kasein untuk membaca label makanan, mengingat banyaknya makanan kemasan yang menggunakan bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein

dokumen-dokumen yang mirip
1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

I. PENDAHULUAN. seluruh penduduk Indonesia. Pemenuhan kebutuhan pangan harus dilakukan

PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dimakan sehari-hari untuk memenuhi

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Vitamin A (KVA) adalah keadaan di mana simpanan. pada malam hari (rabun senja). Selain itu, gejala kekurangan vitamin A

BAB I PENDAHULUAN. Kekurangan Energi Protein (KEP) merupakan salah satu. permasalahan gizi di Indonesia (Herman, 2007). Balita yang menderita KEP

BAB I PENDAHULUAN. yang pesat, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bahan utama pembuatan biskuit pada umumnya adalah dengan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dapat mengkonsumsi berbagai jenis pangan sehingga keanekaragaman pola

I PENDAHULUAN. hidup dan konsumsinya agar lebih sehat. Dengan demikian, konsumen saat ini

BAB I PENDAHULUAN. Berbasis Sumber Daya Lokal yang tertulis dalam Peraturan Presiden RI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan jagung, dan ubi kayu. Namun, perkembangan produksinya dari tahun ke tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. alternatif (Suryana dan Purwoto, 1996). dan serat. Bentuk buah sukun padat dan sering disebut sebagai Bread fruit.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. setelah padi dan jagung bagi masyarakat Indonesia. Tanaman ini dapat

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Proses penggilingan padi menjadi beras tersebut menghasilkan beras sebanyak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini ketergantungan masyarakat terhadap tepung terigu untuk

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

BAB I PENDAHULUAN. baik di daerah tropis salah satunya yaitu tanaman munggur. Tanaman ini

BAB I PENDAHULUAN. yang rentan mengalami masalah gizi yaitu kekurangan protein dan energi.

BAB I PENDAHULUAN. didalamnya terkandung senyawa-senyawa yang sangat diperlukan untuk

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I. PENDAHULUAN. (1995) roti adalah produk yang diperoleh dari adonan tepung terigu yang. makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang selalu berupaya melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. namun WHO menetapkan remaja (adolescent) berusia antara tahun.

mi. Sekitar 40% konsumsi gandum di Asia adalah mi (Hoseney, 1994).

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan masyarakat, baik perkotaan maupun di pedesaan. Anak-anak dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Produk olahan yang paling strategis untuk dikembangkan dalam. rangka menunjang penganekaragaman (diversifikasi) pangan dalam waktu

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dilihat dari letak geografis, Indonesia merupakan negara yang terletak pada

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. aktif dan sehat (Martianto, 2005). Diversifikasi pangan akan memungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan pangan menurut Indrasti (2004) adalah dengan

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN ton (US$ 3,6 juta) (Jefriando, 2014). Salah satu alternatif pemecahan

BAB I PENDAHULUAN. Konsumsi rata-rata kue kering di kota dan di pedesaan di Indonesia 0,40

BAB I PENDAHULUAN. talas memiliki ukuran granula pati yang sangat kecil yaitu 1-4 µm. ukuran

I PENDAHULUAN. Umumnya dalam sebuah penelitian diawali dengan identifikasi masalah. hipotesis dan sekaligus untuk menjawab permasalahan penelitian.

BAB I PENDAHULUAN. ubi jalar merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan. penduduk yang mempunyai angka pertumbuhan yang tinggi sekitar 1.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan kelangsungan hidup saja, tetapi seberapa besar kandungan gizi

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

BAB I LATAR BELAKANG

PEMBUATAN MIE SUKUN (KAJIAN SUBTITUSI SUKUN KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR) SKRIPSI. Oleh : INDARTY WIJIANTI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PEMBUATAN ROMO (ROTI MOCAF) YANG DIPERKAYA DENGAN TEPUNG KACANG HIJAU (Vigna radiata L.) SEBAGAI SUMBER PROTEIN SKRIPSI OLEH:

Bab 1 PENDAHULUAN. bahan mentah seperti beras, jagung, umbi-umbian, tepung-tepungan, sayursayuran,

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. komoditas yang akan diimpor Indonesia adalah gandum. Data statistik USDA

kabar yang menyebutkan bahwa seringkali ditemukan bakso daging sapi yang permasalahan ini adalah berinovasi dengan bakso itu sendiri.

I. PENDAHULUAN. ketergantungan terhadap tepung terigu, maka dilakukan subtitusi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. kenyataan menunjukkan bahwa terigu lebih bersifat adaptif dibandingkan pangan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. penganekaragaman produk pangan, baik berupa serealia (biji-bijian), tahun terjadi peningkatan konsumsi tepung terigu di

BAB I PENDAHULUAN. indikator yang tertuang di dalam Millenium Development Goals (MDGs).

BAB I PENDAHULUAN. Melalui penganekaragaman pangan didapatkan variasi makanan yang

SUBSTITUSI TEPUNG BIJI NANGKA PADA PEMBUATAN KUE BOLU KUKUS DITINJAU DARI KADAR KALSIUM, TINGKAT PENGEMBANGAN DAN DAYA TERIMA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai masalah yang berkaitan dengan pangan dialami banyak

I. PENDAHULUAN. masyarakat, arakat, mulai dari buah, daun, batang, pelepah, sampai jantungnya.

PENGARUH LAMA FERMENTASI Saccharomyces cereviceae TERHADAP KADAR OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas Poiret)

BAB I PENDAHULUAN. oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai kalangan mulai

PENGARUH LAMA FERMENTASI Rhizopus oligosporus TERHADAP KADAR OLIGOSAKARIDA DAN SIFAT SENSORIK TEPUNG UBI JALAR PUTIH (Ipomoea batatas)

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan beras ditempatkan sebagai makanan pokok yang strategis.

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

BAB I PENDAHULUAN. oleh terpenuhinya kebutuhan gizi dalam makanannya. Pada usia 6 bulan pertama,

BAB I PENDAHULUAN. berbentuk semi padat yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan

BAB I PENDAHULUAN. impor. Volume impor gandum dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data APTINDO (2013), Indonesia mengimpor gandum

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Mutu gizi makanan seseorang dapat diperbaiki dengan mengkonsumsi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu

Tabel 1. 1 Jumlah Wisatawan Kota Bandung. Wisatawan Tahun mancanegara domestik jumlah

PENGARUH PROPORSI TEPUNG TERIGU : PISANG TANDUK KUKUS DAN PENAMBAHAN TELUR TERHADAP KUALITAS CAKE SKRIPSI. Oleh :

BAB I PENDAHULUAN UNIVERSITAS ESA UNGGUL

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Autisme saat ini masih menjadi permasalahan di dunia, baik di Negara maju maupun Negara berkembang termasuk di Indonesia. Data dari UNESCO (2011) mencatat sekitar 35 juta orang menderita autisme, artinya rata- rata 6 dari 100 orang di dunia telah mengidap autisme. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit di Amerika Serikat atau Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menyatakan bahwa pada tahun 2012 terjadi peningkatan yang cukup memprihatinkan dengan jumlah rasio 1 dari 88 orang anak saat ini mengalami autisme, hal ini meningkat tajam dibanding pada tahun 1987 dengan jumlah rasio 1 dari 5.000 orang anak mengalami autisme. Data terbaru dari Depkes RI (2013) tercatat jumlah penderita autisme dengan usia di bawah 15 tahun mencapai 112.000 jiwa di Indonesia. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vogelaar (2000) pada 20 penderita autisme menunjukkan bahwa 50% penderita autisme memiliki kadar zat gizi yang rendah yaitu vitamin A, B1, B3, B5, biotin, selenium, zing, dan magnesium serta asam amino esensial yaitu omega 3 dan omega 6. Kekurangan vitamin disebabkan karena flora usus yang tidak normal dan sifat pemilih makanan (picky eater) pada penderita autisme (Winarno dan Agustinah, 2008). Penderita autisme diberikan berbagai terapi, termasuk diantaranya penerapan makanan atau pengaturan diet (Suryana, 2005). Pengaturan makanan dan peran gizi akan membawa dampak terhadap penurunan keparahan autisme (Didiek, 2010). Pengaturan makanan yang tepat menjadi salah satu terapi yang dianjurkan (Surti, 2009). Shattock dan Whitney (1999), mengemukakan bahwa makanan merupakan senjata utama dalam penatalaksanaan penyembuhan autisme. Sangat penting bagi seseorang yang menerapkan diet bebas gluten, bebas 1

kasein untuk membaca label makanan, mengingat banyaknya makanan kemasan yang menggunakan bahan makanan yang mengandung gluten dan kasein (Chandrawinata, 2002). Permasalahan makan pada penderita autisme diantaranya yaitu menolak makan, picky eater (memilih-milih makanan), kesulitan menerima makanan baru dan gerakan mengunyah sangat pelan (Peter, 2005). Sangat sulit menghindari makanan barat yang sangat popular dikalangan anak-anak seperti fried chicken, hamburger dan pizza yang sebagian besar terdapat kandungan gluten, selain itu ice cream yang sangat digemari anak-anak perlu dihindari karena ice cream terbuat dari susu, demikian juga milk chocolate (Chandrawinata, 2002). Menurut para ahli, diet yang tepat bagi penderita autisme yaitu diet GFCF (Gluten free Casein free), salah satu makanan yang cukup di gemari oleh anak-anak termasuk para penderita autisme yaitu makanan ringan seperti biskuit. Saat ini belum banyak biskuit di pasaran yang khusus di peruntukkan bagi penderita autisme seperti biskuit yang tidak mengandung gluten dan kasein, karena pada umumnya biskuit yang beredar di pasaran yaitu biskuit yang terbuat dari tepung terigu (mengandung gluten) dan adanya penambahan susu (mengandung kasein) (Pirson, 2006). Biskuit merupakan salah satu produk pangan olahan yang berbahan dasar tepung terigu. Menurut Wijaya (2010) biskuit adalah produk yang diperoleh melalui pemanggangan adonan dari tepung terigu dengan penambahan bahan makanan lain dan dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Secara umum bahan pembuatan biskuit biasanya hanya mengandung zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak, dan sedikit mengandung zat gizi lainnya seperti vitamin dan mineral, serta bahan dasar pembuatan biskuit yang kurang variatif. Bahan-bahan dasar yang bisa dijadikan sebagai bahan utama pembuatan biskuit selain tepung terigu, diantaranya tepung beras, tepung maizena, tepung maizena, tepung mokaf dan tepung ubi jalar. Tepung ubi jalar dapat diproduksi dari berbagai jenis ubi jalar dan akan menghasilkan mutu produk yang beragam. Salah satu jenis ubi jalar yang sangat terkenal adalah ubi jalar oranye. Ubi ini memiliki warna 2

oranye muda hingga oranye tua. Warna kuning atau oranye pada ubi jalar disebabkan oleh adanya senyawa β- Carotene yang berfungsi sebagai provitamin A. Ubi jalar oranye selain memiliki kandungan vamin C dan vitamin B juga mengandung β- Carotene yang tinggi dibandingkan ubi jalar putih. Penggunaan tepung ubi jalar sebagai bahan baku produk cake dan cookies dapat dilakukan sampai 100% sebagai pengganti terigu (Suismono, 2001) dan tepung ubi jalar memiliki banyak kelebihan antara lain lebih luwes untuk pengembangan produk pangan dan nilai gizi (Damardjati dkk., 1993). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tepung ubi jalar dapat digunakan sebagai bahan campuran pada pembuatan berbagai produk antara lain kue-kue kering, kue basah, mie, bihun dan roti tawar (Utomo, J.S. dan S.S. Antarlina, 2002). Keuntungan utama pemakaian tepung ubi jalar ini membuat kandungan vitamin A dalam ubi jalar juga meningkat (Villareal and Griggs, 1992 dalam Sukardi 2001). Penelitian Ginting (2009) mengenai pembuatan biskuit dari tepung ubi jalar oranye sebagai makanan tambahan anak sekolah dasar, menyebutkan dalam 100 g terdapat kandungan vitamin A sebesar 6,35 mg, fosfor sebesar 47,6 mg, vitamin c sebesar 25 mg dan kalsium sebesar 198 g. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan biskuit selain tepung ubi jalar adalah tepung beras. Menurut Hadrian (1981), tepung beras merupakan suatu bahan makanan yang merupakan sumber energi. Zat-zat gizi yang dikandung oleh beras adalah sangat mudah untuk dicerna dan oleh karenanya beras mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi, serta dapat memberikan berbagai zat gizi lain yang penting bagi tubuh, seperti protein, beberapa jenis mineral seperti kalium, fosfor, kalsium dan vitamin B (Moehyi, 1992). Tepung beras merupakan bahan yang mengandung protein yang cukup tinggi yaitu 8,7% (Liang dan King, 2003). Bahan pangan lain yang ditambahkan ke dalam pembuatan biskuit adalah tepung kedelai, dari berbagai jenis kacang, kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi (35-38%). Protein kedelai bermutu lebih baik dibandingkan kacang-kacangan yang lain, karena protein pada kedelai 3

tersusun dari asam-asam amino esensial yang lengkap (Afandi, 2001), di lihat dari segi pangan dan gizi, kedelai merupakan sumber protein yang paling murah di dunia, disamping menghasilkan minyak dengan mutu yang baik (Irianto, 2014). Biskuit merupakan salah satu kue kering yang sampai saat ini banyak digemari oleh masyarakat sebagai makanan jajanan atau camilan dari berbagai kelompok ekonomi dan umur (Moehji, 2000). Menurut Moehji (2000) biskuit sering dikonsumsi oleh anak balita, anak usia sekolah, dan orang tua, yang biasa dikonsumsi sebagai makanan selingan atau makanan bekal. Harga biskuit terjangkau oleh berbagai kelompok ekonomi juga menjadi satu alasan mengapa biskuit banyak disukai oleh masyarakat, sehingga biskuit bebas gluten ini tidak hanya bisa dikonsumsi oleh penderita autisme, tetapi dapat dikonsumsi oleh masyarakat umum. Variasi bahan dasar dalam pembuatan biskuit bebas gluten dan kasein ini sangat penting, dikarenakan masih sedikitnya ketersediaan biskuit bebas gluten dan kasein untuk penderita autisme, serta diharapkan dengan di adakannya penelitian ini dapat meningkatkan nilai gizi pada biskuit bebas gluten dan kasein tersebut. B. Identifikasi Masalah Saat ini belum banyak biskuit di pasaran yang khusus diperuntukkan bagi penderita autisme yaitu biskuit yang tidak mengandung gluten, karena pada umumnya biskuit yang beredar di pasaran yaitu biskuit yang terbuat dari tepung terigu (mengandung gluten). Biskuit bebas gluten yang sudah pernah dibuat yaitu biskuit yang terbuat dari tepung maizena, tepung beras, tepung mokaf dan tepung kentang, oleh karena itu peneliti membuat biskuit bebas gluten dengan penambahan tepung ubi jalar oranye yang tidak mengandung gluten dan memiliki kandungan gizi yang lebih baik daripada biskuit yang pada umumnya, sehingga dapat dijadikan alternatif makanan selingan yang sehat dan bergizi, tidak hanya untuk penderita autisme, namun dapat dikonsumsi oleh masyarakat umum, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, selain itu juga menambah inovasi baru khususnya untuk variasi bahan dasar pembuatan biskuit. 4

C. Pembatasan Masalah Adanya keterbatasan waktu dan dana, maka penelitian dilakukan hanya untuk mengetahui daya terima dan nilai gizi biskuit bebas gluten dengan penambahan tepung ubi jalar oranye yang diujikan kepada konsumen (mahasiswa gizi) bukan kepada sasaran langsung (anak penderita autisme), karena dikhawatirkan adanya keterbatasan dalam pengisian formulir uji organoleptik untuk menentukan daya terima biskuit sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dan bantuan praktisi. D. Perumusan Masalah 1. Bagaimana daya terima biskuit bebas gluten dengan penambahan tepung ubi jalar oranye? 2. Bagaimana kandungan zat gizi biskuit bebas gluten dengan penambahan tepung ubi jalar oranye? E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui daya terima dan nilai gizi biskuit bebas gluten dengan penambahan tepung ubi jalar oranye. 2. Tujuan Khusus a. Membuat biskuit bebas gluten dengan penambahan tepung ubi jalar oranye. b. Mengetahui daya terima terhadap nilai hedonik dan mutu hedonik berdasarkan uji organoleptik biskuit bebas gluten dengan penambahan tepung ubi jalar oranye, berdasarkan karakteristik warna, rasa, aroma dan tekstur biskuit. c. Mengetahui nilai gizi biskuit bebas gluten dengan penambahan tepung ubi jalar oranye. F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman dalam mengembangkan suatu produk makanan selingan bebas gluten dengan meningkatkan nilai gizinya yang dapat dikonsumsi oleh penderita autisme. 5

2. Manfaat bagi Ahli Gizi. Dapat menjadi inspirasi dalam memanfaatkan kekayaan hayati di sekitar untuk menciptakan suatu inovasi produk-produk makanan yang bergizi, kreatif, beranekaragam dan terjangkau. 3. Manfaat bagi Program Studi Dapat menambah referensi mengenai pengembangan produk biskuit bebas gluten dan bisa memperkenalkan kepada mahasiswamahasiswa gizi mengenai makanan selingan yang sehat dan bergizi. 4. Manfaat bagi Industri Diharapkan akan menjadi suatu inovasi dalam hal menciptakan produk yang bergizi, menciptakan lahan bisnis yang baru dengan memanfaatkan pangan lokal yang harganya terjangkau untuk semua kalangan masyarakat. 5. Manfaat bagi Masyarakat Diharapkan produk biskuit bebas gluten ini dapat diterima baik oleh masyarakat umum mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, khususnya bagi penderita autisme yang bisa dijadikan alternatif makanan selingan yang bergizi dan sehat. 6

G. Keterbaruan Penelitian Tabel 1.1 Hasil Penelitian yang telah dilakukan mengenai Produk Makanan Bebas Gluten Peneliti Publikasi Judul Keterangan Jurnal Pangan dan Agroindustri. Vol3 : hal. 11-22 Tanjung, Yohana (2015) Sukandar, Dede (2014) Lopez, Ana, C.B, Pereira, Guimaraes, A.J (2004) Seleem, Hinar (2015) Valensi. Vol. 4 No. 1 :hal. 13-19. Brazilian Archives of Biology and Technology.Vol 47 n.1 : pp. 63-70. Food and Nutrition Sciences. Vol6 : pp. 660-674 Biskuit Bebas Gluten dan Bebas Kasein bagi Penderita Autis Karakteristik Cookies Berbahan Dasar Tepung Sukun (Artocarpus communis) Bagi Anak Penderita Autis Flour Mixture of Rice Flour, Corn and Cassava Starch in the Production of Gluten-Free White Bread Gluten-Free Flat Bread and Biscuits Production by Cassava, Extruded Soy Protein and Pumpkin Powder Penelitian dilakukan untuk mengetahui rasio tepung MOCAF : tepung kacang hijau dan proporsi margarin yang tepat untuk menghasilkan biskuit bebas gluten dengan perlakuan terbaik. Mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap cookies sukun dibandingkan dengan cookies berbahan dasar tepung lain, pengaruh penambahan bahan tambahan terhadap sifat kimia dan fisika serta daya terima cookies. Campuran tepung beras, tepung jagung dan tepung singkong dalam pembuatan roti bebas gluten. Roti dan Biskuit Bebas Gluten dari tepung singkong dengan protein yang terekstruksi serta penambahan 7

Claudia, Ricca (2015) Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 4 : hal. 1589-1595. Pengembangan Biskuit dari Tepung Ubi Jalar Oranye (Ipomoea batatas L.) dan Tepung Jagung (Zea Mays) Fermentasi tepung labu kuning. Jagung diberi perlakuan fermentasi untuk mendegradasi fitat dan juga diperlukan penambahan kuning telur dalam pembuatan biskuit untuk memperbaiki karakteristik biskuit. Keterbaruan penelitian dalam pembuatan produk bebas gluten ini adalah membuat biskuit dengan mengkombinasikan tepung ubi jalar oranye dengan konsentrasi yang berbeda, tepung beras dan tepung kedelai dengan konsentrasi yang konstan. Pemanfaatan bahan pangan lokal salah satunya ubi jalar oranye, diharapkan akan menciptakan produk biskuit bebas gluten yang bernilai gizi tinggi, sehingga terbentuklah modifikasi produk biskuit bebas gluten yang diperuntukan untuk penderita autisme. 8