PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi. ditemui, tetapi KVA tingkat subklinis, yaitu tingkat yang belum

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan vitamin A (KVA). KVA yaitu kondisi kurang zat gizi mikro

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. sangat terkenal dan digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena memiliki

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. dunia. Sekitar anak-anak di negara berkembang menjadi buta setiap

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I. PENDAHULUAN. Tanaman nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) adalah jenis tanaman

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Sejak dulu, tanaman aren atau enau merupakan tanaman penghasil bahanbahan

BAB I PENDAHULUAN. lodeh, sayur asam, sup, dodol, dan juga manisan. Selain itu juga memiliki tekstur

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah umum yang biasa ditemui dalam peggunaan hasil protein

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

KADAR PROTEIN DAN BETAKAROTEN BAKSO IKAN TUNA YANG DIPERKAYA JAMUR MERANG (Volvariella volvaceae) DAN UMBI WORTEL NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

BAB I PENDAHULUAN. asupan zat gizi makro yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. masalah besar yang perlu mendapat perhatian, karena kekurangan. (prevalensi xeropthalmia <0,5%) (Hernawati, 2009).

lain-lain) perlu dilakukan (Suryuna, 2003).

EFEK PEMBERIAN AIR PERASAN WORTEL (Daucus carota L) UNTUK MEMPERTAHANKAN KADAR VITAMIN A DALAM PENGASINAN TELUR SKRIPSI

PEMANFAATAN WORTEL (Daucus carota) DALAM PEMBUATAN MIE BASAH SERTA ANALISA MUTU FISIK DAN MUTU GIZINYA

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

PENGARUH PERBANDINGAN TEPUNG TERIGU DAN TEPUNG BIJI NANGKA TERHADAP KOMPOSISI PROKSIMAT DAN SIFAT SENSORIK KUE BOLU KUKUS

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

penyakit kardiovaskuler (Santoso, 2011).

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kandungan gizinya belum sesuai dengan kebutuhan balita. zat-zat gizi yang terkandung dalam makanan.

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

BAB I LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia diantaranya pisang ambon, pisang raja, pisang mas, pisang kepok

I. PENDAHULUAN. berasal dari gandum yang ketersediaannya di Indonesia harus diimpor,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi zat gizi makro. Meskipun

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB 1 PENDAHULUAN. postpartum adalah masa yang dimulai dari tanda akhir periode intrapartum

I. PENDAHULUAN. pangan yang disukai anak-anak (Sardjunani, 2013).

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Manusia merupakan salah satu unsur yang sangat dibutuhkan dalam unsur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. yang memadai akan mengakibatkan terjadinya kerawanan sosial berupa

BAB I PENDAHULUAN. Makanan tradisional merupakan wujud budaya yang berciri kedaerahan,

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di negara berkembang. Asia Tenggara memiliki prevalensi KVA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan

I. PENDAHULUAN. dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat (Chasanah dkk., 2013).

I. PENDAHULUAN. disebabkan oleh berbagai macam masalah. Menurut McCarl et al., (2001),

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini masyarakat banyak mengonsumsi mi sebagai makanan alternatif

I. PENDAHULUAN. produk yang praktis dan digemari adalah chicken nugget. Chicken nugget

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. makanan. Dalam sejarah, kehidupan manusia dari tahun ke tahun mengalami

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Seiring dengan berkembangnya zaman, masyarakat semakin

BAB I PENDAHULUAN. Tepung tersebut digunakan sebagai bahan dasar pembuatan kue tradisional

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

I. PENDAHULUAN. tidak ada sama sekali. Saat produksi ikan melimpah, belum seluruhnya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. biakan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Rasa asam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang digemari

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. macam komoditi pangan pertanian, tetapi kemampuan produksi pangan di

BAB 1 PENDAHULUAN. akan tetapi sering dikonsumsi sebagai snack atau makanan selingan. Seiring dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang gizi

BAB I PENDAHULUAN. pada 2002, konsumsi kalsium di kalangan masyarakat baru mencapai rata-rata

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

BAB I PENDAHULUAN. pada tahun 2010 mengimpor terigu sebesar kg, untuk tahun

PENGEMBANGAN MODEL PERMINTAAN DALAM KAJIAN ASPEK PASAR BETAKAROTEN DAN TOKOFEROL UNTUK PRODUK FORTIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. ketergantungan terhadap tepung terigu, maka dilakukan subtitusi tepung terigu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan, seperti bagian biji yang dibuang begitu saja.

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB I PENDAHULUAN. talas memiliki ukuran granula pati yang sangat kecil yaitu 1-4 µm. ukuran

I. PENDAHULUAN. yaitu permen keras, permen renyah dan permen kenyal atau permen jelly. Permen

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

Transkripsi:

ii PENGARUH SUBSTITUSI TEPUNG WORTEL PADA PEMBUATAN BISKUIT DITINJAU DARI KADAR β-karoten, SIFAT ORGANOLEPTIK DAN DAYA TERIMA Skripsi ini Disusun untuk memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Ijazah SI Gizi Disusun Oleh: LUZY DESTA ASTARINA J.310.060.006 PROGRAM STUDI SI GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010 i

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan sebagai sumber gizi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air) menjadi landasan manusia untuk mencapai hidup yang sehat dan sejahtera. Defisiensi vitamin A nonklinis bisa dideteksi dari survey konsumsi pangan. Krisis ekonomi dan kemiskinan menyebabkan konsumsi sebagian masyarakat Indonesia kurang bergizi dan memunculkan risiko kurang vitamin A. Masalah defisiensi (kekurangan) vitamin A merupakan salah satu masalah gizi di negara kita. Defisiensi Vitamin A biasanya terjadi pada anak-anak. Vitamin A sangat penting untuk penglihatan/mata, mencegah penyakit kulit serta membantu proses pertumbuhan, sehingga suplai Vitamin A pada makanan anak-anak penting untuk diperhatikan. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan penduduk yang mempunyai angka kelahiran tinggi, sekitar 1.35% per tahun, sehingga setiap tahun jumlah balita yang ada bertambah secara cepat (BPS, 2001). Beberapa permasalahan yang biasanya timbul di negara berkembang akibat tingginya pertumbuhan penduduk adalah menyangkut masalah sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. 1

2 Masalah kesehatan ini mempunyai jangkauan yang luas, karena mengena tidak hanya pada orang dewasa saja, tetapi juga pada anak-anak dan balita. Tahun 2004, pada pertemuan Program Advokasi Perbaikan Gizi menuju Keluarga Sadar Gizi, dinyatakan bahwa balita merupakan golongan yang rawan terkena gangguan kesehatan, baik karena masalah gizi dan penyakit (patologi). Salah satu permasalahan gizi yang sering terjadi pada balita adalah defisiensi vitamin A (You et.al, 2002), oleh karena itu pemerintah mempunyai program untuk masyarakat melalui posyandu dengan memberikan kapsul vitamin A dosis tinggi setiap enam bulan sekali. Pemberian kapsul vitamin A dibagi menurut dua kelompok umur, yaitu umur 0-1 tahun sebesar 100.000 IU dan 1-5 tahun sebesar 200.000 IU (Depkes, 2000). Seiring pertambahan umur, balita-balita ini akan bertumbuh dan berkembang menjadi anak-anak yang juga merupakan golongan umur rawan terkena masalah gizi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin A. Rawannya kondisi ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, pertama adalah permasalahan kesulitan makan. Golongan umur anak-anak cenderung masih memilih-milih makanan (picky eaters) (Judarwanto, 2007). Kesulitan makan ini memungkinkan tubuh kurang mendapat asupan gizi yang cukup. Selain itu, kurang cukupnya pengetahuan orang tua tentang gizi menyebabkan penyediaan makanan yang sarat dengan

3 gizi lengkap tidak selalu terpenuhi. Terlebih lagi pelayanan pemberian kapsul vitamin A yang sudah tidak didapatkan lagi oleh beberapa anak dari posyandu. Keadaan ini menyebabkan banyak anak yang mengalami defisiensi vitamin A (Azwar, 2004). Wortel merupakan sayuran yang multi khasiat bagi pelayanan kesehatan masyarakat luas. Di Indonesia wortel dapat dianjurkan sebagai bahan pangan potensial untuk mengentaskan masalah penyakit kurang vitamin A karena kandungan karoten (pro vitamin A) pada wortel dapat mencegah penyakit rabun senja (buta ayam) dan masalah kurang gizi. Beta karoten di dalam tubuh akan diubah menjadi vitamin A, zat gizi yang sangat penting untuk fungsi retina (Khomsan, 2007). Sebagian besar masyarakat Indonesia selama ini belum memanfaatkan wortel secara optimal, wortel hanya dimanfaatkan dalam pengolahan sayur seperti sup, urap, trancam, dll. Rasa wortel yang tidak disukai oleh anak-anak juga mengakibatkan jenis sayuran ini jarang dikonsumsi oleh anak-anak. Wortel segar mempunyai flavour langu sehingga kurang disukai konsumen. Akibatnya pemanfaatan komoditi ini masih terbatas. Wortel dapat diolah lebih lanjut antara lain dibuat snack dalam bentuk chip wortel matang dan sari umbi wortel (minuman) yang kaya akan provitamin A. Hal ini dapat diketahui dalam Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM)

4 bahwa setiap 100g bagian wortel yang dapat dimakan mengandung β- karoten sebanyak 12.000 SI (Rukmana, 1995). Wortel merupakan jenis sayur yang sering dikonsumsi masyarakat. Komoditi ini tergolong sebagai sayuran sumber serat makanan yang tinggi. Wortel juga merupakan makanan sumber antioksidan alami. Sayuran ini memiliki kandungan β-karoten cukup tinggi sehingga dapat menjadi alternatif pengentasan kekurangan vitamin A. Wortel mudah diperoleh dan harganya murah. Berdasarkan potensi tersebut, dilakukan subtitusi tepung wortel dalam pembuatan biskuit sehingga diperoleh biskuit hasil suplementasi tepung wortel yang tinggi kadar β-karoten. Wortel merupakan jenis sayur yang sering dikonsumsi masyarakat. Komoditi ini tergolong sebagai sayuran sumber serat makanan yang tinggi. Wortel juga merupakan makanan sumber antioksidan alami. Sayuran ini memiliki kandungan β-karoten cukup tinggi sehingga dapat menjadi alternatif pengentasan kekurangan vitamin A. Wortel mudah diperoleh dan harganya murah. Biskuit adalah suatu produk makanan kecil yang renyah yang dibuat dengan cara dipanggang. Dengan subtitusi tepung wortel pada biskuit diharapkan dapat meningkatkan kandungan β-karoten pada biskuit, selain itu juga untuk meningkatkan nilai ekonomis wortel sehingga wortel tidak hanya dimanfaatkan sebagai sayuran saja. Sehingga dapat menjadi salah satu alternatif pengentasan kekurangan vitamin A. Selain

5 itu biskuit merupakan salah satu makanan ringan yang dapat dikonsumsi semua umur. Berdasarkan potensi tersebut, dilakukan subtitusi tepung wortel dalam pembuatan biskuit sehingga diperoleh biskuit hasil suplementasi tepung wortel yang tinggi kadar β-karoten. B. Perumusan Masalah Rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pengaruh substitusi tepung wortel pada pembuatan biskuit terhadap kandungan β-karoten, daya terima dan sifat organoleptik? C. Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi tepung wortel pada pembuatan biskuit terhadap kandungan β-karoten, sifat organoleptik dan daya terima. Tujuan Khusus 1. Menganalisis kandungan β-karoten pada biskuit dengan substitusi tepung wortel. 2. Menganalisis pengaruh substitusi tepung wortel dalam pembuatan biskuit terhadap daya terima meliputi warna, aroma, tekstur, dan rasa. 3. Menganalisis pengaruh substitusi tepung wortel dalam pembuatan biskuit terhadap sifat organoleptik.

6 D. Manfaat Penelitian 1. Untuk menambah wawasan dan pengalaman dalam penelitian tentang substitusi tepung wortel dalam pembuatan biskuit. 2. Menambah wawasan tentang pangan, khususnya wortel sebagai salah satu bahan tambahan alami dalam pembuatan biskuit. 3. Sebagai sumber informasi tentang pemanfaatan wortel untuk pembuatan biskuit.