat maupun perorangan yang tidak mengikat dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban pihak ketiga atau pemberi sumbangan, dianggarkan dalam APBD setelah adanya kepastian pendapatan dimaksud; xi) Dalam hal Pemerintah Daerah memperoleh dana darurat dari pemerintah dianggarkan pada akun pendapatan, kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah, dan diuraikan ke dalam jenis, Objek dan rincian Objek pendapatan Dana Darurat. 2) Belanja Daerah Pemerintah Daerah menetapkan target pencapaian kinerja setiap belanja, baik dalam konteks daerah, satuan kerja perangkat daerah, maupun program dan kegiatan. Tujuannya untuk meningkatkan akuntabilitas perencanaan anggaran dan memperjelas efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran. a) Belanja Langsung

20 31 Penganggaran belanja langsung dalam rangka melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah memperhatikan halhal sebagai berikut: i) Belanja Pegawai Belanja Pegawai merupakan belanja untuk honorarium/ upah dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah. ii) Belanja Barang dan Jasa Belanja Barang dan Jasa merupakan belanja untuk pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya kurang dari 12 bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan program dan kegiatan Pemerintah Daerah, mencakup belanja barang habis pakai, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/ penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, dan pemulangan pegawai. iii) Belanja Modal Belanja Modal merupakan belanja untuk pembelian/ pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 bulan untuk

21 32 digunakan dalam kegiatan pemerintahan, seperti dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. b) Belanja Tidak Langsung Penganggaran belanja tidak langsung memperhatikan hal-hal sebagai berikut: i) Belanja Pegawai Belanja Pegawai merupakan belanja kompensasi dalam bentuk gaji dan tunjangan, serta penghasilan lainnya yang diberikan kepada pegawai negeri sipil yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. ii) Belanja Bunga Belanja Bunga merupakan belanja untuk pembayaran bunga utang yang dihitung atas kewajiban pokok utang (Principal Outstanding) berdasarkan perjanjian pinjaman jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. iii) Belanja Subsidi Belanja Subsidi merupakan belanja untuk bantuan biaya produksi kepada perusahaan/lembaga tertentu agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. iv) Belanja Hibah dan Bantuan Sosial

22 33 Belanja Hibah merupakan belanja untuk pemberian hibah dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah lainnya, dan kelompok masyarakat/ perorangan yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya. Belanja Bantuan Sosial merupakan belanja untuk pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. v) Belanja Bagi Hasil Pajak Belanja Bagi Hasil Pajak merupakan belanja untuk dana bagi hasil yang bersumber dari pendapatan provinsi kepada kabupaten/kota atau pendapatan kabupaten/kota kepada Pemerintah Desa atau pendapatan Pemerintah Daerah tertentu kepada Pemerintah Daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. vi) Belanja Bantuan Keuangan. Belanja Bantuan Keuangan merupakan belanja untuk bantuan keuangan yang bersifat umum atau khusus dari provinsi kepada kabupaten/kota, Pemerintah Desa, dan kepada Pemerintah Daerah lainnya dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. vii) Belanja Tidak Terduga.

23 34 Belanja Tidak Terduga merupakan belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahuntahun sebelumnya yang telah ditutup. 3) Surplus/Defisit APBD. a) Penerimaan Pembiayaan, semua penerimaan yang ditujukan untuk menutup defisit APBD: i) Sisa lebih perhitungan anggaran tahun anggaran sebelumnya (SiLPA); ii) Pencairan dana cadangan; iii) Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; iv) Penerimaan pinjaman daerah; v) Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan vi) Penerimaan piutang daerah. b) Pengeluaran Pembiayaan, semua pengeluaran yang ditujukan untuk memanfaatkan surplus APBD: i) Pembentukan dana cadangan; ii) Penerimaan modal (investasi) Pemerintah Daerah; iii) Pembayaran pokok utang; dan iv) Pemberian pinjaman daerah.

24 35 6. Analisis Laporan Keuangan Setelah laporan keuangan disusun berdasarkan data yang relevan, serta dilakukan dengan prosedur akutansi dan penelitian yang benar, akan terlihat kondisi keuangan yang sesungguhnya. Kondisi keuangan yang dimaksud adalah diketahuinya jumlah pendapatan yang diterima dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama periode tertentu. Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti sehingga dapat dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, perlu dilakukan analisis laporan keuangan. Menurut Mahmudi (2009) perlunya analisis laporan keuangan pemerintah daerah adalah: Fungsi utama dari laporan keuangan pemerintah daerah adalah untuk memberikan informasi keuangan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut yang akan digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi, sosial, dan politik. Analisis laporan keuangan dimaksudkan untuk membantu bagaimana cara memahami laporan keuangan, bagaimana menafsirkan angka-angka dalam laporan keuangan, bagaimana mengevaluasi laporan keuangan, dan bagimana menggunakan informasi keuangan untuk pengembalian keputusan (Mahmudi, 2009, 8-9). Untuk membantu mengatasi ketidak mampuan memahami dan menginterpretasikan laporan keuangan, maka perlu dibantu dengan Analisis Laporan Keuangan. Menganalisis laporan keuangan berarti menggali lebih banyak informasi yang dikandung suatu laporan keuangan.

25 36 Salah satu teknik untuk melakukan Analisis Laporan Keuangan, yaitu dengan melakukan perhitungan Analisis Rasio Keuangan. Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Rasio keuangan ini hanya menyederharnakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya. Dengan penyederhanaan ini kita dapat menilai secara cepat hubungan antara pos tadi dan dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga kita dapat memperoleh informasi dan memberikan penilaian. 1) Analisis Kinerja Keuangan Daerah Analisis Kinerja Keuangan adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan yang tersedia. Mahmudi (2009:142) menyatakan, ada beberapa rasio yang dapat dikembangkan berdasarkan data keuangan yang bersumber dari APBD: a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang dikeluarkan daerah. Selain itu, tingkat kemandirian keuangan daerah juga menunjukkan tingkat ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal (terutama pemerintah pusat dan provinsi).

26 37 Rasio kemandirian keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah penerimaan Pendapatan Asli Daerah dibagi dengan jumlah pendapatan transfer dari pemerintah pusat dan propinsi serta pinjaman daerah. Semakin tinggi angka rasio ini menunjukkan pemerintah daerah semakin tinggi kemadirian keuangan daerah nya. Rasio Kemandirian = Pendapatan Asli Daerah Bantuan Pusat dan Pinjaman X100% (Mahmudi,2009:142) Rasio ini juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah, semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat yang semakin tinggi. Semakin tinggi rasio kemandirian daerah, tingkat ketergantungan terhadap bantuan pihak eksternal maka semakin rendah ketergantungan daerah terhadap bantuan eksternal, dan sebaliknya jika semakin rendah rasio kemandirian daerah, tingkat ketergantungan terhadap bantuan pihak eksternal maka semakin tinggi ketergantungan daerah terhadap bantuan eksternal. Secara umum, nilai tingkat kemandirian dan kemampuan keuangan daerah dapat dikategorikan sebagai berikut :

27 38 Kemampuan Keuangan Tabel 2.1 Pola Hubungan dan Tingkat Kemandirian Daerah Rasio Kemandirian ( % ) Pola Hubungan Keterangan Rendah sekali 0 25 Instruktif Dimana peranan Pemerintah Pusat lebih dominan dari pada kemandirian Pemerintah daerah Rendah > Konsultatif Dimana campur tanganpemerintah Pusat sudah mulai berkurang Sedang > Partisipatif Dimana peranan Pemerintah Pusat Semakin berkurang mengingat daerah yang bersangkutan tingkat kemandiriannya mendekati mampu melaksanankan otonomi daerah Tinggi > Delegatif Dimana campur tanganpemerintah Pusat sudah tidak ada karena daerah telah benar-benar mandiri dalam melaksanakan otonomi daerah Sumber : Mahsun, 2006 b. Rasio Efektifitas dan Efisiensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rasio efektifitas menggambarkan kemampuan pemerintah daerah dalam merealisasikan penerimaan PAD yang direncanakan dibandingkan target yang ditetapkan berdasarkan potensi riil daerah. Kemampuan daerah dalam menjalankan tugas dikategorikan efektif apabila rasio yang dicapai minimal sebesar 1 (satu) atau 100 persen. Semakin tinggi rasio efektivitas menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Rasio Efektifitas = Realisasi Penerimaan PAD Target Penerimaan PAD X100% (Mahmudi, 2009:143) Rasio efektifitas PAD menunjukan kemampuan pemerintah daerah dalam memobilisasi penerimaan PAD sesuai dengan yang

28 39 ditargetkan. Secara umum, nilai efektifitas PAD dapat dikategorikan sebagai berikut : Tabel 2.2 Kriteria Efektifitas Kinerja Keuangan Kemampuan Keuangan Rasio Efektifitas ( % ) Sangat efektif > 100% Efektif 100% Cukup efektif 90% - 99% Kurang efektif 75% - 89% Tidak efektif < 75% Sumber : Mahsun, 2006 Untuk memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio efektifitas perlu dibandingkan dengan rasio efisiensi yang dicapai pemerintah. Rasio efisiensi menggambarkan perbandingan antara besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan yang diterima. Kinerja pemerintah daerah dikatakan efisien apabila rasio yang dicapai kurang dari 1 (satu) atau dibawah l00 persen. Semakin kecil rasio efisiensi menggambarkan kemampuan daerah yang semakin baik. Rasio Efisiensi= Biaya Pemerolehan PAD Realisasi Penerimaan PAD X100% (Mahmudi, 2009:143) Semakin kecil nilai rasio ini maka semakin efisien kinerja pemerintah daerah dalam melakukan pemungutan Pendapatan Asli

29 40 Daerah. Secara umum, nilai efisiensi PAD dapat di kategorikan sebagai berikut : Tabel 2.3 Kriteria Efisiensi Kinerja Keuangan Kemampuan Keuangan Rasio Efisiensi ( % ) Sangat efisien < 10% Efisien 10% - 20% Cukup efisien 21% - 30% Kurang efisien 31% - 40% Tidak efisien > 40% Sumber : Mahsun, 2006 c. Rasio Aktivitas (Keserasian) Secara umum aktivitas pemerintah daerah dapat dinilai dari alokasi (rasio) belanja yang muncul dalam anggaran, baik untuk belanja rutin, maupun untuk belanja pembangunan (Gideon dan Hariadi 2007:5). Rasio ini menggambarkan bagaimana pemerintahan daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan belanja pembangunan secara optimal. Semakin tinggi presentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti presentase belanja investasi (belanja pembangunan) yang digunakan untuk sarana prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Rasio Belanja Rutin terhadap APBD = Total Belanja Rutin Total APBD X100% Rasio Belanja Pembangunan terhadap APBD = Total Belanja Pembangunan Total APBD X100% (Mahmudi,2009:164)

30 41 Belum ada patokan yang pasti berapa besarnya rasio belanja rutin maupun pembangunan terhadap APBD yang ideal, karena sangat dipengaruhi oleh dinamisasi kegiatan pembangunan dan besarnya kebutuhan investasi yang diperlukan untuk mencapai pertumbuhan yang ditargetkan. Rasio pengelolaan belanja menunjukkan bahwa kegiatan belanja yang dilakukan oleh pemerintah daerah memiliki equitas antara periode yang positif, yaitu belanja yang dilakukan tidak lebih besar dari total pendapatan yang diterima pemerintah daerah. Rasio ini menunjukkan adanya surplus dan defisit anggaran. Surplus atau defisit yaitu selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode laporan. Rasio Pengelolaan Belanja = d. Rasio Pertumbuhan Total Pendapatan Total Belanja X100% (Mahmudi,2009:164) Analisis pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui perkembangan kinerja keuangan serta kecenderungan baik berupa kenaikan atau penurunan kinerja selama kurun waktu tertentu. Rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilannya yang telah dicapai dari periode ke periode berikutnya. Dengan diketahuinya pertumbuhan untuk masing-masing komponen sumber pendapatan dan pengeluaran, dapat digunakan untuk mengevaluasi

31 42 potensi-potensi mana yang perlu mendapat perhatian (Halim, 2007:241). Semakin tinggi persentase pertumbuhan setiap komponen pendapatan dan pengeluaran, maka semakin besar kamampuan Pemerintah Daerah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang dicapai dari setiap periode. PAD tahun p0 PAD tahun p-1 Rasio Pertumbuhan PAD = PAD tahun p-1 Rasio Pertumbuhan total pendapatan = Pendapatan tahun p0 - Pendapatan tahun p-1 Pendapatan tahun p-1 X100% Rasio Pertumbuhan Belanja Rutin Daerah = Belanja Rutin tahun p0 Belanja Rutin tahun p-1 X100% Belanja Rutin tahun p-1 Rasio Pertumbuhan Belanja Pembangunan = Keterangan : Belanja Pembangunan tahun p0 Belanja Pembangunan tahun p-1 Belanja Pembangunan tahun p-1 X100% (Mahmudi,2009:96) dimana: p0 = Tahun yang dihitung p-1 = Tahun sebelumnya 2) Analisis Kemampuan Keuangan Daerah a) Perhitungan dan Analisis Share dan Growth Diawali dengan perhitungan dan Analisis Kinerja PAD melalui ukuran Share dan Growth kemudian mengklasifikasikan

32 43 dengan Pemetaan Kemampuan Keuangan Daerah berdasarkan Metode Kuadran. Rata-rata Kuadran II Share : Rendah Growth : Tinggi Kuadran I Share : Tinggi Growth : Tinggi SHARE (%) Kuadran IV Share : Rendah Growth : Rendah Kuadran III Share : Tinggi Growth : Rendah Gambar 2.1 Peta Kemampuan Keuangan Berdasarkan Metode Kuadran Sumber : Bappenas, 2003 Klasifikasi Status Kemampuan Keuangan Daerah Berdasarkan Metode Kuadran di artikan sebagai berikut : Tabel 2.4 Klafikasi Status Kemampuan Keuangan Daerah Berdasarkan Metode Kuadran KUADRAN KONDISI I Kondisi paling ideal. PAD mengambil peran besar dalam Total Belanja dan daerah mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal. Kondisi ini ditunjukkan dengan besarnya nilai share dan growth yang tinggi. II Kondisi ini belum ideal, tetapi daerah mempunyai pegembangan potensi lokal, sehingga PAD berpeluang memiliki peran besar dalam Total Belanja. Sumbangan PAD terhadap Total Belanja masih rendah namun

33 44 pertumbuhan (growth) PAD tinggi. III Kondisi ini juga belum ideal. Peran PAD yang besar dalam Total Belanja mempunyai peluang yang kecil karena pertumbuhan PADnya kecil. Sumbangan PAD terhadap Total Belanja tinggi, namun pertumbuhan PAD rendah. IV Kondisi ini paling buruk. Peran PAD belum mengambil peran yang besar dalam Total Belanja, dan daerah belum mempunyai kemampuan mengembangkan potensi lokal. Sumbangan PAD terhadap Total Belanja dan pertumbuhan PAD terhadap Total Belanja dan pertumbuhan PAD rendah. Sumber : Bappenas, 2003 Share = PAD X100% Total Belanja Growth = Keterangan: PADi PADi-1 X100% PADi = Pendapatan Asli Daerah periode i PADi-1 = Pendapatan Asli Daerah periode i-1

34 45 b) Menghitung Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) Menghitung Indeks Kemampuan Keuangan kemudian mengklasifikasikan dengan metode Indeks Kemampuan Keuangan. Metode Indeks Kemampuan Keuangan merupakan rata-rata hitung dari Indeks Pertumbuhan (Growth), Indeks Elastisitas dan Indeks Share. Untuk menyusun indeks ketiga komponen tersebut, ditetapkan nilai maksimum dan minimum dari masing-masing komponen. Menyusun indeks untuk setiap komponen IKK dilakukan dengan menggunakan persamaan umum: Indeks X = (Nilai X Hasil Pengukuran) (Nilai X Kondisi Minimum) (Nilai X Kondisi Maksimum) (Nilai X Kondisi Minimum) Berdasarkan persamaan di atas, maka persamaan IKK dapat ditulis sebagai berikut: lkk = XG + XE + XS 3 Keterangan: XG= Indeks Pertumbuhan (PAD) XE= Indeks Elastisitas (Belanja Langsung Terhadap PAD) XS= Indeks Share (PAD terhadap APBD)

35 46 Tabel 2.5 Kriteria Tingkat Kemampuan Keuangan Daerah Indeks Kemampuan Keuangan Klasifikasi 0,00-0,33 Rendah ,43 Sedang 0,44-1,00 Tinggi Sumber: Bappenas, Manfaat Analisis Laporan Keuangan Kegiatan dalam analisis laporan keuangan dapat dilakukan dengan cara menentukan dan mengukur antara pos-pos yang ada dalam satu laporan keuangan. Kemudian, analisis laporan keuangan juga dapat dilakukan dengan menganalisis laporan keuangan yang dimiliki dalam satu periode. Di samping itu, analisis laporan keuangan dapat dilakukan pula antara beberapa periode (Kasmir, 2012). Ada beberapa manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan bahwa manfaat analisis laporan keuangan adalah (Kasmir, 2012:67) : 1. untuk mengetahui posisi keuangan dalam satu periode tertentu; 2. untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kekurangan pemerintah daerah; 3. untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki; 4. untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan ke depan yang berkaitan dengan posisi keuangan saat ini;

36 47 5. untuk melakukan penilaian kinerja manajemen ke depan apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal; 6. dapat juga digunakan sebagai pembanding dengan pemerintah daerah tentang hasil yang mereka capai. B. Penelitian Terdahulu Berbagai penelitian mengenai analisis kinerja keuangan Badan Pertanahan Kota Tangerang belum pernah ada sebelumnya. Namun, ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan analisis kinerja keuangan sektor publik, antara lain: 1. Damanhuri (2011) meneliti tentang Analisa Kinerja Keuangan Pemerintah Kota di Jawa Timur Tahun Anggaran Dalam penelitian ini ada beberapa indikator yang digunakan sebagai alat analisis seperti rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas dan efisiensi, dan rasio pertumbuhan. Untuk menguji variabel-variabel tersebut dengan menggunakan metode penelitian analisis deskriptif secara kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Berdasarkan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah, pola hubungan kemandirian daerah Pemerintah Kota di Jawa Timur dalam lima tahun terakhir masih menunjukkan pola hubungan instruktif dimana peranan pemerintah pusat lebih dominan dari pada

37 48 kemandirian pemerintah daerah dengan rasio kemandirian daerah rata-rata mencapai 22,72%. Terkecuali pada Pemerintah Kota Surabaya yang memiliki rasio rata-rata 56,56% (Pola Hubungan Partisipatif), bahkan pada tahun 2011 Pemerintah Kota Surabaya mencapai nilai rasio 100,75% (Pola Hubungan Delegatif). Berdasarkan Rasio Efektivitas Keuangan Daerah, pengelolaan keuangan daerah pemerintah kota di Jawa Timur dapat dikatakan Efektif. Berdasarkan Rasio Pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah, pada tahun 2011 terlihat peningkatan pertumbuhan dari semua kota yang ada, peningkatan ini sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah di mana daerah sudah mulai berusaha untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya. 2. Febriyanti (2012) tentang Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota Malang Tahun Anggaran Variabel yang diteliti adalah rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efisiensi dan efektivitas, rasio belanja rutin terhadap APBD, rasio pertumbuhan, dan analisis aspek pembiayaan. Metode analisis untuk menguji variabel-variabel tersebut dengan analisis deskriptif secara kuantitatif. Hasil dari penelitian ini bahwa rata-rata kinerja pengelolaan keuangan berdasarkan analisis rasio keuangan adalah baik.

38 49 Sedangkan pola hubungan kemandirian berdasarkan rasio kemandirian masih tergolong rendah. 3. Machmud, et al (2014) meneliti tentang Analisis Kinerja Keuangan Daerah Di Provinsi Sulawesi Utara Tahun Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa rasio keuangan, seperti rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, dan rasio pertumbuhan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan berdasarkan Berdasarkan hasil penelitian, dapat digambarkan bahwa kinerja keuangan pemerintah daerah di Provinsi Sulawesi Utara masih menunjukkan ratarata kinerja keuangan daerah yang masih belum stabil atau belum begitu baik. Dimana hasil perhitungan di setiap tahun masih mengalami angka yang naik turun sehingga beberapa rasio keuangan masih menunjukkan trend positif dan trend negatif. Untuk rasio kemandirian keuangan daerah pada tahun di Provinsi Sulawesi Utara secara keseluruhan persentase perhitungan rasio kemandirian keuangan daerah masih kurang stabil karena masih mengalami naik turun terhadap hasil perhitungan persentasenya. Untuk rasio efektifitas, kemampuan daerah di Sulawesi Utara didalam menjalankan tugasnya kurang stabil karena masih mengalami rasio yang naik turun. Kinerja Pemerintah daerah di Provinsi Sulawesi Utara belum efektif

39 50 karena efektifnya belum mencapai 1 (satu) atau 100 persen, kecuali untuk tahun Rasio pertumbuhan kinerja di Provinsi Sulawesi Utara juga kemampuan daerah didalam menjalankan tugasnya kurang stabil karena mengalami rasio yang naik turun. 4. Afriyanto, (2011) meneliti tentang Analisis Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hulu. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa analisis rasio untuk mengukur indikator kinerja keuangan daerah, seperti rasio kemandirian keuangan daerah, rasio efektifitas dan efisiensi pendapatan asli daerah, rasio aktivitas dan rasio pertumbuhan. Adapun teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif Kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan Tingkat Kemandirian Keuangan Daerah Kabupaten Rokan Hulu masih sangat rendah. Rasio efektifitas Kabupaten Rokan Hulu menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hulu dalam merealisasikan sumber pendapatan asli daerah pada tahun 2007 tidak efektif dan pada tahun 2008 cukup efektif. Pada tahun 2009 dan 2010 sangat efektif, sementara pada tahun 2011 sudah efektif. Rasio efisiensi pemerintah daerah Kabupaten Rokan Hulu pada tahun 2007 tahun 2011dengan mengeluarkan biaya yang relatif sedikit,

40 51 pemerintah daerah dapat menghasilkan output (hasil) yang optimal dan memberikan penggambaran kinerja pemerintahan daerah yang sangat baik. 5. Pauwah, et al (2014) meneliti tentang Analisa Kinerja Keuangan Daerah Pada PEMDA Kabupaten Kepulauan Sula Provinsi Maluku Utara. Dalam penelitian ini ada beberapa indikator yang digunakan sebagai alat analisis seperti rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas, rasio aktivitas, rasio pengelolan belanja dan rasio pertumbuhan. Untuk menguji variabel-variabel tersebut dengan menggunakan metode penelitian analisis deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Berdasarkan Kinerja pengelolaan keuangan Kabupaten Kepulauan Sula berdasarkan rasio kemandirian dapat di kategorikan baik. Tetapi Ada beberapa aspek yang perlu diperbaiki oleh pemerintah Kabupaten Sula seperti kemandirian keuangan yang masih rendah dan aktifitas pemerintah dalam membelanjakan dana yang sebagian besar untuk belanja rutin. Kinerja pengelolaan keuangan masih cukup efektif karena pemerintah mampu meningkatkan pertumbuhan pendapatan yang lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya.

41 52 C. Rerangka Pemikiran Kemampuan Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan termuat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang menggambarkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam membiayai kegiatan pelaksanaan tugas pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan daerah dibutuhkan anggaran biaya lebih untuk memperoleh hasil yang lebih. Setiap tahun Badan Pertanahan kota Tangerang melakukan perubahan-perubahan untuk memperbaiki kinerja keuangan setiap tahunnya. Besar kecilnya rasio Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dari tahun ke tahun dijadikan pembuktian apakah kinerja Pemerintah Daerah sudah sesuai atau belum, dilihat dari perkembangan daerah tersebut. Jalan keluar dari permasalahan tersebut adalah Pemerintah Daerah mampu untuk mengidentifikasi perkembangan kinerjanya dari tahun ke tahun. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja Pemerintah Daerah dalam mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Analisis rasio tersebut dapat dijadikan tolok ukur apakah kinerja Pemerintah Daerah meningkat dari tahun ke tahunnya, sehingga dapat dikatakan sebagai daerah yang berkembang. Terlebih lagi banyak sekali masyarakat yang belum mengetahui secara transparan mengenai besarnya dana yang dikeluarkan pemerintah dalam melaksanakan pembangunan, serta pengaruhnya terhadap ukuran kinerja Pemerintah Daerah. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan Laporan Keuangan Anggaran

42 53 Pendapatan dan Belanja Daerah Badan Pertanahan Nasional kota Tangerang Tahun Anggaran dan akan dianalisis menggunakan Rasio Kemandirian, Rasio Efektivitas dan Rasio Efisiensi, Rasio Aktivitas (Keserasian Belanja), Rasio Pertumbuhan, Share dan Growth APBD, Peta Kemampuan Keuangan Daerah, dan Indeks Kemampuan Keuangan (IKK). Di mana perhitungan analisis ini akan digunakan untuk mengukur kinerja Badan Pertanahan Nasional kota Tangerang. Yang kemudian akan disimpulkan dengan cara melihat grafik perbandingan rasio-rasio dari setiap periode selama 5 (lima) tahun.

43 54 Badan Pertanahan Kota Tangerang LAPORAN KEUANGAN ANGGARAN ANALISIS KINERJA KEUANGAN ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH Rasio Kemandirian Rasio Efektifitas &Efisiensi Rasio Aktivitas Rasio Pertumbuhan Share dan Growth APBD Peta Kemampuan Keuangan Daerah Indeks Kemampuan Keuangan (IKK) PERKEMBANGAN KINERJA KEUANGAN Gambar 2.2 Rerangka Pemikiran

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 55 BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini di laksanakan pada bulan Maret tahun 2015. Data Penelitian didapatkan di Urusan Perencanaan dan Keuangan yaitu Laporan Realisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian pemerintah menurut Siregar dalam buku yang berjudul Akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian pemerintah menurut Siregar dalam buku yang berjudul Akuntansi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengertian pemerintah menurut Siregar dalam buku yang berjudul Akuntansi Sektor Publik (2015:2) merupakan organisasi sektor publik yang mengelola dana masyarakat. Berkaitan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Tahun 2008-2013 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan Daerah adalah hak dan kewajiban daerah dalam melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variable Penelitian 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah, pendapatan

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Merangin. Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kinerja Pelaksanaan APBD Kapasitas keuangan Daerah akan menentukan kemampuan pemerintah Daerah dalam

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Dalam upaya reformasi pengelolaan keuangan daerah, Pemerintah telah menerbitkan paket peraturan perundang undangan bidang pengelolaan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD 3.1.1.1. Sumber Pendapatan Daerah Sumber pendapatan daerah terdiri

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN (RPJMD) Tahun 20162021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan Kabupaten Pandeglang dikelola berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku diantaranya UndangUndang

Lebih terperinci

STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING

STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING STRUKTUR APBD DAN KODE REKENING 1 STRUKTUR ANGGARAN KEPMENDAGRI 29/2002 PERMENDAGRI 13/2006 Klasifikasi belanja menurut bidang kewenangan pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek dan rincian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kerangka Teoritis 2.1.1 Kinerja Keuangan 2.1.1.1 Pengertian Kinerja Keuangan Kinerja adalah pretasi kerja atau pencapaian yang diterima sebuah perusahaan dalam menjalankan program/

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Billions RPJMD Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2016-2021 BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

PROFIL KEUANGAN DAERAH

PROFIL KEUANGAN DAERAH 1 PROFIL KEUANGAN DAERAH Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan amanat Undang-Undang adalah menyelenggarakan otonomi daerah dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab, serta

Lebih terperinci

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Perkembangan kinerja keuangan pemerintah daerah tidak terlepas dari batasan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana

Lebih terperinci

KEBIJAKAN LRA A. TUJUAN

KEBIJAKAN LRA A. TUJUAN LAMPIRAN II PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KEBIJAKAN LRA A. TUJUAN Kebijakan tentang LRA bertujuan untuk menetapkan perlakuan Akuntansi

Lebih terperinci

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN Maksud penyusunan Laporan Keuangan Dinas Dikpora Provinsi NTB adalah untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori

BAB III PEMBAHASAN. 3.1 Tinjauan Teori BAB III PEMBAHASAN 3.1 Tinjauan Teori 3.1.1 Kinerja Keuangan Kinerja (performance) menurut Amin widjaja Tunggal (2010:521) diartikan sebagai dari suatu entitas selama periode tertentu sebagai bagian dari

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan. daerah sebagai penyelenggara pemerintah daerah. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemerintah Daerah Pemerintah Daerah merupakan penyelenggara seluruh urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut azas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip

Lebih terperinci

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode

3.2. Kebijakan Pengelolalan Keuangan Periode No. Rek Uraian Sebelum Perubahan Jumlah (Rp) Setelah Perubahan Bertambah / (Berkurang) 1 2 3 4 5 116,000,000,000 145,787,728,270 29,787,728,270 (Rp) 3.1.1 Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Daerah Tahun Sebelumnya

Lebih terperinci

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan

BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan BAB III Gambaran Pengelolaan Keuangan Daerah dan Kerangka Pendanaan 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu Kabupaten Jembrana dalam hal pengelolaan keuangan daerah telah menerapkan pola pengelolaan keuangan berbasis

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 3.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN. Pada Bab II telah diuraiakan kondisi riil daerah yang ada di

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN. Pada Bab II telah diuraiakan kondisi riil daerah yang ada di BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pada Bab II telah diuraiakan kondisi riil daerah yang ada di Kota Malang serta tantangan-tantangan riil yang di hadapi dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU

5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU BAB V ANALISIS APBD 5.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU 5.1.1. Kinerja Pelaksanaan APBD Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah terkait penyelenggaraan pemerintahan yang dapat dinilai dengan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Gambaran pengelolaan keuangan daerah mencakup gambaran kinerja dan pengelolaan keuangan daerah tahuntahun sebelumnya (20102015), serta kerangka pendanaan. Gambaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. Tap MPR Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaran Otonomi Daerah, Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan Akuntansi Sektor Publik, Khususnya di Negara Indonesia semakin pesat seiring dengan adanya era baru dalam pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi

Lebih terperinci

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun

RPJMD Kota Pekanbaru Tahun RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2017 BAB III GAMBARAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN III 1 RPJMD Kota Pekanbaru Tahun 2017 3.1.KINERJA KEUANGAN MASA LALU No Kinerja keuangan daerah masa lalu merupakan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Kinerja Keuangan Masa Lalu Sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan 2009-2013 Pengelolaan keuangan daerah yang mencakup penganggaran, penatausahaan dan pertanggungjawaban keuangan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1.KINERJA KEUANGAN MASA LALU Kinerja keuangan daerah masa lalu merupakan informasi yang penting untuk membuat perencanaan daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawab BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Belanja Daerah a. Pengertian Belanja Daerah Menurut Halim (2003 : 145), belanja daerah adalah pengeluaran yang dilakukan oleh Pemda untuk melaksanakan wewenang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Keuangan Daerah Pelaksanaan kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang

Lebih terperinci

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik.

Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan. keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. 2.1 Akuntansi Pemerintahan Akuntansi sektor publik memiliki peran utama untuk menyiapkan laporan keuangan sebagai salah satu bentuk pelaksanaan akuntabilitas publik. Akuntansi dan lap oran keuangan mengandung

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Provinsi Bali disusun dengan pendekatan kinerja

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman I. DAFTAR ISI... i II. DAFTAR TABEL... iii III. DAFTAR LAMPIRAN... iv

DAFTAR ISI. Halaman I. DAFTAR ISI... i II. DAFTAR TABEL... iii III. DAFTAR LAMPIRAN... iv DAFTAR ISI Halaman I. DAFTAR ISI... i II. DAFTAR TABEL... iii III. DAFTAR LAMPIRAN... iv Bab I Pendahuluan Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2015... 1 1.1. Maksud dan Tujuan Penyusunan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Kerangka Keuangan Masa Lalu Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah serta Pendanaan saat ini bahwa Daerah Otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance Government) telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG POKOK POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR I. UMUM Dalam rangka pelaksanaan kewenangan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL

ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Analisis Rasio untuk Mengukur Kinerja Pengelolaan Keuangan Daerah 333 ANALISIS RASIO UNTUK MENGUKUR KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BANTUL Vidya Vitta Adhivinna Universitas PGRI Yogyakarta,

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU. Afriyanto 1, Weni Astuti 2 ABSTRAK

ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU. Afriyanto 1, Weni Astuti 2 ABSTRAK ANALISIS KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU Afriyanto 1, Weni Astuti 2 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Pasir Pengaraian Jl. Tuanku tambusai Kumu Desa rambah Kecamatan

Lebih terperinci

-1- KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA, BELANJA, TRANSFER DAN PEMBIAYAAN

-1- KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA, BELANJA, TRANSFER DAN PEMBIAYAAN -1- LAMPIRAN XI PERATURAN BUPATI TANGERANG NOMOR 75 TAHUN 2017 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PENDAPATAN-LRA, BELANJA, TRANSFER DAN PEMBIAYAAN A. KEBIJAKAN

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri BAB III. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1 Kinerja Keuangan Masa Lalu 3.1.1 Kondisi Pendapatan Daerah Pendapatan daerah terdiri dari tiga kelompok, yaitu Pendapatan Asli

Lebih terperinci

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN

STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN IV PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2005 TANGGAL 13 JUNI 2005 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN PERNYATAAN NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan

Lebih terperinci

KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN

KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, PERUBAHAN ESTIMASI AKUNTANSI, DAN OPERASI YANG TIDAK DILANJUTKAN Koreksi Kesalahan 332. Kesalahan penyusunan laporan keuangan dapat disebabkan oleh keterlambatan

Lebih terperinci

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016

Grafik 5.1. Realisasi Pendapatan Daerah Provinsi Kaltara Tahun Anggaran Sumber: Hasil Olahan, 2016 BAB V ANALISIS APBD 5.1. Pendapatan Daerah Sebagai daerah pemekaran dari Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), kondisi keuangan daerah Provinsi Kaltara tergolong belum stabil terutama pada tahun 2013. Sumber

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB 3 GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana pengelolaan keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dalam Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan teori 2.1.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2.1.1.1 Pengertian APBD Anggaran daerah merupakan rencana keuangan yang menjadi dasar dalam pelaksanaan pelayanan

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III. GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Pengelolaan keuangan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Sulawesi Tenggara dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan

Lebih terperinci

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*)

ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN. Haryani 1*) ANALISIS KEMANDIRIAN DAN EFEKTIVITAS KEUANGAN DAERAH KABUPATEN BIREUEN Haryani 1*) 1) Dosen FE Universitas Almuslim Bireuen *) Haryani_68@yahoo.co.id ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk menganalisis

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS LAMPIRAN I.0 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR TAHUN 00 TANGGAL OKTOBER 00 STANDAR AKUNTANSI PEMERINTAHAN BERBASIS AKRUAL PERNYATAAN NO. 0 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BERBASIS KAS Lampiran I.0 PSAP 0 (i) DAFTAR

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN

BAB III METODE PENELITIAN. Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data. Belanja Daerah (APBD) Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder yang mengambil lokasi di Kabupaten/Kota SUBOSUKAWONOSRATEN dengan menggunakan data yang telah disusun oleh

Lebih terperinci

ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN 2014 REALISASI (Rp)

ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN 2014 REALISASI (Rp) LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 NO URAIAN REFF ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN 2014 REALISASI 2014 LEBIH/ (KURANG)

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Berdasarkan Pasal 18 Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa dalam rangka penyusunan Rancangan APBD diperlukan penyusunan Kebijakan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Kualitatif 1. Laporan Keuangan Laporan Keuangan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tangerang Selatan disusun dan disediakan sebagai sarana informasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Provinsi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Data Laporan keuangan RSJD Dr. RM.Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah disusun untuk menyediakan informasi yang relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan otonomi daerah. Dimana otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan otonomi daerah. Dimana otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesajahteraan masyarakat; serta menciptakan efesiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah,

Lebih terperinci

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu

GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB - III Kinerja Keuangan Masa Lalu BAB - III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Kinerja Keuangan Masa Lalu Arah Kebijakan Pengelolaan Keuangan Kebijakan Umum Anggaran Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum mengenai pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang

BAB I PENDAHULUAN. baik pusat maupun daerah, untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Di Indonesia, adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah di daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi serta akuntabilitas memaksa pemerintah baik

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN

LAPORAN REALISASI ANGGARAN LAMPIRAN B.II : PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR : 79 TAHUN 2013 TANGGAL: 27 DESEMBER 2013 KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 02 LAPORAN REALISASI ANGGARAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE

ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE ANALISIS RASIO KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PURWOREJO PERIODE 2005-2009 Muhammad Amri 1), Sri Kustilah 2) 1) Alumnus Program Studi Pendidikan Ekonomi Universitas Muhammadiyah Purworejo 2) Dosen

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Milyar BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. Kinerja Keuangan Masa Lalu Kinerja pelaksanaan APBD Provinsi Kepulauan Riau dapat dilihat dari Pendapatan Daerah, Belanja

Lebih terperinci

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo)

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) MERI IMELDA YUSUF 921 409 130 PROGRAM STUDI SRATA 1 AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN 3.1. KINERJA KEUANGAN MASA LALU Pemerintah Kabupaten gresik dalam pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah berpedoman pada Undang-Undang

Lebih terperinci

ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN 2015 (Rp)

ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN 2015 (Rp) LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2015 DAN 2014 NO URAIAN REFF ANGGARAN SETELAH PERUBAHAN 2015 REALISASI 2015 LEBIH/ (KURANG)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang

BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah yang BAB II LANDASAN TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1. Landasan Teori 2.1. 1 Definisi dan Teori Otonomi Khusus UU No 32 Tahun 2004 Pasal 1 ayat 6 menyatakan bahwa daerah otonom yaitu kesatuan masyarakat hukum

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Belanja Modal Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Tinjauan Teoretis 2.1.1 Sumber Penerimaan Daerah dalam Pelaksanaan Desentralisasi Berdasarkan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Bab ini berisi uraian tentang gambaran umum pengelolaan keuangan daerah di Kabupaten Purworejo. Adapun yang menjadi fokus adalah kinerja

Lebih terperinci

Tinjauan Atas Laporan Penerimaan Dan Pengeluaran Kegiatan APBD Pada Dinas Pertanian, Tanaman Dan Pangan Provinsi Jawa Barat

Tinjauan Atas Laporan Penerimaan Dan Pengeluaran Kegiatan APBD Pada Dinas Pertanian, Tanaman Dan Pangan Provinsi Jawa Barat Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2017-02-04 Tinjauan Atas Laporan Penerimaan Dan Pengeluaran

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN

LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN LAPORAN KEUANGAN BERBASIS AKRUAL SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN MUKOMUKO CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN TAHUN ANGGARAN 2016 DAFTAR ISI Daftar Isi i Pernyataan Tanggung Jawab ii Ringkasan Eksekutif 5 A. Laporan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori 2.1.1 Fiscal Stress Ada beberapa definisi yang digunakan dalam beberapa literature. Fiscal stress terjadi ketika pendapatan pemerintah daerah mengalami penurunan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJ0 NOMOR 16 TAHUN 2008 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN PURWOREJO TAHUN ANGGARAN

Lebih terperinci

Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2006

Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2006 43 Lampiran 1 Laporan Anggaran dan Realisasi Pendapatan dan Belanja Kabupaten Aceh Utara Tahun Anggaran 2006 No. Uraian Anggaran Setelah Perubahan Realisasi I PENDAPATAN DAERAH 1.142.122.565.100 1.153.474.367.884

Lebih terperinci

Disusun Oleh: Astriana Nabila Muhibtari 10412144020

Disusun Oleh: Astriana Nabila Muhibtari 10412144020 ANALISIS RASIO KEUANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA MAGELANG UNTUK MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA MAGELANG TAHUN ANGGARAN 2008-2012 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB V PENDANAAN DAERAH

BAB V PENDANAAN DAERAH BAB V PENDANAAN DAERAH Dampak dari diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN - 61 - BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DAN KERANGKA PENDANAAN Dasar yuridis pengelolaan keuangan Pemerintah Kota Tasikmalaya mengacu pada batasan pengelolaan keuangan daerah yang tercantum

Lebih terperinci

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK

BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK 63 BAB III PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DALAM PRAKTEK A. Konsep Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Menurut Freedman dalam anggaran

Lebih terperinci

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI PURWAKARTA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

LAPORAN KEUANGAN POKOK

LAPORAN KEUANGAN POKOK 4 LAPORAN KEUANGAN POKOK 1. NERACA KOMPARATIF PEMERINTAH KABUPATEN OGAN ILIR NERACA KOMPARATIF PER 31 DESEMBER 2008 DAN 2007 URAIAN JUMLAH (Rp) 2008 2007 ASET ASET LANCAR Kas 5.252.211.953,56 53.229.664.501,08

Lebih terperinci

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY

PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Drs. Bambang Wisnu Handoyo DPPKA DIY KEUANGAN DAERAH Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemerintahan Kota Surakarta) dalam penelitiannya menyimpulkan sebagai berikut BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yaitu oleh Pramono (2014) dengan judul Analisis Rasio Keuangan Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah (Studi Kasus Pada Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN 1.2. MAKSUD DAN TUJUAN PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. UMUM Catatan Atas Laporan Keuangan merupakan komponen laporan keuangan yang berkedudukan menggantikan Nota Perhitungan Anggaran, sebagaimana yang dimaksud dan diatur dalam Peraturan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemerintah Daerah Sebagai Entitas Pelaporan Dan Entitas Akuntansi bahwa: Dalam pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (2005:19) menyatakan entitas pelaporan keuangan adalah

Lebih terperinci

PEMERINTAH ACEH NERACA Untuk Tahun Yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2011 dan 2010

PEMERINTAH ACEH NERACA Untuk Tahun Yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2011 dan 2010 A. NERACA Laporan Keuangan Pemerintah Aceh Tahun 2011 PEMERINTAH ACEH NERACA Untuk Tahun Yang Berakhir Tanggal 31 Desember 2011 dan 2010 (Dalam Rupiah) ASET ASET LANCAR Kas Kas di Kas Daerah 1.506.460.908.360,30

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pengelolaan keuangan daerah merupakan sub-sistem dari sistem pengelolaan keuangan negara dan merupakan elemen pokok dalam penyelenggaraan Pemerintahan

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH PEMERINTAH KOTA TEGAL LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH UNTUK TAHUN YANG BERAKHIR SAMPAI DENGAN 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 NO. URUT URAIAN ANGGARAN 2014 REALISASI 2014 (%) REALISASI

Lebih terperinci

PEMERINTAH ACEH NERACA Per 31 Desember 2012 dan 2011

PEMERINTAH ACEH NERACA Per 31 Desember 2012 dan 2011 Laporan Pemerintah Aceh Tahun 212 A. NERACA PEMERINTAH ACEH NERACA Per 31 Desember 212 dan 211 (Dalam Rupiah) URAIAN TAHUN 212 TAHUN 211 ASET ASET LANCAR Kas Kas di Kas Daerah 1,931,325,183,1.75 1,56,46,98,36.3

Lebih terperinci

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN

CAPAIAN KINERJA PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH TAHUN CAPAIAN KINERJA Pengelolaan keuangan daerah sebagaimana diatur dalam Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan Undang Undang Nomor

Lebih terperinci

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH DALAM MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat

ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH DALAM MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat 1 ANALISIS RASIO KEUANGAN DAERAH DALAM MENILAI KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Program Study Akuntansi Oleh

Lebih terperinci

Catatan Atas Laporan Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan ini 1

Catatan Atas Laporan Keuangan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan ini 1 LAPORAN KEUANGAN 1. NERACA KOMPARATIF PEMERINTAH KABUPATEN AGAM N E R A C A PER 31 DESEMBER 2014 DAN 2013 (AUDITED) NO. U R A I A N 2,014.00 2,013.00 1 ASET 2 ASET LANCAR 3 Kas di Kas Daerah 109,091,924,756.41

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s.

PENDAHULUAN. Laporan Keuangan Kabupaten Sidoarjo. Page 1. D a t a K e u a n g a n K a b u p a t e n S i d o a r j o T a h u n s. PENDAHULUAN Sebagai perwujudan pembangunan daerah dan tata kelola keuangan daerah, landasan kerja pemerintah adalah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor

Lebih terperinci

Anggaran Realisasi Realisasi Cat

Anggaran Realisasi Realisasi Cat PEMERINTAH KABUPATEN INDRAGIRI HULU LAPORAN REALISASI ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Untuk Tahun yang Berakhir Sampai dengan 31 Desember 2016 dan 2015 Anggaran Realisasi Realisasi Uraian % Rasio

Lebih terperinci

JUMLAH ASET LANCAR , ,94

JUMLAH ASET LANCAR , ,94 A. Neraca Laporan Keuangan Pemerintah Aceh Tahun 21 PEMERINTAH ACEH NERACA Untuk Tahun Yang Berakhir Tanggal 31 Desember 21 dan 29 (Dalam Rupiah) URAIAN TAHUN 21 TAHUN 29 (1) (3) (4) ASET ASET LANCAR Kas

Lebih terperinci

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TAHUN ANGGARAN 2013 (dalam rupiah) NO.

Lampiran 1 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TAHUN ANGGARAN 2013 (dalam rupiah) NO. Lampiran 1 LAPORAN REALISASI ANGGARAN BADAN PERENCANAAN DAN PEMBANGUNAN KOTA MEDAN TAHUN ANGGARAN 2013 (dalam rupiah) NO. LEBIH / URAIAN ANGGARAN REALISASI URUT (KURANG) 2 BELANJA 33,283,583,941 21,428,982,849

Lebih terperinci

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan

Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan Analisis Kinerja Keuangan Dalam Otonomi Daerah Kabupaten Nias Selatan Samalua Waoma Program Studi Akuntansi STIE Nias Selatan Kabupaten Nias Selatan samaluawaoma@gmail.com Abstract Tujuan penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Akuntansi Pemerintahan Saat ini terdapat perhatian yang lebih besar terhadap praktik akuntansi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah

BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah BAB II KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Pendapatan Asli Daerah Menurut Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003, pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN Keuangan daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dapat dinilai dengan uang,

Lebih terperinci