BAB II TUJUAN TEORITIS. sesak dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari (Wong, 2003).

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dibahas tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan. penelitian, manfaat penelitian sebagai berikut.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. negara di seluruh dunia (Mangunugoro, 2004 dalam Ibnu Firdaus, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi mekanisme yang mendasari

PENGARUH PEMBERIAN SENAM ASMA TERHADAP FREKWENSI KEKAMBUHAN ASMA BRONKIAL

PENATALAKSANAAN ASMA EKSASERBASI AKUT

BAB I PENDAHULUAN. umumnya. Seseorang bisa kehilangan nyawanya hanya karena serangan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Asma sering diartikan sebagai alergi, idiopatik, nonalergi atau gabungan.

BAB 1 PENDAHULUAN. Asma adalah suatu inflamasi kronik dari saluran nafas yang menyebabkan. aktivitas respirasi terbatas dan serangan tiba- tiba

Prevalens Nasional : 5,0% 5 Kabupaten/Kota dengan prevalens tertinggi: 1.Aceh Barat 13,6% 2.Buol 13,5% 3.Pahwanto 13,0% 4.Sumba Barat 11,5% 5.

BAB I PENDAHULUAN. negara maju tetapi juga di negara berkembang. Menurut data laporan dari Global

BAB I PENDAHULUAN. Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten yang ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. memburuk menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang sering berubahubah. yang merugikan kesehatan, kususnya pada penderita asma.

M.D. : Faculty of Medicine, University of Indonesia, Pulmonologist: Faculty of Medicine, Univ. of Indonesia, 2007.

ASMA DAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN (PENJASORKES) DI SEKOLAH. I Made Kusuma Wijaya

kekambuhan asma di Ruang Poli Paru RSUD Jombang.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini kita telah hidup di zaman yang semakin berkembang, banyaknya inovasi yang telah bermunculan, hal ini

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dunia, diantaranya adalah COPD (Chonic Obstructive Pulmonary Disease)

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupan manusia, kesehatan merupakan hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit paru-paru merupakan suatu masalah kesehatan di Indonesia, salah

BAB I PENDAHULUAN. Paru-paru merupakan organ utama yang sangat penting bagi kelangsungan

BAB II TINJAUAN TEORI. disebabkan oleh virus, dan merupakan suatu peradangan yang menyebabkan. lumen pada bronkiolus (Suriadi & Rita, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat, batuk-batuk terutama pada malam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Asma merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang banyak dijumpai,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Dr. Masrul Basyar Sp.P (K)

BAB I PENDAHULUAN. progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. mengi, sesak nafas, batuk-batuk, terutama malam menjelang dini hari. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

PATOGENESIS PENYAKIT ASMA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS/ RS Dr M DJAMIL PADANG

PENATALAKSANAAN ASMA MASA KINI

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronis ditandai dengan hambatan

BAB 1 PENDAHULUAN. udara ekspirasi yang bervariasi (GINA, 2016). Proses inflamasi kronis yang

BAB I PENDAHULUAN. reversible di mana trakea dan bronkus berespon secara hiperaktif terhadap stimuli

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Suradi, Dian Utami W, Jatu Aviani

PENGANTAR KESEHATAN. DR.dr.BM.Wara K,MS Klinik Terapi Fisik FIK UNY. Ilmu Kesehatan pada dasarnya mempelajari cara memelihara dan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit paru-paru obstriktif kronis ( Chronic Obstrictive Pulmonary

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dan ketangkasan dalam berusaha atau kegairahan (Alwi, 2003).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN ASMA BRONKHIAL DI RUANG ANGGREK BOUGENVILLE RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) atau Chronic Obstructive

BAB II TINJAUAN TEORI. Asma bronkiale adalah penyakit jalan napas abstruktif intermitten

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Asma adalah penyakit saluran nafas kronis yang penting

BAB I LAPORAN PENDAHULUAN

2006 Global Initiative for Asthma (GINA) tuntunan baru dalam penatalaksanaan asma yaitu kontrol asma

ABSTRAK PREVALENSI INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT SEBAGAI PENYEBAB ASMA EKSASERBASI AKUT DI POLI PARU RSUP SANGLAH, DENPASAR, BALI TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang banyak ditemui dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang sering dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. bronkus. 3 Global Initiative for Asthma (GINA) membagi asma menjadi asma

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB I PENDAHULUAN. satunya sehat secara fisik. Tujuan tersebut memicu seseorang untuk menjaga

BAB I PENDAHULUAN. batuk, mengi dan sesak nafas (Somatri, 2009). Sampai saat ini asma masih

ASMA BRONKHIAL. inflamasi kronik jalan nafas yang melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. maju maupun di negara-negara sedang berkembang. berbagai sel imun terutama sel mast, eosinofil, limposit T, makrofag, neutrofil

BAB I PENDAHULUAN. pungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk dari merokok,

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BALAKANG. sedang berkembang. Asma merupakan salah satu penyakit kronis yang paling sering

I. PENDAHULUAN. mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam dan atau

BAB I PENDAHULUAN. termasuk kelompok gangguan saluran pernapasan kronik ini. Dalam beberapa

C. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Bab I. Pendahuluan. yang ditandai oleh progresivitas obstruksi jalan nafas yang tidak sepenuhnya

FARMAKOTERAPI ASMA. H M. Bakhriansyah Bagian Farmakologi FK UNLAM

SMP JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN IX (SEMBILAN) ILMU PENGETAHUAN ALAM (IPA) SISTEM PERNAPASAN MANUSIA. A. Organ-Organ Pernapasan

Konsep diri, KDK, Sal

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

PENGALAMAN IBU MERAWAT ANAK PENDERITA ASMA YANG MENGALAMI MASALAH KUALITAS HIDUP TESIS

HUBUNGAN ANTARA LAMA SENAM ASMA DENGAN FREKUENSI SERANGAN ASMA DI BALAI BESAR KESEHATAN PARU MASYARAKAT (BBKPM) SURAKARTA

SISTEM PERNAPASAN PADA MANUSIA

ASMA BRONKIALE: KENALI LEBIH DEKAT DAN KENDALIKAN KEKAMBUHANNYA

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan aliran udara yang menetap pada saluran napas dan bersifat progresif.

BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada era modern saat ini, gaya hidup manusia masa kini tentu sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. 2007). World Health Organization (WHO) menyatakan lebih dari 100 juta

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bronkitis menurut American Academic of Pediatric (2005) merupakan

- Aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus.

Bronkitis pada Anak Pengertian Review Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan

AKTIVITAS FISIK (OLAHRAGA) PADA PENDERITA ASMA

LAPORAN PENDAHULUAN ASTHMA ATTACK

BAB I PENDAHULUAN. sering timbul dikalangan masyarakat. Data Report Word Healt Organitation

BAB II LANDASAN TEORI

Materi Penyuluhan Konsep Tuberkulosis Paru

DEFINISI BRONKITIS. suatu proses inflamasi pada pipa. bronkus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dibutuhkan manusia dan tempat pengeluaran karbon dioksida sebagai hasil sekresi

BAB I PENDAHULUAN. dengan kisaran usia 5-14 tahun (Gerald dkk, 2004). Prevalens asma di Indonesia belum

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bronchitis adalah suatu peradangan yang terjadi pada bronkus. Bronchitis

BAB 1 PENDAHULUAN. napas, batuk kronik, dahak, wheezing, atau kombinasi dari tanda tersebut.

1. Bahan-bahan di dalam ruangan : - Tungau debu rumah - Binatang, kecoa

KISI KISI SOAL PRETEST DAN POST TEST. Ranah Kognitif Deskripsi Soal Jawaban

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ASMA BRONKIAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB I PENDAHULUAN. maka masa balita disebut juga sebagai "masa keemasan" (golden period),

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gangguan pada sistem pernafasan merupakan penyebab utama

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TUJUAN TEORITIS 2.1. ASMA 2.1.1 Defenisi Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada jalan nafas tempat banyak sel (sel mast, eosinofil, dan limfosit T) memegang peranan. Pada anak yang rentan, inflamasi menyebabkan episode mengi kekambuhan, sesak nafas, dada sesak dan batuk, terutama pada malam hari atau pagi hari (Wong, 2003). Asma pada anak adalah gangguan pernafasan yang disertai berbagai gejala hambatan aliran udara dalam saluran nafas paru berupa tarikan nafas pendek, dan serangan batuk berulang. Asma merupakan penyakit keturunan yang penyebabnya masih belum jelas (Ngastiyah, 2005). Asma didefenisikan sebagai penyakit obstruk jalan nafas yang reversibel yang ditandai oleh serangan batuk, mengi dan dispnea pada individu dengan jalan napas hiperaktif (Rudolph, 2006). 2.1.2 Klasifikasi Pada 1995 National Heart, Lung, and Blood Institute membuat klasifikasi asma berdasarkan indikator gejala dari keparahan penyakit. Klasifikasi ini mencakup empat kategori yaitu: (1). Asma Intermiten Ringan; dengan gejala 2 kali seminggu, eksaserbasi singkatan (dari beberapa jam sampai beberapa minggu): intensitas dapat bervariasi. Gejala di malam hari 2 kali sebulan. PEF / FEV 1 80 % dari nilai yang sudah diperkirakan, variabilitas PEF > 30 %, (2). Asma Persisten Ringan; gejala > 2 kali seminggu, namun < 1 kali seminggu dimana eksaserbasi dapat mempengaruhi aktifitas dan gejala di malam hari > 2 kali seminggu. PEF / FLV 1 > 80 % dari nilai yang sudah diperkirakan dan 5

variabilitas PEF > 30 %, (3). Asma Persisten Sedang; gejala setiap hari, penggunaan inhalasi agonis β 2 kerja singkat. Eksaserbasi mempengaruhi aktifitas dan dapat berlangsung berhari hari. Gejala di malam hari > 1 kali seminggu, PEF / FEV 1 > 60 % sampai < 80 % dari nilai yang sudah diperkirakan dan variabilitas PEF < 20 %, (4). Asma Persisten Berat; gejala kontinue, eksaserbasi sering, gejala fisik di malam hari, dan aktivitas fisik terbatas. Aliran ekspirasi puncak (peak pxpiratory flow) atau volume ekspiratori kuat dalam 1 detik (FEV 1 ) 60 dari nilai yang sudah diperkirakan. Variabilitas PEF > 30 % (Wong 2003). 2.1.3.Faktor Pencetus Serangan Asma Penyebab penyakit asma belum jelas. Diduga, ada beberapa faktor pencetus yaitu faktor Ekstrinsik, terdiri dari reaksi antigen antibodi dan alergen (debu, serbuk serbuk, bulu bulu binatang) dan faktor Interistik, yang meliputi (1). Infeksi berupa Influenza virus, pnemonia, mycoplasma, (2). Fisik (cuaca dingin, perubahan temperatur), (3). Iritan: Kimia, polusi udara (co, asap rokok, parfum/ minyak wangi), (4). Emosional termasuk rasa takut, cemas dan tegang dan aktivitas yang berlebihan juga dapat menjadi faktor (Suriadi, 2006). 2.1.4.Patofisiologi Inflamasi berperan dalam peningkatan reaktifitas jalan napas. Mekanisme yang menyebabkan inflamasi jalan napas cukup beragam, dan peran setiap mekanisme tersebut bervariasi dan satu anak ke anak lain serta selama perjalanan penyakit. Komponen penting asma lainnya adalah bronkosplasma dan obstruksi. Mekanisme yang menyebabkan gejala obstruktif meliputi: Inflamasi dan udema

membran mukosa, akumulasi sekresi yang berlebihan dari kelenjar mukosa, spasma otot otot halus dan bronkiolus yang menurunkan diameter bronkiolus. Konstriksi bronkus merupakan reaksi normal terhadap stimulus asing, namun pada anak yang menderita asma biasanya sangat parah hingga menyebabkan gangguan fungsi pernapasan: otot halus, berbentuk kumparan spiral disekeliling jalan napas, menyebabkan penyempitan dan pemendekan jalan napas, yang secara signifikan meningkatkan resistensi jalan napas terhadap aliran udara. Pada saat inspirasi dan berkontraksi serta memendek selama ekspresi. Oleh karena itu, kesulitan bernapas lebih berat terjadi selama fase ekspresi. Peningkatan tahanan dalam jalan napas menyebabkan ekspresi yang dipaksakan melewati lumen sempit. Volume udara yang terjebak dalam paru meningkat pada saat jalan napas secara fungsional menutup di titik antara alveoli dan bronkus lobucus. Gas yang terjebak ini mendorong individu untuk bernapas pada volume paru yang semakin tinggi. Akibatnya orang yang menderita asma harus berjuang untuk menginspirasi jumlah udara yang cukup. Upaya keras untuk bernapas ini akan menyebabkan keletihan, penurunan efektivitas pernapasan, dan peningkatan konsumsi oksigen. Inspirasi yang terjadi ketika volume paru lebih tinggi akan menginflasi alveoli secara berlebihan dan menurunkan efektivitas batuk. Jika obstruksi semakin parah, terjadi penurunan ventilasi alveolus disertai retensi karbon dioksida, hipoksemia, asidosis pernapasan dan akhirnya gagal napas (Wong, 2003).

2.1.5.Manifestasi Klinis Asma Batuk Batuk kering, paroksismal, iritatif, dan non produktif, kemudian menghasilkan sputum yang berbusa, jernih dan kental. Tanda-Tanda Terkait Pernapasan Sesak napas, fase ekspresi memanjang, mengi dapat terdengar, tulang zigomatik memerah dan telinga merah, bibir berwarna merah gelap, dapat berkembang menjadi sianosis pada dasar kuku dan/sianosis sirkumoral, dengan berkembangnya serangan asma. Pada anak yang sudah besar dapat duduk tegak dengan bahu dibukungkukkan, tangan berada di atas meja atau kursi dan lengan menahan. Berbicara dengan frasa yang singkat, terpatah-patah dan terengahengah. Dada Hiperesonansi pada perkusi, bunyi napas kasar dan keras.mengi di bidang seluruh bidang paru, ekspirasi memanjang, ronki kasar serta mengi pada saat inspirasi dan ekspirasi: nada meninggi. Pada episode berulang Dapat berupa dada barrel, bahu meninggi dan penggunaan otot-otot pernapasan aksesori. Tampilan wajah: tulang zigomatik mendatar, lingkaran di sekeliling mata, hidung mengecil, gigi atas menonjol (Wong, 2003). 2.1.6.Penatalaksanaan Terapeutik Pengendalian Alergen. Tujuan terapi nonfarmalogik adalah pencegahan dan pengurangan pejanan anak terhadap alergen dan iritan yang ada di udara.

Terapi obat Bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan asma, mengurangi frekuensi dan keparahan ekserbasi dan menghilangkan obstruksi aliran udara. Kortikosteroid Obat anti-inflamasi yang digunakan untuk mengatasi obstruksi jalan napas yang reversibel dan mengendalikan gejala serta mengurangi hiperaktifitas bronkus pada asma kronis. Kortikosteroid dapat diberikan secara parenteral, oral atau dengan aerosol. Steroid oral dapat diberikan untuk periode singkat (misalnya 3 atau 10 hari), harus diberikan dengan dosis efektif paling rendah. Natrium kromolim Obat nonsteroid ini menstabilkan membran sel mast, menghambat aktivitas dan pelepasan mediator dari eosinofil dan sel-sel epitelial dn menghambat penyempitan jalan napas akut setelah pejanan akibat latihan fisik, udara dingin yang kering dan sulfur dioksida, dapat diberikan melalui nebuliser atau Metered Dose Inhaler (MDI). Natrium nedokromil adalah obat lain yang bersifat antialergik dan anti inflamasi. Agonis adrenergik-β (terutama albuterol, metaproterenol, dan terbutalin). Digunakan untuk pengobatan eksaserbasi akut dan untuk pencegahan bronkospasme akibat latihan. Dapat diberikan sebagai obat inhalasi, oral atau parenteral. Agonis adrenergik-β inhalasi tidak boleh digunakan lebih dari tiga sampai empat kali sehari untuk gejala akut. Metilsantin (terutama teofilin).

Telah digunakan bertahun-tahun untuk mengurangi gejala dan mencegah serangan asma. Dapat diberikan melalui intravena, intramuskular, oral atau rektum (jarang digunakan) dosis teofilin harus diatur untuk mencapai konsentrasi serum 5 sampai 15 Mg/ml (National Asthma Education dan Prevention Program, 1997). Modifer Leukotrien Leukotrien adalah mediator inflamasi yang menyebabkan hyperesponsivitas jalan napas. Modifer leukotrien (seperti zafirlukast, zileuton dan natrium montelukast) menyekat efek inflamasi dan bronkospasme. Obat-obat ini diberikan secara oral dalam kombinasi dengan agonis β dan steroid untuk memberikan pengendalian jangka panjang dan mencegah untuk memberikan pengendalian jangka panjang dan mencegah gejala pada asma persisten ringan (Fost and Sphan, 1998). Latihan Fisik Bronkospasme akibat latihan fisik (Exercise-induced Bronchospasma [EIB] ) adalah obstruksi jalan napas akut reversibel yang biasanya sembuh sendiri terjadi selama atau setelah aktivitas berat mencapai puncak 5-10 menit setelah aktivitas berhenti dan biasanya berhenti 20-30 menit, kemudian pasien menderita EIB mengalami batuk, sesak napas, nyeri dada atau dada sesak, mengi, dan masalah ketahanan fisik. Berenang dapat ditoleransi oleh anak yang menderita EIB, karena mereka menghirup udara yang bersaturasi penuh dengan kelembaban dan karena jenis pernapasan yang diperlukan dalam berenang. Latihan fisik bermanfaat bagi anak-anak penderita asma dan sebagian besar anak dapat berpartisipasi dalam aktivitas di sekolah dan olahraga dengan kesulitan

minimal agar asma tetap dapat dikendalikan. Pengobatan profilaktik yang tepat dengan agens adrenergik-β atau natrium kromolin sebelum latihan fisik biasanya memungkinkan anak berpartisipasi penuh dalam latihan fisik yang berat. Fisioterapi dada. Mencakup latihan bernapas dan latihan fisik, terapi ini membantu relaksasi fisik dan mental, memperbaiki postur, pola pernapasan yang lebih efisien. Akan tetapi, fisioterapi dada tidak dianjurkan selama eksaserbasi asma akut tanpa komplikasi (Wong, 2003). 2.2. Konsep Diri 2.2.1. Defenisi Konsep diri dapat didefenisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya. Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Orang dengan konsep diri negatif akan cenderung bersifat pesimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan sebagai kesempatan namun sebagai halangan. Orang dengan konsep diri negatif akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika gagal akan ada dua pihak yang disalahkan, entah itu menyalahkan diri sendiri (secara negatif ) atau menyalahkan orang lain (Rini, 2002). Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan, kepercayaan dan pendirian yang tidak diketahui individu dalam berhubungan dengan orang lain (Suliswati,dkk, 2005). Konsep diri bukan merupakan faktor yang dibawa sejak

lahir, melainkan faktor yang dipelajari dan terbentuk melalui pengalaman individu dalam berhubungan dengan orang lain. Dalam berinteraksi setiap individu akan menerima tanggapan. Tanggapan yang diterima tesebut akan dijadikan cermin bagi individu untuk menilai dan memandang dirinya sendiri. Jadi konsep diri terbentuk karena suatu proses umpan balik dari individu yang lain. 2.2.2 Komponen Konsep Diri. Menurut Stuart & Sundden (1998),konsep diri terdiri dari citra tubuh / gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran dan identitas diri. A. Citra tubuh / gambaran diri Citra tubuh / gambaran diri adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar, termasuk persepsi masa lalu dan sekarang serta perasaan tentang, ukuran, fungsi, penampilan dan potensi yang berkesinambungan dimodifikasi dengan persepsi dan pengalaman yang baru (Stuart & Sundden, 1998). Citra tubuh sangat dinamis karena secara konstan berubah seiring dengan persepsi dan pengalaman-pengalaman baru. Citra tubuh harus realistis karena semakin dapat menerima dan menyukai tubuhnya individu akan lebih bebas dan merasa aman dari kecemasan (Suliswati dkk, 2005). Gambaran diri berhubungan dengan kepribadian, cara individu memandang dirinya mempunyai dampak yang penting pada aspek psikologisnya. Pandangan yang realistis terhadap dirinya, menerima dan mengukur bagian tubuhnya akan memberi rasa aman, sehingga terhindar dari rasa cemas dan meningkatkan harga diri (Keliat, 2002). Individu dengan kepribadian yang sehat mempunyai citra tubuh yang positif dan sesuai (Stuart & Sudden, 1998).

B. Ideal diri. Ideal diri adalah penilaian persepsi individu tentang bagaimana dia seharusnya berperilaku berdasarkan standar, aspirasi, tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sudden, 1998). Individu mampu berfungsi dan mendemonstrasikan kecocokan antara persepsi diri dan ideal diri, sehingga ia tampak menyerupai apa yang diinginkan. Ambisi dan keinginan untuk mengklaim diri dari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri dapat mempengaruhi ideal diri seseorang. Ideal diri hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, tetapi masih lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong dan masih dapat dicapai individu dengan kepribadian yang sehat mempunyai ideal diri yang realistik (Keliat, 1992). C. Harga diri. Harga diri adalah penilaian individu tentang nilai personal yang diperoleh dengan manganalisa seberapa baik perilaku seseorang sesuai dengan ideal diri (Stuart & Sundden, 1998). Harga diri dapat diperoleh melalui penghargaan dari diri sendiri maupun orang lain. Perkembangan harga diri juga oleh peranan diterima, dicintai, dihormati oleh orang lain, serta keberhasilan yang pernah dicapai individu dalam hidupnya (Hidayat, 2006). Individu akan merasa berhasil atau hidupnya bermakna apabila diterima dan diakui orang lain atau merasa mampu menghadapi kehidupan dan mampu mengontrol dirinya (Sunaryo, 2004). Frekwensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu selalu sukses, maka cenderung memiliki harga diri yang tinggi, tetapi sebaliknya jika individu sering gagal maka

cenderung memiliki harga diri yang rendah (Keliat, 1992). Harga diri yang diterapkan adalah harga diri yang tinggi. D. Peran Diri. Peran diri adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh masyarakat sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat (Hidayat, 2006). Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak mempunyai pilihan. Peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau peran yang dipilih individu (Stuart & Sudden, 1998). Posisi dibutuhkan individu sebagai aktualisasi diri. Posisi di masyarakat dapat merupakan stressor terhadap peran karena struktur sosial yang menimbulkan kesukaran, tuntutan, posisi yang tidak mungkin dilaksanakan. Stres peran terdiri dari konflik peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan peran yang terlalu banyak (Keliat, 1992). Peran yang diharapkan adalah peran yang memuaskan. E. Identitas Diri. Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri sendiri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart and Sudden, 1998). Identitas yang mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiaratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan dalam hubungan dengan orang lain (Hidayat,

2006). Seseorang yang mempunyai perasaan identitas diri uang kuat akan memandang dirinya berbeda dengan orang lain. 2.2.3 Konsep Diri Anak yang Menderita Asma. Setiap perubahan dalam kesehatan dapat menjadi stressor yang mempengaruhi konsep diri. Stressor konsep diri adalah segala perubahan nyata yang mengancam identitas, citra tubuh, harga diri, atau perilaku peran. Perubahan fisik dalam tubuh menyebabkan perubahan citra tubuh dimana identitas dan harga diri juga dapat dipengaruhi (Potter dan Perry, 2005). Penyakit asma yang berulang dapat menimbulkan perubahan fisik dan psikologis. Perubahan fisik yang dapat dilihat salah satunya dada berbentuk barrel, bahu meninggi, sesak napas, mengi, dan berbicara dengan frase yang singkat, terpatah-patah dan terengah-rengah. Perubahan fisik tersebut dapat menyebabkan perubahan gambaran diri dan peran pada anak yang menderita asma. Perubahan psikologis pada anak diantaranya merasa minder dan rendah diri karena merasa tidak dapat bergerak dan hidup dengan bebas dan wajar, akibat dari larangan dan kekhawatiran orangtua sehingga anak merasa tidak dapat melakukan aktifitas, dan merasa malu karena memakai obat inhalasi dan takut di tertawakan oleh teman-temannya. (Graha, 2008) Perubahan psikologis yang terjadi dapat menyebabkan yang menderita asma menjadi rendah diri dan merasa tidak dapat mencapai ideal diri yang realistis. Proses mencerna pengalaman yang dimiliki seseorang dapat mempengaruhi pengenalan diri seseorang. Tidak terbatas pada pengalaman istimewa dengan orang- orang tertentu, kadangkala pengalaman khusus dengan

suatu tempat atau kondisi tertentu dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Konsep diri dalam penerapan sehari- hari dapat terlihat melalui proses terbentuknya percaya diri. Seseorang anak yang memiliki konsep diri positif, tentu akan memiliki perasaan positif dalam dirinya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik. Tingkat percaya diri yang tinggi memiliki pengertian bahwa pada diri seseorang tersebut dapat menerima dirinya tentu akan mengevaluasi dirinya secara positif. Sebaliknya, konsep diri yang rendah pada seorang anak akan memunculkan persepsi negatif, yang tentunya akan menimbulkan rendahnya percaya diri (Puspasari, 2007). Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya serta mudah menyerah (Rini, 2002). Konsep diri dan citra tubuh anak didasarkan pada sikap orang tua. Di sekolah orang lain menunjang terbentuknya konsep diri dan citra diri. Hal ini akan memberi penyelaras bagi anak-anak yang keluarganya sangat kritis atau akan menjadi negatif, jika anak mengalami lingkungan pendidikan yang negatif. Melalui permainan, literatur, gambar, olahraga dan musik anak-anak berinteraksi dengan teman sebaya, mengembangkan keterampilan motorik dan intelektual tambahan yang dapat meningkatkan konsep diri anak-anak. Perkembangan konsep diri dan citra tubuh sangat erat berkaitan dengan pembentukan identitas (Erikson, 1963 dalam Potter dan Perry, 2005). Pengalaman yang positif pada masa kanak-kanak memberdayakan masa remaja untuk merasa

baik tentang diri mereka. Pengalaman negatif sebagai anak dapat mengakibatkan konsep diri yang buruk. Konsep diri berkembang secara bertahap dimulai dari bayi dapat mengenali dan membedakan orang lain. Proses yang berkesinambungan dari perkembangan konsep diri dipengaruhi oleh pengalaman interpersonal dan kultural yang memberikan perasaan positif dan dipelajari melalui kontak dan perjalanan dengan orang lain.