BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data-data yang dihasilkan selama penelitian adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil penelitian ini berupa jumlah sel (CFU/ml) Bacillus megaterium dengan

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. menggunakan pengolahan tinja rumah tangga setempat (on site system) yang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ph 5,12 Total Volatile Solids (TVS) 0,425%

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber karbon dan sumber energi (Hardjo et al., 1994: 15).

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

STUDI VIABILITAS DAN POLA PERTUMBUHAN Bacillus megaterium PADA KONSENTRASI MOLASE DAN WAKTU INKUBASI YANG BERBEDA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

organik, namun berpengaruh menurunkan nilai TSS. Kombinasi keduanya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. uji, yaitu uji resistensi logam berat, uji TPC (Total Plate Count), dan uji AAS

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. jerami padi dan feses sapi perah dengan berbagai tingkat nisbah C/N disajikan pada

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kompos Ampas Aren. tanaman jagung manis. Analisis kompos ampas aren yang diamati yakni ph,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tiram (Pleurotus ostreatus) berupa jumlah tubuh buah dalam satu rumpun dan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen

Tingkat Kelangsungan Hidup

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

I. PERTUMBUHAN MIKROBA

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENURUNAN KONSENTRASI CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD)

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

I PENDAHULUAN. Hal tersebut menjadi masalah yang perlu diupayakan melalui. terurai menjadi bahan anorganik yang siap diserap oleh tanaman.

Bab IV Data dan Hasil Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lampiran 1. Diagram Alur Penelitian. Persiapan Penyediaan dan Pembuatan Inokulum Bacillus licheniiformis dan Saccharomyces.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

IV. Hasil dan Pembahasan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dilakukan mulai. Bahan dan Alat Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Fermentasi dan Variasi Kadar Urea terhadap ph Setelah Fermentasi

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengukuran zona hambat yang berikut ini disajikan dalam Tabel 2 : Ulangan (mm) Jumlah Rata-rata

penelitian ini reaktor yang digunakan adalah reaktor kedua dan ketiga. Adapun

BAB I PENDAHULUAN. buangan sebagai limbah yang dapat mencemari lingkungan (Fahruddin, 2010). Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 85 tahun 1999

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Suplementasi Biomineral

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang dilakukan menggunakan daun sirsak (Annona muricata) yang

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Penelitian. pengomposan daun jati dan tahap aplikasi hasil pengomposan pada tanaman sawi

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

TUGAS AKHIR (SB )

KAJIAN KEPUSTAKAAN. ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

Pengaruh Pengaturan ph dan Pengaturan Operasional Dalam Produksi Biogas dari Sampah

PERTUMBUHAN MIKROORGANISME

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Sifat fisik. mikroorganisme karena suhu merupakan salah satu indikator dalam mengurai

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian konsorsium mikroba dalam biofertilizer terhadap pertumbuhan kacang tanah

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh Penambahan Kotoran Sapi Perah Terhadap Nilai ph

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PEMBUATAN MEDIA AGAR MIRING

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan budidaya perikanan (akuakultur) saat ini telah berkembang tetapi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

KINETIKA PERTUMBUHAN MIKROBA

Media Faktor Jumlah Volvmie Total Plate Kode pengenceran koloni sampel Count Isolat. Nutrien agar 10' 26 0,1 26xlO'CFU/ml S Selektif 10' 4 0,1 - S-p

I. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Dan Analisis Data Pada penelitian ini parameter yang digunakan adalah kadar C-organik dan nilai Total Suspended Solid (TSS). Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi, lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dan kombinasi keduanya terhadap proses degradasi tinja sapi oleh bakteri selulolitik pada pencernaan rayap pembangun musamus ditunjukkan dari penurunan parameter tersebut. 4.1.1. Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi terhadap kadar C- organik dan nilai TSS dapat diketahui dari hasil uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa kadar C-organik berdistribusi normal (α = 0,307) (Lampiran 4) dan tidak homogen (α = 0,001) (Lampiran 5) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji Brown Forsythe. Hasil uji Brown Forsythe menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kadar C-organik (α = 0,000) sehingga H 0 ditolak dan H 1 diterima serta dapat dilanjutkan dengan uji lanjutan yakni uji Games Howell. Hasil uji Games Howell menunjukkan bahwa pada setiap perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi memiliki beda signifikan yang nyata (Tabel 4.1). Sementara itu, nilai TSS juga berdistribusi normal (α = 0,106) (Lampiran 4) dan homogen (α = 0,064) (Lampiran 5) sehingga dapat dilanjutkan 36

37 dengan uji ANOVA dua arah. Hasil uji ANOVA dua arah menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi berpengaruh terhadap nilai TSS (α = 0,000) sehingga H 0 ditolak dan H 1 diterima serta dapat dilanjutkan dengan uji lanjutan yakni uji Duncan (Tabel 4.2). Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pada perbandingan konsentrasi substrat 1:0* (kontrol tanpa perlakuan) dan 1:0 (tanpa penambahan air) tidak memiliki beda nyata sedangkan pada perbandingan konsentrasi substrat 1:2 (pengenceran paling tinggi) memiliki perbedaan yang signifikan terhadap perbandingan konsentrasi substrat lainnya dengan nilai TSS yang paling rendah. Setelah itu dilanjutkan dengan uji korelasi dan diperoleh α = 0,000 dengan angka koefesien korelasi untuk kadar C-organik sebesar 0,851 dan untuk nilai TSS juga sebesar 0,851 (Lampiran 13). Kedua parameter tersebut saling berkorelasi dan menunjukkan hasil yang representatif sehingga dapat digunakan sebagai parameter untuk menunjukkan pengaruh perbandingan konsentrasi susbtrat tinja sapi, lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dan kombinasi keduanya terhadap proses degradasi tinja sapi. Hasil perhitungan rata-rata kadar C-organik pada tiap perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Rata-rata kadar C-organik pada tiap perbandingan konsentrasi substrat No Perbandingan Konsentrasi Substrat (g/ml) Rata-Rata Kadar C-organik (%) 1 1:0* 9,48a ± 0,44 2 1:0 8,49b ± 0,66 3 1:1 5,77c ± 0,86 4 1:2 4,60d ± 1,05 Keterangan: angka disertai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikansi pada uji Games Howell (Lampiran 6)

38 Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat pada proses degradasi tinja sapi dapat diketahui dari penurunan kadar C-organik. Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Diagram pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi terhadap kadar C-organik Pada Gambar 13. dapat diketahui bahwa pada perbandingan konsentrasi substrat 1:2 memiliki kadar C-organik terendah dengan nilai rata-rata 4,6%. Hal ini menunjukkan bahwa adanya penurunan kadar C-organik terdapat pada substrat dengan tingkat pengenceran tertinggi yaitu pada perbandingan konsentrasi substrat 1:2 yang berisikan 133 g tinja sapi dalam 367 ml air. Hasil perhitungan rata-rata untuk nilai TSS pada masing-masing perbandingan konsentrasi substrat dapat dilihat pada Tabel 4.2.

39 Tabel 4.2. Rata-rata nilai Total Suspended Solid (TSS) pada tiap perbandingan konsentrasi substrat No Perbandingan Konsentrasi Substrat (g/ml) Rata-Rata Nilai TSS (mg/l) 1 1:0* 624,17 c ± 97,62 2 1:0 603,07 c ± 67,39 3 1:1 248,65 b ± 63,52 4 1:2 126,47 a ± 80,58 Keterangan: angka disertai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikansi pada uji Duncan (Lampiran 9). Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat terhadap proses degradasi tinja sapi dapat diketahui dari penurunan nilai TSS pada masing-masing perbandingan konsentrasi substrat. Penurunan tersebut dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Diagram pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi terhadap nilai TSS Pada Gambar 14. dapat diketahui perbandingan konsentrasi substrat yang memiliki nilai TSS terendah adalah 1:2 dengan nilai rata-rata 126,47 mg/l. Hasil TSS pada perbandingan konsentrasi substrat 1:1 dan 1:2 mengalami penurunan

40 yang drastis dibandingkan pada perbandingan konsentrasi substrat 1:0 dan pada kontrol 1:0*. 4.1.2. Pengaruh lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi Pengaruh lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi terhadap kadar C-organik dan nilai TSS dapat diketahui dari hasil uji normalitas dan homogenitas. Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukkan bahwa data kadar C-organik berdistribusi normal (α = 0,307) (Lampiran 4) dan tidak homogen (α = 0,001) (Lampiran 5) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji Brown Forsythe. Hasil uji Brown Forsythe menunjukkan bahwa lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi tidak berpengaruh terhadap kadar C-organik (α = 0,938) sehingga H 1 ditolak dan H 0 diterima (Lampiran7). Sementara itu, nilai TSS juga berdistribusi normal (α = 0,106) (Lampiran 4) dan homogen (α = 0,064) (Lampiran 5) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA dua arah (Lampiran 8). Hasil uji ANOVA dua arah menunjukkan bahwa lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi berpengaruh terhadap nilai TSS (α = 0,000) sehingga tolak H 0 dan terima H 1 serta dapat dilanjutkan dengan uji lanjutan yakni uji Duncan. Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa pada minggu pertama, kedua, dan ketiga memiliki beda signifikan yang nyata (Lampiran 10). Setelah itu dilanjutkan dengan uji korelasi dan diperoleh α = 0,000 dengan angka koefesien korelasi untuk kadar C-organik sebesar 0,851 dan untuk nilai TSS juga sebesar 0,851 (Lampiran 13). Hasil perhitungan rata-rata kadar C-organik dari masing-masing lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dapat dilihat pada Tabel 4.3.

41 Tabel 4.3. Rata-rata kadar C-organik pada tiap lama waktu inkubasi No Lama Waktu Inkubasi (minggu) Rata-Rata Kadar C-organik (%) 1 1 6,93 ± 2,49 2 2 7,25 ± 2,25 3 3 7,31 ± 2,22 4 4 6,84 ± 1,77 Pengaruh lama waktu inkubasi terhadap kadar C-organik pada proses degradasi tinja sapi dapat dilihat dari diagram pada Gambar 15. Pada gambar di bawah kadar C-organik terendah terdapat pada waktu inkubasi ke-4 dengan nilai rata-rata 6,84%. Gambar 15. Diagram pengaruh lama waktu inkubasi terhadap kadar C-organik Hasil perhitungan nilai rata-rata TSS selama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dapat dilihat pada Tabel 4.4.

42 Tabel 4.4. Rata-rata nilai Total Suspended Solid (TSS) pada tiap lama waktu inkubasi No Lama Waktu Inkubasi (minggu) Rata-Rata Nilai TSS (mg/l) 1 1 461,37 c ± 212,19 2 2 393,24 b ± 249, 17 3 3 320,33 a ± 202, 51 4 4 427,42 bc ± 266,43 Keterangan: huruf yang terletak di belakang angka menunjukkan beda nyata pada tabel Duncan (Lampiran 10). Pengaruh lama waktu inkubasi terhadap nilai TSS pada proses degradasi tinja tsapi dapat dilihat dari diagram pada Gambar 16. Pada gambar di bawah nilai TSS terendah terdapat pada waktu inkubasi minggu ke-3 dengan nilai rata-rata 320,33 mg/l. Gambar 16. Diagram pengaruh lama waktu inkubasi terhadap nilai TSS Berikut ini adalah tabel nilai rata-rata jumlah koloni bakteri selulolitik yang diinkubasi dalam substrat tinja sapi selama 4 minggu.

43 Tabel 4.5. Rata-rata jumlah koloni bakteri pada setiap konsentrasi substrat dan lama waktu inkubasi Waktu inkubasi (minggu) Perbandingan Konsentrasi substrat (g/ml) S 0 S 1 S 2 S 3 M 1 7,26 ± 0,12 7,49 ± 0,30 7,86 ± 0,35 7,71 ± 0,35 M 2 8,48 ± 0,12 8,42 ± 0,33 8,35 ± 0,26 8,11 ± 0,23 M 3 9,67 ± 0,08 9, 83 ± 0,10 9,89 ± 0,37 9,65 ± 0,03 M 4 10,58 ± 0,34 10,57 ± 0,23 10,70 ± 0,12 10,15 ± 0,48 Keterangan: M1 (Minggu ke-1), M2 (Minggu ke-2), M3 (Minggu ke-3), M4 (Minggu ke-4). Sedangkan, S0 (Konsentrasi substrat 1:0*), S1 (Konsentrasi substrat 1:0), S2 (Konsentrasi substrat 1:1), S3 (Konsentrasi substrat 1:2). Gambar 17. Grafik Total Plate Count (TPC) jumlah sel bakteri (CFU/mL) Pada Tabel 4.5 dan Gambar 17, tampak bahwa pertumbuhan bakteri pada tiap perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi selama 4 minggu waktu inkubasi memiliki nilai rata-rata log yang tidak jauh berbeda antar konsentrasi substrat. Nilai rata-rata TPC bakteri selulolitik terendah dari semua perlakuan terdapat pada perbandingan konsentrasi substrat 1:0* dengan lama waktu inkubasi 1 minggu,

44 yaitu sebesar 7,2589 CFU/mL. Sedangkan, nilai rata-rata TPC bakteri selulolitik tertinggi dari semua perlakuan terdapat pada perbandingan konsentrasi substrat 1:1 dengan lama waktu inkubasi 4 minggu, yaitu sebesar 10,7033 CFU/mL. 4.1.3. Pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi Selain perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi yang merupakan faktor utama yang mempengaruhi proses degradasi tinja sapi, kombinasi keduanya juga merupakan faktor yang penting untuk diketahui pengaruhnya terhadap proses degradasi tinja sapi tersebut. Pengaruh kombinasi keduanya terhadap kadar C-organik dan nilai TSS dapat diketahui dari hasil uji normalitas dan homogenitas. Dari hasil uji normalitas dan homogenitas dapat diketahui bahwa data kadar C-organik berdistribusi normal (α = 0,307) (Lampiran 4) dan tidak homogen (α = 0,001) (Lampiran 5) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji Brown Forsythe. Hasil uji Brown Forsythe menunjukkan bahwa kadar C-organik terdapat beda nyata untuk kombinasi keduanya (α = 0,000) sehingga H 0 ditolak dan H 1 diterima serta dapat dilanjutkan dengan uji lanjutan yakni uji Games Howell. Hasil uji Games Howell diperoleh bahwa kombinasi M 1 S 3 memiliki beda nyata terhadap kombinasi lainnya (Tabel 4.6). Sementara itu, nilai TSS juga berdistribusi normal (α = 0,106) dan homogen (α = 0,064) sehingga dapat dilanjutkan dengan uji ANOVA dua arah. Hasil uji ANOVA dua arah menunjukkan bahwa kombinasi antara konsentrasi dan lama waktu inkubasi tidak berpengaruh terhadap nilai TSS (α =

45 0,077) sehingga H 1 ditolak dan H 0 diterima (Lampiran 8). Setelah itu dilanjutkan dengan uji korelasi dan diperoleh α = 0,000 dengan angka koefesien korelasi untuk kadar C-organik sebesar 0,851 dan untuk nilai TSS juga sebesar 0,851 (Lampiran 13). Data hasil perhitungan rata-rata kadar C-organik terhadap pengaruhnya kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dapat dilihat pada Tabel 4.6. Tabel 4.6. Rata-rata kadar C-organik pada tiap kombinasi No Kombinasi Rata-Rata Kadar C-organik (%) 1 M 1 S 0 9,5814 a ± 0,32 2 M 2 S 0 9,5394 bd ± 0,22 3 M 3 S 0 9,8811 b ± 0,27 4 M 4 S 0 8,9123 bc ± 0,34 5 M 1 S 1 8,8827 bc ± 0,71 6 M 2 S 1 8,6616 bde ± 0,79 7 M 3 S 1 8,4387 be ± 0,76 8 M 4 S 1 7,9888 ce ± 0,26 9 M 1 S 2 4,9067 cdef ± 0,82 10 M 2 S 2 6,2430 cef ± 0,24 11 M 3 S 2 6,3342 ef ± 0,97 12 M 4 S 2 5,5837 cef ± 0,61 13 M 1 S 3 4,3511 f ± 0,66 14 M 2 S 3 4,5665 f ± 2,00 15 M 3 S 3 4,6042 f ± 1,12 16 M 4 S 3 4,8832 cef ± 0,37 Keterangan: angka disertai dengan huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan signifikansi pada uji Games Howell (Lampiran 12). Pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat dan lama waktu inkubasi terhadap kadar C-organik pada proses degradasi tinja sapi dapat dilihat pada Gambar 18.

46 Gambar 18. Diagram pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi terhadap kadar C- organik Pada Gambar 18. di atas kadar C-organik terendah terdapat pada kombinasi M 1 S 3 yaitu pada minggu pertama dan perbandingan konsentrasi substrat 1:2 dengan nilai rata-rata 4,3511%. Kadar C-organik tertinggi terdapat pada kombinasi M 3 S 0 minggu ketiga perbandingan konsentrasi substrat 1:0* dengan nilai rata-rata 9.8811%. Dari gambar di atas dapat dilihat pada perbandingan konsentrasi substrat 1:0 terdapat penurunan setiap minggunya, sedangkan konsentrasi substrat lainnya mengalami fluktuasi yang beragam. Data hasil perhitungan rata-rata nilai TSS terhadap pengaruhnya kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dapat dilihat pada Tabel 4.7.

47 Tabel 4.7. Rata-rata nilai Total Suspended Solid (TSS) pada tiap kombinasi No Kombinasi Rata-Rata Nilai TSS (mg/l) 1 M 1 S 0 670,87 ± 74,86 2 M 1 S 1 649,03 ± 27,30 3 M 1 S 2 285,53 ± 5,16 4 M 1 S 3 240,07 ± 52,47 5 M 2 S 0 628,67 ± 31, 20 6 M 2 S 1 617,30 ± 39,75 7 M 2 S 2 219,90 ± 94,97 8 M 2 S 3 107,10 ± 59,75 9 M 3 S 0 490,80 ± 64,48 10 M 3 S 1 513,97 ± 58,98 11 M 3 S 2 213,67 ± 27,25 12 M 3 S 3 62,87 ± 29,28 13 M 4 S 0 706,33 ± 39,62 14 M 4 S 1 631,97 ± 50,37 15 M 4 S 2 275,50 ± 78,79 16 M 4 S 3 95,87 ± 33,80 Pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi terhadap nilai TSS dapat dilihat pada Gambar 19. Pada gambar di bawah terlihat kombinasi M 3 S 3 minggu ke-3 dan perbandingan konsentrasi substrat 1:2 memiliki nilai TSS terendah dengan nilai rata-rata 62,87 mg/l. Nilai TSS tertinggi terdapat pada kombinasi M 4 S 0 minggu ke-4 dan perbandingan konsentrasi substrat 1:0* dengan nilai rata-rata 706,33 mg/l. Pada semua data hasil TSS pada kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi memiliki nilai fluktuasi yang beragam.

48 Gambar 19. Diagram pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi terhadap nilai TSS 4.2. Pembahasan Selama penelitian ini faktor-faktor utama yang diukur dalam proses degradasi tinja sapi, antara lain pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi, lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi dan kombinasi keduanya. Adanya pengaruh dari faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari penurunan kadar C- organik dan nilai Total Suspended Solid (TSS) sebagai indikator. Selain faktorfaktor utama tersebut, adapula faktor lain yang juga diukur yaitu, jumlah pertumbuhan bakteri (Lampiran 1). Pada penelitian ini menggunakan konsentrasi konsorsium bakteri 10% dengan beragam perlakuan, yaitu perbandingan konsentrasi substrat 400 g tinja tanpa air dan bakteri (1:0*), substrat 400 g tinja tanpa air (1:0), substrat 400 g tinja dalam 400 ml air (1:1), dan substrat 133 g tinja dalam 267 ml air (1:2), serta lama waktu inkubasi (1, 2, 3 dan 4 minggu).

49 4.2.1. Pengaruh perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi Berdasarkan analisis statistik, perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi terhadap kadar C-organik memiliki beda nyata pada setiap perbandingan konsentrasi substratnya. Pada Gambar 13. dapat dilihat pola diagram batang yang menunjukkan penurunan kadar C-organik dimulai dari perbandingan konsentrasi substrat 1:0 (S 1 ) hingga perbandingan konsentrasi substrat 1:2 (S 3 ), hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan bakteri selulolitik berpengaruh terhadap degradasi tinja sapi dibandingkan dengan perbandingan konsentrasi substrat kontrol tanpa bakteri 1:0*(S 0 ). Menurut Alexander (1977), bakteri selulolitik merombak selulosa menjadi sejumlah substansi (zat) dan CO 2 yang kemudian energi dan karbon yang terbentuk digunakan untuk pertumbuhannya. Menurut data dari Tabel 4.1 rata-rata kadar C-organik terendah yaitu didapat dari perbandingan konsentrasi substrat 1:2 (S 3 ) sebesar 4,6%. Perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi tersebut merupakan substrat dengan tingkat pengenceran tertinggi (133 g tinja dalam 267 ml air). Menurut Isroi (2008), proses degradasi bergantung pada karakteristik bahan yang akan didegradasi. Menurut Yustanti (2009) menyebutkan bahwa kadar air yang tinggi akan mempercepat pertumbuhan mikroba sehingga nutrisi dalam substrat akan cepat habis untuk digunakan dalam proses metabolismenya. Setiap mikroorganisme memerlukan nutrien dasar sebagai sumber karbon, nitrogen, energi dan faktor esensial pertumbuhan (mineral dan vitamin) untuk menopang pertumbuhannya (Judoamidjojo, dkk., 1989).

50 Sementara itu, nilai Total Suspended Solid (TSS) setelah diuji statistik menunjukkan bahwa perbandingan konsentrasi susbtrat tinja sapi memiliki beda nyata yang signifikan terhadap nilai TSS. Pada Gambar 14. dapat dilihat pola diagram batang yang menunjukkan penurunan nilai TSS, namun pada konsentrasi substrat 1:0* (S 0 ) dan 1:0 (S 1 ) tidak terdapat beda nyata yang signifikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian bakteri selulolitik tidak akan memberikan dampak tanpa adanya penambahan air (pengenceran). Seperti yang dijelaskan oleh Yustanti (2009), bahwa air merupakan bahan penting protoplasma sel yang berfungsi sebagai pelarut. Adanya komposisi air membantu bakteri selulolitik dalam mendegradasi tinja sapi yang mengandung selulosa untuk diubah menjadi unsur yang lebih sederhana (tahap hidrolisis). Hasil rata-rata nilai TSS yang terendah terdapat pada perbandingan konsentrasi substrat 1:2 (S 3 ) sebesar 126,47 mg/l (Tabel 4.2). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengenceran yang dilakukan sangat berpengaruh terhadap proses degradasi. Oleh sebab itu, pada substrat dengan tingkat pengenceran tinggi 1:2 (S 3 ) memiliki kadar karbon yang rendah. Jumlah padatan pada perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi tersebut yang lebih sedikit juga membuat proses degradasi lebih cepat terurai sehingga nilai TSS atau residu menurun. Penurunan nilai TSS tersebut lebih optimum dibandingkan dengan penelitian yang dilaporkan oleh Setiawati (2011) yang memperoleh nilai TSS sebesar 17.180 mg/l dengan menggunakan konsorsium bakteri selulolitik yang berasal dari isolasi ulat grayak. Nilai TSS tersebut lebih besar dibanding nilai TSS

51 pada penelitian ini yang menggunakan konsorsium bakteri selulolitik pada rayap pembangun musamus. 4.2.2. Pengaruh lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi Berdasarkan analisis statistik, lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi tidak berpengaruh terhadap kadar C-organik. Pada Gambar 15. terlihat pola diagram batang yang meningkat seiring dengan penambahan lama waktu inkubasi. Hal tersebut dikarenakan oleh pertumbuhan bakteri yang masih aktif yang membuat grafik pertumbuhan bakteri meningkat (Gambar 17.) yang menyebabkan biomassa sel bakteri dalam substrat juga ikut meningkat sehingga mengakibatkan kadar C-organik masih tinggi. Kadar C-organik terendah (6,842%) diperoleh pada minggu keempat. Pada Gambar17., terlihat bakteri masih aktif membelah dan masih dalam fase eksponensial. Fase eksponensial atau fase logaritma adalah dimana pembiakan bakteri berlangsung paling cepat (Irianto, 2006). Pada fase tersebut menunjukkan bahwa substrat masih kaya akan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan bakteri. Sementara itu, dari hasil analisis statistik lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi berpengaruh terhadap nilai TSS. Pada Gambar 16. dapat dilihat adanya pola diagram batang yang menurun dari gambar tersebut diketahui bahwa pada minggu pertama, kedua dan ketiga memiliki beda nyata yang signifikan namun pada minggu keempat tidak berbeda nyata terhadap minggu pertama dan kedua. Pola penurunan TSS tersebut dikarenakan pertumbuhan bakteri yang masih meningkat dan masih aktif membelah karena nutrisi dalam

52 substrat masih memenuhi bakteri untuk tumbuh (Gambar 17.), sehingga menyebabkan nilai TSS atau residu menurun oleh proses degradasi bakteri selulolitik tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Judoamidjojo, dkk., (1989), bahwa tersedianya nutrien merupakan faktor tumbuh yang perlu diperhatikan sebagai sumber karbon, nitrogen, energi dan faktor pertumbuhan (vitamin dan mineral) untuk menopang pertumbuhan bakteri. Nilai TSS terendah (320,3275 mg/l) diperoleh pada minggu ketiga. Setiawati (2011) melaporkan bahwa nilai TSS terendah yang diperoleh dari proses degradasi tinja sapi oleh bakteri selulolitik dari ulat grayak, yaitu pada minggu ketiga sebesar 13.120 mg/l. Nilai TSS tersebut jauh lebih besar dibandingkan nilai yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 320,33 mg/l. 4.2.3. Pengaruh kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi Berdasarkan analisis statistik, kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi berpengaruh terhadap kadar C-organik. Pada Gambar 18. diketahui bahwa kadar C-organik terendah (4,3511%) diperoleh pada kombinasi (M 1 S 3 ) minggu pertama dan perbandingan konsentrasi substrat 1:2. Hal tersebut menunjukkan bahwa penurunan kadar C-organik sudah terjadi sejak minggu pertama dengan perbandingan konsentrasi substrat 1:2 (pengenceran tertinggi). Terlihat jelas bahwa faktor pengenceran berperan penting dalam membantu proses degradasi substrat tinja sapi tersebut, selain penambahan aktivator berupa bakteri selulolitik.

53 Sementara itu, setelah dianalisis statistik menunjukkan bahwa kombinasi antara perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi dan lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi tidak berpengaruh terhadap nilai TSS. Akan tetapi, dari uji statistik sebelumnya diketahui bahwa perbandingan konsentrasi substrat tinja sapi berpengaruh terhadap nilai TSS begitu halnya lama waktu inkubasi proses degradasi tinja sapi juga berpengaruh terhadap nilai TSS. Pada Gambar 19. diketahui bahwa nilai TSS terendah (62,87 mg/l) diperoleh pada kombinasi (M 3 S 3 ) minggu ketiga dan perbandingan konsentrasi substrat 1:2. Substrat yang memiliki tingkat pengenceran tinggi (perbandingan konsentrasi substrat 1:2) merupakan substrat yang memiliki lama waktu degradasi paling cepat, dikarenakan pengaruh kadar air dalam pengenceran berperan penting dalam proses hidrolisis yang dilakukan oleh bakteri selulolitik tersebut. Seperti yang telah diungkapkan oleh Isroi (2008) bahwa lama waktu yang digunakan untuk proses degradasi tergantung pada karakteristik bahan atau substrat yang didegradasi. Kadar air yang tinggi akan mempercepat pertumbuhan mikroba dan menyebabkan nutrisi dalam substrat akan cepat habis sehingga menyebabkan nilai TSS menurun (Yustanti, 2009). Jika nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri dalam perbandingan konsentrasi susbtrat 1:2 (S 3 ) habis maka pertumbuhan bakteri akan menuju fase stasioner, dimana jumlah pertumbuhan bakteri sama dengan jumlah bakteri yang mati (Gambar 17 pada minggu ke-4). Dalam upaya pengembangan skala produksi bio-toilet yang lebih besar (scale up), hasil penurunan nilai TSS sebagai salah satu parameter dalam proses degradasi tinja sapi oleh bakteri selulolitik pencernaan rayap pembangun

54 musamus dalam penelitian ini menunjukkan potensi yang besar untuk dikembangkan. Dibandingkan dengan penurunan nilai TSS oleh bakteri selulolitik pencernaan ulat grayak yang memiliki nilai TSS yang masih tinggi, yaitu sebesar 7.470 mg/l dengan lama waktu inkubasi 3 minggu (Setiawati, 2011), maka penurunan nilai TSS oleh bakteri selulolitik pencernaan rayap pada penelitian ini lebih tinggi dengan nilai TSS yang lebih rendah, yakni sebesar 62,87 mg/l dengan lama waktu inkubasi yang sama yakni 3 minggu.