BAB I PENDAHULUAN. juga media-media lainnya, yaitu video game, internet, dan film bioskop. Menurut

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sumber informasi yang sangat penting bagi masyarakat. Di antara berbagai media

BAB I PENDAHULUAN. perhatian khusus bagi orang tua, guru, dan pemerintah (Sherry, 2001). Perhatian

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Meskipun Children s Television Act of 1990 telah membatasi program televisi

PERBEDAAN TINGKAT AGRESIVITAS PADA REMAJA YANG BERMAIN GAME ONLINE JENIS AGRESIF DAN NON AGRESIF

BAB I PENDAHULUAN. Republika Minggu, 09 Desember 2007 Anak SD sudah menghisap rokok karena ditemukan beberapa rokok pada sakunya.

BAB V KESIMPULAN DISKUSI DAN SARAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1, tabel 4.2 dan tabel 4.3 sebagai berikut: Tabel 4.1 Sampel penelitian dilihat dari usia (N=134)

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selalu melakukan berbagai aktivitas yang rutin dalam menjalani

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bermain merupakan hal yang menyenangkan untuk dilakukan. Semua

merugikan tidak hanya dirinya tapi juga orang lain.

Video Animasi 2D Iklan Layanan Masyarakat Tentang Larangan Berkendara Saat Mabuk

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang sering terjadi di tengah-tengah masyarakat. Banyak hal yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. pencarian jati diri untuk melakukan hal hal yang baru. dapat memberikan hal hal baru untuk memecahkan masalah.

BAB I PENDAHULUAN. melalui media massa. Negara Indonesia di masa yang lampau sebelum. masa kemerdekaan media massa belum bisa dinikmati oleh semua

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa

I. PENDAHULUAN. nasionalisme, menumbuh kembangkan kecintaan kepada Bahasa Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. tingkat pengetahuan masyarakat. Sekarang ini, media memiliki andil yang. budaya yang bijak untuk mengubah prilaku masyarakat.

KEMAMPUAN BEREMPATI DITINJAU DARI INTERAKSI TEMAN SEBAYA PADA ANAK USIA SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN. promosi dalam perdagangan memiliki banyak macam seperti trade allowance, periklanan

BAB I PENDAHULUAN. film video laser setiap minggunya. Film lebih dahulu menjadi media hiburan

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

BAB I PENDAHULUAN. dihasilkannya sering kali berhasil memukau banyak orang, baik dari negara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini sering kita dengar tentang banyaknya kasus kekerasan yang

PENJAJAHAN TV TERHADAP PERKEMBANGAN ANAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Seiring dengan perkembangan zaman, kebutuhan akan informasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

CHARACTER ATTACHMENT DALAM PERILAKU AGRESIF GAMERS KETIKA BERMAIN GAME BERGENRE ROLE. Haris Mayhardi ( )

Modul ke: Produksi Berita TV. Daya Pengaruh Siaran TV. Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting.

BAB I PENDAHULUAN. siswa. Salah satunya dengan kehadiran dan keberadaan game online akibatnya

BAB I PENDAHULUAN. Selanjutnya dijelaskan bahwa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. dasarnya memiliki kontribusi dalam menciptakan keberagaman media.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tindak kekerasan merupakan hal yang sangat meresahkan bagi

BAB I PENDAHULUAN. maupun elektronik, maka telah menciptakan suatu gaya hidup bagi masyarakat. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terjadi dalam lingkungan kesehatan dunia, termasuk di Indonesia. Tobacco

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. yang cukup efektif dalam menyampaikan suatu informasi. potret) atau untuk gambar positif (yang di mainkan di bioskop).

INTISARI BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hubungan antarmasyarakat, antara masyarakat dan seseorang, antarmanusia, dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. seseorang yang mengkonsumsinya (Wikipedia, 2013). Pada awalnya, alkohol

BAB I PENDAHULUAN. Zaman sudah semakin berkembang, ditandai dengan era teknologi saat ini. Dapat

BAB I PENDAHULUAN. yang mudah untuk dicerna. Televisi secara universal juga mampu untuk menjangkau audiens

BAB I PENDAHULUAN. Masa kanak-kanak merupakan salah satu periode perkembangan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. karena kehidupan manusia sendiri tidak terlepas dari masalah ini. Remaja bisa dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tayangan yang menampilkan adegan-adegan kekerasan kini menjadi salah

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala]. [3 April 2009]. 2

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Media massa memberikan kesempatan kepada manusia untuk mempublikasikan ide-ide kreatif,

HUBUNGAN MINAT MEMBACA KOMIK DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SISWA SMA S K R I P S I

Bab 5. Ringkasan. Ruka Kishimoto Dalam Serial Drama Jepang Last Friends. Adapun tujuan dan metode penelitian juga tercantum dalam pendahuluan.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Konteks Masalah

BABI PENDAHULUAN. Berbagai ulasan di media massa menceritakan kisah hidup seseorang yang

a. Tidak sekolah b. SD c. SMP d. SMU e. Perguruan tinggi II. Pertanyaan tentang Pengetahuan 1. Menurut anda apakah yang dimaksud dengan internet?

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dimasyarakat pada saat ini melalui media-media seperti televisi, koran, radio dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. transformasi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Salah satu produk teknologi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB 2 DATA DAN ANALISA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. masa peralihan perkembangan dari masa anak-anak menuju masa dewasa

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PEMILIHAN STUDI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. Televisi juga dikenal sebagai media hiburan, informasi dan juga media edukasi.

BAB I PENDAHULUAN. bangsawan serta orang kaya di Eropa pada masa itu (Haviland, 1988:228).

BAB I PENDAHULUAN. hlm. viii. 1 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: Lkis, 2001),

BAB 4 KONSEP DESAIN Premise Penyesalan seorang anak atas apa yang telah dilakukannya terhadap ibunya.

BAB I PENDAHULUAN. diakses dalam hitungan detik, tidak terkecuali dengan perkembangan dunia fashion yang

15. Lampiran I : Surat Keterangan Bukti Penelitian BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB 1 PENDAHULUAN. waktunya untuk menonton acara yang beragam ditelevisi. Televisi sebagai media

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Era Kebebasan Berpikir

BAB I. Game mobile saat ini sudah menjadi alternatif hiburan bagi semua kalangan baik

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang Masalah. hidup semaunya sendiri, karena di dalam kehidupan bermasyarakat terdapat

BAB I PENDAHULUAN. station. Anak-anak, remaja, bahkan sampai dewasa sangat menyenangi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai media massa baik media cetak maupun media elektronik telah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Konteks Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Televisi adalah media yang potensial sekali, tidak saja untuk

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi kini semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hasil proyeksi sensus penduduk 2011, jumlah penduduk Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. sangat dibutuhkan manusia, dan manusia tidak bisa hidup tanpa

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KENAKALAN REMAJA PELAKU TATO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

DINAMIKA PSIKOLOGIS PERILAKU MEMBUNUH (Study Kasus pada Seorang Pelaku Pembunuhan)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Oxford University, 1997), Dieter Mack, Apresiasi Musik Musik Populer (Yogyakarta : Yayasan Pustaka Nusatama,

BAB I PENDAHULUAN. kelamin manuasia mencapai kematangan. Pada masa remaja, perubahan biologis,

BAB 1 PENDAHULUAN. Komunikasi adalah sebuah kebutuhan manusia dan bisa dibilang yang utama,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah perilaku agresif anak bukanlah menjadi suatu masalah yang baru

BAB I PENDAHULUAN. sekolah, maupun masyarakat. Menurut Walgito (2001:71) dorongan atau motif

A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. Sastra merupakan hasil pekerjaan seni kreasi manusia. Sastra dan manusia erat

BAB I PENDAHULAUAN. Televisi merupakan sistem elektronik yang mengirimkan gambar diam dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sendiri. Namun, sangat disayangkan dari produksi yang ada mayoritas disisipi

BAB I PENDAHULUAN. terutama bagi masyarakat kecil yang hidup di perkotaan. Fenomena di atas

BAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Gangguan identitas gender adalah suatu gangguan yang membuat

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Salah satu faktor penting dalam lingkungan sosial masyarakat modern saat ini adalan media massa (Milla, 2006). Salah satu jenis media massa yang diyakini memiliki pengaruh yang kuat adalah media audio visual. Media dengan jenis ini mampu mengoptimalkan pesan melalui pendengaran, penglihatan, dan gerakan sekaligus. Penggunaan media ini tidak hanya terbatas pada televisi semata, tetapi juga media-media lainnya, yaitu video game, internet, dan film bioskop. Menurut Robert, dkk (dalam Kirsh, 2006) ketika anak-anak dan remaja bertambah dewasa, pemilihan media yang digunakan juga ikut berubah. Anak remaja lebih suka memiliki radio, pemutar CD, dan tapes. Selain itu, 80% keluarga yang telah disurvey oleh mereka memiliki perangkat video game di rumah, dan sebanyak 50% remaja tetap menyimpan perangkat video game di dalam kamar mereka. Pada penelitian ini media yang akan digunakan lebih dikhususkan pada media video game. Sejak awal beredarnya video game di akhir tahun 1970, jenis permainan sudah mulai disukai dan digemari masyarakat dari berbagai kalangan. Sekarang ini video game semakin dikenal dan sudah banyak anak remaja dan dewasa yang juga memainkan permainan ini sehingga video game saat ini tidak hanya dianggap sebagai salah satu permainan yang hanya dimainkan oleh anak-anak kecil. Permainan video game adalah jenis permainan yang menggunakan layar, bisa melalui layar komputer, layar telepon genggam, televisi, atau mesin khusus yang

menggunakan koin (Collins, 2008). Beberapa merek video game antara lain: Playstation, Playstation2, GameCube, XBoX, DreamCast, Sega Genesis, Nintendo, Nintendo64, SuperNitendo, dan juga game yang berasal dari komputer. Beberapa dari video game ini mampu menampilkan gambar setajam dan sejelas yang ditampilkan oleh televisi (Stanza, 2008). Menurut Gentile dkk. (dalam Kirsh, 2006) anak laki-laki yang berada pada kelas 8 dan kelas 9, bermain video game dua kali lebih banyak dari pada anak perempuan seumurannya. Mereka rata-rata menghabiskan waktu bermain 9 jam per minggu. Pada masa remaja pemilihan jenis permainan juga memiliki perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki lebih menyukai media bertema kekerasan daripada anak perempuan. Pada tahun 1990 video game bertema kekerasan ini pertama kali muncul ke pasaran, dan di akhir abad ke 20 game bertema kekerasan ini telah disempurnakan dan dapat dimainkan oleh pemain dari berbagai usia (Walsh, dalam Anderson dan Bushman, 2001). Menurut The Cooperative Institutional Research Program (dalam Anderson dan Bushman, 2001) menemukan bahwa pada tahun 1998, 13.3% lelaki yang berada pada tingkat universitas dan SMA bermain video game paling tidak 6 jam per minggu, dan pada tahun 1999, hasil tersebut meningkat menjadi 14.8%. Bermain video game bagi kebanyakan anak remaja diartikan sebagai permainan yang menawarkan kesenangan, dan 80% tema yang paling populer untuk mereka mainkan adalah yang bertema kekerasan (Vessey & Lee, dalam Daane, 2003). Hal ini juga didukung oleh Dietz (dalam Kirsh, 2006) yang menemukan bahwa 80% permainan video game yang paling popular di pasaran bertema kekerasan.

Beberapa judul game yang menampilkan kekerasan, yaitu Quake, Doom, Mortal Kombat, dan Grand Theft Auto (GTA). Video game dengan tema kekerasan mengajarkan perilaku-perilaku yang berhubungan dengan kekerasan secara lebih jelas dan mudah untuk dilakukan, seperti memukul, menendang, dan menyikut. Perilaku ini diikuti dengan diberikannya penghargaan baik secara langsung maupun tidak (Bandura, dalam Preiss, dkk., 2007). Tidak hanya karena segi alur cerita dengan tema kekerasan, video game ini juga menyebabkan remaja berperilaku agresif ketika mereka dihadapkan dengan situasi sulit. Mereka lebih cenderung memakai cara kekerasan dalam memecahkan masalah yang sedang dihadapi daripada berusaha menemukan cara lain yang lebih bijak untuk memecahkan masalah tersebut. Hal ini terjadi karena remaja dan anak-anak yang memainkan adegan kekerasan menjadi lebih terbiasa dan menganggap bahwa kekerasan yang mereka lakukan wajar-wajar saja (Stanza, 2008). Beberapa peneliti juga berpendapat bahwa para pemain yang melakukan tindak kekerasan dalam video game dan diberikan penghargaan atasnya, akan lebih mudah melakukan tindak kekerasan di dunia nyata (Preiss, dkk., 2007). Hal ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Maguire & Pastore (dalam Daane, 2003) remaja yang berusia 16-19 tahun menduduki peringkat tertinggi untuk perilaku tindak kekerasan dibandingkan dengan rentang usia lainnya. Sedangkan yang berusia 12-15 tahun berada di peringkat kedua tertinggi. Pada saat yang sama, menurut Monks, Knoers & Haditono (dalam Desmita, 2005) Anak-anak yang berada pada tahapan usia remaja awal sampai akhir yaitu usia 10-21 tahun berada pada masa tahap perkembangan antara masa kanak-kanak

dan masa dewasa. Pada masa ini anak-anak akan mengalami perubahan dan perkembangan dari segi fisik, kognitif, dan sosial. Masa remaja adalah periode kehidupan dimana remaja memiliki kapasitas secara maksimal untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan yang mereka miliki secara efisien (Mussen, Conger & Kagan, dalam Desmita, 2005). Masa remaja juga dikenal sebagai masa dimana terjadi krisis identitas dalam menemukan jati diri remaja tersebut. Menurut Burns (1993) para remaja ini mengalami pergumulan dalam diri yang dipengaruhi oleh pemikirannya sendiri untuk menentukan dan menemukan konsep dirinya, yaitu suatu gambaran berdasarkan dari apa yang mereka pikirkan tentang pendapat orang lain mengenai mereka, dan keinginan pribadi mengenai diri mereka. Setelah hal-hal tersebut dapat terjawab barulah kemudian mereka mampu menemukan jati dirinya. Dalam bermain video game, seorang anak terhisab ke dalam dunia video game dan ikut merasakan apa yang terjadi di dalam video game tersebut. Mulai dari jalan cerita, pemilihan tokoh, sampai kepada karakter dari tokoh yang dimainkan dapat ditentukan oleh si anak sebagai pemainnya. Keinginan-keinginan serta pemikiran dari si pemain dimanifestasikan ke dalam video game. Tokoh dalam permainan tersebut sering kali diidentifikasikan oleh pemain sesuai dengan persepsi yang ia miliki tentang peran dari tokoh yang ia mainkan tersebut. Menurut Hefner, Klimmt, dan Vorderer (2007) pengidentifikasian karakter dari permainan tersebut, dianggap sebagai bagian dari kesenangan yang ada pada game tersebut. Pada saat terjadi pengidentifikasian terhadap suatu karakter atau peran tertentu, maka anak akan segera menyesuaikan konsep diri mereka dengan mengadaptasi atribut dari tokoh tersebut. Ketika mereka mengidentifikasikan diri

mereka dengan seorang prajurit, maka mereka akan membayangkan bahwa diri mereka lebih kuat, gagah, dan berani. Berkowitz (dalam Praditya, Wimbarti, dan Helmi, 1999) mengatakan bahwa adegan kekerasan yang realistik atau nyata akan menghasilkan agresi apabila ditampilkan secara jelas dan hidup. Sifat interaktif dari video game yang melebihi televisi dan film inilah yang mempengaruhi agresivitas dan membentuk kebiasaan agresif (Anderson & Bushman, 2001, dalam Milla, 2006). Dengan beragamnya jenis game bertema kekerasan yang beredar dipasaran, peneliti menjatuhkan pilihan pada GTA. Terdapat data menarik yang mendasari pemilihan game ini yang akan digunakan oleh peneliti, yaitu game ini dikenal dengan game yang berisi kekerasan dan menampilkan seks bebas didalamnya. Menurut Walsh (dalam Wibowo, 2009) pendiri National Institute On Media and The Family, GTA merupakan game yang banyak menampilkan adegan kekerasan, pertumpahan darah, tokoh di dalamnya berbahasa kasar, dan sering memperlihatkan perilaku yang mengarah pada seks, dan menampilkan penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang secara jelas dan terbuka. Perilaku kekerasan dalam game ini dibuat seakan-akan sesuatu yang memberikan kesenangan dan membuat ketagihan. Semakin sering pemain berlaku kekerasan, semakin banyak tindak kekerasan lainnya yang bisa dimainkan. Jenis game ini, bukan hanya memperbolehkan pemain mencuri mobil, menabrak polisi, atau melanggar aturan lalu lintas, namun pemain juga akan mendapatkan wanita yang akan menghampirinya dan dapat melakukan seks bebas sebagai hadiah ketika pemain berhasil berada pada bagian bonus. Selain itu, Wibowo (2009) dalam artikelnya juga mengungkapkan bukti nyata bahwa GTA memiliki dampak terhadap perilaku remaja berdasarkan kasus yang terjadi di Thailand, dimana

terdapat seorang remaja berusia 18 tahun yang merampok dan mencuri mobil seorang supir taksi, serta menabrak pengemudi lainnya yang berusia 54 tahun. Remaja tersebut mengungkapkan dalam keterangannya pada pihak kepolisian, bahwa ia melakukan hal tersebut semata-mata hanya karena ingin mengetahui apakah merampok di dunia nyata akan semudah di dalam video game yang ia mainkan. Mencermati dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh video game yang mengandung atau menayangkan perilaku agresif dalam mempengaruhi pembentukan konsep diri anak laki-laki remaja pertengahan, maka perlu kiranya dilakukan penelitian terhadap ke-2 hal ini. 1.2 Rumusan Permasalahan Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka ingin diketahui apakah terdapat efek tayangan perilaku agresi dalam video game bertema kekerasan pada pembentukan konsep diri remaja laki-laki usia 15-18 tahun. 1.3 Hipotesis Dari rumusan permasalahan di atas maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat efek tayangan perilaku agresi dalam video game bertema kekerasan pada pembentukan konsep diri remaja laki-laki usia 15-18 tahun. H1 : Terdapat efek tayangan perilaku agresi dalam video game bertema kekerasan pada pembentukan konsep diri remaja laki-laki usia 15-18 tahun.

1.4 Tujuan Penelitian Dengan melihat latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka penelitian ini bertujuan untuk melihat ada atau tidaknya efek tayangan perilaku agresi yang ditampilkan dalam permainan video game bertema kekerasan tersebut pada pembentukan konsep diri dari pemain itu sendiri. 1.5 Manfaat Penelitian Manfaat teoritis: a. Penelitian ini dibuat untuk membantu menambah referensi bidang psikologi perkembangan agar dapat lebih memahami pembentukan konsep diri pada anak lelaki remaja pertengahan. b. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan untuk menambah referensi bagi yang ingin meneliti topik yang berhubungan dengan video game bertema kekerasan maupun konsep diri remaja, dan agar peneliti selanjutnya dapat melakukan penelitian mereka lebih baik dengan mempertimbangkan kekurangan yang ada dalam penelitian ini. Manfaat praktis: a. Bagi subjek yang diteliti, penelitian ini untuk memberikan gambaran tentang bagaimana video game bertema kekerasan tersebut mempengaruhi pembentukan dari konsep dirinya.

b. Bagi orang tua subjek, penelitian ini untuk memberi gambaran apa akibat yang bisa ditimbulkan dengan bermain video game dengan tema kekerasan secara terus-menerus. c. Bagi peneliti selanjutnya, dapat memakai kuisioner ini untuk mengukur konsep diri remaja, karena kuisioner dalam penelitian ini telah dilakukan uji test-retest yang berdasarkan pada ke enam subjek penelitian. 1.6 Definisi Terminologi Pada penelitian ini terdapat beberapa definisi yang akan digunakan yaitu: 1. Perilaku agresi dalam video game bertema kekerasan: Perilaku yang dilakukan oleh karakter dalam program komputer seperti memukul, menendang, membanting, menusuk, menebas, menembak, dan mengebom (Gagne, dalam Kumoro, 2002). 2. Konsep diri : Suatu gambaran berdasarkan dari apa yang mereka pikirkan tentang pendapat orang lain mengenai mereka, dan keinginan pribadi mengenai diri mereka (Burns, 1993). 3. Masa remaja : Periode kehidupan yang telah memiliki kapasitas secara maksimal untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan yang mereka miliki secara efisien (Mussen, Conger & Kagan, dalam Desmita, 2005). 1.7 Cakupan dan Batasan Pada penelitian ini terdapat batasan-batasan yang perlu diperhatikan. Berdasarkan apa yang akan diteliti yaitu perilaku agresi dalam video game bertema kekerasan dengan pembentukan konsep diri anak remaja lelaki usia 15-18

tahun, maka sampel dalam penelitian ini hanya anak remaja lelaki yang berusia 15-18 tahun atau memasuki masa remaja pertengahan. Selain itu, anak lelaki yang diambil juga harus anak yang belum pernah bermain atau memainkan video game dengan tema kekerasan. Jenis video game yang dimaksud disini pun hanya yang menggunakan perangkat bantu layar televisi dan lebih di khususkan lagi judul game yang akan digunakan dalam penelitian ini hanya GTA (Grand Theft Auto) saja, karena game ini dinilai sebagai salah satu yang perlu diwaspadai dan banyak menimbulkan adegan-adegan yang tidak hanya menampilkan perilaku kekerasan, tetapi juga perilaku yang melanggar batas moral dan norma sosial, yaitu adanya adegan yang memperbolehkan penggunaan obat terlarang, minuman beralkohol, serta seks bebas. Selain itu, game ini juga menimbulkan banyak masalah di berbagai negara hingga banyak negara yang menarik game ini dari pasaran (Wibowo, 2009). Pengambilan sampel juga ditujukan untuk yang berada di kawasan Jakarta, yaitu Jakarta Timur dan Barat (Utomo, 2009). Hal ini dikarenakan dalam artikelnya, Utomo (2009) menjelaskan bahwa selain Jakarta Timur yang memiliki tingkat kriminalitas tertinggi, Jakarta Barat menduduki tempat kedua di bawah Jakarta Timur sebagai daerah yang memiliki tingkat kriminalitas tertinggi. Maka diluar dari kriteria-kriteria tersebut atau yang tidak memenuhi kriteria yang telah disebutkan di atas tidak dapat diambil sebagai sampel dalam penelitian ini.