ANALISIS PERMASALAHAN OUTSOURCING (ALIH DAYA ) DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN PENERAPANNYA

dokumen-dokumen yang mirip
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING (Alih Daya) PADAA PT. SUCOFINDO CABANG PADANG SKRIPSI

A. MAKNA DAN HAKIKAT PENYEDIAAN TENAGA KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING

BAB I PENDAHULUAN. Hukum ketenagakerjaan merupakan keseluruhan peraturan baik tertulis

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

BAB IV PENUTUP. atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. Wahyu Septyan dan PT

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching)

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP JAMINAN SOSIAL PEKERJA. 2.1 Pengertian Tenaga Kerja, Pekerja, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN. Oleh:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam konteks kehidupan bermasyarakat, manusia selalu

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

BAB II STATUS HUKUM TENAGA KERJA OUTSOURCING. A. Latar Belakang dan Pelaksanaan Outsourcing dalam Perspektif Hukum Ketenagakerjaan

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hadi Setia Tunggul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, Harvarindo, 2009, hal. 503

BAB I PENDAHULUAN. organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat

BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan khususnya tenaga kerja alih daya (outsourcing) merupakan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

BAB I PENDAHULUAN. yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam

BAB I PENDAHULUAN. pekerja, perusahaan tidak akan dapat berjalan sebagaimana mestinya dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan negara untuk mewujudkan tujuan pembangunan nasional.

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang giat-giatnya melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan

PT PLN (PERSERO) KEPUTUSAN DIREKSI PT PLN (PERSERO) NOMOR : 500.K/DIR/2013 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan jasa penyedia tenaga kerja menjadi tren di tengah. perkembangan persaingan bisnis yang semakin kompetitif.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) Telkom Cabang Solo merupakan salah satu badan

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 69/PUU-XI/2013 Pemberian Hak-Hak Pekerja Disaat Terjadi Pengakhiran Hubungan Kerja

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

PERATURAN PERUSAHAAN DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan zaman dewasa ini, Indonesia mengalami berbagai

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat". untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat.

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu upaya tersebut adalah dengan melakukan sistim outsourcing.

PERLINDUNGAN HAK KONSTITUSIONAL BURUH DALAM OUTSOURCING BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN. abstract

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB 1 PENDAHULUAN. himpun menyebutkan bahwa jumlah pekerja perempuan di sebagian besar daerah

PEMERINTAH KOTA TANJUNGPINANG

BAB I PENDAHULUAN. terperinci dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. Bagi negara-negara yang sedang berkembang khususnya di Indonesia,

JURNAL PEMENUHAN HAK PEKERJA OUTSOURCING YANG BEKERJA MELEBIHI WAKTU KERJA NORMAL DI PT TRAKINDO UTAMA BALIKPAPAN

Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

MSDM Materi 13 Serikat Pekerja dan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XIII/2015 Pemberian Manfaat Pensiun Bagi Peserta Dana Pensiun

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang semakin cepat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara normatif sebelum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BENTUK-BENTUK PRAKTIK OUTSOURCING DALAM UNDANG- UNDANG KETENAGAKERJAAN

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang adalah pembangunan disegala bidang kehidupan.

GUBERNUR SUMATERA BARAT

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA KARENA MEMPUNYAI IKATAN PERKAWINAN DALAM PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. maka manusia harus bekerja. Manusia sebagai mahluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara yang berdasarkan konstitusi. Di dalam

Setiap karyawan dapat membentuk atau bergabung dalam suatu kelompok. Mereka mendapat manfaat atau keun-tungan dengan menjadi anggota suatu kelompok.

HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

BAB I PENDAHULUAN. yang dibuat sendiri maupun berkerja pada orang lain atau perusahaan. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. arti yang sebenarnya sejak Pembangunan Lima Tahun (Pelita) I pada tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGERTIAN, DASAR HUKUM PENANAMAN MODAL ASING DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA

BAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja

KOMPETENSI dan INDIKATOR

BAB I PENDAHULUAN. memengaruhi, bahkan pergesekan kepentingan antarbangsa terjadi dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEKUATAN HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MAGANG BAKTI DENGAN BANK CENTRAL ASIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan tidak dimungkinkan terhadapnya. modal dan tanggungjawab sendiri, sedangkan bekerja pada orang lain maksudnya

WALIKOTA KENDARI PERATURAN DAERAH KOTA KENDARI

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

Dr. Alimatus Sahrah, M.Si, MM FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. cepat membawa dampak baik yang bersifat positif maupun negatif. Era globalisasi

Transkripsi:

Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Kanun Jurnal Ilmu Hukum Khairani No. 56, Th. XIV (April, 2012), pp. 53-68. ANALISIS PERMASALAHAN OUTSOURCING (ALIH DAYA ) DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN PENERAPANNYA OUTSOURCING ANALYSIS PROBLEM FROM THE PERSPECTIVE OF LAW AND IMPLEMENTATION Oleh: Khairani *) ABSTRACT Outsourcing is a matter worded in the Labour Act and the latest issue in relation to Indonesia labour. It is ruled in terms of easing employers to manage the company in providing the labour service. The implementation is regulated strictly in Article 64-66 of the Act Number 13, 2003 regarding the Labour. However, in the implementation level the violation is unavoidable causing the trouble. It happens as the outsourcing is defect both the legislation and its implementation. Keywords: Outsourcing, Legal Problem and Implementation. A. PENDAHULUAN Kehadiran Undang-undang No.13 Tahun 2003 (selanjutnya disebut dengan UU Ketenagakerjaan) membawa harapan bagi para pelaku industrial di Indonesia mengingat UU sebelumnya UU No.25 Tahun 1997 sudah beberapa kali ditunda berlakunya karena mengalami tentangan dari buruh maupun dari pihak pengusaha. Harapan itu disebabkan karena Materi muatan UU Ketenagakerjaan ini mengakomodir beberapa materi muatan peraturan perundang-undangan sebelumnya yang dianggap sudah tidak relevan 1 lagi dengan keadaan. Misal mengenai upah, pemutusan hubungan kerja, norma kerja dan sebagainya. Ada hal baru yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan ini yang sebelumnya tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan bidang perburuhan yakni pengaturan tentang penyerahan sebagian pekerjaan melalui perjanjian pemborongan atau penyediaan jasa pekerja/buruh kepada perusaan lain 2. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan atau penyediaan jasa pekerja/buruh ini dalam praktik sehari-hari dikenal dengan outsourcing. Ketentuan outsourcing ini mengundang polemik dan perdebatan menyangkut *) Khairani, S.H.,M.H, adalah Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang. 1 Hal ini dapat dilihat banyaknya peraturan perundang-undangan yang dicabut dan diganti dengan UU Ketenagakerjaan ini. ISSN: 0854-5499

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56, Th. XIV (April, 2012). Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Khairani kepentingan buruh dan pengusaha. 3, para ilmuwan melalui penelitian dan pemerhati perburuhan banyak yang mengkritisnya. Bahkan keluarnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU- IX/2011 tentang pembatalan terhadap pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf b tentang tidak dibolehkan lagi pekerjaan utama untuk dioutsourkan. Masuknya masalah outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global dan kemajuan teknologi yang demikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat 4. Keadaan tersebut menunut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respons yang cepat dan fleksibel. Untuk itu diperlukan suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang manajemen sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien dan produktif. Outsourcing merupakan salah satu cara yang dilakukan oleh pemerintah untuk mempermudah pengusaha menjalankan usaha ditengah krisis ekonomi yang melanda negara Indonesia sejak beberapa tahun terakhir. Kebijakan untuk memberlakukan outsourcing dikeluarkan oleh pemerintah untuk perbaikan iklim investasi di Indonesia melalui beberapa kemudahan dalam sistem perekrutan pekerja yang dialihkan kepada pihak lain yakni dengan sistem outsourcing. Dengan sistem outsourcing, diharapkan perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan 5. Pemerintah beralasan bahwa dengan melegalkan sistem outsourcing sebagai usaha untuk menyediakan kesempatan kerja yang luas bagi sebanyak mungkin angkatan kerja yang ada pada waktu itu, sehingga harus dipikirkan perlunya fleksibilitas dan adaptasi pasar kerja 6. Setidaknya ada tiga alasan diadopsinya konsep ini dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia yaitu: pertama, kebijakan fleksibilisasi pasar kerja akan 2 Lihat Pasal 64 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. 3 Sehat Damanik, Outsourcing dan perjanjian Kerja Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Jakarta, DSS Publishing, 2006, hlm 1. 4 Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm 219. 5 Wirawan, Rubrik Hukum Teropong,Apa yang dimaksud dengan sistem outsourcing?, http://www.pikiranrakyat.com/cetak/0504/31/teropong/komenhukum.htm 6 Bappenas, Ringkasan Eksekutif, Kebijakan Pasar Kerja Untuk Memperluas Kesempatan Kerja, Direktorat Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas, 2003, hlm 29. Lihat juga Agusmidah, Dilematika Hukum Ketenagakerjaan, Tinjauan Politik Hukum, SofMedia Medan, 2011, hlm32 54

Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Kanun Jurnal Ilmu Hukum Khairani No. 56, Th. XIV (April, 2012). meningkatkan iklim investasi. Kedua, fleksibilitas ketenagakerjaan akan membuka perluasan kesempatan kerja di sektor formal. Ketiga, fleksibilitas ketenagakerjaan akan memberikan sumbangan pada pengurangan angka kemiskinan. Sementara pada sisi lain perlindungan terhadap pekerja outsorcing sangat lemah sehingga menimbulkan persoalan tersendiri pula. Menurut UUD 1945 pasal 27 ayat (2) bahwa pemerintah memberikan perlindungan kepada setiap warga negara untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Ketentuan ini tentunya tidak terlepas dari filosofi yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang menegaskan bahwa salah satu tujuan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Selanjutnya menurut pasal 33 UUD 1945 dinyatakan bahwa perekonomian didasarkan pada sistem kekeluargaan. Di bidang ketenagakerjaan, salah satu bentuk perlindungan yang diberikan kepada rakyat untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan layak tersebut diatur melalui UU Ketenagakerjaan Tahun 2003 yang hampir secara komprehensif mengatur berbagai bidang ketenagakerjaan. Namun niat baik untuk memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh seolah tiada artinya dengan dimungkinnya sistem outsourcing (penyediaan pekerja oleh perusaan jasa) untuk bekerja pada perusahaan pengguna karena dalam kenyataannya menimbulkan berbagai permasalahan dalam pelaksanaannya. Makalah ini mencoba mengkaji permasalahan outsourcing ditinjau dari sisi persfektif hukum dan penerapannya. B. PEMBAHASAN 1. Pengaturan sistem outsourcing dan Permasalahan hukum dalam UU Ketenagakerjaan Sebagaimana kita ketahui bahwa perlindungan terhadap warga negara termasuk kepada pekerja diatur dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (2) dan diuwujudkan dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Salah satu bentuk peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dalam rangka 55

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56, Th. XIV (April, 2012). Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Khairani melindungi pekerja adalah UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu materi muatan UU Ketenagakerjaan ini adalah menyangkut dengan outsourcing yang diatur di dalam Pasal 64, 65 dan 66. Dengan kata lain UU Ketengakerjaan ini telah memberikan justifikasi terhadap penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh melalui perjanjian pemborongan/ penyediaan jasa pekerja/buruh 7 Berikut ini disalin secara utuh isi pasal-pasal tersebut yakni : Pasal 64 Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Pasal 65 1. Penyerahan sebagaian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melalui perjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. 2. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama ; b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan ; c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan ; dan d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung. 3. Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum. 4. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. 6. Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya. 7. Hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjian kerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59. 7 Abdul Khakim, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007. hlm 72 56

Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Kanun Jurnal Ilmu Hukum Khairani No. 56, Th. XIV (April, 2012). 8. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dan ayat (3), tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan. 9. Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8). maka hubungan kerja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaan sesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (7). Pasal 66 1. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. 2. Penyediaan jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut : a. Adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh ; b. Perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf (a) adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak ; c. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh ; dan d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 3. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 4. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2) huruf (a), huruf (b), dan huruf (d) serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerja. Penjelasan : 57

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56, Th. XIV (April, 2012). Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Khairani Pasal 64 Cukup Jelas Pasal 65 Cukup Jelas Pasal 66 Ayat (1) Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan mempekerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Pengaturan tentang outsourcing berdasarkan ke-3 pasal tersebut diatas dapat diketahui bahwa dari segi radaksional cukup bagus dan sistematis. Namun ada beberapa hal yang barangkali luput dari perhatian perumus UU ini yakni tidak begitu dalam kajiannya karena kurang memperhatikan azaz kecermatan atau ketelitian. Karena secara umum kita tahu pasti bahwa peraturan yang baik itu harus didasarkan pada filosofi suatu bangsa atau harus didasarkan nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat. Sehingga diharapkan peraturan tersebut bisa diterima dan berlaku efektif di dalam masyarakat, bisa melindungi dan mempunyai kepastian hukum. Tidak memperhatikan azas kecermatan atau ketelitian dapat dilihat pada ketentuan umum yang biasanya berisi pengertian-pengertian dari materi yang akan diatur selanjutnya. Dalam ketentuan ini tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan pernyerahan sebagain pekerjaan, perjanjian pemborongan dan penyediaan jasa pekerja serta perusahaan lain. Dalam ketentuan penjelasan pun isinya cukup jelas padahal menurut penulis ada beberapa ketentuan yang memerlukan penjelasan lebih lanjut. Oleh karena itu pembentukan UU Ketenagakerjaan khususnya yang berkaitan dengan outsourcing bertentangan dengan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Azas-azas umum Pemerintahan yang layak.. Berdasarkan ini dapat dijabarkan beberapa permasalahan secara yuridis pengaturan outsourcing ini antara lain : a. Dari sisi konseptual, pengaturan outsourcing secara vertikal dinilai bertentangan dengan Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Secara 58

Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Kanun Jurnal Ilmu Hukum Khairani No. 56, Th. XIV (April, 2012). horizontal, pengaturan outsourcing dinilai meredusir pelaksanaan perundang-undangan lainnya di bidang ketenagakerjaan khususnya yang berkenaan dengan pelaksanaan jaminan sosial tenaga kerja serta efektifitas kebebasan berserikat bagi pekerja. Secara internal, pengaturan outsourcing tidak sejalan pengaturan Hubungan Industrial Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945 8. Adopsi fleksibilitas ketenagakerjaan dalam UU Ketenagakerjaan yang menyerahkan penciptaan kesejahteraan pekerja melalui mekanisme pasar jelas-jelas merupakan wujud pengkhianatan nyata terhadap Pembukaan UUD 1945, karena UUD 1945 menghendaki perekonomian dikelola dengan mekanisme kekeluargaan dan kemakmuran yang bisa dinikmati bersama bukan kenikmatan sekelompok orang. b. Rumusan ketentuan dalam Pasal 64 yang menggabungkan penyerahan sebagain pekerjaan melalui perjanjian pemborongan dan penyediaan jasa pekerja yang kemudian dikenal menjadi outsoucing. Dalam konteks hukum hal ini menurut penulis merupakan dua hal yang berbeda. Perjanjian pemborongan sudah lama kita kenal melalui Buku III Bab 7A pasal 1601 KUHPerdata. Berdasarkan pengertian pemborongan pekerjaan dapat diketahui bahwa konstruksi hukumnya bahwa ada pemilik pekerjaan yang memborongkan pekerjaan kepada pemborong pekerjaan. Pemborong pekerjaan wajib menyelesaikan pekerjaan yang diterimanya dari pemilik pekerjaan maka untuk itu pemborong merekrut pekerja yang akan melaksanakan pekerjaan tersebut, sehingga dalam hubungan antara pemborong dengan pekerja terdapat hubungan kerja. Sedangkan perjanjian penyediaan jasa pekerja yang sebenarnya merupakan hal yang baru sama 8 Romi, Tesis, Asas Kepastian Hukum Dalam Pengaturan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Menurut Undang-Undang 59

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56, Th. XIV (April, 2012). Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Khairani sekali dalam hukum kita, dapat diketahui konstruksi hukumnya, yaitu ada perusahaan yang membutuhkan pekerja yang akan menyelesaikan pekerjaan yang ada pada perusahaannya, tetapi yang merekrut pekerja diserahkan kepada perusahaan lain atau oleh UU Ketenagakerjaan disebut sebagai perusahaan penyedia jasa. Jadi disini perusahaan penyedia jasa sifatnya hanya menempatkan pekerja pada perusahaan yang membutuhkan. c. Konsep hubungan industrial dalam sistem outsourcing kabur atau bias. Ini dapat dilihat dari pengertian outsourcing dan dihubungkan dengan ketentuan pasal 1 ayat (15) UU Ketenagakerjaan. Secara umum pengertian outsourcing adalah pendelegasian operasi dan managemen harian dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan penyedia jasa outsourcing. 9 atau menggunakan sumber daya manusia dari pihak luar perusahaan 10. Dengan kata lain pekerja dipekerjakan oleh perusahaan penyedia jasa pada perusahaan pengguna. Bukan bekerja pada perusahaannya. Sementara menurut Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi: Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Ketentaun pasal 65 ayat (6) : bahwa hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dalam perjanjin kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yang dipekerjakannya. Dalam konsep hukum, hubungan kerja ini sangat penting karena hubungan kerja yang timbul dengan adanya perjanjian kerja akan melahirkan hak dan Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, PPs Unpad, Bandung, hlm 2 9 Candra Suwondo, Outsorcing, Implementasi di Indonesia, Gramedia, 2004, hal.2. 10 Adrian Sutedi, Op.cit hlm 217 60

Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Kanun Jurnal Ilmu Hukum Khairani No. 56, Th. XIV (April, 2012). kewajiban para pihak. Para pihak menurut pasal 1 ayat (15) jelas adalah pekerja dan pengusaha/pemberi kerja. Sementara dalam outsourcing pekerja melakukan perjanjian bukan dengan pengusaha pemberi kerja, sedangkan perjanjian kerja antara pekerja dengan perushaan penyedia jasa tidak ada unsur pekerjaan karena yang mempunyai pekerjaan adalah pengusaha pemberi kerja. Karena unsur hubungan kerja tidak terpenuhi maka hak dan kewajiban tidak pula akan ada. d. Adanya ketidak pastian akan terpenuhi Hak-hak normatif pekerja akan sulit terpenuhi dalam sistem outsourcing : yang pertama dari jaminan akan bekerja terus menerus tidak ada karena ada batasan waktu karena dimungkinnya perjanjian dibuat dengan perjanjian kerja waktu tertentu (pasal 66 ayat (2a). Akibat selanjutnya tidak ada jenjang karir, upah tidak akan pernah meningkat, hak berserikat susah bagi pekerja untuk melaksanakannya. e. Pengaturan sanksi yang tidak ada, kalaupun ada tidak jelas apa yang diancam oleh sanksi tersebut. Hal ini dapat dilihat pada pasal 188 Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 ayat (1) dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Ketentuan pasal 64 tidak terdiri ayat-ayat karena pasalnya tunggal, sementara dalam pengaturan sanksi yang diancam dengan sanksi pidana adalah terhadap pasal 64 ayat (1). Jadi pengaturan dalam UU Ketenagakerjaan tidak sinkron antara pasal yang satu dengan yang lain. Konsekuwensi dari tidak adanya sanksi terhadap pelanggaran ketentuan outsourcing tidak bisa dilakukan tindakan sehingga tidak bisa melindungi pekerja. Menurut penulis pengaturan sanksi harus ada terutama yang berkaitan dengan ketentuan pasal 65 dan 66 tersebut misalnya sanksi terhadap pelanggaran 61

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56, Th. XIV (April, 2012). Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Khairani mempekerjakan pada pekerjaan utama dari kegiatan perusahaan, pelanggaran terhadap perusahaan yang tidak berbadan hukum dan tidak memiliki izin. f. Outsourcing dengan hak berserikat. Hak berserikat bagi pekerja sudah dijamin oleh UU No.21 Tahun 2000 sebagaimana diatur dalam pasal 5 yang menyebutkan bahwa setiap pekerja/buruh berhak membentuk dan menjadi anggota serikat pekerja/buruh. Namun dalam konteks outsourcing hak berserikat tersebut akan sulit dilaksanakan karena prinsip hubungan kerjanya yang tidak permanen. Selain itu pekerja merasa ketakutan untuk berorganisasi karena sewaktu-waktu hubungan kerja dapat berakhir secara sepihak apabila pengusaha tidak menyukainya. 2. Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan outsourcing Pada dasarnya ada beberapa tujuan dari pelaksanaan sistem outsourcing, antara lain untuk mengembangkan kemitraan usaha, sehingga satu perusahaan tidak akan menguasai suatu kegiatan industri. Dalam jangka panjang kegiatan tersebut diharapkan akan mampu mengurangi pemusatan kegiatan industri di perkotaan menjadi lebih merata ke daerah-daerah 11. Pelaksanaan sistem outsourcing juga memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat dan pekerja, dan pengusaha. Bagi pemerintah outsourcing memberi manfaat antara lain untuk dapat membantu mengembangkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional, pembinaan dan pengembangan kegiatan koperasi dan usaha kecil, mengurangi beban pemerintah kota/kabupaten dalam penyediaan fasilitas umum, seperti: transportasi, listrik, air dan pelaksanaan ketertiban umum 12. Bagi masyarakat dan pekerja, sistem outsourcing memberi manfaat antara lain, aktivasi industri di daerah akan mendorong kegiatan ekonomi penunjang di lingkungan masyarakat, 11 Komang Priambada, 2008, outsourcing Versus Serikat Pekeja, Alih Daya Publishing, Jakarta:hlm 110 62

Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Kanun Jurnal Ilmu Hukum Khairani No. 56, Th. XIV (April, 2012). mengembangkan infrastruktur sosial masyarakat, budaya kerja, disiplin dan peningkatan kemampuan ekonomi, mengurangi pengangguran dan mencegah terjadinya urbanisasi, meningkatkan kemampuan dan budaya perusahaan di lingkungan masyarakat. Bagi perusahaan, sistem outsourcing memberi manfaat antara lain meningkatkan fokus perusahaan, memanfaatkan kemampuan kelas dunia, membagi resiko, sumber daya sendiri dapat dipergunakan untuk kebutuhan lain, menciptakan dana segar, mengurangi dan mengendalikan biaya operasi, dan memperoleh sumber daya yang tidak dimiliki sendiri 13. Sistem outsourcing telah membuka peluang munculnya perusahaan baru di bidang jasa outsourcing, dan pada sisi lain telah memungkinkan perusahaan yang telah berdiri untuk melakukan efisiensi melalui pemanfaatan jasa perusahaan outsourcing. Sejak dimungkinkannya sistem outsourcing yang diatur di dalam UU Ketenagakerjaan banyak perusahaan yang melaksanakannya mengingat perusahaan tidak perlu repot merekrut pekerja, melatih dan sebagainya karena kewenangan tersebut sudah diberikan kepada perusahaan penyedia jasa pekerja. Namun dengan adanya pelaksanaan sistem outsourcing ini menjadikan suatu kegelisahan bagi pekerja yang dioutsourcing karena tidak ada jaminan kelangsungan waktu kerja mereka dan tidak ada kepastian terhadap hak-hak yang mereka terima. Selain itu dalam pelaksanaannya pekerjaan yang dioutsource tidak hanya sebatas pekerjaan yang tidak berkaitan dengan kegiatan utama tapi sebaliknya yakni termasuk juga pekerjaan yang merupakan kegiatan utama perusahaan tersebut. Untuk menerapkan atau melaksanaan outsoucing ini dengan persyaratan yang sangat ketat dengan tujuan untuk memberikan perlindungan bagi para pihak terutama pihak pekerja. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan pasal 65-66. Sesuai dengan tujuan dan maksud dibentuknya suatu hukum itu sendiri yakni untuk ketertiban, keteraturan, ketentetraman dan perlindungan. Namun ada beberapa permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan outsourcing tersebut antara lain : 12 Ibid hal.46 63

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56, Th. XIV (April, 2012). Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Khairani a. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain menurut Pasal 65 ayat (2) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama, Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan, Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, Tidak menghambat proses produksi secara langsung. Dalam pelaksanaannya perusahaan banyak yang tidak memperhatikan karena sering terjadi pekerja ditempatkan pada pekerjaan utama dari kegiatan suatu perusahaan. Misalnya di bank ditempatkan di bagian teller, costumer service, pegawai administrasi, sekretariat dan lainnya. b. Menurut pasal 65 ayat (3) Perusahaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berbentuk badan hukum dan mendapat izin dari Pemerintah dalam hal ini Departemen Tenaga Kerja. Syarat berbadan hukum (BH) ternyata ada pelanggran karena tidak semua perusahaan penyedia jasa yang ber-bh malah ada yang tidak terdaftar di Depnaker atau tidak ada izin usaha. Menurut UU kalau tidak ber- BH maka status hubungn kerja beralih dengan perusahaan pemberi kerja. Dalam kenyataannya hubungan kerja selalu kontrak dengan perusahaan penyedia jasa. c. Status hubungan kerja dalam praktek selalu kontrak/perjnjian Kerja Waktu Tertentu, menurut ketentuan pasal 59 ayat 4. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. dalam prakteknya jangka waktu ada yang membuat untuk 1 tahun, sudah itu diperbaharui lagi, untuk perpanjangan diberhentikan dulu 1 bulan setelah itu dibuat lagi kontrak baru. Perpanjangan waktu hanya untuk satu kali tetapi dalam praktek pekerja itu selalu diperpanjang waktu kerjanya dengan membuat perjanjian kerja baru. Konsekuensi dari keadaan ini adalah hitungan masa kerja pekerja akan selalu dihitung dari awal maksudnya 13 Iftida Yasar, 2008, Sukses Implementasi, PPM Manajemen, Jakarta: cet 1, Hlm 15 64

Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Kanun Jurnal Ilmu Hukum Khairani No. 56, Th. XIV (April, 2012). tidak ada pertambahan masa kerja yang berakibat upah selalu rendah, jaminan sosial paling untuk masa kerja yang hanya maksimal 3 tahun dengan perpanjangan yang berakibat pada hitungan pesangon dan uang penghargaan jika di PHK, uang pensiun, jenjang karir. Akibat hukum dari keadaan ini lah yang menjadi alasan kuat bagi penggugat pekerja pembaca meter Listrik untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah konstitusi untuk menguji ketentuan batasan jangka waktu kerja yang konsekuensinya Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pekerjaan yang memiliki objek tetap tidak bisa lagi dikerjakan lewat mekanisme kontark atau outsourcing dengan Putusan MK Nomor 27/PUU-IX/2011. Dengan keluarnya putusan ini maka pasal 65 ayat (2) dan pasal 66 ayat (2) huruf b UU Ketenagakerjaan tidak berlaku. d. Out soursing, yaitu suatu perjanjian yang dilakukan antara suatu perusahaan dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja, untuk suatu pekerjaan tertentu. Disini pihak pekerja/buruh mengadakan perjanjian kerjanya bukan dengan perusahaan dimana mereka bekerja, akan tetapi mereka membuat perjanjian kerjanya dengan perusahaan penyedia jasa tenaga kerja. Demikian juga pemberian upahnya-pun diberikan oleh perusahaan penyedia jasa tenaga kerja tersebut. Mereka biasanya dikontrak selama dua tahun, dan dapat diperpanjang satu tahun lagi. Sehingga lamanya 3 Tahun. Kalau akan diperpanjang kontrak kerjanya maka otomatis dia menjadi tenga kerja tetap, yang bekerja di perusahaan tersebut. Permasalahannya bahwa waktu kerja kontrak ini terus menerus dilakukan, sehingga sangat merugikan bagi buruh/pekerja yang keadaannya sangat lemah. Selain itu bagi perusahaan yang melakukan pelanggaran, tidak ada ketentuan sanksinya, sehingga betul-betul sangat merugikan kepada pekerja/buruh yang di outsourcing itu. Sebagai contoh, outsourcing yang menggunakan perjanjian kerja waktu tertentu. Perjanjian kerja waktu tertentu jelas tidak menjamin adanya job security, adanya kelangsungan pekerjaan seorang buruh, karena seorang buruh dengan perjanjian kerja 65

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56, Th. XIV (April, 2012). Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Khairani waktu tertentu pasti tahu bahwa pada suatu saat hubungan kerja akan putus dan tidak akan bekerja lagi di situ, akibatnya buruh akan mencari pekerjaan lain lagi. Sehingga keberlanjutan pekerjaan menjadi persoalan bagi buruh yang menjadi tenaga outsourcing dengan perjajian kerja waktu tertentu. Kalau job security tidak terjamin, maka bertentangan dengan jaminan konstitusional mendapatkan pekerjaan yang layak. e. Perlindungan kerja yang diatur dalam perjanjian kerja sangat minim yakni hanya berupa upah dalam hal ini paling tinggi Upah Minimum, waktu istirahat dan jaminan sosial Tenaga Kerja. Hak berserikat dan perlakuan yang sama dengan pekerja biasa tidak diberikan, sehingga hak berserikat tidak berkembang.kalau ada masalah yang menimpa buruh maka Serikat Pekerja Seluruh Indonesia tidak bisa membantu karena bukan anggota dari serikat buruh. C. PENUTUP Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa : Ada beberapa permasalahan dari pengaturan tentang Outsourcing dalam UU Ketenagakerja. Permasalahan tersebut terjadi pada segi hukumnya maupun dari segi penerapannya. Permasalahan Hukum : 1. Latar belakang pengaturan outsourcing untuk menarik investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia yang pelaksanaannya diserahkan pada mekanisme pasar dengan sistem kerja fleksibel, ini bertentangan dengan prinsip ekonomi di Indonesia yang berasaskan kekeluargaan. 2. Pengaturannya tidak cermat dan tidak teliti sehingga bertentangan dengan asas pemerintahan yang layak, pengertian penyerahan sebagain pekerjaan dengan perjanjian pemborongan dan penyediaan jasa pekerja tidak ada pengertian secara jelas dalam 66

Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Kanun Jurnal Ilmu Hukum Khairani No. 56, Th. XIV (April, 2012). ketentuan Umum sebagaimana mestinya dalam suatu Undang-undang. Tidak ada pengaturan sanksi terhadap pelanggaran ketentuan pasal 64-66. 3. Dari sisi materi outsourcing akan meredusir hak-hak pekerja yang sudah diatur dalam UU lainnya seperti UU No.3 tahun 1992 tentang Jamsostek. Sehubungan dengan adanya beberapa permasalahan tersebut diharapkan akan ada usaha dari pembuat kebijakan untuk merevisi pengaturan tentang outsourcing sesuai permasalahan yang ditemukan. Sehingga untuk penerapannya tidak akan menimbulkan permasalahan kembali. Dengan demikian diharapkan pekerja dapat bekerja dengan tenang dan pengusaha dapat menjalankan usaha dengan nyaman yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas dan berpengaruh pada jalannya proses pembangunan. DAFTAR PUSTAKA Abdul Khakim, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007. Adrian Sutedi, Hukum Perburuhan. Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Agusmidah, Dilematika Hukum Ketenagakerjaan, Tinjauan Politik Hukum, SofMedia Medan, 2011, Candra Suwondo, Outsorcing, Implementasi di Indonesia, Gramedia, 2004 Iftida Yasar, 2008, Sukses Implementasi, PPM Manajemen, Jakarta 1 Iftida Yasar, 2008, Sukses Implementasi, PPM Manajemen, Jakarta Komang Priambada, 2008, outsourcing Versus Serikat Pekeja, Alih Daya Publishing, Jakarta Sehat Damanik, Outsourcing dan perjanjian Kerja Menurut UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Jakarta, DSS Publishing, 2006. Bappenas, Ringkasan Eksekutif, Kebijakan Pasar Kerja Untuk Memperluas Kesempatan Kerja, Direktorat Ketenagakerjaan dan Analisis Ekonomi Bappenas, 2003 67

Kanun Jurnal Ilmu Hukum No. 56, Th. XIV (April, 2012). Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Khairani Wirawan, Rubrik Hukum Teropong,Apa yang dimaksud dengan sistem outsourcing?, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0504/31/teropong/komenhukum.htm 68