BAB 1 PENDAHULUAN. mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan,

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. sosial dan budaya. Perubahan-perubahan ini turut mempengaruhi proses

BAB I PENDAHULUAN. perubahan di berbagai bidang kehidupan, seperti bidang ilmu pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. lulus sebagai Sarjana Strata 1 (S1) salah satu syarat yang harus dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Pengetahuan banyak diperoleh melalui pendidikan, terutama sekolah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. global. Hal tersebut lebih penting dibandingkan dengan sumber daya alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalani kehidupannya, seorang individu akan melewati beberapa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam perkembangan jaman sekarang ini, terdapat perkembangan di

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu sistem nilai yang memuat norma-norma tertentu. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan untuk selalu berkembang dengan pendidikan. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. spesialis, dan doktor. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan Diploma, Sarjana, Magister dan Spesialis. Berdasarkan website resmi Universitas X

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia adalah makhluk yang memiliki beragam kebutuhan, dan setiap

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan sebagai dampak dari gaya hidup yang semakin maju. Perubahan

BAB I PENDAHULUAN. & Perry, 2005). Menurut Havighurst (dalam Monks, Konoers & Haditono,

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi memiliki budaya masing-masing, yang tercermin melalui

BAB I PENDAHULUAN. Kehamilan adalah masa yang unik dalam hidup seorang wanita, yaitu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dekade belakangan ini gaya hidup manusia semakin berkembang.

BAB I. Pendahuluan. rumah tangga seringkali dihadapkan pada kejenuhan. Bayangkan, dalam waktu 24

BAB I PENDAHULUAN. pengaruh yang sangat berarti terhadap kesehatan masyarakat. Menurut perkiraan

Bab 2. Landasan Teori

Gambaran Intensi Golput pada Pemilih Pemula dalam Pemilihan Umum 2014

BAB I PENDAHULUAN. konsep dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB I PENDAHULUAN. Krisis global dan dibukanya ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA)

THEORY OF REASONED ACTION

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. yaitu: Jakarta Pusat, Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Selatan dan Jakarta

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu hal yang terus berkembang seiring berlalunya jaman dan

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum setiap individu membutuhkan pendidikan. Tahapan. pendidikan formal yang ditempuh setiap individu adalah TK-SD-SMP-SMA-

BAB I PENDAHULUAN. ini dinilai sebagai salah satu usaha serius yang dilakukan pemerintah untuk

BAB I PENDAHULUAN. dunia, setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Masalah kependudukan ini masih

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan di dunia industri saat ini semakin tinggi. Tidak heran jika

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Pada manusia, fungsi ini sebagian besar dijalankan oleh ginjal (Brenner,

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KUESIONER PLANNED BEHAVIOR

BAB I PENDAHULUAN. peranan agama yang berkaitan dengan motivasi, nilai etik, dan harapan. Agama

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan merokok sudah dimulai sejak jaman nenek moyang dan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus diatasi. Masalah yang banyak terjadi didalam organisasi diantaranya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ajzen yang merupakan penyempurnaan dari reason action theory yang

BAB I PENDAHULUAN. menggolongkan perbedaan antara jenis obat psikotropika dan obat narkotika, serta

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. tinggi swasta di Bandung yang didirikan atas dasar nilai-nilai dan ajaran Kristiani.

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

Studi Mengenai Kontribusi Determinan Intensi Terhadap Intensi Datang Latihan Pada Anggota Perkusi Komunitas United State Of Bandung Percussion

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memecahkan permasalahan dalam penelitian Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behaviour)

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Dalam mewujudkan hal ini secara optimal

BAB I PENDAHULUAN. Multi Level Marketing (MLM). Sudah lebih dari sepuluh jenis multi level yang

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

II KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

KERANGKA TEORITIS DAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. yang mengkomsumsi rokok. Banyak di lapangan kita temui orang-orang merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

STUDI MENGENAI INTENSI SAFETY RIDING BEHAVIOR PADA MAHASISWA MENGENDARA MOTOR DI UNIVERSITAS PADJADJARAN DESTYA FINIARTY ABSTRACT

ABSTRAK. iii Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. tujuh kematian (tujuh juta per tahun). Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus

BAB II TINJAUAN LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. 2. Rerangka Teori dan Pengembangan Hipotesa

Bab 5. Penutup. 5.1 Kesimpulan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun WP Terdaftar WP yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dapat membantu suatu negara dalam mencetak SDM (Sumber

BAB I PENDAHULUAN. Untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat setiap orang berlomba-lomba

BAB I PENDAHULUAN. Harian (Kalakhar) BNN Komjen Pol I Made Mangku Pastika peredaran gelap

BAB I PENDAHULUAN. Stroke merupakan suatu manifestasi klinis gangguan peredaran darah otak yang

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia, hal tersebut terlihat dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara

STUDI DESKRIPTIF MENGENAI INTENSI PERILAKU MELAWAN ARAH ARUS JALAN RAYA DI JATINANGOR PADA PENGENDARA OJEK SEPEDA MOTOR DI JATINANGOR

Tujuan pendidikan nasional seperti disebutkan dalam Undang-Undang. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal (3)

ABSTRAK. iii. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku merokok merupakan salah satu perilaku yang mudah kita jumpai

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

Studi Mengenai Intensi Membuang Sampah di Sungai Cikapundung pada Ibu-Ibu RW 15 Kelurahan Tamansari Bandung. ¹Raisha Ghassani, ²Umar Yusuf

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia dari masa ke

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dikaji. Sejauh ini Negara memiliki dua sumber pendapatan yaitu pendapatan

Abstrak. Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan pada anak bersifat terus menerus. Banyak hal baru diperoleh

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sosial budaya dimana individu tersebut hidup.

BAB I PENDAHULUAN. seksual selalu menjadi topik menarik untuk dibahas. Permasalahan seksual sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Skripsi merupakan karya tulis ilmiah dari hasil penelitian yang dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. sudah beberapa kali mengalami perubahan. Pada tanggal 1 Maret 2005, BBM jenis Premium dan Solar kembali dinaikkan.

Studi Mengengenai Intensi dan Determinan Intensi Perilaku Berkendara Pada Anak dan Remaja di Kecamatan Coblong Bandung

BAB I Pendahuluan. Organisasi atau perusahan dewasa ini menghadapi kompetisi yang semakin

BAB IV ANALISIS PELAKSANAAN MANAJEMEN KESISWAAN DALAM MENINGKATKAN KEDISIPLINAN BELAJAR PESERTA DIDIK DI MAK AL-HIKMAH 2 BENDA SIRAMPOG BREBES

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB 1 PENDAHULUAN. yang bisa dikatan kecil. Fenomena ini bermula dari trend berpacaran yang telah

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian ini. Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori Intensi yang

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkan biaya yang tak sedikit jumlahnya. Usaha yang dilakukan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam menjalankan kehidupan sehari-hari, manusia selalu membutuhkan

BAB I PENDAHULUAN. akan datang. Setiap perusahaan akan melakukan berbagai upaya dalam. sumber daya, seperti modal, material dan mesin.

BAB I PENDAHULUAN. Dunia pendidikan pada jaman ini sangat berkembang di berbagai negara. Sekolah sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Indonesia Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN. Minat terhadap profesi wirausaha (entrepreneur) pada masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. penelitian, kegunaan penelitian dan diakhiri dengan ruang lingkup penelitian.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki ambang millenium ketiga, masyarakat Indonesia mengalami berbagai perubahan di berbagai bidang, seperti ilmu pengetahuan, teknologi, politik, ekonomi, dan pendidikan sebagai dampak dari globalisasi. Menghadapi arus dari perubahan yang cepat itu, masyarakat harus mampu untuk menyesuaikan diri dengan setiap perubahan yang akan selalu terjadi. Salah satu bentuk penyesuaian yang harus dilakukan adalah mempersiapkan masyarakat unggul, memiliki berbagai macam kemampuan yang dapat diandalkan, menggali dan mengembangkan potensi masyarakat agar dapat bertahan serta tetap eksis di kehidupannya, berhasil meningkatkan martabat bangsa di dunia internasional. Salah satu cara mempersiapkan sumberdaya yang unggul adalah melalui jalur pendidikan. Oleh karena itu, mutu pendidikan serta hasil dari pendidikan tersebut dapat dijadikan sebagai tolak ukur untuk menentukan keberhasilan suatu bangsa di masa yang akan datang. Pemerintah sebagai fasilitator pendidikan juga selalu berupaya untuk terus meningkatkan kualitas dan mutu masyarakatnya. Untuk itu, pada tahun 2004 pemerintah mencanangkan kurikulum baru, yakni kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas masyarakat Indonesia (www.kompas.com thn 2004). Namun, untuk meningkatkan kualitas sumberdaya ternyata tidak cukup bila hanya ditekankan pada kemampuan intelektual saja, tetapi juga harus diselaraskan dengan perkembangan emosional/mental yang cukup baik, misalnya rasa tanggung jawab, loyalitas, daya juang (Pikiran Rakyat,September 2004). 1

2 Pemikiran itu pula yang melandasi penyusunan tujuan dan peraturan yang dijalankan oleh salah satu SMAN di Bandung. Menurut Ibu Yenny, salah satu staf pengajar di SMAN X Bandung, sekolahnya memiliki tujuan untuk dapat menghasilkan Output yang sebanding dengan Input. Maksudnya, sekolah mengharapkan siswa siswanya dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal. Sumberdaya siswa di SMAN X Bandung, merupakan siswa siswa yang memiliki prestasi baik pasa masa SMP, mengingat SMAN X Bandung selalu termasuk dalam 5 besar sekolah favorit di kota Bandung (Passing grade SMAN Bandung 2006). Selain itu, menurut Ibu Yenny SMAN X Bandung berpegang pada prinsip bahwa hasil kelulusannya tidak hanya berupa kuantitas saja. Pihak sekolah mengharapkan siswanya lulus tidak hanya dengan prestasi yang baik, tetapi juga disertai dengan sikap yang baik pula. Namun ternyata tidak mudah untuk mencapai suatu tujuan tersebut, sekalipun dengan keberadaan siswa siswa yang berkualitas baik dari segi potensi kecerdasan. Banyak hambatan yang terjadi dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran di SMAN X Bandung, mempengaruhi pencapaian tujuan tersebut, salah satunya adalah kurangnya kedisiplinan pada diri siswa. Sering terjadi pelanggaran tata tertib sekolah yang dilakukan oleh siswa setiap hari. Selain itu, tindakan pelanggaran tersebut juga mempengaruhi usaha untuk mencapai tujuan sekolah dalam kegiatan pembelajaran. Misalnya, cenderung terlambat masuk kelas, menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan standar PSAS, tidak mencapai prestasi sesuai dengan potensi kecerdasan (underachievment).

3 Menurut Ibu Yenny, pelanggaran paling mencolok dan selalu terjadi setiap hari adalah tingginya angka keterlambatan sekolah (kurang lebih 10% setiap hari). Peraturan di sekolah ini adalah siswa diharuskan hadir di kelas sebelum bel tanda masuk berbunyi pada pukul 06.45. Siswa yang terlambat 5 menit pertama, tidak diperkenankan mengikuti pembacaan doa dan Al Quran bersama. Siswa yang terlambat kurang dari 15 menit setelah bel berbunyi tidak diperkenankan mengikuti mata pelajaran pada jam pertama. Sedangkan siswa yang terlambat lebih dari 15 menit tidak diperkenankan mengikuti keseluruhan kegiatan pembelajaran pada hari itu atau dipulangkan. Sanksi tersebut diberikan semata-mata untuk melatih kedisiplinan para siswa, mengingat (menurut para guru BP) kedisiplinan merupakan faktor penunjang bagi keberhasilan seseorang. Telah disebutkan diatas, siswa yang datang terlambat ke sekolah dengan sendirinya akan terlambat pula mengikuti pelajaran di kelas. Situasi tersebut secara tidak langsung membawa pengaruh terhadap kelancaran kegiatan pembelajaran. Diantaranya konsentrasi guru dan siswa yang sedang belajar di dalam kelas akan terganggu. Siswa yang datang terlambat pun tidak menerima materi pelajaran saat itu secara utuh. Berdasarkan data yang ada pada buku catatan piket harian, rata - rata 15 orang siswa yang terlambat setiap harinya. Bahkan ada beberapa hari yang jumlah siswa yang terlambatnya mencapai lebih dari 30 orang. Menurut salah satu guru piket, pelanggaran tersebut menjadi permasalahan khusus yang harus diselesaikan oleh sekolah. Siswa yang sering terlambat datang ke sekolah ternyata relatif adalah siswa yang sama untuk setiap harinya. Beberapa usaha telah dilakukan pihak sekolah melalui bantuan guru BP untuk mengatasi masalah tersebut,

4 diantaranya adalah dengan cara memberikan konseling pada siswa yang bersangkutan serta memanggil orang tuanya. Siswa yang termasuk dalam karakteristik datang terlambat juga akan mendapatkan nilai kurang baik pada penilaian aspek kerajinan di buku rapor. Dari data piket tahunan, terdapat sekitar 50 siswa yang masuk dalam karakteristik siswa yang sering terlambat minimal 3 kali dalam satu minggu. Upaya yang telah dilakukan pihak sekolah, sejauh ini belum memperlihatkan perubahan yang berarti, atau kalaupun terlihat ada perubahan perilaku, namun sebagian besar hanya bersifat sementara, yang dalam jangka waktu beberapa bulan kemudian, sekitar 80% sisa akan kembali melakukan kebiasaan semula, yaitu terlambat untuk datang ke sekolah. Dari hasil wawancara dengan guru BP dan siswa yang sering terlambat datang, diketahui beberapa penyebab keterlambatan, yaitu 80% siswa mengatakan terjebak kemacetan lalu lintas, 15% siswa mengatakan terlambat bangun pagi, dan 5% mengatakan tidak menyukai guru yang mengajar jam pertama. Menurut Bapak Toto, koordinator BP SMAN X Bandung, sebagian besar siswa yang sering terlambat justru adalah siswa yang menggunakan kendaraan pribadi atau bertempat tinggal dekat dengan lokasi SMAN X Bandung. Menurut peneliti fenomena tersebut menunjukkan kurang adanya niat siswa SMAN X Bandung untuk datang ke sekolah secara tepat waktu. Perilaku siswa untuk dapat atau tidak dapat datang tepat waktu ke sekolah didasari oleh adanya niat yang dimiliki oleh masing-masing siswa. Icek ajzen (2005), mencetuskan teori Planned Behavior, yang menyatakan perilaku setiap manusia selalu dilandasi oleh adanya niat (intention). Semakin kuat intention seseorang untuk berperilaku tertentu dalam hal ini datang tepat waktu ke sekolah,

5 maka kecenderungan untuk memunculkan perilaku datang tepat waktu ke sekolah juga akan semakin kuat. Begitu juga sebaliknya, semakin lemah intention seseorang untuk datang tepat waktu ke sekolah, maka kecenderungannya untuk datang tepat waktu juga akan semakin lemah. Intention dipengaruhi oleh tiga determinan, yaitu sikap yang dimiliki seseorang mengenai perilku tersebut (Attitude toward behavior), persepsi yang dimiliki seseorang mengenai tuntutan seseorang mengenai orang yang penting baginya (subjective norm), dan persepsi seseorang mengenai mudah atau sulitnya untuk melakukan perilaku tersebut (perceived behavioral control). Dari hasil wawancara yang dilakukan secara acak kepada 20 siswa SMAN X Bandung yang datang terlambat, didapatkan hasil bahwa 40% mengatakan bahwa sebenarnya mereka ingin datang tepat waktu ke sekolah (intention), tetapi merasa malas, karena waktu tidurnya harus terpotong untuk bangun pagi (attitude toward behavior). Sebanyak 45% siswa mengatakan bahwa mereka ingin datang tepat waktu ke sekolah (intention) tetapi mereka sering terjebak kemacetan lalu lintas sehingga mereka sering datang terlambat (perceived behavioral control). 15% siswa mengatakan bahwa mereka tidak terlalu mementingkan untuk datang tepat waktu ke sekolah, karena orang tua tidak pernah mendorong mereka untuk selalu datang tepat waktu ke sekolah (subjective norm). Dari pemaparan di atas peneliti menemukan terdapat variasi antara determinan yang mempengaruhi siswa untuk datang tepat waktu di sekolah. Dengan demikian, peneliti tertarik untuk meneliti mengenai intention dan determinan-determinannya untuk datang ke sekolah tepat waktu pada siswa

6 SMAN X Bandung yang sering datang terlambat (min 3kali dalam 1 minggu), ditinjau dari teori Planned Behaviour. 1.2 Identifikasi Masalah Bagaimanakah gambaran mengenai kontribusi determinan-determinannya terhadap intention serta korelasi antar determinan-determinannya untuk datang tepat waktu pada siswa SMAN X Bandung yang datang terlambat ditinjau dari teori Planned Behaviour. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai intention dan determinan-determinannya yang dimiliki siswa untuk dapat datang tepat waktu ke sekolah, ditinjau dari teori Planned Behavior. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai kontribusi determinan-determinannya terhadap intention dan korelasi antar determinan-determinannya yang dimiliki siswa untuk datang di sekolah tepat waktu pada siswa SMAN X Bandung, ditinjau dari teori Planned Behavior. 1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Ilmiah Menambah wawasan teoretik mengenai teori Planned Behavior, khususnya dalam bidang psikologi pendidikan.

7 Menambah informasi bagi peneliti yang ingin meneliti lebih lanjut mengenai intention dan determinan-determinannya yang dimiliki siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah bila ditinjau dari teori Planned Behavior. 1.4.2 Kegunaan Praktis Memberikan informasi kepada guru BP serta praktisi pendidikan mengenai intention dan determinan-determinannya yang dimiliki siswa untuk datang tepat waktu di sekolah pada siswa SMAN X Bandung (ditinjau dari teori planned behavior). Memberikan informasi kepada orang tua siswa mengenai intention dan determinan-determinannya yang dimiliki siswa untuk datang tepat waktu (ditinjau dari teori planned behavior), khususnya bagi orangtua yang anaknya bersekolah di SMAN X Bandung, dalam rangka meningkatkan kedisiplinan dalam kegiatan belajar. Memberikan informasi kepada siswa SMAN X Bandung mengenai intention dan determinan-determinannya untuk datang tepat waktu yang ditinjau dari teori Planned Behavior. 1.5 Kerangka Pikir Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa. Siswa SMA yang berusia antara 16-18 tahun, digolongkan kedalam kelompok middle adolescence. Pada masa ini, siswa akan mengalami berbagai perubahan dari segi biologis, sosial, dan kognisi. Dalam hal ini, perubahan kognisi akan

8 menjadi hal yang paling berpengaruh terhadap perkembangan psikologis dan relasi sosial siswa (E.Hurlock). Perubahan kognisi berkaitan erat dengan kemampuan berpikir, karena cara berpikir siswa SMA akan cenderung lebih baik bila dibandingkan dengan anak-anak. Misalnya, siswa SMA akan berpikir lebih baik mengenai sesuatu yang mungkin akan terjadi, siswa mampu untuk berpikir mengenai hal-hal yang bersifat abstrak, sehingga pola berpikir siswa akan menjadi lebih kompleks karena dapat melihat suatu masalah dari berbagai aspek / multidimensional (Piaget, 1970). Sebagai seorang remaja, siswa SMA memiliki tugas perkembangan yang mereka lewati. Tugas tersebut diantaranya adalah emotional indepenence dari orangtua dan orang dewasa lain, mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep yang perlu bagi kehidupan dalam masyarakat, memperlihatkan tingkah laku yang dapat dipertanggungjawabkan secara sosial (Havighurst). Tugas perkembangan yang harus dijalani oleh siswa SMA akan mempengaruhi mereka alam menentukan sikap terhadap sesuatu hal yang merupakan kewajiban serta tanggung jawab dalam masyarakat. Siswa SMA lebih dapat memilih untuk melakukan perilaku yang sesuai dengan keinginannya. Sekolah sebagai salah satu lembaga yang turut membentuk kualitas masyarakat Indonesia, memiliki keinginan untuk terus menghasilkan sumberdaya yang potensial dan tangguh. Oleh karena itu, setiap sekolah memiliki visi dan misi untuk dapat mencapai tujuannya. Begitu juga yang dilakukan oleh SMAN X Bandung. Untuk mewujudkannya banyak upaya

9 yang telah dilakukan oleh pihak sekolah, diantaranya adalah memberlakukan tata tertib siswa. Peraturan tersebut mengatur sikap dan perilaku masing masing siswa ketika berada di lingkungan sekolah (Buku Tata Tertib Siswa, 2002) Namun, usaha untuk mencapai tujuan dan visi misi sekolah tidak bisa dicapai secara optimal apabila tidak ada dukungan dari masing-masing siswa. Sebagai salah satu pelaku utama dalam kegiatan belajar mengajar, siswa diharapkan dapat bekerjasama untuk dapat melaksanakan peraturan yang telah diberlakukan. Sebagai individu, siswa juga mempunyai pilihan untuk dapat mengikuti atau tidak mengikuti tata tertib yang telah ditetapkan oleh sekolah. Begitu juga dengan pilihan bagi siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah. Hal itu dikarenakan setiap siswa memiliki pertimbangan yang berbeda-beda dalam menentukan pilihannya untuk berperilaku. Menurut Icek Ajzen (2005) dalam teori Planned Behavior, individu berperilaku berdasarkan akal sehat dan selalu mempertimbangkan dampak dari perilaku tersebut. Hal ini membuat seseorang beminat untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perilaku. Dalam teori ini, niat seseorang untuk melakukan perilaku disebut intention. Intention adalah suatu keputusan untuk mengarahkan usaha untuk menampilkan suatu perilaku. Ada tiga determinan yang mengarahkan intention, yaitu Attitude toward behavior (suatu sikap favorable atau unfavorable yang dimiliki individu terhadap suatu perilaku tertentu), Subjective norm (suatu persepsi yang dimiliki individu mengenai tuntutan sosial dari figur significant terhadap perilaku tertentu), Pereived behavioral control (suatu persepsi yang dimliki individu mengenai midah atau sulit untuk melakukan perilaku tertentu)

10 Ketiga determinan di atas menghasilkan hubungan sebagai berikut : Pertama, Attitude toward behavior terbentuk didasari oleh Behavioral belief, yaitu belief mengenai adanya kemungkinan konsekuensi atau akibat dari suatu perilaku, di dalamnya juga terdapat outcome evaluation yaitu hasil evaluasi subyek terhadap konsekuensi dari perilaku yang ditampilkan di lapangan. Interaksi keduanya akan menimbulkan suatu sikap yang favorable dan unfavorable terhadap perilaku tersebut (Attitude toward behavior). Sikap yang dimiliki akan mempengaruhi kuat lemahnya Intenttion seseorang untuk melakukan perilaku tersebut. Apabila siswa berkeyakinan bahwa datang tepat waktu ke sekolah memiliki konsekuensi positif seperti: tidak mendapatkan teguran atau hukuman dari guru serta mendapatkan materi pelajaran seutuhnya, maka siswa akan memiliki sikap yang positif terhadap perilaku datang tepat waktu ke sekolah (Attitude toward behavior). Hal itu membuat niat siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah akan menjadi kuat (Intention). Apabila siswa berkeyakinan bahwa datang tepat waktu ke sekolah memiliki konsekuensi negatif seperti: harus berangkat lebih pagi dari rumah agar terhindar dari macet, otomatis siswa juga harus bangun lebih pagi lagi, maka siswa akan memiliki sikap yang negatif terhadap perilaku datang tepat waktu ke sekolah. Hal itu membuat niat mereka untuk datang tepat waktu ke sekolah akan menjadi lemah. Kedua, Subjective norm terbentuk didasari oleh Normative belief yaitu belief mengenai harapan normatif dari orang lain yang significant baginya, didalamnya juga terdapat Motivation to comply yaitu motivasi dalam diri seseorang untuk patuh terhadap orang-orang yang significant tersebut. Interaksi

11 keduanya akan menghasilkan suatu persepsi mengenai tuntutan sosial terhadap dirinya (Subjective norm). Persepsi tersebut akan mempengaruhi Intention seseorang untuk melakukan perilaku tertentu. Apabila siswa berkeyakinan bahwa orangtua, guru, sahabat, dan teman sekelasnya mengharapkan siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah, maka siswa akan memiliki persepsi bahwa orangtua, guru, sahabat, dan teman sekelas menuntutnya untuk datang tepat waktu ke sekolah (Subjective norm). Hal itu akan membuat niat siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah akan semakin kuat (Intention). Apabila siswa berkeyakinan bahwa orangtua, guru, sahabat, dan teman sekelasnya tidak mengharapkan siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah, maka siswa akan memiliki persepsi bahwa orangtua, guru, sahabat, dan teman sekelas tidak menuntutnya untuk datang tepat waktu ke sekolah (Subjective norm). Sehingga niat siswa untuk datang tepat waktu ke sekolahakan semakin lemah (Intention). Ketiga, Perceived behavioral control dihasilkan oleh control belief, yaitu belief mengenai ada atau tidakya faktor-faktor yang mendukung atau menghambat munculnya suatu perilaku tertentu, serta power of control factor yaitu seberapa kuat potensi faktor tersebut sebagai sesuatu yang dapat mendukung atau menghambat munculnya suatu perilaku tertentu. Interaksi keduanya akan menghasilkan persepsi dalam diri subyek mengenai mampu atau tidaknya subyek dalam memunculkan suatu perilaku tertentu dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mendukung atau menghambat tersebut (Perceived behavioral control). Persepsi tersebut akan mempengaruhi Intention seseorang untuk melakukan perilaku tertentu.

12 Apabila siswa meyakini bahwa ada berbagai faktor yang dapat mempermudah untuk datang tepat waktu ke sekolah, seperti tersedianya kendaraan atau jarak rumah yang dekat, maka siswa akan memiliki persepsi bahwa datang tepat waktu ke sekolah mudah untuk dilakukan (Perceived behavioral control). Hal itu membuat niat siswa unuk dapat datang tepat waktu ke sekolah akan menjadi kuat (Intention). Apabila siswa meyakini bahwa ada berbagai faktor yang dapat mempersulit untuk datang tepat waktu ke sekolah, seperti kurangnya waktu tidur serta sulitnya bangun pagi, maka siswa akan memiliki persepsi bahwa datan tepat waktu ke sekolah sulit untuk dilakukan (Perceived behavioral control). Hal itu membuat niat siswa unuk dapat datang tepat waktu ke sekolah akan menjadi lemah (Intention). Interaksi antara attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavioral control tersebut akan mempengaruhi kuat atau lemahnya intention seseorang yang merupakan indikasi seberapa besar niat seseorang dalam menampilkan suatu perilaku tertentu. Apabila attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavior control siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah seluruhnya positif, maka intention seseorang dalam memunculkan perilaku datang tepat waktu akan semakin kuat. Sebaliknya bila attitude toward behavior, subjective norm dan perceived behavior control seluruhnya negatif, maka intention seseorang dalam memunculkan prilaku datang tepat waktu ke sekolah akan semakin lemah. Berbeda halnya bila terdapat variasi pada ketiga determinan tersebut (dimana tidak seluruhnya positif atau negatif). Berdasarkan teori planned behavior, walaupun dua dari ketiga determinan yang berpengaruh terhadap

13 intention tersebut bernilai positif terhadap intention untuk datang tepat waktu, namun belum tentu intention siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah semakin kuat. Hal ini disebabkan intention siswa ditentukan bukan berdasarkan jumlah determinan yang positif terhadap perilaku datang ke sekolah tepat waktu, melainkan seberapa besar pengaruh masing-masing determinan (baik yang positif maupun negatif) yang mempengaruhi intention siswa dalam perilaku datang tepat waktu ke sekolah. Terdapat kemungkinan, dua determinan yang berpengaruh terhadap intention tersebut positif terhadap perilaku untuk datang ke sekolah tepat waktu, namun intention akhir yang terbentuk justru negatif. Hal ini dapat terjadi bila determinan yang tersisa negatif, namun paling berpengaruh bagi intention siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah. Begitu pula halnya bila sebagian besar determinan determinan yang berpengaruh terhadap intention tersebut negatif, intention yang terbentuk dalam diri siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah bisa saja positif. Attitude toward behavior, Subjective norm, Perceived behavioral control juga saling berhubungan satu sama lain. Apabila terdapat hubungan yang erat antara Subjective norm dan Attitude toward behavior, maka siswa yang memiliki persepsi bahwa orangtua, guru, sahabat, dan teman sekelas untuk datang tepat waktu ke sekolah juga akan memiliki sikap yang favorable untuk datang tepat waktu ke sekolah. Begitu juga sebaliknya, apabila siswa mempersepsi bahwa orang tua, guru, teman, dan sahabat menuntut mereka untuk datang tepat waktu, maka siswa akan menyukai atau memiliki sikap yang favorable untuk datang tepat waktu ke sekolah.

14 Apabila terdapat hubungan yang erat antara Perceived behavioral control dan Attitude toward behavior, maka siswa yang memiliki persepsi bahwa datang tepat waktu ke sekolah mudah untuk dilakukan juga akan memiliki sikap yang favorable seperti menyukai untuk datang tepat waktu ke sekolah. Begitu juga sebaliknya, apabila siswa memiliki sikap yang favorable, maka siswa akan mempersepsi bahwa datang tepat waktu mudah untuk dilakukan. Apabila terdapat hubungan yang erat antara subjective norm dan perceived behavioral control, maka siswa yang memiliki persepsi bahwa orang tua, guru, sahabat, dan teman sekelas menuntut mereka untuk datang tepat waktu ke sekolah akan memiliki persepsi bahwa datang tepat waktu ke sekolah mudah untuk dilakukan. Begitu juga sebaliknya, apabila siswa memiliki persepsi bahwa datang tepat waktu mudah untuk dilakukan, maka juga akan memiliki persepsi bahwa orang tua, guru, teman, dan sahabat menuntut siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah. Interaksi dari ketiga determinan akan ikut mempengaruhi kuat lemahnya Intention siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah.

15 Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, terdapat asumsi bahwa : Attitude toward behavior, Subjective norm, Perceived Behavioral control yang positif akan membentuk intention yang kuat dalam diri siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah. Attitude toward behavior, Subjective norm, Perceived Behavioral control yang negatif akan membentuk intention yang lemah dalam diri siswa untuk datang tepat waktu ke sekolah.

Hal - hal yang menghambat & mendukung Attitude toward the behavior Siswa SMAN X Bandung Yang datang terlambat Subjective norms Intention Datang tepat waktu ke sekolah Perceived behavioral control Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran