BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh (http://id.wikipedia.org/wiki/ Anak_

dokumen-dokumen yang mirip
BAB III METODE PERANCANGAN. daksa yang dapat menerima segala umur dan kelas sosial, memudahkan

REDESAIN YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (YPAC) SEMARANG. disusun oleh : KHOERUL UMAM L2B

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan nasional memiliki peranan yang sangat penting bagi warga negara. Pendidikan nasional bertujuan untk

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak-anak penyandang tuna daksa (memiliki kecacatan fisik), seringkali

SEKOLAH LUAR BIASA YAYASAN PEMBINAAN ANAK CACAT (SLB YPAC) DI SEMARANG. (Penekanan Desain Arsitektur Post Modern) IDA ASTRID PUSPITASARI L2B

Bab I Pendahuluan. Sekolah Luar Biasa Tunagrahita di Bontang, Kalimantan Timur dengan Penekanan

BAB I PENDAHULUAN. satu pun dari semua ini ada karena hak manusia memutuskan untuk. kebesaran dan kekuasaan Allah di alam semesta ciptaan-nya.

BAB 1 PENDAHULUAN. tiap tahunnya, hal ini ditandai dengan prestasi anak bangsa yang sudah mampu

1.7 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah sebuah permasalahan yang diyakini dapat menghambat cita-cita bahkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Anak bagi sebuah keluarga adalah sebuah karunia, rahmat dan berkat.

SLB TUNAGRAHITA KOTA CILEGON BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB VI HASIL PERANCANGAN. terdapat pada konsep perancangan Bab V yaitu, sesuai dengan tema Behaviour

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dasar bertujuan untuk memberikan bekal kemampuan. dasar kepada peserta didik untuk mengembangkan kehidupannya sebagai

PEND. ANAK LUAR BIASA

PUSAT PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS ARSITEKTUR PERILAKU TUGAS AKHIR TKA 490 BAB I PENDAHULUAN

BAB I LATAR BELAKANG. dari anak kebanyakan lainnya. Setiap anak yang lahir di dunia dilengkapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Anak-anak yang Spesial ini disebut juga sebagai Anak Berkebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sejak dilahirkan mempunyai fitrah sebagai makhluk yang. berguna bagi agama, berbangsa dan bernegara.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 BAB I PENDAHULUAN. - Pusat : pokok pangkal atau yang menjadi pumpunan (berbagai-bagai urusan, 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berkebutuhan khusus. Permasalahan pendidikan sebenarnya sudah lama

BAB I. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang. Pada hakekatnya semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk

BAB I PENDAHULUAN. rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Terkait dengan isu Social Development: Eradication of Poverty, Creation of

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan tidak dapat diukur dengan uang ataupun harta kekayaan yang lainnya.

EDUKASI DAN TERAPI BAGI TUNADAKSA YANG REKREATIF DENGAN PENDEKATAN GREEN ARCHITECTURE DI KARANGANYAR

SekoU? Luar Biasa DTuna Daksa

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 72 TAHUN 1991 TENTANG PENDIDIKAN LUAR BIASA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan sosial masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap

ABSTRAK. umumnya, mereka mengalami penolakan dari masyarakat. Selain penolakan, diseuaikan dengan kemampuan fisik mereka.

Bab I PENDAHULUAN AUTISM CARE CENTER

PENDIDIKAN LUAR BIASA BAGI PENYANDANG CACAT DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Masa remaja merupakan peralihan antara masa kanak-kanak menuju

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III ANALISA MASALAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. (sumber:kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) 2. Menurut pakar John C. Maxwell, difabel adalah

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan dijadikan sorotan oleh berbagai negara-negara di dunia saat

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PELAYANAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG PENYANDANG CACAT

BAB I PENDAHULUAN. Pembukaan Undang-Undang Dengan kata lain tujuan membentuk Negara ialah. mengarahkan hidup perjalanan hidup suatu masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jumlah penyandang disabilitas di Indonesia saat ini dapat dikatakan memiliki angka

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB V PEMBAHASAN. A. Rangkuman Hasil Seluruh Subyek Hasil penelitian dengan mengunakan metode wawancara, tes

2015 RUMAH SAKIT KHUSUS JANTUNG KOTA BANDUNG

UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA No. 4 Tahun T e n t a n g PENYANDANG CACAT

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan Realita Kehidupan Difabel dalam Masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. tercantum dalam pasal 31 UUD 1945 (Amandemen 4) bahwa setiap warga negara

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di bawah pengawasan guru. Ada dua jenis sekolah, yaitu sekolah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

SEKOLAH LUAR BIASA BAGIAN B TERPADU DI SEMARANG

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB 3 METODE PERANCANGAN. berisi sebuah paparan deskriptif mengenai langkah-langkah dalam proses

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Judul

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

USAHA KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENDERITA CACAT (Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1980 Tanggal 29 Oktober 1980) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB 1. Pendahuluan. alat yang dapat meningkatkan kapasitas kemampuan seseorang, tetapi juga menjadi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BUPATI CIAMIS PROVISI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 29 TAHUN 2015 TENTANG. PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF Dl KABUPATEN CIAMIS

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan. Kesempurnaan, kemuliaan, serta kebahagiaan tidak mungkin

BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. Mohammad Effendi. Pengantar Pdikopedagogik Anak Berkelainan.(Jakarta: Bumi Aksara. 2006). hlm 1

BAB V PEMBAHASAN. berkebutuhan khusus di SMK Negeri 8 Surabaya. Surabaya semakin di percaya oleh mayarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dalam fungsi motorik, afektif maupun kognitifnya. Orang-orang yang fungsi. kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya.

BAB I PENDAHULUAN. Panti Rehabilitasi Ketergantungan NAPZA Arsitektur Perilaku. Catherine ( ) 1

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari komunikasi massa. Sesuai dengan definisi komunikasi massa yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURANWALIKOTASURAKARTA TENTANG PETUNJUK PELAKSANAANPERATURANDAERAH KOTASURAKARTA NOMOR 2 TAHUN 2008 TENTANGKESETARAANDIFABEL

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia tidak hanya diperuntukkan bagi anak- anak yang

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara untuk menikmati

BAB I PENDAHULULUAN. di masyarakat terhambat. Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila

BAB I PENDAHULUAN. setiap orang. Namun tidak semua orang beruntung memiliki jiwa yang. sehat, adapula sebagian orang yang jiwanya terganggu atau dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1 SLB Golongan A di Jimbaran. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan suatu bangsa karena menjadi modal utama dalam pengembangan

BALAI REHABILITASI SOSIAL BAGI DISABILITAS FISIK (TUNA NETRA, TUNA RUNGU WICARA, DAN TUNA DAKSA) DI SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan cenderung menutup diri dari lingkungannya. Pandangan masyarakat yang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Difabel atau kecacatan banyak dialami oleh sebagian masyarakat, baik

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Teknik. Diajukan Oleh : RAHMALIA FAJRI SETIANI L2B

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG LATAR BELAKANG PENGADAAN PROYEK

Konsep perencanaan dan perancangan

Partisipasi Penyandang Cacat dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, kehidupan manusia semakin. berkembang dan semakin majunya juga perkembangan teknologi yang

2015 PUSAT REHABILITASI KORBAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA PRIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuna daksa merupakan kelainan cacat fisik dalam gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk polio, dan lumpuh (http://id.wikipedia.org/wiki/ Anak_ berkebutuhan_khusus). Kelainan cacat fisik yang dimiliki oleh beberapa orang, terkadang membuat mereka rendah diri dan tidak percaya diri. Rasa kurang percaya diri ini sering terlihat di saat mereka ingin mendapatkan pekerjaan yang layak, pendidikan, atau kesempatan untuk menunjukkan bakat atau keahlian yang dimiliki oleh tuna daksa. Rasa kurang percaya diri pada tuna daksa mengakibatkan kehidupan yang kurang sejahtera, sedangkan jumlah tuna daksa terus meningkat setiap tahunnya. Di Indonesia jumlah penyandang cacat fisik dari tahun 2000 sebanyak 114,5 ribu jiwa, pada tahun 2003 mengalami peningkatan sebanyak 156,9 ribu jiwa (Darmadji, 2010: 3). Tahun 2010 tercatat 1,6 juta jiwa penduduk Indonesia yang mengalami cacat (http://www. tribunnews.com/2010/03/14/duh-jumlah-anak-diindonesia-capai54juta). Peningkatan jumlah penyandang cacat ini tersebar di seluruh provinsi salah satunya Jawa Timur, dengan jumlah penyandang cacat fisik tertinggi di Kota Surabaya. 1

Data Ketunaan Usia 7-18 Tahun Data Persebaran Penyandang Ketunaan di Surabaya Gambar 1.1 Data Statistik Penyandang Cacat (Sumber: Darmadji, 2010: 4) Jumlah populasi penduduk Kota Surabaya berdasarkan data statistik pada tahun 2006 sebesar 2,7 juta jiwa, pada tahun 2007 meningkat 2,8 juta jiwa, dan data yang terakhir pada tahun 2010, jumlah penduduk di Surabaya mencapai 2,9 juta jiwa. Dari jumlah penduduk di Surabaya tahun 2010, jumlah penyandang cacat sebanyak 168 ribu jiwa. Hal ini seharusnya diimbangi dengan peningkatan fasilitas sarana dan prasarana yang optimal, terutama tempat-tempat rehabilitasi yang menunjang bagi perkemba-ngan pola mental dan bakat penyandang cacat fisik itu sendiri. Tempat rehabilitasi penyandang cacat sudah banyak tersebar di Surabaya, seperti SLB (Sekolah Luar Biasa) dan sekolah inklusi. Sekolah inklusi merupakan sekolah yang menerima anak-anak kebutuhan khusus (ABK), kebutuhan khusus ini mencakup autis, tuna daksa, tuna grahita, dan lain sebagainya. Sekolah ini memberikan kurikulum yang sama dengan sekolah normal lainnya, akan tetapi berbeda cara pengajarannya. Cara pengajaran disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan oleh anak-anak ABK. Data Pemerintah Kota Surabaya menunjukkan bahwa terdapat 43 unit sekolah inklusi negeri, 5 unit SLB swasta, dengan jumlah siswa 944 orang dan guru 143 orang. Dari jumlah 2

siswa yang dapat ditampung, anak-anak penyandang cacat lainnya kemungkinan masih belum mendapatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan. Kedua tempat ini merupakan sarana untuk memberikan pembelajaran bagi semua penyandang cacat dalam bidang akademik, akan tetapi tempat ini belum bisa memberikan pelayanan kesehatan penuh bagi penyandang cacat fisik. Faktor ekonomi sering menjadi kendala, karena biaya yang dibutuhkan cukup tinggi. Faktor usia yang menjadi pembatas bagi penyandang cacat untuk menerima pengetahuan secara akademik maupun non-akademik, dikarenakan usia anak-anak yang mampu ditampung sedangkan usia produktif tidak hanya anak-anak melainkan terdapat remaja dan dewasa. Maka kedua faktor tersebut seharusnya bisa ditangani dengan sebuah pusat rehabilitasi yang lebih mengutamakan pelayanan pada penyandang cacat fisik, memberikan kemudahan dari segi ekonomi dan kebebasan batasan umur, dan mendapatkan pelayanan kesehatan secara maksimal. Dengan demikian, pusat rehabilitasi dapat menghasilkan individu tuna daksa yang lebih percaya diri, mandiri, sehat, dan memiliki kemampuan untuk bersaing dengan masyarakat normal lainnya dan tidak ada lagi kesenjangan sosial dalam bermasyarakat. Dilihat dari segi arsitekturalnya, bangunan SLB atau sekolah inklusi masih memiliki beberapa kekurangan dalam memfasilitasi tuna daksa untuk melakukan aktivitas. Kekurangan-kekurangan dari bangunan SLB dan sekolah inklusi seperti penataan ramp untuk tuna daksa yang menggunakan kursi roda terlalu miring atau curam, suasana ruangan yang memiliki warna interior yang hampir sama, sehingga memberikan kesan monoton dan bagi tuna daksa seperti mendapat tekanan psikis atau kurang rileks dalam melakukan aktivitas. Kekurangan pada 3

tatanan interior bisa mengakibatkan tuna daksa menemui kesulitan seperti pada saat penggunaan toilet, terkadang tuna daksa butuh bantuan orang terdekatnya untuk menggunakan toilet. Padahal toilet merupakan ruangan yang sangat privat bagi setiap individu dan dalam hal ini, tuna daksa juga diharapkan bisa mandiri dalam melakukan aktivitas termasuk menggunakan toilet. Dari segi eksterior bangunan, tuna daksa membutuhkan naungan seperti selasar atau adanya tatanan lansekap pada bangunan SLB atau sekolah inklusi yang dapat memberikan rasa aman dan rileks atau kesegaran bagi tuna daksa saat menikmati bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. Oleh sebab itu, penyandang cacat fisik atau tuna daksa maupun lainnya berhak mendapatkan fasilitas dan perlakuan yang adil. Sebagai makhluk ciptaan Allah, manusia seharusnya tidak dibeda-bedakan hanya dari ukuran fisik semata. Di dalam ayat al-qur an surat al-maaidah ayat 2 disebutkan sebagai berikut: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-nya. (QS. al-maaidah [5]: 2) Ayat ini memiliki makna saling menghargai sesama manusia dengan saling tolong-menolong dalam kebaikan tanpa menilai dari bentuk fisik maupun latar belakang, karena yang berhak dalam membedakan adalah Allah dan hal yang membedakan adalah amal perbuatan, sikap, iman, serta tawakalnya seseorang di hadapan Allah. 4

Dengan demikian, dibutuhkan rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya sebagai rehabilitasi yang memiliki fasilitas dan pelayanan kesehatan khusus tuna daksa. Dalam hal ini, dibutuhkan pendekatan tema perilaku untuk mengetahui karakteristik psikologis tuna daksa dalam melakukan aktivitas dan penerimaan persepsi tuna daksa pada bangunan dan setiap ruangan dengan baik, sehingga menciptakan suasana kenyamanan, kemudahan, dan keamanan bagi tuna daksa. Karena itu, tema perilaku yang dibutuhkan pada rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya difokuskan pada behavior setting, persepsi, teritori, dan privasi. Pendekatan tema ini, diharapkan agar rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya mampu memberikan kemudahan dalam aksesibilitas, pelayanan, dan fasilitas yang dibutuhkan oleh tuna daksa. 1.2 Rumusan Masalah Dari penjelasan latar belakang di atas, penyandang tuna daksa memerlukan aksesibilitas dan sarana pelayanan yang optimal, serta bimbingan mental dan psikologis tuna daksa untuk menumbuhkan rasa percaya diri. Dengan demikian, tantangan dalam rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya, sebagai berikut: 1. Bagaimana rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya yang menitikberatkan pada tema arsitektur perilaku yang difokuskan behavior setting, persepsi, teritori, dan privasi? 2. Bagaimana rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya dengan aplikasi nilai-nilai keislaman yang berkaitan dengan penghargaan terhadap sesama manusia? 5

1.3 Tujuan Perancangan Tujuan rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya ini, sebagai berikut: 1. Untuk menghasilkan rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya yang menitikberatkan pada tema arsitektur perilaku yang difokuskan behavior setting, persepsi, teritori, dan privasi? 2. Untuk menghasilkan rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya dengan aplikasi nilai-nilai keislaman yang berkaitan dengan penghargaan terhadap sesama manusia. 1.4 Manfaat Perancangan Manfaat rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa Surabaya sebagai berikut: 1. Bagi Instansi YPAC Malang dan Surabaya, perancangan ini memberikan alternatif desain pusat rehabilitasi tuna daksa dengan memperhatikan kemudahan pola aksesibilitas, penggunaan perabotan dan ruangan, sirkulasi tanpa hambatan bagi tuna daksa. 2. Bagi masyarakat, manfaat rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya bagi masyarakat penderita tuna daksa dan masyarakat normal, antara lain: - Menjadi pusat rehabilitasi tuna daksa yang memfasilitasi kebutuhan pengobatan dan pelayanan kesehatan bagi tuna daksa. - Menjadi alternatif sarana sosialisasi antar sesama tuna daksa dan tuna daksa dengan masyarakat. 6

3. Bagi akademisi, manfaat rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya ialah memberikan referensi rancangan pusat rehabilitasi tuna daksa. 4. Bagi Pemerintah Surabaya, manfaat rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa di Surabaya ialah sebagai alternatif desain rancangan rehabilitasi yang memiliki fasilitas dan pelayanan yang dibutuhkan khusus tuna daksa. 1.5 Batasan Perancangan Batasan pada rancangan Pusat Rehabilitasi Tuna Daksa Surabaya, sebagai berikut: - Batasan lokasi terletak di Kota Surabaya Timur, Jl.Ngagel- Jl.Kalibokor 1 - Batasan pengguna, adalah (1) segala umur, (2) tidak memiliki cacat ganda, dan (3) berasal dari berbagai kelas sosial. - Batasan tema perilaku difokuskan pada (1) behavior setting, (2) persepsi, (3) teritori, dan (4) privasi - Batasan nilai keislaman tentang penghargaan terhadap manusia, yaitu (1) tolong-menolong, (2) motivasi, dan (3) kekerabatan 7