Oleh: Hendra Sinadia/Resources

dokumen-dokumen yang mirip
Tentang Pemurnian dan Pengolahan Mineral di Dalam Negeri

Bedah Permen ESDM No. 7 Tahun Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral

Ditulis oleh David Dwiarto Kamis, 21 Februari :41 - Terakhir Diperbaharui Kamis, 21 Februari :47

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Oleh Rangga Prakoso. Batasan Ekspor Mineral Diperlonggar

REPUBLIK INDONESIA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN HILIRISASI INDUSTRI DALAM RANGKA MENCAPAI TARGET PERTUMBUHAN INDUSTRI NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Hasil tambang baik mineral maupun batubara merupakan sumber

Pemerintah Memastikan Larangan Ekspor Mineral Mentah

BAB I PENDAHULUAN. kepulauan Indonesia dengan jumlah yang sangat besar seperti emas, perak, nikel,

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Repub

Oleh Rangga Prakoso dan Iwan Subarkah

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

KEBIJAKAN UMUM SEKTOR PERTAMBANGAN

Jakarta, 15 Desember 2015 YANG SAYA HORMATI ;

INDONESIAN MINING INSTITUTE

Dilema Ancaman PHK dan UU Minerba. Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 08 Januari :27 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 08 Januari :29

BAB V PENUTUP Salah satu hal yang diharapkan akan memberikan kontribusi nyata bagi kepentingan nasional dalam UU Minerba adalah adanya kewajiban

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN EKSPOR PRODUK PERTAMBANGAN HASIL PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN

Ditulis oleh David Dwiarto Rabu, 20 November :02 - Terakhir Diperbaharui Rabu, 20 November :20

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. berbagai sektor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2017, No tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 06 Tahun 2017 tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pemberia

KEYNOTE SPEECH BIMBINGAN TEKNIS REKLAMASI DAN PASCATAMBANG

Dini Hariyanti.

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEBIJAKAN MINERAL DAN BATUBARA

- 4 - MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL TENTANG PENGUSAHAAN PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

PERUBAHAN ATAS PP NO. 23 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Bandung, Maret 2015

BAB I PENDAHULUAN Kondisi umum Tujuan dan Sasaran Strategi 1 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara

DIREKTORAT JENDERAL MINERAL DAN BATUBARA KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

Kontribusi Ekonomi Nasional Industri Ekstraktif *) Sekretariat EITI

OBJEK VITAL NASIONAL SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA

MEDAN, 25 MARET 2015 OLEH : GUBERNUR ACEH

BAB I PENDAHULUAN. Allah SWT mengkaruniai Indonesia kekayaan alam yang sangat berlimpah dan

MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAVA MINERAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL NOMOR: 25 TAHUN 2008 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. teknologi modern saat ini. Pada tahun 2014, Indonesia, menurut Survei

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai peranan yang penting terhadap tercapainya target APBN yang

CAPAIAN SUB SEKTOR MINERAL DAN BATUBARA SEMESTER I/2017

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 LEMBAR PENGESAHAN 2 LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN TESIS.. 3 KATA PENGANTAR. 4 ABSTRACK... 7 INTISARI 8 DAFTAR ISI...

PANDUAN PENGISIAN FORMULIR PELAPORAN MINERAL EITI INDONESIA UNTUK LAPORAN TAHUN 2012 DAN 2013

KEBIJAKAN SUB SEKTOR MINERBA DI KALIMANTAN TENGAH

PANDUAN PENGISIAN FORMULIR PELAPORAN MINERAL EITI INDONESIA UNTUK LAPORAN TAHUN 2014

SOSIALISASI DAN SEMINAR EITI PERBAIKAN TATA KELOLA KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERBA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

(TOR) PENUNJUKAN LANGSUNG TENAGA PENDUKUNG PERENCANAAN PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL DI BIDANG SUMBER DAYA MINERAL TAHUN ANGGARAN

Sosialisasi: Peraturan Menteri ESDM No. 48/2017 tentang Pengawasan Pengusahaan di Sektor ESDM (Revisi atas Permen ESDM No.

BAB V PENUTUP. Berdasarkan seluruh uraian pada bab-bab terdahulu, kiranya dapat. disimpulkan dalam beberapa poin sebagai berikut:

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

2017, No Daya Mineral Nomor 05 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam N

2015, No Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lemba

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II DESKRIPSI INDUSTRI PERTAMBANGAN

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Pemanfaatan cadangan..., Mudi Kasmudi, FT UI, 2010.

HARAPAN PELAKU USAHA KEPADA PEMERINTAH BARU

- 3 - BAB I KETENTUAN UMUM

POKOK-POKOK PERMENDAG NO. 04/M-DAG/PER/1/2014 tentang Ketentuan Ekspor Produk Pertambangan Hasil Pengolahan dan Pemurnian

n.a n.a

4*, 44n0300 MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Laporan Perkembangan Deregulasi 2015

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

2017, No Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4435) sebagaimana telah beberapa kal

PANDUAN PENGISIAN FORMULIR PELAPORAN MINERAL EITI INDONESIA UNTUK LAPORAN TAHUN 2015

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

2 Mengingat Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2007 tentang Kegiatan Usaha Panas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 70 T

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tadinya, PT Freeport mematok penjualan emas akan 50,5% dibanding tahun lalu

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertambangan mineral dan batubara merupakan salah satu sektor yang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA,

- 5 - LAMPIRAN I KEPUTUSAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1823 K/30/MEM/ K TANGGAL : 7 Mei Maret 2018

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2010 TENTANG WILAYAH PERTAMBANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

(KOP SURAT PERUSAHAAN)

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

BERITA NEGARA. KEMEN-ESDM. Evaluasi. Penerbitan. Izin Usaha Pertambangan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya sumber daya alam dan

COMPLIANCE AUDIT IN HIGHLY REGULATED INDUSTRIES AUDITOR S PERSPECTIVE

Oleh: ARI YANUAR PRIHATIN, S.T. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka Tengah

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Upaya Peningkatan Kerjasama INDONESIA - AS DI SEKTOR PERTAMBANGAN

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP PELANGGARAN KETENTUAN PENGOLAHAN DAN PEMURNIAN HASIL PENAMBANGAN KOMODITAS TAMBANG MINERAL DI DALAM NEGERI

PEMBAGIAN URUSAN PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA PASCA UNDANG-UNDANG NO. 23 TAHUN 2014 DAN PERUBAHANNYA

MONITORING DAN EVALUASI ATAS HASIL KOORDINASI DAN SUPERVISI PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA PROVINSI SULAWESI UTARA, GORONTALO, DAN SULAWESI BARAT

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

ARAH KEBIJAKAN PERTAMBANGAN

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

LAPORAN INDUSTRI INDUSTRI BATUBARA DI INDONESIA

Trenggono Sutioso. PT. Antam (Persero) Tbk. SARI

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 19 TAHUN 2006 TENTANG : PENGELOLAAN PASIR BESI GUBERNUR JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya tambang (bahan galian). Negara Indonesia termasuk negara yang

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA SPESIFIK KOMISI VII DPR RI KE ALUMINA REFINERY, ANTAM DAN PLN DI KETAPANG KALIMANTAN BARAT. 2 4 April 2015

Written by Danang Prihastomo Thursday, 05 February :00 - Last Updated Monday, 09 February :13

Transkripsi:

Oleh: Hendra Sinadia/Resources Bambang Setiawan (62) adalah tokoh yang tidak asing lagi di sektor pertambangan mineral dan batubara. Beliau merupakan salah satu tokoh penting yang turut membidani lahirnya Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ("UU Minerba"). Pada saat UU Minerba dibahas di parlemen, beliau menjabat sebagai Direktur Jenderal Mineral clan Batubara. Guna mendapatkan pandangan lebih mendalam mengenai kebijakan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian dalam negeri seperti yang diamanatkan dalam UU Minerba, redaksi RESOURCES menemui beliau untuk sebuah sesi wawancara di ruangan kerjanya di PT Kideco Jaya Agung. Di perusahaan produsen batubara terbesar ketiga di Indonesia tersebut, beliau duduk sebagai advisor. Selain di PT. Kideco Jaya Agung, Bambang Setiawan juga duduk sebagai komisaris di beberapa perusahaan lainnya. Kesibukan sebagai komisaris, penasehat di berbagai perusahaan dan asosiasi industri inilah yang menyita keseharian dari Doktor lulusan the Ecole Nationale Superiure Des Mines de Paris, Perancis dibidang Geologi dan Eksplorasi Pertambangan, yang juga seorang penggemar berat kelompok musik rock legendaris the Rolling Stones tersebut. Berikut adalah kutipan wawancaranya: Dasar Pemikiran Kebijakan Peningkatan Nilai Tambah Sebagai salah satu pejabat senior pemerintah yang turut membidani Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral clan Batubara ("UU Minerba"), bagaimana sebenarnya "spirit" dari UU tersebut terkait dengan kebijakan peningkatan nilai tambah (PNT) melalul pengolahan clan pemurnian dalam negeri? Sebenamya kebijakan peningkatan nilai tambah itu sudah dikenal sebelumnya di dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan. Apabila kita melihat rezim UU No. 11/1967, kewajiban tersebut diarahkan ke perusahaan-perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK). Investor asing yang ingin berinvestasi di sektor mineral melaksanakan usahanya dalam bentuk KK yang di dalam masing-masing KK mineral ada ketentuan kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian guna mendukung pembangunan sector hilir pertambangan. Perusahaan KK wajib untuk mengolah bijih (ores) agar menghasilkan konsentrat. Sedangkan bagi pihak nasional, bentuk pengusahaan diberikan dalam bentuk Kuasa Pertambangan (KP) yang belum mewajibkan 1 / 7

pemegang KP untuk melakukan pengolahan dan pemurnian. Dengan demikian UU Minerba itu hanya menegaskan sikap pemerintah yang " commit" untuk melaksanakan kebijakan peningkatan nilai tambah bagi pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) seperti yang tercantum dalam Pasal 102 dan 103. Sedangkan bagi pemegang KK kewajiban PNT ditegaskan lagi dalam Pasal 170. Jadi pada soot rezim UU No7 l W 1/ 1967 ada diskriminasi terkait dengan kewajiban PNT bagi perusahaan pemegang KK clan KP? Tentu saja ada perbedaan, dalam artian bahwa pemerintah memberikan semacam "proteksi" bagi perusahaan nasional yang layaknya masih dalam tahapan infant industry untuk dapat mengekspor or es (bijih). Kewajiban itu berbeda dengan pemegang KK yang dimiliki oleh perusahaan asing, karena industri pertambangan dari negara-negara besar sudah lebih maju sehingga pemerintah menuntut agar pemegang KK mengolah lebih lanjut ores yang dihasilkannya untuk mendukung pengembangan industri domestik. Sehingga bagi perusahaan KK, aturan lebih ketat jadi tidak boleh mengekspor ores. Namun bagi masyarakat umum seakan-akan timbul kesan kuat bahwa kebijakan PNT itu baru diperkenalkan oleh UU Minerba padahal para senior penyusun UU No. 11/1967 sudah memikirkan konsep tersebut yang dituangkan dalam KK. Bagaimana pandangan Bapak mengenai pelaksanaan kewajiban peningkatan nilai tambah oleh perusahaan pemegang KK? Pasal 170 di dalam UU Minerba mewajibkan perusahaan KK untuk melakukan pemurnian di dalam negeri selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan. Untuk komoditas timah (PT Koba Tin), emas (PT. Nusa Halmahera Minerals, PT Meares Soputan Mining, dll), serta nikel (PT Vale Indonesia) semuanya tidak ada masalah dengan ketentuan ini karena sudah melaksanakannya jauh sebelum UU Minerba dikeluarkan. Akan tetapi untuk PT NNT dan PT FI yang baru melakukan pengolahan sampai dengan konsentrat, ketentuan ini menjadi masalah besar karena pada saat ini pendirian tembaga dianggap tidak ekonomis. Sebenarnya ketentuan yang ada pada pasal 170 tidak mewajibkan kedua perusahaan tersebut untuk mendirikan smelte rnya sendiri, akan tetapi mereka diwajibkan untuk melakukan pemurnian di Indonesia, dimana 2 / 7

pada saat ini baru dilaksanakan sebesar kurang lebih 30% di Gresik. Oleh kerena itu apabila Pemerintah ingin ketentuan ini berjalan sesuai dengan amanat pasal 170, sebaiknya pendirian tembaga oleh pihak ketiga harus didukung dengan memberikan insentif dan kemudahan agar bisa mencapai keekonomiannya. Bagaimana Bapak melihat "keriuhan" yang ditimbulkan oleh kebijakan pemerintah terkait dengan PNT ini? Sebenarnya jujur saja bahwa seluruh pemangku kepentingan sangat mendukung tujuan mulia dari kebijakan PNT. Namun yang menjadi masalah adalah cara yang diambil untuk mencapai tujuan tersebut. Atau dengan kata lain, objektifnya sangat bagus, tapi the way untuk mencapai target itulah menimbulkan gejolak di lapangan. Pemerintah terkesan ingin terlalu ideal tapi hal itu sulit untuk dilaksanan secara singkat. Sebenarnya " shock " itu bisa dihindari jika dibangun komunikasi yang baik dengan pelaku usaha, artinva pemerintah perlu duduk bersama dengan pelaku usaha untuk mencari formulasi yang tepat agar pelaksanaan kebijakan PNT dapat berjalan dengan baik. Pandangan Mengenai Aspek Keekonomian Bagaimana pandangan Bapak mengenai aspek keekonomian dalam pembangunan? Keekonomian adalah aspek yang terpenting dalam pengambilan keputusan pembangunan sme lter. Faktor tersebut bukan hanya penting bagi pelaku usaha dalam mengambil keputusan investasi, tetapi juga bagi pemerintah dalam menyusun kebijakan yang tepat sasaran. Apabila pemerintah tidak mempertimbangkan faktor keekonomian, maka suatu kebijakan sulit untuk dilaksanakan karena akan tidak menguntungkan bagi dunia usaha. Dalam hilirisasi, faktor keekonomian masing-masing komoditas berbeda satu sama lain. Bagi komoditas timah misalnya, secara teknologi dan ekonomi pembangunan sangat layak sehingga hilirisasi berjalan sangat baik untuk timah. Untuk bijih besi ( 3 / 7

iron ores ) misalnya, aspek keekonomian dapat dikatakan relatif baik sehingga bisa segera dilaksanakan. Namun sebaliknya, untuk komoditas logam dasar (tembaga, timah hitam dan seng) faktor keekonomiannya sangat berbeda sehingga hal ini mempengaruhi untuk keputusan investasinya. Hingga saat ini hanya PT Smelting satu-satunya tembaga yang beroperasi di Indonesia. Adapun mengenai ketentuan "dead line" Januari, tahun 2014, sebenarnva kalau kita merujuk kepada Pasal 102 UU Minerba, tidak ada ketentuan bahwa kebijakan PNT untuk IUP harus sudah berjalan pada tahun 2014, dengan kata lain berdasarkan ketentuan pada pasal tersebut, Pemerintah sebenarnya mempunyai ruang untuk lebih fl exible dalam penerapannya. Tentunya sangat diharapkan kebijakan kedepan memperhatikan aspek keekonomian dan kesiapan dari setiap komoditi dalam proses hilirisasinya. Untuk itu sebaiknya Pemerintah dapat mengevaluasi lagi batasan minimum pengolahan dan pemurnian bagi setiap komoditas dan batas tahun penerapannya agar semuanya dapat berjalan dengan baik. Menurut bapak bagaimana soal kelayakan untuk komoditas timbal-seng (lead-zinc)? Kelayakan ekonomi untuk komoditas timbal-seng sangatlah spesifik karena hingga saat ini hanya PT Dairi Prima Mineral satu-satunya perusahaan tambang yang mengusahakan timbal-seng. Dengan cadangan yang sangat terbatas sekitar 10 juta ton dan umur tambang dari cadangan di Anjing Hitam relatif singkat sekitar 6-7 tahun, maka mewajibkan perusahaan tersebut untuk membangun yang jangka waktu investasinya sangat panjang, bisa lebih dari 20 tahun, sangatlah tidak tepat. Tidak mungkin perusahaan tersebut mendapatkan pendanaan yang besar, mungkin sekitar 500-600 juta dolar, untuk membiayai suatu proyek yang secara ekonomis tidak menguntungkan. Dengan demikian untuk saat ini kewajiban pembangunan bagi komoditas timbal-seng belum tepat. Mungkin dalam waktu ke depan apabila muncul banyak perusahaan yang mengolah komoditas sejenis maka kebutuhan akan pembangunan dapat lebih ekonomis. Tapi tentunya hal ini juga perlu mempertimbangkan banyak factor-faktor lain seperti penyediaan infrastruktur. Bagaimana seharusnya suatu kebijakan PNT yang mempertimbangkan aspek keekonomian disusun? 4 / 7

Menurut hemat saya, kebijakan PNT seharusnya tidak boleh disusun dengan sistem "pukul rata" yang berlaku bagi seluruh komoditas. Karena faktor keekonomian berbeda satu sama lain, maka kebijakan PNT seharusnya tidak "generic". Nah, dalam kebijakan tersebut, faktor insentif juga akan berbeda di masing-masing komoditas. Tentunya pemerintah tidak perlu menyamaratakan insentif yang diberikan bagi seluruh komoditas. Pandangan Mengenai Inpres No. 3/2013 dan Aspek Kelembagaan Masyarakat melihat bahwa seakan-akan ada "dualism" dalam kewenangan terkait dengan kebijakan PNT, yaitu antara Kementerian ESDM dan Kementerian Perindustrian. Bagaimana pandangan Bapak atas aspek kelembagaan tersebut? Sebenamya sejarah telah membuktikan bahwa Ir. Sukarno presiden pertama kita, memiliki visi kedepan yang luar biasa dengan menyatukan Kemenperin dan ESDM. Pada waktu itu, sekitar tahun 1963-1964, beliau membentuk Departemen Industri Dasar dan Pertambangan yang disingkat dengan PERDATAM, yang pada saat itu dipimpin oleh Chairul Saleh. Bukti sejarah saat ini adalah perumahan Perdatam di sekitar jalan Pancoran. Poinnya adalah bahwa sebenarnya pada jaman dulu para senior kita sudah mempunyai visi jangka panjang untuk menyatukan pengelolaan pertambangan dan logam dasar dalam satu instansi. Justru dengan perkembangan jaman, pemisahan kedua instansi tersebutlah yang membuat kepusingan, he he he Seharusnya masalah itu tidak terjadi saat ini apabila kedua instansi tersebut berada dalam satu atap. Pemerintah baru saja menerbitkan Inpres No. 3 Tahun 2013 untuk percepatan pembangunan hilirisasi. Apakah menurut Bapak Inpres tersebut dapat mendorong pembangunan hilirisasi? Tentu saja Inpres tersebut seharusnya dapat mendorong percepatan hilirisasi sektor pertambangan. Khusus untuk instruksi yang diberikan kepada Kementerian ESDM, saya lebih menyoroti adanya instruksi khusus ke-pada ESDM untuk melakukan evaluasi peraturan perundang-undangan di bidang mineral yang menghambat upaya percepatan peningkatan nilai tambah melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Dalam hal ini pemerintah dapat menggunakan Inpres ini sebagai dasar untuk melakukan revisi terhadap semua peraturan yang dapat dianggap menghambat kearah proses hilirisasi tersebut, dimana perubahan yang terjadi 5 / 7

harus memperhatikan semua kepentingan "stakeholder", sehingga dengan demikian bisa dihasilkan suatu kondisi yang sifatnva " win-win ". Apa pandangan Bapak mengenai pernyataan dari salah satu petinggi di ESDM yang mengusulkan agar pemerintah yang membangun dengan menggunakan dana APBN? Secara konsep tentu tidak ada salahnya pemerintah untuk terjun membangun guna memicu pembangunan hilirisasi. Namun dalam kondisi keuangan Negara yang sedang tidak menguntungkan, apalagi dengan defisit perdagangan baru-baru ini, maka gagasan tersebut mungkin kurang tepat. Tentunya tidak mudah bagi otoritas keuangan memberikan lampu hijau bagi permohonan membangun karena masih banyak bidang lain yang juga sangat membutuhkan dukungan pendanaan. Akan tetapi, hal itu bisa dilakukan, jika pemerintah menetapkan itu sebagaikeputusan politik. Sebagai keputusan politik, kebijakan pembangunan dapat dilakukan at any cost meskipun secara ekonomis tidak menguntungkan. Kesibukan sehari-hari selepas pensiun dari Kementerian ESDM Bagaimana Bapak menyikapi kesibukan setelah pensiun sebagai birokrat? Saya sangat menikmati masa-masa pensiun sekarang ini. Lingkungan sangat berbeda pada saat saya jadi pejabat dengan sekarang. Saat menjadi pejabat, kita harus bekerja dalam suatu norma-norma dan koridor-koridor yang sudah ditetapkan atau digariskan, dan memang harus demikian karena kalau tidak kacau-balau negara ini. Hal itu cukup melelahkan sebenarnya, karena kadang-kadang kita bicara sesuatu yang walaupun kita tahu tidak saya tetap harus mengatakan itu. Saya bahagia sekarang setelah saya menjadi orang biasa semuanya "welcom e ", sehingga saya dapat terus aktif untuk menyumbangkan tenaga dan pikiran ke sektor yang saya cintai ini. Kalau mau pergi kemanapun, saya tidak perlu khawatir disorot publik misalnya kerena 6 / 7

naik b usiness atau first class, membeli sesuatu juga tidak perlu khawatir dengan KPK kerena proporsional dengan penghasilan dan pajak yang dibayarkan. Terlepas dari segala suka-dukanya selama masih aktif sebagai pegawai negeri, saya sangat berterima kasih diberi kesempatan untuk mengabdi kepada negara sampai dengan umur 60 tahun, kerena tidak semua orang bisa mengabdi hingga umur 60 dan mencapai jenjang karier yang tertinggi sebagai pegawai negeri. Sampai kapanpun selama masih diberi kemampuan dan kesehatan, saya siap untuk membantu pemerintah dan seluruh " stakeholder " guna membangun sektor pertambangan yang saya cintai ini. Sumber : Majalah RESOURCES, Edisi 02/Tahun 01/ March 2013 7 / 7